Peluk Islam karena Tak Kenal Lagi Alkohol

“Selama 8 tahun, aku melewati banyak tahapan dan yakin bahwa itu adalah rencana Tuhan untuk memberiku petunjuk dan bimbingan pada jalan Islam,” kata Karen.

Karen Bujairami adalah seorang mualaf yang mendapat hidayah karena berteman dengan wanita muslim yang taat bernama Fatima. Mereka bertemu pertama kali saat menjalani kuliah di jurusan yang sama. Meski berbeda agama, Karen dan Fatima menjalin persahabatan yang kuat.

Meskipun non-muslim, Karen tertarik untuk mempelajari Islam, agama yang dianut Fatima. Itu karena Karen tidak terlalu bersemangat dengan agama yang dianutnya.

“Fatima selalu menjawab keingintahuanku dengan penuh semangat. Hal itu membuatku kagum,” kenang Karen.

Sesekali waktu, Karen sering berdebat dengan Fatima soal agama. Perdebatan itu kadang berakhir dengan kemarahan Karen karena dirinya merasa tidak bisa memberikan argumentasi yang baik.

Meski kadang berdebat, Karen dan Fatima tetap menjalin pertemanan dan memiliki banyak kesamaan.

Fatima merasa nyaman berteman dengan Karen. Itu karena Karen tidak pernah berkumpul dengan teman pria dan tidak suka mengenakan pakaian yang agak ‘terbuka’.

Mereka sering melakukan kegiatan bersama. Sampai suatu hari Karen merasa ada perasaan lain.

Dia teringat pernah bermimpi berjalan dengan wanita berhijab. Dia pun mengingat dalam mimpinya ada kesamaan lokasi tempat dia berjalan dengan Fatima. Padahal saat itu Karen tidak pernah punya teman atau bergaul dengan muslim.

“Aku yakin itu mimpi adalah petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak-Nya, persahabatanku dengan Fatima adalah sebuah pintu mengenal Islam,” kata dia.

Sejak itu, dia makin tertarik dengan Islam. Karen mulai banyak bertanya kepada Fatima dan mulai kehilangan keyakinan pada agamanya sendiri.

Apalagi saat Fatima memberinya DVD yang berisi perdebatan agama oleh Syaikh Ahmad Deedat, membuat Karen semakin sadar bahwa agama yang dipeluknya bukan agama yang benar.

Tahun berganti tahun, Karen dan Fatima tetap bersahabat baik. Sebelumnya hubungan persahabatan mereka sempat tegang, karena kekasih Karen menuduh Fatima telah mencuci otak Karen dengan ajaran Islam.

Karen mulai sering menghabiskan waktu bersama keluarga Fatima. Menurut Karen, keluarga Fatima menyenangkan karena tidak ada alkohol dan hal-hal haram.

“Selama 8 tahun, aku melewati banyak tahapan dan yakin bahwa itu adalah rencana Tuhan untuk memberiku petunjuk dan bimbingan pada jalan Islam,”kata Karen.

Bagi Karen, sejak melihat DVD Syaikh Ahmad Deedat, dia sudah yakin akan menjadi seorang muslim. Namun dia memerlukan tekad yang bulat untuk menuju arah yang benar.

“Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri. Dia menunjukkan Islam padaku delapan tahun yang lalu, ketika aku bermimpi wanita berhijab yang ternyata menjadi sahabat terbaikku.”

Akhirnya, pada tanggal 1 Januari 2009, Karen mengucapkan kalimat syahadat disaksikan ayahnya dan sahabatnya, Fatima.

“Alhamdulillah, aku bangga menjadi seorang muslimah,” kata Karen. (Ism)

Berakhirnya Ramadhan, Manusia Dibagi Jadi Tiga Kelompok

Oleh: Ahmad Agus Fitriawan

Sebagai seorang Muslim, kita patut sedih dan berat hati berpisah dengan bulan Ramadhan. Kita berharap dan berdoa agar amal ibadah kita diterima, istiqamah dalam ibadah dan amal saleh, dan dipertemukan kembali dengan Ramadhan mendatang.

