Pasca bom WTC, banyak gereja disulap menjadi masjid

Tragedi pemboman World Trade Center (WTC) dan WTC7, Negara Bagian Manhattan, Kota New York, Amerika Serikat, pada 11 September 2001 lalu menuai banyak hikmah di Amerika. Saat itu nama Islam diopinikan negatif namun karena hal itu banyak orang Amerika mulai ingin mempelajari Islam.

Orang Amerika mulai terbuka pada Islam karena menyadari ajaran Muhammad ini tidak pernah mengajarkan teror. Bahkan para jamaah gereja mulai menyerahkan bangunan mereka untuk dijadikan masjid.

Ini mengingat sulitnya umat muslim di Amerika untuk mendapatkan tempat ibadah. Salah satu gereja yang disulap menjadi masjid adalah, Masjid Imaam di Maryland, Washington DC, Amerika Serikat.

Masjid yang didirikan pada 26 September 2014 dengan luas 1,5 hektar ini, dipelopori oleh komunitas Indonesia di Washington DC.

“Susah berjuangnya panas dingin tapi sudah dilewati karena semangat dakwah komunitas. Ini lahir dari segelintir orang Indonesia di Paman Sam bagaimana menjaga aqidah ketika jauh dari Indonesia,” ungkap salah satu pengurus Masjid Imaam Arif Mustofa dalam program Muslim Traveller Net TV di America Culture Center, Jakarta, Kamis (9/7).

Penulis ternama, Ahmad Fuadi yang pernah menimba ilmu di Amerika menjadi salah satu saksi perubahan perilaku orang Amerika terhadap muslim.

Dulu Fuadi dan mahasiswa muslim di George Washington University memimpikan adanya masjid yang luas dan strategis untuk salat jumat.

“Ada sebuah gereja di tengah kampus kita ngomong ke pengurus gereja dan mereka setuju mengizinkan masyarakat kampus untuk salat Jumat di basement gereja. Setelah 9-11 gereja itu tetap jumatan dan semakin besar,” terang Fuadi panjang lebar.

Fuadi juga mengaku mengalami hal yang menakjubkan selepas tragedi tersebut. “Mereka jadi lebih tahu Islam, buku Islam menjadi best seller. Waktu 9-11 terjadi orang-orang berhijab menyumbang darah, yang lain malah respek dan engga menyalah-nyalahkan,” tuturnya.

 

sumber: Merdeka.com

Jangan Sampai Salah, Ini Takaran Bayar Fidyah Menurut Al-Quran dan Sunnah

Ada satu hal pelik yang dirasakan Muslim yang berhalangan untuk berpuasa pada setiap bulan Ramadan, yakni bagaimana takaran dalam membayar fidyah.

Ada yang mengatakan boleh dibayar sesuai harga nominal makan kita untuk satu porsi dikalikan jumlah puasa yang harus diganti, ada pula yang menyarankan dengan memberi makan orang miskin sebanyak 1 mud (1,25 kilogram cerealia, seperti gandum, beras dan lainnya, red.).

Lantas bagaimana kaidah fiqih mengatur pembayaran fidyah yang sesuai dengan perintah Allah dan seperti yang diteladankan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam? Seperti yang dikutip dari arrahmah.com lewat penjelasan Ustadz Ahmad Sarwat Lc., dalam Rumah Fiqih Indonesia, belum lama ini.

Membayar fidyah memang ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa. Setiap satu hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada satu orang fakir miskin.

Sedangkan teknis pelaksanaannya, apakah mau perhari atau mau sekaligus sebulan, kembali kepada keluasan masing-masing orang. Kalau seseorang nyaman memberi fidyah tiap hari, silahkan dilakukan.

Sebaliknya, bila lebih nyaman untuk diberikan sekaligus untukpuasa satu bulan, silahkan saja. Yang penting jumlah takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan.

Berapakah besar fidyah?
Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi’i dan Imam Malik menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.

Yang dimaksud dengan mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan, kira-kira mirip orang berdoa.

Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau tepung.

Atau juga bisa disetarakan dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang kepada satu orang miskin.

Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 halaman 143 disebutkan bahwa bila diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.

Sedangkan 1 sha‘ setara dengan 4 mud . Bila ditimbang, 1 sha‘ itu beratnya kira-kira 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha‘ setara dengan 2,75 liter.

Lalu, Siapa Saja yang Harus Membayar Fidyah?

– Orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi.

– Orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa.

– Wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika tidak puasamengakhawatirkan anak yang dikandung atau disusuinya itu. Mereka itu wajib membayar fidyah saja menurut sebagian ulama, namun menurut Imam Syafi’i selain wajib membayar fidyah juga wajib mengqadha’ puasanya. Sedangkan menurut pendapat lain, tidak membayar fidyah tetapi cukup mengqadha’.

– Orang yang menunda kewajiban mengqadha’ puasa Ramadhan tanpa uzur syar’i hingga Ramadhan tahun berikutnya telah menjelang. Mereka wajib mengqadha’nya sekaligus membayar fidyah, menurut sebagian ulama. Wallahu a’lam bish shawab. (*)

 

sumber: Tribun Jabar

Riba Menjerat Anda Menuju Kefakiran

Allah swt berfirman :

“Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencari keridhaan Allah, maka {yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (ar Ruum : 39)

Maksudnya , apa yang engkau keluarkan dari harta kalian, wahai orang-orang kaya, dengan jalan riba demi menambah banyak harta kalian, maka tidak akan bertambah, tidak akan dianggap zakat dan akan dilipat gandakan disisi Allah, karena ia adalah usaha yang jelek dan tidak diberkahi oleh Allah.

