Otak di Balik Satelit Angkasa ‘Sputnik’ Soviet Ternyata Seorang Muslim

Pada masa berkembangnya ilmu luar angkasa di dunia Barat, dunia Islam memang seperti tak terdengar gaungnya. Namun, umat Islam memiliki beberapa tokoh yang memiliki kontribusi dalam perkembangan ilmu luar angkasa di dunia modern.

Peter Bond dalam Obituary: Lt-Gen Kerim Kerimov menerangkan salah satunya yaitu Karim Aliyevich Kerimov. Pria kelahiran 14 November 1917 ini adalah ilmuwan roket terkenal, salah satu pendiri dari industri luar angkasa Soviet, dan selama bertahun-tahun menjadi tokoh sentral dalam program luar angkasa Soviet.

Meskipun peran penting dan identitasnya dirahasiakan dari publik, namun selama perjalanan kariernya, pria kelahiran Azerbaijan ini adalah salah satu arsitek utama di balik sejumlah keberhasilan Soviet yang mengejutkan dunia dari 1950-an.

Di antaranya, peluncuran satelit pertama Sputnik 1 pada 1957, dan  penerbangan luar angkasa manusia pertama, perjalanan Yuri Gagarin 108 menit di seluruh dunia,  dan stasiun ruang angkasa pertama, seri Salyut.

Ilmuwan Muslim abad modern berikutnya adalah Farouk El-Baz. Dia adalah seorang ilmuwan ruang angkasa Amerika Mesir yang bekerja dengan NASA untuk membantu dalam perencanaan eksplorasi ilmiah bulan, termasuk pemilihan lokasi pendaratan untuk misi Apollo dan pelatihan astronot dalam pengamatan bulan dan fotografi.

El-Baz adalah Profesor Riset dan Direktur Center for Remote Sensing di Boston University di Boston, Massachusetts. Dia adalah Asisten Profesor Geologi di Fakultas Ilmu, Universitas Ain Shams, Kairo, Mesir.

Dia juga anggota Dewan Pembina Geological Society of America Foundation, Boulder, Colorado, anggota Dewan Direksi CRDF Global, dan anggota dari AS National Academy of Engineering, Washington DC.

 

 

sumber: Republika Online

Ini Tradisi Baru di Istana: Bayar Zakat Berjamaah

Ada pemandangan menarik di Istana Negara Jakarta, Kamis (30/6). Sejumlah menteri Kabinet Kerja dan ratusan pejabat eselon I ramai-ramai menunaikan zakat di Istana Negara.

Ini merupakan tradisi baru yang diinisiasi Presiden Jokowi agar pejabat pemerintah menunaikan zakatnya secara berjamaah. Ada belasan konter zakat dari badan amil zakat nasional (Baznas) yang disediakan di ruang utama dan beranda Istana Negara.

Tampak di antara para pejabat yang hadir antara lain Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Mereka mengantre giliran untuk dilayani petugas zakat.

Baznas sendiri menyediakan beragam jenis pembayaran zakat dan infak, mulai dari zakat tunai, transfer dan debit. Sebelum membayarkan zakat, para pejabat berkonsultasi untuk mengetahui berapa rupiah dari harta mereka yang menjadi hak mustahiq.

Selasa (28/6) lalu, Presiden Joko Widodo sudah menyerahkan zakat profesi dan zakat maal-nya pada Baznas. Usai menunaikan rukun Islam ketiga tersebut,

Presiden berpesan pada Baznas untuk menggelorakan zakat ke seluruh masyarakat. Kemudian, Jokowi mencetuskan gagasannya untuk mengumpulkan menteri dan pejabat eselon I agar beramai-ramai menunaikan zakat di Istana.

Hal ini agar para pejabat memberikan teladan yang baik pada masyarakat. Dengan begitu, diharapkan masyarakat ikut tergerak hatinya untuk mengeluarkan sebagian harta mereka yang menjadi hak mustahiq.

 

Republika Online

Pribadi Pemaaf

Energi kemarahan ibarat api yang bisa menyulut api permusuhan. Tak hanya itu, kemarahan yang bersumber dari perdebatan juga dapat merusak jalinan silaturahim.

Tak jarang, setelah seseorang mengekspresikan kemarahan, maka kesadaran pun datang. Dan, banyak yang menyesali kemarahan setelah tahu bahwa dampak dari kemarahan begitu fatal.