Berbagai keutamaan bulan Ramadhan telah memotivasi kita untuk meraihnya. Tidak mengherankan bila pada Ramadhan, masjid dan mushala penuh dengan jamaah shalat lima waktu, Tarawih, dan witir serta tadarus Alquran. Begitu pula, umat Islam berlomba-lomba berbuat kebaikan dengan berinfak, bersedekah, dan lainnya.

Berakhirnya Ramadhan, menjadikan manusia terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, golongan yang tetap taat dalam kebenaran dan kebaikan. Mereka menjadikan Ramadhan sebagai ghanimah rabbaniyah atau hadiah termahal dari Allah SWT untuk meraih takwa.

Kedua, golongan yang kembali kumat bakda Ramadhan. Inilah orang-orang yang dijajah oleh hawa nafsunya. Baginya, Ramadhan seperti obat nyamuk. Ketiga, golongan yang biasa-biasa saja, mau di bulan atau di luar Ramadhan, baginya sama saja, tak ada yang istimewa.

Golongan kedua dan ketiga, setali tiga uang. “Rugilah orang yang memasuki dan mengakhiri Ramadhan sementara dosanya tidak Allah ampuni.” (HR Tirmidzi). Ke mana pahala puasanya? Orang itu hanya kebagian haus dan lapar, hanya mendapat capai dan letih. Dan, inilah orang yang tekor, paling merugi tiada tara. (HR Nasa’i).

Golongan pertama ini, jika Ramadhan berlalu, berada di antara dua keadaan: antara khawatir dan harap. Khawatir jika umurnya tidak sampai ke Ramadhan berikutnya. Khawatir jika amalnya tidak bisa menebus dosa-dosanya. Dan, berharap semoga amal ibadah mereka diterima, dicatat sebagai amal saleh, dan keluar dari Ramadhan sebagai pemenang.

Sejatinya pasca-Ramadhan, kita tetap istiqamah dan mampu serta terbiasa melakukan aktivitas ibadah dan amal saleh untuk hari-hari berikutnya selama 11 bulan. Sungguh Ramadhan telah memberikan pembelajaran terhadap kepribadian seorang Muslim untuk melahirkan insan yang bertakwa.

Di antaranya, pertama, semangat beribadah dan beramal saleh secara kualitas maupun kuantitas. Kedua, menjaga diri dari maksiat. Ramadhan lalu telah mengajarkan kepada kita bagaimana mengendalikan diri dan hawa nafsu lewat ibadah puasa.

Maka, sudah sepatutnya setelah Ramadhan kita mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan maksiat, baik berupa perkataan yang haram, seperti ghibah, mencaci maki, menghina, menipu, memfitnah, maupun perbuatan yang haram, seperti mencuri, merampok, mencopet, korupsi, memukul, membunuh, dan sebagainya. Dengan begitu, pasca-Ramadhan perilaku kita menjadi lebih baik.

Ketiga, suka membantu dan mencintai saudara seiman. Keempat, selalu menjaga shalat berjamaah di masjid atau mushala. Sejatinya semangat shalat berjamaah ini bisa dipertahankan dan dilanjutkan pada shalat lima waktu setelah Ramadhan.

Kelima, menjaga shalat sunah. Keenam, suka membaca Alquran. Sepeninggal Ramadhan, kita diharapkan terbiasa membaca Alquran dan berinteraksi dengannya pada setiap saat.

Semoga nuansa Ramadhan senantiasa membekas dan memancar dalam hidup dan kehidupan kita pada bulan-bulan di luar Ramadhan sehingga tujuan ibadah Ramadhan menjadikan manusia sebagai insan takwa terus terpelihara dengan baik. Amin. n

Kisah Hijrah Mantan Anggota Geng Yakuza Jadi Imam Besar

Perubahan besar dalam hidup dialaminya setelah ia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Hidayah Allah seringkali datang dengan berbagai cara tak terduga dan bisa menghampiri siapapun yang dikehendaki-Nya. Seperti yang dialami oleh seorang mantan anggota geng Yakuza, Taki Takazawa.