Imam Az –Zamkhsyari berkata,” Ayat ini senada dengan firman Allah yang mengatakan , “ Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah . Dan Allah tidak menyukai setiap orang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa (al Baqarah: 276).

Maksudnya bahwa Allah akan memusnahkan tunas kebaikannya dan menghapus semua amalnya, meskipun dilihat dari zahir ia bertambah. Allah akan memperbanyak kualitas sedekah seseorang dan mengembangkannya, meskipun secara zahir terlihat berkurang dan sedikit.

Allah berfirman :

“ Orang-orang yang makan (mengambil riba) tidak dapat berdiri mItulah cirri mereka, dapat diketahui pada hari mashyar yang akan menghancurkan mereka dan sebagai penyingkap keburukan merekaelainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila” (al Baqarah: 275)

Maksudnya, orang-orang yang bermuamalah dengan riba dengan keuntungan yang telah ditentukan dan memeras darah manusia, ia tidak akan bisa berdiri dari kuburnya di hari kiamat kecuali seperti orang yang mati karena terkena gila. Ia merasa kesusahan berdiri, jatuh bangun dan tidak dapat berjalan dengan lurus. Mereka akan berdiri dalam keadaan gila, seperti orang yang telah mati. Itulah ciri mereka , dapat diketahui pada hari mahsyar yang akan menghancurkan mereka dan sebagai penyingkap keburukan mereka.

“ Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (al baqarah : 278)

Maksudnya takutlah kalian kepada Allah . Selalulah merasa diawasi oleh-Nya atas apa yang kalian lakukan. Bersihkanlah harta kalian dari riba yang ada pada tangan manusia, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah.

Riba secara etimologis adalah ‘penambahan’. Jika dikatakan rabaa as-syaiu artinya sesuatu itu bertambah. Dari asal kata ini muncul ar-rabwah wa ar-raabiah. Secara syar’i yang dimaksud dengan riba adalah penambahan pada modal semula yang di ambil oleh orang yang mengutangi kepada orang yang diutangi dengan tempo waktu yang ditentukan.

Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat beberuntungan.” (Ali-Imran:130)

“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah melarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara yang bathil. (Ali-Imran:130)

Maksudnya, mereka memakan harta riba padahal Allah telah mengharamkannya di dalam Taurat. Dan mereka memakan harta manusia dengan jalan suap dan semua cara yang haram, yang jelasnya tidak dibenarkan dalam ajaran agamanya.

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Al-Baqarah:276)

Maksudnya, Allah telah menghalalkan jual beli karena di dalamnya mengandung banyak manfaat dan Dia mengharamkan riba karena didalamnya mengandung banyak mudharat yang besar, baik itu bagi diri pribadi maupun masyarakat. Karena di dalam muamalah tersebut terdapat penambahan nilai yang sifatnya sangat mencekik dan menguras pihak yang mengutang.

Saudaraku. Hindarilah bermuamalah dengan riba sebagaimana engkau lari dan menghindar dari penyakit lepra. Karena ia dapat menjerat Anda ke dalam jurang kefakiran dan penyakit-penyakit lain yang berbahaya, serta kehidupan yang serba sulit. Apapun sebabnya anda harus menghindar darinya, jangan tergiur oleh bujukan-bujukan yang mengajakmu bermuamalah dengan riba. Satu hal yang paling penting anda ketahui adalah bahwa Allah telah mengharamkannya untuk memakan riba, maka anda harus menjauhinya selama hal tersebut haram.

-/Yasir Syalabi/-

sumber: Era Muslim

Merasa Diri Paling Merana

Saat itu saya tengah berada di kota Jeddah, Saudi Arabia. Terpapar dihadapan saya sebuah koran berbahasa Arab di lobby hotel. Tergerak saya melihat berita dan artikel yang tertulis di sana, hingga saya temukan sebuah tulisan yang amat bermanfaat ini.

Tersebutlah kisah nyata seorang kaya raya berkebangsaan Saudi bernama Ra’fat. Ia diwawancarai setelah ia berhasil sembuh dari penyakit liver akut yang ia idap. Pola hidup berlebihan dan mengkonsumsi makanan tak beraturan membuat Ra’fat mengalami penyakit di atas.

Ra’fat berobat untuk mencari kesembuhan. Banyak dokter dan rumah sakit ia kunjungi di Saudi Arabia sebagai ikhtiar. Namun meski sudah menyita banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya, sayangnya penyakit itu tidak kunjung sembuh juga. Ra’fat mulai mengeluh. Badannya bertambah kurus. Tak ubahnya seperti seorang pesakitan.

Demi mencari upaya sembuh, maka Ra’fat mengikuti saran dokter untuk berobat ke sebuah rumah sakit terkenal spesialis liver di Guangzhou, China. Ia berangkat ke sana ditemani oleh keluarga. Penyakit liver semakin bertambah parah. Maka saat Ra’fat diperiksa, dokter mengatakan bahwa harus diambil tindakan operasi segera. Ketika Ra’fat menanyakan berapa besar kemungkinan berhasilnya. Dokter menyatakan kemungkinannya adalah fifty-fifty.