Marah bukanlah sikap yang dapat menyelesaikan masalah. Bahkan bisa jadi, amarah justru akan membuat permasalahan bertambah rumit.

Menjadi pribadi yang mudah menahan marah dan memaafkan kesalahan orang lain sangat tidak mudah. Namun, justru hal itu merupakan buah dari keimanan dan ketaqwaan yang sangat dicintai Allah SWT.

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS ali Imran: 133-134).

Alquran secara tegas dan terang-terangan menjalin kriteria calon penghuni surga dengan mensyaratkan umat Islam untuk menahan amarah dan memaafkan. Ini merupakan penegas bahwa menahan amarah hanya dapat dilakukan apabila ada kesiapan hati untuk memaafkan.

Demikian juga sebaliknya, seseorang yang mudah memaafkan kesalahan orang lain akan menjadi penyebab dirinya tak mudah melampiaskan amarah. Pribadi yang menahan amarah dan memaafkan telah dijanjikan surga. Mereka tak hanya disukai oleh Allah SWT dan sesama manusia, namun juga malaikat-Nya.

Dalam sebuah kisah bersama Abu Bakar RA, Rasulullah SAW memberikan nasihat elegan dan pesan yang istimewa agar seseorang yang dicaci atau disakiti hatinya tak perlu membalas dengan perbuatan (kotor) yang sama. Bersikap diam, tenang, dan tidak membalas keburukan jauh lebih suci dibanding mengumbar kemarahan.

Suatu ketika, Abu Bakar duduk bersama Rasulullah SAW dan mendapat cacian dalam waktu yang lama. Setelah sekian lama mencaci dan tidak kunjung berhenti, Abu Bakar pun membalas caciannya. Rasulullah SAW marah, lalu berdiri.

Abu Bakar menyusulnya, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, dia mencaciku, padahal engkau duduk (bersamaku). Ketika aku membalas beberapa caciannya, engkau malah marah dan meninggalkanku.”

”Mendengar pertanyaan sahabatnya, Rasulullah SAW memberikan nasihat bahwa ketika Abu Bakar diam, maka ada malaikat yang telah membalaskan cacian untuknya. Sebaliknya, ketika cacian itu dibalas, maka datanglah setan.”

Kisah ini memberikan inspirasi berharga. Betapa menahan amarahakan mendatangkan kebaikan. Beriringan dengan itu, sikap memaafkan pun harus dibangun. Memang sulit. Tetapi, bukankah kita mendamba ampunan-Nya?

Semoga kita termasuk dalam kategori hamba yang mendapatkan ampunan dari Tuhan dan dijanjikan surga. Semoga puasa di bulan Ramadhan kali ini menjadi ajang penempaan diri untuk lebih pandai dalam menahan amarah dan memaafkan. Pada muaranya, ibadah kita akan disambut dengan ampunan dan ridha-Nya. Semoga.

 

Oleh: Nurul Lathiffah

sumber: Republika Online

Ramadan Anda Semakin Produktif

APAKAH Anda ingin ibadah tetap maksimal di bulan Ramadan? Merangkum dari laman productivemuslim.com berikut ini 7 hal yang bisa dilakukan agar Anda dapat menghabiskan bulan Ramadan sebaik mungkin meskipun kesibukan berjalan seolah tanpa ujung.

1. Sedekah setiap hari

Bukan tentang besar kecilnya uang yang Anda sedekahkan. Tapi bagaimana Anda melakukan sedekah secara konsisten setiap hari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Taala adalah amalan yang dilakukan terus menerus (kontinu) walaupun itu sedikit.” (HR Muslim)

2. Membuat aksi sosial

Ada berbagai bentuk kegiatan sosial di bulan Ramadan ini yang bisa membuahkan pahala dan membawa kebermanfaatan untuk orang lain. Misalnya mengajar pesantren kilat di masjid kompleks, berbagai tajil dengan tetangga, berkunjung ke panti jompo dan membuat acara untuk oma/opa di sana, dll. Aksi sosial tidak harus besar dan rumit, yang penting Anda dapat melibatkan keluarga dan orang-orang yang Anda cintai.

3. Beristighfar

“Barangsiapa yang senantiasa beristighfar niscaya Allah akan menjadikan baginya kelapangan dari segala kegundahan yang menderanya, jalan keluar dari segala kesempitan yang dihadapinya, dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR Abu Daud)

Beristighfarlah kapanpun, baik Anda sedang melakukan tugas-tugas rumah, mengerjakan tugas kantor, berkendara, atau sedang menyiapkan menu berbuka.