Dahulu Takazawa adalah tukang tato para anggota kelompok mafia paling ditakuti di Jepang, Yakuza. Penampilannya begitu menakutkan dengan rambut gondrong dan tubuh dipenuhi tato. Selama 20 tahun profesi itu digelutinya.

Namun siapa sangka kini Takazawa berubah 180 derajat. Perubahan besar dalam hidup dialaminya setelah ia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, kini ia mengganti namanya menjadi Abdullah yang berarti ‘Hamba Allah SWT’. Takazawa kini bahkan telah menjadi Imam besar di sebuah masjid di Ibukota Jepang, Tokyo.

Suara indahnya ketika mengumandangkan azan bisa terdengar hingga seantero Tokyo tiap kali waktu salat tiba.

Dilansir Dream dari Islamicmovement.org, perkenalan Takazawa dengan Islam berlangsung secara tidak sengaja. Berawal ketika dirinya sedang ada di wilayah Shibuya.

Ia melihat seseorang dengan berkulit putih dan berjanggut putih. Orang itu mengenakan baju dan turban yang juga berwarna putih. “Orang itu memberikan sebuah kertas dan menyuruh saya untuk membaca kalimat yang tertera di dalamnya,” ujar Takazawa.

Kalimat itu ternyata syahadat, pengakuan pada keesaan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Seperti kebanyakan penduduk Jepang, saat itu Takazawa masih menganut aliran kepercayaan Shinto sehingga ia kesulitan untuk memahami keseluruhan maksud kalimat syahadat tersebut. Namun diakuinya, ia pernah sepintas mendengar nama Allah dan Muhammad.

Pertemuan dengan orang serba putih itu rupanya begitu membekas di ingatan Takazawa. Ia pun terus mencaritahu makna di balik pesan kalimat syahadat yang diterimanya.

Hingga akhirnya, dalam pencarian tersebut Takazawa mendapatkan hidayah dan memutuskan untuk menjadi seorang mualaf.

Tak dinyana, dua tahun setelah memeluk Islam, ia bertemu lagi dengan sosok pria serba putih yang mengubah hidupnya. “Ternyata dia adalah salah seorang Imam di Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi. Saya sangat bersyukur bisa bertemu dengannya,” kata Takazawa.

Setelah pertemuan kedua itu, Imam Masjid Nabawi tersebut meminta Takazawa untuk melaksanakan ibadah haji dan menimba ilmu di Kota Mekah selama beberapa bulan.

Ia pun melakukan haji ke Mekah atas undangan pemerintah Arab Saudi pada tahun 2008, melanjutkan studi dan melakukan dakwah selama berada di Saudi. Saat Takazawa berada di Madinah ia bahkan pernah menjadi Imam di Masjid Nabawi.

Sepulangnya dari Arab, Takazawa dipercaya untuk menjadi Imam di sebuah masjid besar di wilayah Kabukicho, Tokyo. Kini, Abdullah Taki Takazawa dikenal sebagai satu dari lima Imam besar Masjid yang ada di Jepang. (Ism)

 

sumber: Dream.co.id

Apa yang Perlu Ditingkatkan Setelah Ramadhan?

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

 

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Dan Ramadhan pun berlalu. Tidak ada perjumpaan terindah kecuali berjumpa dengan Ramadhan. Sekaligus tidak ada perpisahan yang mengharukan terselip kesedihan kecuali berpisah dengan Ramadhan.

Disebut perjumpaan terindah karena di bulan ini banyak di antara kaum Muslimin mendadak saleh dan berwajah taat. Ramadhan sebagai syahrut tarbiyah berhasil mendidik mereka menjadi pribadi elok, gampang beringsut untuk berbuat baik.