“50% kalau operasi berhasil maka Anda akan sembuh, 50% bila tidak berhasil mungkin nyawa Anda adalah taruhannya!” jelas sang dokter.

Mendapati bahwa boleh jadi ia bakal mati, maka Ra’fat berkata, “Dokter, kalau operasi ini gagal dan saya bisa mati, maka izinkan saya untuk kembali ke negara saya untuk berpamitan dengan keluarga, sahabat, kerabat dan orang yang saya kenal. Saya khawatir bila mati menghadap Allah Swt namun saya masih punya banyak kesalahan terhadap orang yang saya kenal.” Ra’fat berkata sedemikian sebab ia takut sekali atas dosa dan kesalahan yang ia perbuat.

Dengan enteng dokter membalas, “Terlalu riskan bagi saya untuk membiarkan Anda tidak segera mendapatkan penanganan. Penyakit liver ini sudah begitu akut. Saya tidak berani menjamin keselamatan diri Anda untuk kembali ke tanah air kecuali dalam 2 hari. Bila Anda lebih dari itu datang kembali ke sini, mungkin Anda akan mendapati dokter lain yang akan menangani operasi liver Anda.”

Bagi Ra’fat 2 hari itu cukup berarti. Ia pun berjanji akan kembali dalam tempo itu. Serta-merta ia mencari pesawat jet yang bisa disewa dan ia pun pergi berangkat menuju tanah airnya.

Kesempatan itu betul-betul digunakan oleh Ra’fat untuk mendatangi semua orang yang pernah ia kenal. Satu per satu dari keluarga dan kerabat ia sambangi untuk meminta maaf dan berpamitan. Kepada mereka Ra’fat berkata, “Maafkan aku, Ra’fat yang kalian kenal ini sungguh banyak kesalahan dan dosa… Boleh jadi setelah dua hari dari sekarang saya sudah tidak lagi panjang umur…”

Itulah yang disampaikan Ra’fat kepada orang-orang. Dan setiap dari mereka menangis sedih atas kabar berita yang mereka dengar dari orang yang mereka cintai dan kagumi ini.

Ra’fat menyambangi satu per satu dari mereka. Meski dengan tubuh yang kurus tak berdaya, ia berniat mendatangi mereka untuk meminta doa dan berpamitan. Dan kondisi itu membuat Ra’fat menjadi sedih. Ia merasa menjadi manusia yang paling merana. Ia merasa tak berdaya dan tak berguna. Sering dalam kesedihannya ia membatin, “Ya Allah…. rupanya keluarga yang mencintai aku…. harta banyak yang aku miliki… perusahaan besar yang aku punya…. semuanya itu tidak ada yang mampu membantuku untuk kembali sembuh dari penyakit ini! Semuanya tak ada guna… semuanya sia-sia!”

Rasa emosi batin itu membuat tubuh Ra’fat bertambah lemah.  Ia hanya mampu perbanyak istighfar memohon ampunan Tuhannya. Memutar tasbih sambil berdzikir kini menjadi kegiatan utamanya. Ia masih merasa bahwa dirinya adalah manusia yang paling merana di dunia.

Hingga saat ia sedang berada di mobilnya. duduk di kursi belakang dengan tangan memutar tasbih seraya berdzikir. Hanya Ra’fat dan supirnya yang berada di mobil itu. Mereka melaju berkendara menuju sebuah rumah kerabat dengan tujuan berpamitan dan minta restu. Saat itulah menjadi moment spesial yang tak akan terlupakan untuk Ra’fat.

Beberapa ratus meter di depan, mata Ra’fat melihat ada seorang wanita berpakaian abaya (pakaian panjang wanita Arab yang serba berwarna hitam) tengah berdiri di depan sebuah toko daging. di sisi wanita tadi ada sebuah karung plastik putih yang biasa menjadi tempat limbah toko tersebut. Wanita tadi mengangkat dengan tangan kirinya sebilah tulang sapi dari karung. Sementara tangan kanannya mengumpil dan mencuil daging-daging sapi yang masih tersisa di pinggiran tulang.

Ra’fat memandang tajam ke arah wanita tersebut dengan pandangan seksama. Rasa ingin tahu membuncah di hati Ra’fat tentang apa yang sedang dilakukan wanita itu. Begitu mobilnya melintasi sang wanita, sekilas Ra’fat memperhatikan. Maka ia pun menepuk pundak sang sopir dan memintanya untuk menepi.

Saat mobil sudah berhenti, Ra’fat mengamati apa yang dilakukan oleh sang wanita. Entah apa yang membuat Ra’fat menjadi penasaran. Keingintahuannya membuncah. Ia turun dari mobil. lemah ia membuka pintu, dan ia berjalan tertatih-tatih menuju tempat wanita itu berada.

Dalam jarak beberapa hasta Ra’fat mengucapkan salam kepada wanita tersebut namun salamnya tiada terjawab. Ra’fat pun bertanya kepada wanita tersebut dengan suara lemah, “Ibu…, apa yang sedang kau lakukan?”