4. Salat tepat waktu

Di manapun Anda berada, hari-hari di Ramadan tahun ini akan berlangsung lebih dari tahun-tahun sebelumnya. Jangka waktu yang panjang antara waktu salat seringkali membuat kita menunda-nunda salat. Luangkan waktu 5 menit untuk melakukan shalat dan pastikan tepat waktu.

Dari Ibnu Masud r.a. berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah, “Apakah amalan yang paling afdhal?” Beliau menjawab, “Salat tepat pada waktunya.” Aku bertanya lagi, “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada orang tua.” Aku bertanya lagi, “Kemudia apa lagi ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.” (HR Bukhari)

5. Membuat rencana, rencana, dan rencana

Ramadan adalah waktu yang spesial yang hanya datang satu tahun sekali. Membuat rencana akan memudahkan Anda mengoptimalkan waktu yang ada, sehingga Anda bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk beribadah. Tuliskanlah rencana Anda, lalu selesaikan rencana tersebut dengan tepat waktu.

6. Fokus

Kita mungkin merasa harus banyak melakukan ini dan itu dalam mengoptimalkan Ramadan. Namun, kita sering lupa bahwa Ramadan yang produktif bukanlah hanya sebatas perubahan secara kuantitas, tetapi juga secara kualitas. Cobalah untuk fokus membuat satu perubahan, bangun komitmen untuk menjalankannya selama Ramadan, lalu tetap teruskan hingga bulan-bulan selanjutnya.

7. Jangan tidur setelah Subuh

Setelah melakukan sahur dengan seimbang dan memulai puasa saat fajar, mungkin Anda berpikir untuk tidur setelahnya. Meskipun matahari belum muncul dan hari masih gelap, lebih baik manfaatkan waktu untuk melakukan hal-hal penting karena Anda masih memiliki banyak energi di waktu-waktu tersebut. Baik menyelesaikan laporan proyek, mengerjakan tugas kuliah, atau membersihkan halaman rumah, lakukanlah sebelum matahari terbit hingga nanti ada waktu untuk Anda beristirahat tidur siang.

 

[An Nisaa Gettar]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305411/7-hal-ini-membuat-ramadan-anda-semakin-produktif#sthash.Mv3DNZNO.dpuf

Mudik, Usahakan tetap Jaga Puasa dan Shalat

Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail NU KH Cholil Nafis mengatakan bagi musafir yang jarak bepergiannya jauh dibolehkan untuk tidak berpuasa. Tetapi dia mengingatkan alangkah lebih baiknya jika berpuasa.

“Untuk shalat lima waktu bisa dijama (dikumpulkan) juga bisa di qashar (perpendek) yang empat rakaat menjadi dua rakaat,” kata dia, Kamis (30/6).

Seorang musafir yang menempuh jarak jauh yang diperbolehkan dapat menjama dan men qadarnya. Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai jarak yang diperbolehkan melakukan qashar atau jama. 

Tetapi mayoritas ulama menggunakan patokan 120 kilometer. Sedangkan sebagian ulama yang lain menyebut batas minimal musafir melakukan perjalaan jauh adalah 80 hingag 90 kilometer. 

Dari jarak tersebut maka selain boleh menjama atau qashar shalatnya juga boleh memilih berpuasa atau berbuka. Kyai Cholil juga mengingatkan agar ketika dalam satu perjalanan muslim yang satu tidak boleh mencela muslim lainnya ketika tidak berpuasa begitu juga sebaliknya.

“Orang yang berpuasa jangan mencela orang yang berbuka dan orang yang berbuka jangan mencela orang yang berpuasa ketika dalam perjalanan,” jelas dia.  

Rasulullah pernah mengatakan kepada Hamzah bin Amr al aslami, saat bertanya berpuasa ketika bepergian. Rasulullah menjawab siapa pun yang ingin berpuasa maka berpuasalah dan siapa yang ingin berbuka, berbukalah. 