Dan disebut perpisahan yang mengharukan karena Ramadhan yang setahun sekali datangnya ini belum tentu kita adalah yang akan menemuinya lagi. Syawal sebagai bulan setelahnya, apakah bisa melesatkan minimal mengamankan dan melestarikan semua amal kebaikan Ramadhan yang indah itu.

Nah, kita bersedih karena khawatir diri kita tidak bisa meneruskannya apalagi meningkatkannya, sebagaimana yang diminta dengan kehadiran Syawal sebagai syahrut tarqiyah (bulan peningkatan).

Apa yang perlu kita tingkatkan? Pertanyaan ini menarik, sebab banyak kita tidak menyadari Ramadhan itu sebenarnya prosesi awal dari 11 bulan berikutnya. Bagaimana Allah menguji kita, apakah kebiasaan tilawah minimal sehari satu juz dapat bertahan. Bahkan seharusnya dilebihkan.

Perlunya melebihkan karena pahalanya tidak digandakan lagi sebagaimana di bulan Ramadhan sementara sebagai bekal untuk menghalau godaan maksiat dan berdosa sedikit. Bukankah setelah Ramadhan pintu maksiat dan dosa semakin terbuka, disebabkan setan telah terlepas dari belenggunya?

Untuk itulah kita perlu melebihkan bacaan tilawah Alquran. Ketika Ramadhan kita sibuk tadarus Alquran, tiada hari tanpa membaca firman Allah. Itu mengapa hati kita selalu tenang selama menjalani sakralitas ibadah shaum. Sebab, kalimat Alquran mengendap kuat di hati kita.

Berikutnya tentu tarqiyatul ‘ibadah, peningkatan ibadah khususnya amal sunah.  Kalau amal wajib sudah pasti, tidak boleh sedikit pun terpikir untuk meninggalkannya. Yang sunah harus menjadi kecintaan sebagaimana cintaya kita dengan Tarawih, shalat berjamaah selalu di masjid dan tepat waktu, sedekah atau berbagi takjil, iktikaf, dan lain sebagainya.

Dari kecintaan itu tumbuh semangat untuk menghidupkannya, di mana pun, kapan pun dan dalam kondisi bagaimana pun. Harusnya semua amal sunah itu kita teruskan dan tingkatkan.

Tarqiyatul akhlaq, peningkatan akhlak dan kepribadiaan adalah hal yang juga harus kita teruskan di bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Selama Ramadhan kita melatih lidah kita untuk berpuasa dari amarah, ucapan kotor, dusta, fitnah, gibah, sifat dengki, dan berkata kasar. Proses itu berujung terciptanya manusia saleh yang berakhlak mulia seperti yang dicontohan Rasulullah SAW.

Sebagai pihak yang kedatangan tamu Syawal harusnya kita meneruskan dan berikhtiar kuat untuk meningkatkan kualitas kepribadian itu, demi terbukanya tabir kebaikan yang Allah janjikan kepada siapa pun yang berakhlak mulia. Sebuah maqalah Arab menyebutkan, maa syarafal makhluq illa bihusnil khuluq, tidak ada kemuliaan seorang makhluk kecuali pada kemuliaan akhlak.

Walhasil, setelah Ramadhan benar-benar berlalu renungi firman-Nya dalam surah al-Insyirah [94], ayat 7, fa idza faraghta fanshab, jika engkau sudah selesai dengan satu urusan, kembalilah tegak (untuk meneruskan dan beramal lain). Dari tarbiyah kita menuju tarqiyah. Wallahu a’lam.

 

sumber: Republika Online

Di Desa Ini Azan Berkumandang Setengah 5 Sore, Azan Salat Apa?

Jika Anda berkunjung ke desa Patak Banteng yang terletak di kaki Gunung Prau, kawasan pegunungan Dien, mungkin akan bertanya-tanya, azan salat apa?

Jika Anda berkunjung ke Desa Patak Banteng, Kecamatan Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah, mungkin akan terkejut ketika mendengar azan yang dikumandangkan jam setengah lima sore di berbagai masjid dan mushalla di sana.