Rupanya wanita ini sudah terlalu sering diacuhkan orang, hingga ia pun tidak peduli lagi dengan manusia. Meski ada yang bertanya kepadanya, wanita tadi hanya menjawab tanpa menoleh sedikitpun ke arah si penanya. Sambil mengumpil daging wanita itu berkata, “Aku memuji Allah Swt yang telah menuntun langkahku ke tempat ini. Sudah berhari-hari aku dan 3 orang putriku tidak makan. Namun hari ini, Dia Swt membawaku ke tempat ini sehingga aku dapati daging limbah yang masih bertengger di sisi tulang sisa. Aku berencana akan membuat kejutan untuk ketiga putriku malam ini. Insya Allah, aku akan memasakkan sup daging yang lezat buat mereka….”

Subhanallah. …! bergetar hebat relung batin Ra’fat saat mendengar penuturan kisah kemiskinan yang ada di hadapannya. Tidak pernah ia menyangka ada manusia yang melarat seperti ini. Maka serta-merta Ra’fat melangkah ke arah toko daging. Ia panggil salah seorang petugasnya. Lalu ia berkata kepada petugas toko, “Pak…, tolong siapkan untuk ibu itu dan keluarganya 1 kg daging dalam seminggu dan aku akan membayarnya selama setahun!”

Kalimat yang meluncur dari mulut Ra’fat membuat wanita tadi menghentikan kegiatannya. Seolah tak percaya, ia angkat wajah dan menoleh ke arah Ra’fat. Kini mata wanita itu menatap dalam mata Ra’fat seolah ia berterima kasih lewat sorot pandang.

Merasa malu ditatap seperti itu, Ra’fat menoleh ke arah petugas toko. Ia pun berkata, “Pak…, tolong jangan buat 1 kg dalam seminggu, aku rasa itu tidak cukup. Siapkan 2 kg dalam seminggu dan aku akan membayarnya untuk setahun penuh!” Serta-merta Ra’fat mengeluarkan beberapa lembar uang 500-an riyal Saudi lalu ia serahkan kepada petugas tadi.

Usai Ra’fat membayar dan hendak meninggalkan toko daging, maka terhentilah langkahnya saat ia menatap wanita tadi tengah menengadah ke langit sambil mengangkat kedua belah tangannya seraya berdoa dengan penuh kesungguhan:

“Allahumma ya Allah… berikanlah kepada tuan ini keberkahan rezeki. Limpahkan karunia-Mu yang banyak kepadanya. Jadikan ia manusia mulia di dunia dan akhirat. Beri ia kenikmatan seperti yang Engkau berikan kepada para hamba-Mu yang shalihin. Kabulkan setiap hajatnya dan berilah ia kesehatan lahir dan batin…..dst”

Panjang sekali doa yang dibaca oleh wanita tersebut. Kalimat-kalimat doa itu terjalin indah naik ke langit menuju Allah Swt. Bergetar arsy Allah Swt atas doa yang dibacakan sehingga getaran itu terasa di hati Ra’fat. Ia mulai merasakan ketentraman dan kehangatan. Kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hampir saja Ra’fat menitikkan air mata saat mendengar jalinan indah kalimat doa wanita tersebut. Andai saja ia tidak merasa malu, pastilah buliran air mata hangat sudah membasahi pipinya. Namun bagi Ra’fat pantang menangis…, apalagi dihadapan seorang wanita yang belum ia kenal.

Ra’fat lalu memutuskan untuk meninggalkan wanita tersebut. Ia berjalan tegap dan cepat menuju mobilnya. Dan ia belum juga merasakan keajaiban itu! Ya, keajaiban yang ditambah saat Ra’fat membuka dan menutup pintu mobil dengan gagah seperti manusia sehat sediakala!!!

Sungguh doa wanita itu memberi kedamaian pada hati Ra’fat. Sepanjang jalan di atas kendaraan Ra’fat terus tersenyum membayangkan doa yang dibacakan oleh sang wanita tadi. Perjalanan menuju rumah seorang kerabat itu menjadi indah.

Sesampainya di tujuan lalu Ra’fat mengutarakan maksudnya. Ia berpamitan dan meminta restu. Ia katakan boleh jadi ia tidak lagi berumur panjang sebab sakit liver akut yang diderita.

Anehnya saat mendengar berita itu dari Ra’fat, sang kerabat berkata, “Ra’fat…, janganlah engkau bergurau. Kamu terlihat begitu sehat. Wajahmu ceria. Sedikit pun tidak ada tanda-tanda bahwa engkau sedang sakit.”

Awalnya Ra’fat menganggap bahwa kalimat yang diucapkan kerabat tadi hanya untuk menghibur dirinya yang sedang sedih. Namun setelah ia mendatangi saudara dan kerabat yang lain, anehnya semuanya berpendapat serupa.

Dua hari yang dimaksud pun tiba. Ia didampingi oleh istri dan beberapa anaknya kembali datang ke China. Hari yang dimaksud untuk menjalani operasi sudah disiapkan. Sebelum masuk ruang tindakan, beberapa pemeriksaan pun dilakukan. Setelah hasil pemeriksaan itu dipelajari maka ketua tim dokter pun bertanya keheranan kepada Ra’fat dan keluarga:

“Aneh….! dua hari yang lalu kami dapati liver tuan Ra’fat rusak parah dan harus dilakukan tindakan operasi. Tapi setelah kami teliti, mengapa liver ini menjadi sempurna lagi?!”