Rasulullah juga pernah melakukan perjalanan, kemudian melihat banyak orang berdesak-desakan dan yang dipayungi. Ternyata orang tersebut sedang berpuasa, Rasulullah pun mengatakan berpuasa dalam perjalnan yang sangat memberatkan itu bukanlah kebaikan.

sumber: Republika Online

Tanda-tanda Lailatul Qadar

RASULULLAH shallallahu alaihi wa sallam telah mengabarkan tanda-tanda Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya. Di antaranya dijelaskan dalam hadits Ubai bin Kaab radhiyallahu anhu:

“Pagi hari (Lailatul Qadr), matahari terbit putih tidak menyilaukan seperti bejana hingga meninggi.” (HR Muslim: 762)

Dan dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma tanda lainnya sebagai berikut:

Lailatul Qadr adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin. Keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan. (Hasan. Riwayat at-Tayyalisi (349), Ibnu Khuzaimah 3/331 dan al-Bazzar 1/486)

Tetapi hal itu hanyalah tanda saja, tidaklah disyaratkan seorang harus melihatnya sebagaimana diisyaratkan dalam hadits:

“Barangsiapa yang shalat pada malam Qadr dengan penuh keimanan dan harapan (pahala), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari: 2014 dan Muslim: 760)

Hadits ini bersifat umum, baik yang mengetahui tandanya maupun tidak. Wallahu alam. [alfurqon]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305671/tanda-tanda-lailatul-qadar#sthash.bJKl7IsL.dpuf

10 Terakhir Ramadan dan Lailatul Qadar: Doa dan Usaha Mendapatkan Malam Lailatul Qadar

DARI ‘Aisyah radhiyallahu anhu berkata:

“Wahai Rasulullah! Bila aku mendapati Lailatul Qadr, apakah yang saya ucapkan? Nabi bersabda: ‘Ucapkanlah: Ya Allah! Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampun, maka ampunilah aku’.” (Shahih riwayat Tirmidzi: 3760 dan Ibnu Majah: 3850).

Karena begitu agungnya keutamaan malam yang mulia ini, maka hendaknya seorang muslim dan muslimah bersemangat dan berlomba-lomba menghidupkan Lailatul Qadr dengan memperbanyak amal ibadah dan ketaatan seperti salat, membaca alquran, sedekah dan sebagainya di saat mayoritas manusia lalai menyibukkan diri persiapan pakaian baru, kue hari raya dan hiasan rumah. Janganlah Anda lalai seperti mereka!

Dari ‘Aisyah radhiyallahu anha berkata:

“Apabila Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (Ramadan), maka beliau mengencangkan kainnya (menjauhi istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan para istrinya.” [HR Bukhari: 2024 dan Muslim: 1174]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305672/doa-dan-usaha-mendapatkan-malam-lailatul-qadar#sthash.tEAHrcT1.dpuf

Malam Pertama Rasulullah dan ‘Aisyah

MALAM pertama adalah malam dimana kedua mempelai melakukan hubungan kelamin pertama kali. Jadi seandainya kedua mempelai baru melaksanakan hubungan kelamin pada malam kedua atau malam ketiga atau malam kesepuluh, maka itulah yang disebut malam pertama.

Mengapa demikian? Karena malam pertama selalu dihubungkan dengan peristiwa pemecahan bakarah atau selaput dara.

Menahan nafsu birahi pada malam pertama pernikahan adalah langkah yang bijaksana. Sebaiknya pada malam itu dilakukan perkenalan dan tidur bersama atau melakukan cumbu rayu sebagai pelepas kerinduan. Diperlukan pula kebijaksanaan suami untuk memberikan ketenangan agar istri tidak merasa takut.

Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menikah dengan ibunda ‘Aisyah radliallahu ‘anha.

Satu-satunya istri Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang gadis dengan memberikan kepada ‘Aisyah radliallahu ‘anha segelas susu dan duduk disampingnya untuk menenangkannya. (HR. Imam Ahmad dll dengan sanad hasan)

 

 

[Abdullah Saleh Hadrami]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2305635/malam-pertama-rasulullah-dan-aisyah#sthash.f5ImakcR.dpuf

Pengusaha Wajib Perbarui Label Halal Setiap 4 Tahun

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Muslim. Fakta ini membuat kebutuhan akan produk halal meningkat, tak hanya dari sisi makanan dan minuman, tapi juga obat-obatan dan kosmetik.

Mengingat besarnya pangsa pasar halal tersebut, para pelaku usaha diharapkan mau melakukan sertifikasi halal terhadap produk yang dibuatnya. Namun saat sertifikasi sudah dilakukan, bukan berarti kewajiban produsen terkait kehalalan produk berhenti sampai di situ.