Mungkin kita bertanya-tanya azan salat apa?

Misyadi, tokoh masyarakat setempat, mengatakan azan yang dikumandangkan pada pukul 16.30 itu adalah azan salat Ashar.

Kebiasaan itu sudah mentradisi sejak lama dan dianggap sebagai bagian dari kearifan lokal. Alasannya, rata-rata masyarakat di daerah penghasil kentang tersebut berprofesi sebagai petani.

“Semacam mengingatkan kepada warga agar segera pulang dari ladang, sebentar lagi tiba waktu Maghrib. Segeralah salat Ashar,” kata Misyadi dikutip Dream dari laman Kemenang.go.id, Sabtu 25 Juli 2015.

Meski begitu, kata pria yang juga berprofesi sebagai porter, masyarakat tetap dibolehkan jika hendak salat ashar di awal waktu.

“Dulu, para tokoh agama di sini memahami kondisi masyarakat yang harus berladang hingga sore. Untuk mengingatkan mereka agar tetap saalat Ashar berjamaah di masjid, maka adan Ashar dikumandangkan lebih sore. Jadi, di kampung ini jeda antara azan Ashar dan Maghrib hanya satu setengah jam” kata Misyadi.

Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama, Nur Khazin, yang salah satu tugasnya adalah menetapkan jadwal salat, mengaku baru mengetahui tradisi azan pukul 16.30 itu.

Dikatakan Nur Khazin, salah satu fungsi adan adalah memberi tahu tibanya waktu salat.

Pria yang mendalami ilmu falak sejak di bangku pesantren itu mengatakan, daerah yang memiliki tradisi seperti ini perlu mendapatkan pembinaan.

Desa Patak Banteng terletak di kaki Gunung Prau, kawasan pegunungan Dieng. Letaknya yang tepat di kaki gunung menjadikan desa ini menjadi pintu masuk bagi para pelancong yang hendak mendaki salah satu destinasi favorit para pendaki di Jawa Tengah.

sumber: Dream.co.id

Kapolri: 12 Korban Tertembak di Tolikara, Mereka yang Melanggar HAM!

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan bahwa pada kasus Tolikara, Papua pada Jumat (17/7), Polri terpaksa mengeluarkan tembakan karena tak mengindahkan peringatan petugas. Ketika upaya negosiasi dilakukan, justru massa tersebut terus mendesak dan melakukan pelemparan. Upaya penembakan pun dilakukan untuk menegakkan hukum konstitusi.

“Maka dilakukan penembakan. Penembakan yang dilakukan aparat kepolisian itu wujud dari upaya negara untuk menjamin konstitusi harus tegak. Karena tidak boleh melanggar konstitusi. Jadi, kalau yang 12 itu korban tertembak, ya itu risiko karena dia melanggar konstitusi dan HAM,” ujar Kapolri, dilansir Divisi Humas Polri.

Selanjutnya, Kapolri meminta agar semua pihak bisa bersikap dengan kepala dingin. Ia berjanji Polri akan bersikap tegas dengan memproses siapapun yang terlibat dalam kasus ini. “Saya meminta tokoh agama dan juga umatnya untuk menanggapi kasus ini dengan kepala dingin. Serahkan semuanya pada Polri. Siapapun yang bersalah akan kita tindak, kita proses secara hukum,” tuturnya.

Menurut dia, Indonesia merupakan negara majemuk yang toleransi mesti dibangun. Perbedaan kemungkinan bisa menjadi sumber konflik, namun harus dipahami agar faktor ini justru menjadi perekat persatuan bangsa.