Kalimat dokter itu membuat Ra’fat dan keluarga menjadi bahagia. Berulangkali terdengar kalimat takbir dan tahmid di ruangan meluncur dari mulut mereka. Mereka memuji Allah Swt yang telah menyembuhkan Ra’fat dari penyakit dengan begitu cepat. Siapa yang percaya bahwa Allah yang memberi penyakit, maka ia pun akan yakin bahwa hanya Dia Swt yang mampu menyembuhkan. Jangan bersedih dan merasa hidup merana. Sadari bahwa dalam kegetiran ada hikmah bak mutiara!

 

sumber: Era Muslim

MUI: Pernikahan Sejenis Adalah Sakit Jiwa

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI), Tengku Zulkarnain mengatakan, pemberian legalitas pernikahan sejenis adalah kesalahan besar. Pasalnya, mereka yang menjalin hubungan sejenis adalah orang-orang yang berperilaku sakit jiwa.

Zulkarnain menilai perilaku mereka telah menyimpang dari keadaan normal. Seharusnya perilaku itu tidak dilestarikan dengan pemberian legalitas. “Kawin sejenisnya adalah prilaku orang-orang sakit jiwa. Mereka perlu diobati bukannya malah disalurkan penyimpangan kejiwaannya itu,” ujar Tengku melalui pesan singkatnya kepada ROL, Kamis (2/7).

Ia menilai, aturan kebijakan tersebut tidak sepatutnya dikeluarkan. Perlu pengobatan terapi agar mereka bisa hidup normal selayaknya manusia pada umumnya.

Ia mengecam keras perilaku tersebut. Menurutnya, umat manusia akan musnah jika seluruh manusia berperilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) seperti itu. Hal ini mengingatkan kita pada zaman Nabi Luth yang akhirnya kaumnya diberi azab Allah SWT karena menyukai sejenisnya.

Saat ini, kampanye legalitas LGBT semakin gencar. Mereka menuntut hak yang sama seperti pasangan umumnya agar bisa menikah dan mengadopsi anak. Indonesia sendiri masih menjadi negara yang mengecam perilaku abnormal tersebut.

 

sumber: Republika Online

Fakta Ilmiah NASA Tentang Malam Lailatul Qadar Itu Seperti Ini

Malam Lailaitul Qadar pada dasarnya menajdi malam rahasia bagi Allah SWT, namun ternyata fakta – fakta di balik malam Lailatul Qadar ini telah dibuktikan oleh Badan Nasional Antariksa Amerika (NASA).

Malam Lailatul Qadar merupakan salah satu malam yang paling dinantikan di bulan Ramadan ini.

Malam Lailatul Qadar menjadi malam yang paling istimewa dan paling indah dibandingkan malam seribu bulan dan menjadi malam dimana Al Quran diturunkan.

Malam Lailatul Qadar ini ditetapkan ketika 10 malam terakhir Ramadan.

Selama ini umat Islam mempercayai kebenaran adanya malamLailatul Qadar karena bersumber dari Al Quran dan hadist.

BACA: NASA Sembunyikan Fakta Ilmiah Lailatul Qadar, Carner pun Masuk Islam

Namun faktanya, malam Lailatul Qadar ini juga bisa diprediksikan oleh Badan Nasional Antariksa Amerika (NASA).

Melalui sejumlah fakta ilmiah, NASA membuktikan tanda – tanda hadirnya malam lailatul Qadar sesuai dengan yang dijelaskan olehNabi Muhammad SAW dalam Al Quran dan Al Hadist.

Nabi Muhammad SAW mengatakan jika malam lailatul Qadar itu hadir di malam – malam ganjil .

Rasulullah SAW juga mengatakan ketika malam Lailatul Qadar itu hadir maksa suhu dibumi berada dalam kondisi yang sedang. Pada malam hari tidak terlihat bintang, serta pada pagi harinya udara Matahari bersinar cerah namun tidak terasa panasnya.

Dalam semua ungkapan Rasulullah SAW itu , NASA telah membuktikan semuanya terkait ciri – ciri fisik tersebut.

Kepala Lembaga Mukjizat Ilmiah Al- Quran dan Sunnah di Mesir, Dr. Abdul Basith As-Sayyid mengatakan jika sekitar 12 tahun laluNASA pernah menemukan ciri dari malam Lailatul Qadar sesuai yang diungkapkan Nabi Muhammad SAW.

Pada saat membuktikan tanda – tanda malam Lailatul Qadar yang diungkapkan oleh Rasulullah SAW itu , Badan Nasional Antariksa Amerika menemukan bahwa pada suatu malam terjadi fenomena aneh karena tidak ada meteor yang jatuh ke atmosfer bumi serta suhu udara sedang.

Padahal pada malam-malam biasa, jumlah meteor yang jatuh ke atmostfer bumi sekitar 20 meteor.

Selain itu, dilansir eramuslim, NASA juga menemukan bahwa matahari begitu bersinar cerah namun tidak ada radiasi cahaya sekalipun.

Semua fakta yang di dapatkan oleh pihak NASA ini memang sengaja bagi mereka untuk tidak mempublikasikan fakta – fakta ini , bahkan NASA sering mendapat kritikan dari para pakar Islam karena kerap menyembunyikan fakta-fakta kebenaran tentang Al Qur’an.