“Setelah mendapatkan sertifikasi, pelaku halal wajib mencantumkan label halal pada produk yang telah memperoleh sertifikai halal dalam posisi yang mudah dibaca,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah kepada Republika.co.id, baru-baru ini.

Pelaku usaha pun harus mempertahankan kondisi kehalalan produk, serta memisahkan lokasi, tempat, dan peralatan dengan hal-hal yang haram. “Pelaku usaha juga wajib memperbaharui sertifikat halal yang sudah tidak berlaku secara berkala empat tahun sekali,” kata dia.

Apabila ada perubahan komposisi bahan di dalam produk, pelaku usaha harus melaporkannya ke Badan Penyelenggara JaminanProduk Halal (BPJH).

“Pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang tidak halal wajib mencantumkan label haram (tidak halal),” kata Ikhsan.

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang JaminanProduk Halal (JPH), yang dimaksud dengan bahan dan proses produksi halal yaitu bahan yang digunakan mencakup bahan mentah, bahan olahan, dan bahan-bahan tambahan. Bahan-bahan tersebut bersumber dari hewan, tanaman, mikroba, bahan olahan kimia, biologis atau rekayasa genetik.

Lokasi dan peralatan antara yang Halal dan non-halal harus dipisahkan, misalnya meliputi penyembelihan, proses, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan penyajian. Lokasi, tempat, dan alat proses produksi wajib dijaga kebersihannya dan higienitasnya, bebas dari najis, dan bebas dari bahan tidak halal.

Ikhsan berharap pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur kepada konsumen. Sebaiknya, kata dia, pelaku usaha mempunyai pengawas untuk produk halal.

 

sumber: Republika Online

Ingat! Bawa Beberapa Baju Saja Saat Berhaji

Persiapan dalam melakukan perjalanan ibadah spiritual terutama haji memang penting.

Namun, banyak persiapan yang dilakukan oleh para calon jamaah dapat menimbulkan kerepotan sehingga mengganggu konsentrasi selama beribadah. Contohnya, barang bawaan yang dibawa jamaah khususnya pakaian.

“Jangan terlalu berlebihan membawa perlengkapan. Bawalah perlengakapan yang sesuai dengan kebutuhan beribadah,” papar Pimpinan Dakwah Kreatif (iHaqi) Ustadz Erick Yusuf, saat dihubungiRepublika, Kamis (20/8).

Perlengkapan yang dibawa saat berhaji, ujarnya, haruslah mengutamakan barang-barang yang menunjang untuk ibadah. Seperti pakaian dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu perlengkapan ibadah dan perlengkapan sehari-hari.

Demi menjaga kenyamanan saat beribadah, Ustaz Erick menyerankan agar para jamaah  tidak terlalu membawa banyak pakaian ganti.

Untuk perlengkapan ibadah seperti Alquran, sajadah, sabuk ihram, tasbih serta buku kumpulan doa-doa sudah disediakan oleh pihak penyelenggara haji.

Bagi jamaah pria, Ustaz Erick menyarankan, cukup membawa empat potong pakaian ganti untuk 20-40 hari selama di tanah suci. Pakaian ganti bisa berupa kemeja atau koko. Sedangkan bagi jamaah perempuan cukup membawa enam potong pakaian ganti.

Ustaz Erick mengatakan, calon jamaah haji tidak perlu khawatir apabila kehabisan stok pakaian karena di Tanah Suci bisa mencuci pakaian sendiri atau memakai jasa laundry. Apalagi, cuaca disana cukup panas sehingga membuat pakaian cepat kering.

Senada dengan Ustadz Erick, Ketua Rabithah Haji Haji Indonesia, Ade Marfuddin, menyampaikan  persiapan yang paling penting dalam melakukan perjalanan ibadah haji bukanlah pada aspek pakaian.

Menurutnya, banyak calon jamaah yang membawa pakaian terlalu banyak padahal di Tanah Suci nantinya tidak terlalu banyak dipakai.

“Kalaupun pakaian jamaah yang dibawa dari Tanah Air dirasa kurang, sangat mudah untuk mendapatkan pakaian-pakaian ganti di Makkah ataupun Madinah dengan model yang beragam dan harga yang terjangkau,” kata Ade.

 

sumber: Republika Online