“Mari kita bangun kesadaran kerukunan antar umat beragama. Kita bangun toleransi karena Indonesia ini negara yang plural, yang majemuk terdiri dari berbagai macam suku, berbeda agama, berbeda adat istiadat, berbeda bahasa. Semua banyak perbedaan,” ajaknya.

sumber: Republika Online

Ucapkan Syahadat, Eks Bintang Real Madrid Peluk Islam

Striker Emmanuel Adebayor telah melalui beberapa bulan yang sulit di Tottenham Hotspur. Belum lama ini, pemain kelahiran Togo tersebut bahkan telah mengungkapkan beberapa cerita gila tentang keluarganya di halaman Facebook.

Tottenham bahkan sampai memberikan Adebayor waktu untuk istirahat pada bulan Mei silam. Sebab, klub mulai merasa khawatir dengan kesehatan mentalnya.

Dengan masa depannya di Tottenham yang kini semakin tidak jelas, mantan striker Arsenal dan Manchester City ini memutuskan untuk masuk Islam demi mendapatkan ketenangan dalam hidup.

Proses mualaf mantan bintang Real Madrid dan Arsenal itu bahkan direkam dalam video amatir. Dengan masuk Islam, Adebayor sepertinya berusaha untuk melupakan sejarah dan permasalahan keluarga.

Masuk Islam Setelah Mencoba Puasa Satu Bulan

Bennet, perempuan dari New York dan juga seorang keturunan Puerto Rico, memeluk Islam setelah satu bulan mencoba untuk berpuasa di bulan Ramadan.

“Saya juga seorang keturunan Afrika-Amerika,” ujarnya memperkenalkan diri dikutip Dream dari laman OnIslam.net, Jumat 9 Juli 2015.

Bagi Bennet, Islam adalah sebuah agama hebat yang bisa mengubah seluruh kehidupannya.

Sebelum memeluk Islam, Bennet hanya pergi ke tempat beribadah untuk acara-acara khusus atau merayakan hari besar keagamaan.

Sebenarnya pengalaman pertama puasa Ramadan Bennet terjadi sebelum menjadi seorang mualaf.

“Saya telah berlatih puasa satu hari sebelum atau ketika belum Ramadan,” kenang Bennet.

Entah mengapa saat itu dia terbangun untuk sahur. Dia ingat bahwa dia akan berpuasa pada hari itu, tapi waktu itu bukan bulan Ramadan. Tapi dia tetap melakukannya ketika itu.

Bennet kemudian berpuasa dan bekerja sepanjang hari dan semuanya berjalan baik-baik saja. Bagi Bennet, dia telah menemukan sebuah tantangan.

Bennet pun merasa ia sanggup setelah mencoba selama satu hari. Dia memutuskan; ‘OK, saya akan berpuasa penuh di bulan Ramadan’.

Bennet mengingatkan dia berpuasa bukan karena alasan agama karena saat itu dia bukan seorang Muslimah. Namun Bennet mampu menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh.

Ketika berhasil menyelesaikan puasa satu bulan penuh itu, Bennet merasa seperti telah meraih satu prestasi pribadi.

“Saya merasakan kedamaian. Saya merasakan kasih sayang yang tidak pernah diberikan anggota keluarga saya,” katanya.

Tiga pekan setelah bulan Ramadan, Bennet memutuskan masuk Islam. “Saya masuk Islam pada 13 September 2009. Setelah menjadi mualaf, rasanya seperti hari-hari lain, tapi hari berikutnya saya merasakan sesuatu yang luar biasa.”

Sebelum berpuasa, Bennet mengalami berbagai pergolakan; perang batin, bertengkar dan segala hal yang bisa menghanguskan sebuah pertemanan.

Namun setelah masuk Islam, hatinya dipenuhi oleh kedamaian yang sangat dalam.

Selama Ramadan, Bennet mengunjungi rekan-rekan yang membantunya masuk Islam. Dia merasa ingin selalu bersama mereka. Setiap pulang kerja, Bennet akan pergi ke pusat Islam di Brooklyn dan larut dalam persaudaraan Muslim.

“Saya ingin bersama mereka. Saya telah mengamati semua agama lain dan saya tidak mendapatkan perasaan luar biasa,” ujar Bennet.