Dan dengan pembuktian dari pihak NASA ini kita sebagai umat Islam harus lebih bersyukur telah terlahir di dunia sebagai pilihan umat Nabi Muhammad SAW yang memiliki banyak kisah menakjubkan di dunia. (*)

 

sumber: Tribun Jabar

NASA Sembunyikan Fakta Ilmiah Lailatul Qadar, Carner pun Masuk Islam

Kepala Lembaga Mukjizat Ilmiah Al-Quran dan Sunnah di Mesir, Dr Abdul Basith As-Sayyid menegaskan, Badan Nasional Antariksa Amerika (NASA) telah menyembunyikan kepada dunia bukti empiris ilmiah tentang (malam) Lailatul Qadar.

Ia menyayangkan kelompok jutawan Arab yang kurang perhatian dengan masalah ini sehingga dunia tidak mengetahuinya.

Menurutnya, sesuai dengan hadits Nabi bahwa malam Lailatul Qadar adalah “baljah” (بَلْجَة);tingkat suhunya sedang), tidak ada bintang atau meteor jatuh ke (atmosfer) bumi, dan pagi harinya matahari keluar dengan tanpa radiasi cahaya.

Menurutnya, sesuai dengan hadits Nabi bahwa malam Lailatul Qadar adalah “baljah” (بَلْجَة);tingkat suhunya sedang), tidak ada bintang atau meteor jatuh ke (atmosfer) bumi, dan pagi harinya matahari keluar dengan tanpa radiasi cahaya.

”Sayyid menegaskan, terbukti secara ilmiah bahwa setiap hari (hari-hari biasa) ada 10 bintang dan 20 ribu meteor yang jatuh ke atmosfer bumi, kecuali malam Lailatul dimana tidak ada radiasi cahaya sekalipun.

Hal ini sudah pernah ditemukan Badan Antariksa NASA 10 tahun lalu. Namun mereka enggan mempublikasikannya dengan alasan agar non Muslim tidak tertarik masuk Islam.

Statemen ini mengutip ucapan seorang pakar di NASA Carner , seperti yang dikutip oleh harian Al-Wafd Mesir.

Abdul Basith Sayyid, Kepala Lembaga Mukjizat Ilmiah Al-Quran dan Sunnah di Mesir, Dr Abdul Basith As-Sayyid dalam sebuah program di TV Mesir Sayyid juga menegaskan, pakar Carner akhirnya masuk Islam dan harus kehilangan jabatannya di NASA.

Ini bukan pertama kalinya, NASA mendapatkan kritikan dari pakar Islam.

Pakar geologi Islam Zaglol Najjar pernah menegaskan, NASApernah meremove satu halaman di situs resminya yang pernah dipublish selama 21 hari.

Halaman itu tentang hasil ilmiah yakni cahaya aneh yang tidak terbatas dari Ka’bah di Baitullah ke Baitul Makmur di langit.

Sayyid menegaskan, “jendela” yang berada di langit itu mirip yang disebutkan dalam Al-Quran.

وَلَوْ فَتْحنَا عَلَيْهِمْ بَابًا مِنْ السَّمَاء فَظَلُّوا فِيهِ يَعْرُجُونَ لَقَالُوا إِنَّمَا سُكِّرَتْ أَبْصَارنَا بَلْ نَحْنُ قَوْم مَسْحُورُونَ

“Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya. tentulah mereka berkata: “Sesungguhnya panda ngan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang orang yang kena sihir”.” (Al-Hijr: 14)

Saat itu Carner dengan bukti jelas bahwa jagat raya saat itu gelap setelah “jendela” itu tersibak.

Karenanya, setelah itu Carner mendeklarasikan keislamannya.

Setelah Carner masuk Islam, ia menafsirkan fenomena “mencium Hajar Aswad” atau mengisyaratkan kepadanya – seperti turut Abdul Basith Sayyid – bahwa batu itu merekam semua orang mengisyaratkan kepadanya (dengan lambaian tangan) atau menciumnya.

Carner juga mengungkapkan tentang sebagian potongan Hajar Aswad yang pernah dicuri.

Setelah 12 tahun diteliti, dilansir voa-islam.com, seorang pakar museum Inggris menegaskan bahwa batu tersebut memang bukan dari planet tata surya Matahari.

Carner kemudian mendatangi pakar Inggris itu dan melihat sample Hajar Aswad sebesar biji (kacang) hims.

Ia menemukan bahwa batu itu melancarkan gelombang pendek sebanyak 20 radiasi yang tidak terlihat ke segala arah. Setiap radiasi menembus 10 ribu kaki.

Karena itu, tegas Sayyid Abdul Basith, Imam Syafi’i menyatakan bahwa Hajar Aswad mencatat nama setiap orang yang mengunjunginya baik dalam haji atau umroh sekali saja.

Carner menambahkan, batu itu mampu mencatat nama-nama orang yang berhaji dengan radiasi gelombang nya. (*)

 

sumber: Tribun Jabar

Jangan Lupakan Doa ini di Lailatul Qadar

Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Lailatul Qadar (malam kemuliaan) adalah waktu mustajabah. Dianjurkan membanyak doa pada malam yang agung itu. Yaitu doa yang mengandung kebaikan dunia dan akhirat. Khususnya doa istimewa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Yaitu saat ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang harus aku baca?” kemudian Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Ucapkanlah:

اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemaaf dan senang memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku.” (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Imam al-Tirmidzi dan al-Hakim menshahihkannya)

Karenanya, jangan lupakan doa ini di malam Lailatul Qadar.

Nama Allah “Al-‘Afuww” (Mahapemaaf)

Nama Allah “Al-‘Afuww” disebutkan lima kali dalam Al-Qur’an. Pertama, disebutkan bersama nama-Nya “Al-Qadir”.

إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا

Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (QS. Al-Nisa’: 149) terkadang seseorang memaafkan kesalahan orang lain karena dia tidak mampu membalas atas keburukannya. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan, Dia memaafkan, padahal Dia kuasa membalas keburukan (dosa) hamba. Maka ini adalah pemberian maaf yang sebenarnya dan sangat istimewa.

doa-lailahqadar_2Kedua, penyebutan nama al-‘Afuww yang lainnya digandeng dengan nama-Nya Al-Ghafur.

إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Nisa’: 43)

فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا

Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya.  Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Nisa’: 99)

Ayat-ayat yang menyebutkan nama Allah “Al-‘Afuww” yang memiliki sifat pemberi maaf, sesungguhnya menunjukkan bahwa Allah senantiasa dikenal bersifat pemaaf. Senantiasa mengampuni dan memberi maaf kepada hamba-hamba-Nya, walau mereka sering berdosa kepada-Nya. Mereka sangat berhajat kepada maaf-Nya sebagaimana mereka berhajat kepada rahmat dan kemurahan-Nya. Bahkan bisa dikatakan, kebutuhan mereka kepada maaf Allah lebih daripada kebutuhan mereka kepada makan dan minum. Kenapa? Karena kalau tidak memberikan maaf kepada penduduk bumi, niscaya hancur dan binasalah mereka semua dengan dosa-dosa mereka.

Sifat maaf Allah adalah maaf yang lengkap, lebih luas dari dosa-dosa yang dilakukan hamba-Nya. Apalagi kalau mereka datang dengan istighfar, taubat, iman, dan amal-amal shalih yang menjadi sarana untuk mendapatkan maaf Allah. Sesungguhnya tidak ada yang bisa menerima taubat para hamba dan memaafkan kesalahan mereka dengan sempurna kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.

. . . Allah senantiasa dikenal bersifat pemaaf. Senantiasa mengampuni dan memberi maaf kepada hamba-hamba-Nya, walau mereka sering berdosa kepada-Nya. . .

Makna Nama Allah “Al-‘Afuww”

Kalimat ‘afaa, secara bahasa –sebagaimana yang disebutkan dalam kamus- memiliki dua makna: Pertama, memberi dengan penuh kerelaan. Ini seperti kalimat, “A’thaituhu min maali ‘afwan”, maknanya: aku beri dia sebagian dari hartaku yang berharga dengan penuh kerelaan tanpa diminta. Ini seperti firman Allah Ta’ala:

وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ

Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”.” (QS. Al-Baqarah: 219) sehingga itu dikeluarkan dengan penuh keridhaan. Wallahu a’lam.

Kedua, al-izalah (menghilangkan/menghapus). Seperti kalimat, “‘Afatir riihu al-atsara” artinya: angin telah menghilangkan/menghapus jejak. Contoh nyata terdapat dalam catatan sirah nabawiyah (sejarah perjalanan hidup Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) tentang perjalanan hijrah: Saat beliau bersembunyi di goa Tsur bersama Abu Bakar, adalah Asma’ binti Abu Bakar membawakan makanan untuk keduanya. Maka terdapat dalam catatan:

فأمر غلامه أن يعفوآثار أقدام أسماء حتى لا يعرف الكفار طريق النبي

“Maka ia memerintahkan budaknya agar menghilangkan/menghapus jejak kaki Asma’ sehingga orang-orang kafir tidak tahu jalur yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.”

Maka ada tiga kandungan dalam nama Allah “Al-‘Afuww’ ini: Menghilangkan dan menghapuskan, lalu ridha, kemudian memberi. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan, menghapuskan dosa-dosa hamba-Nya dan bekas dosa tersebut. Lalu Allah meridhai mereka. Kemudian sesudah meridhai, Dia memberi yang terbaik (maaf) tanpa mereka memintanya.

. . . Mau memperoleh lailatul qadar, jadilah pemaaf. . .

Mewujudkan maaf ini seorang hamba diperintahkan untuk memiliki sifat pemaaf. Tidak membalas keburukan orang lain terhadap dirinya dengan keburukan serupa, apalagi dengan keburukan yang lebih besar. Tapi ia sabar-sabarkan diri dari marah atas sikap buruk orang lain terhadap dirinya, lalu ia maafkan kesalahan-kesalahan mereka, dan ia balas keburukan dengan kebaikan. [Baca: Ramadhan Mendidik Menjadi Pemaaf]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.  Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Syuura: 40)

Maksud “maka Pahalanya atas Allah”: Allah tidak akan menyia-nyiakan sikapnya itu di sisi-Nya. Tetapi Allah akan memberikan pahala yang besar dan balasan baik yang setimpal. Disebutkan dalam hadits shahih Muslim, “Tidaklah Allah menambah kepada hamba melalui maaf yang ia berikan kecuali kemuliaan.” Wallahu Ta’ala A’lam.

 

sumber Voa-Islam

 

Hikmah I’tikaf Bagi Kesehatan

I’tikaf itulah kata yang sudah akrab di telinga kita sebab bagi kaum laki-laki yang setiap jumat melakukan shalat jumat di masjid itu sudah menjadi rutinitas biasa apalagi asyrul awaakhir di 10 hari akhir di bulan ramadhan. Karena di 10 hari akhir di bulan ramadhan i’tikaf merupakan pekerjaan yang sangat dianjurkan sekali oleh baginda nabi besar kita Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab beliau Bulughul Marom, yaitu hadits no. 699 tentang permasalahan i’tikaf.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).

الْاِعْتِكَاف هُوَ لُغَةً الْإِقَامَةُ عَلَى الشَّيْئِ مِنْ خَيْرٍ أَوْ شَرٍّ وَشَرْعًا إِقَامَةٌ بِمَسْجِدٍ بِصِفَةٍ مَخْصُوْصَة

Artinya :

Tujuan I’tikaf

Tujuan i’tikaf adalah sebagai berikut :

  1. Mendekatkan diri kepada Allah.
  2. Melaksanakan Sunnah Rasul.
  3. Agar hati bersimpuh di hadapan Allah.
  4. Berkhalwat ( menyendiri ) dengan Allah.
  5. Memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah.

Syarat I’tikaf

  1. Harus niat di dalam hati. (Niat Iangsung i’tikaf karena Allah Ta’ala). Kalau i’tikaf nadzar, maka dia harus niat nya juga i’tikaf nadzar.
  2. Harus bertempat di dalam masjid. Menurut Kitab Taqrib i’tikaf akan dikatakan sah kalau di dalamnya serambi masjid. Sehingga kalau di luar serambi masjid maka tidak sah.

Syarat Orang yang I’tikaf

  1. Syarat orang yang i’tikaf adalah harus Islam, berakal, suci dari haid, nifas dan jinabah.
  2. Maka tidak sah i’tikaf yang dilakukan oleh orang kafir, gila, haid, nifas, dan orang junub.
  3. Jika orang yang melakukan i’tikaf murtad atau mabuk, maka i’tikafnya menjadi batal.

Tata Cara I’tikaf

  1. Orang yang melakukan i’tikaf nadzar tidak diperbolehkan keluar dari i’tikafnya kecuali karena ada kebutuhan manusiawi seperti buang air kecil, buang air besar dan hal-hal yang semakna dengan keduanya seperti mandi jinabah.
  2. Karena udzur haid atau nifas. Maka seorang wanita harus keluar dari masjid karena mengalami keduanya.
  3. Karena udzur sakit yang tidak mungkin berdiam diri di dalam masjid. Semisal dia butuh terhadap tikar, pelayan, dan dokter.
  4. Dia khawatir mengotori masjid seperti sedang sakit diare dan beser.
  5. Sakit yang ringan seperti demam sedikit, maka tidak diperkenankan keluar dari masjid disebabkan sakit tersebut.

Hal-Hal Yang Membatalkan I’tikaf

  1. I’tikaf menjadi batal sebab melakukan wathi atas kemauan sendiri dalam keadaan ingat bahwa sedang melakukan i’tikaf dan tahu terhadap keharamannya.
  2. Adapun bersentuhan kulit disertai birahi yang dilakukan oleh orang yang melakukan i’tikaf, maka akan membatalkan i’tikafnya jika ia sampai mengeluarkan sperma. Jika tidak, maka tidak sampai membatalkan.

Hikmah I’tikaf bagi Kesehatan

Menurut Prof. DR. dr. H. Dadang Hawari., Sp.KJ. Guru Besar tetap Universitas Indonesia menyatakan bahwa hikmah i’tikaf adalah sebagai berikut :

  1. Meningkatkan daya tahan tubuh.
  2. Bermanfaat bagi kesehatan jiwa dimana batin menjadi lebih tenang dan bisa membangkitkan kekuatan baru.
  3. Menghidupkan kembali hati dengan selalu melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.
  4. Untuk merenungi masa lalu dan memikirkan hal-hal yang akan dilakukan di hari esok.
  5. Mendatangkan ketenangan, ketentraman dan cahaya yang menerangi hati yang penuh dosa.
  6. Mendatangkan berbagai macam kebaikan dari Allah SWT amalan-amalan kita akan diangkat dengan rahmat dan kasih sayangNya
  7. Orang yang beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan akan terbebas dari dosa-dosa karena pada hari-hari itu salah satunya bertepatan dengan lailatul qadar.

Demikian i’tikaf begitu dahsyatnya hikmah yang di dapat bagi kaum muslimin dan muslimat yang mau melaksanakan. Begitu mudah dan murahnya ajaran Islam dalam memberikan solusi tentang kesehatan bagi umatNya. Beruntunglah orang yang mau mengikuti ajaranNya. Mari ber i’tikaf guna meraih ketenangan jiwa! Jiwa tenang keluarga senang!

Referensi :

  • Kitab Bulughul Marom
  • Kitab Fathul Qorib
  • http://admin.ump.ac.id

 

Sumber: Dakwatuna.com