Panitia Zakir Naik Buka Jalur VIP Gratis untuk Non-Muslim

Ulama asal India Zakir Abdul Karim Naik, siap untuk menjalani rangkaian safari dakwah di Indonesia. Safari dakwah bertajuk “Zakir Naik Visit Indonesa 2017” itu akan berbentuk kuliah umum di lima kota di Indonesia.

Menurut Ketua Humas Panitia Zakir Naik Visit Indonesia 2017 Budhi Setiawan, panitia pusat dan lokal telah siap menyambut kedatangan Zakir Naik. Ribuan peserta di Kota Bandung, telah siap mengikuti kuliah umum Zakir Naik di Gymnasium UPI, besok Ahad (2/4).

Budhi mengatakan, kegiatan ini tidak hanya diikuti kalangan Muslim. Tapi, diikuti juga kalangan non-Muslim. Bahkan, untuk kalangan non-Muslim ada tiket jalur khusus.

“Untuk kalangan non-Muslim panitia telah membuka pendaftaran khusus dengan tiket VIP gratis,” ujar Budhi dalam siaran persnya, Sabtu (1/4).

Pada kesempatan yang sama, Budhi juga meluruskan dugaan sejumlah kalangan yang menyebut Zakir Naik akan melakukan debat. Zakir Naik akan menyampaikan materinya dengan metode ceramah biasa, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan peserta. “Jadi kesempatan tanya jawab akan lebih lama,” katanya.

Terkait dengan tema kuliah umum, Budhi mengatakan tema untuk tiap-tipa lokasi berbeda sesuai hasil diskusi langsung antara panitia dengan Zakir Naik. “Kalau tema itu hasil diskusi antara beliau dengan panitia. Di UPI Bandung, temanya “Da’wah or Destruction” yang akan diikuti 10 ribu orang,” kata Budhi.

Zakir Abdul Karim Naik, adalah seorang cendekiawan Muslim, dai, dan mubaligh asal India. Ia juga penulis buku-buku keislaman dan perbandingan agama. Secara profesi, sejatinya ia seorang dokter medis.

Sejak 1991, Zakir telah menjadi seorang dai yang terlibat dalam dakwah Islam dan perbandingan agama. Di India, Zakir adalah pendiri sekaligus Presiden Islamic Research Foundation (IRF), sebuah organisasi nirlaba yang memiliki dan menyiarkan jaringan saluran TV gratis Peace TV dari Mumbai, India.

Zakir Naik lahir pada 18 Oktober 1965 di Mumbai (Bombay pada waktu itu), India dan merupakan keturunan Konkani. Ia bersekolah di St Peter’s High School (ICSE) di Kota Mumbai. Kemudian bergabung dengan Kishinchand Chellaram College dan mempelajari kesehatan di Topiwala National Medical College and Nair Hospital di Mumbai.

Ia kemudian menerima gelar MBBS-nya di University of Mumbai. Pada 1991, Ia berhenti bekerja sebagai dokter medis dan pada akhirnya fokus dalam dunia dakwah.

Ia telah berceramah dan menulis sejumlah buku tentang Islam dan perbandingan agama juga hal yang ditujukan untuk menghapus keraguan tentang Islam. Sejumlah artikelnya juga sering diterbitkan di majalah India seperti Islamic Voice.

Tentang pengaruh Zakir Naik, Indian Express dalam terbitan 22 Februari 2009 memasukkan dia ke dalam peringkat 82 dari “100 Orang India Terkuat 2009” di antara satu miliar penduduk India. Sementara dalam daftar khusus “10 Guru Spiritual Terbaik India”, Zakir Naik berada di peringkat tiga, setelah Baba Ramdev dan Sri Sri Ravi Shankar. Ia menjadi satu-satunya Muslim di daftar ini.

Pada Ahad, 1 Maret 2015, Zakir Naik mendapatkan penghargaan tertinggi dari Pemerintah Arab Saudi, King Faisal International Prize (KFIP). KFIP merupakan penghargaan terhadap karya-karya luar biasa dari individu dan lembaga dalam lima katagori yakni Dakwah Islam, Studi Islam, Bahasa dan Sastra Arab, Kedokteran dan Ilmu Pengetahuan. Penghargaan itu disampaikan secara langsung oleh Raja Salman bin Abdul Aziz.

 

sumber:republkaOnline

Mengenal Zakir Naik, Salah Satu Orang Berpengaruh di India

Dr Zakir Abdul Karim Naik adalah seorang cendekiawan Muslim, dai, dan mubaligh asal India. Ia juga penulis buku-buku keislaman dan perbandingan agama. Secara profesi, sejatinya ia seorang dokter medis.

Zakir Naik lahir pada 18 Oktober 1965 di Mumbai (Bombay pada waktu itu), India dan merupakan keturunan Konkani. Ia bersekolah di St. Peter’s High School (ICSE) di kota Mumbai.

Kemudian bergabung dengan Kishinchand Chellaram College dan mempelajari kesehatan di Topiwala National Medical College dan Nair Hospital di Mumbai. Ia kemudian menerima gelar MBBS-nya di University of Mumbai. Pada 1991 ia berhenti bekerja sebagai dokter medis dan pada akhirnya fokus dalam dunia dakwah.

Sejak saat itu, ia  menjadi seorang dai yang terlibat dalam dakwah Islam dan perbandingan agama. Di India, Zakir adalah pendiri sekaligus Presiden Islamic Research Foundation (IRF), sebuah organisasi nirlaba yang memiliki dan menyiarkan jaringan saluran TV gratis Peace TV dari Mumbai, India.

Zakir Naik telah berceramah dan menulis sejumlah buku tentang Islam dan perbandingan agama juga hal hal yang ditujukan untuk menghapus keraguan tentang Islam. Sejumlah artikelnya juga sering diterbitkan di majalah India seperti Islamic Voice.
Karena karyanya tersebut, Zakir Naik memperoleh beberapa penghargaan. Baik di India maupun penghargaan internasional.

Salah satu media India, Indian Express yang terbit pada 22 Februari 2009 menjadikan Zakir Naik ke dalam peringkat 82 dari “100 Orang India Terkuat 2009” di antara satu miliar penduduk India.

Sementara dalam daftar khusus “10 Guru Spiritual Terbaik India”, Zakir Naik berada di peringkat tiga, setelah Baba Ramdev dan Sri Sri Ravi Shankar. Ia menjadi satu-satunya Muslim di daftar ini.

Selain itu, pada  01 Maret 2015 lalu, Zakir Naik juga mendapatkan penghargaan tertinggi dari Pemerintah Saudi Arabia, King Faisal International Prize (KFIP).

KFIP merupakan penghargaan terhadap karya-karya luar biasa dari individu dan lembaga dalam lima katagori yakni Dakwah Islam, Studi Islam, Bahasa dan Sastra Arab, Kedokteran dan Ilmu Pengetahuan. Penghargaan itu disampaikan secara langsung oleh Raja Salman bin Abdul Aziz
zAtas penghargaan tersebut, Zakir Naik menerima sertifikat, medali kenang-kenangandari emas 24 karat seberat 200 gram dan cek sebesar 200.000 ribu dollar Amerika. Dalam acara penganugerahan penghargaan itu, Zakir menyatakan dirinya akan menyumbangkan semua hadiah uang untuk digunakan oleh Peace TV.

 

sumber: Republika Online

Adab Bertetangga ala Rasul yang Terabaikan

DI zaman sekarang, seiring meningkatnya kesibukan para perempuan muslim dengan pekerjaannya di dalam maupun luar rumah. Kita kerap kali melalaikan adab dalam bertetangga. Padahal Rasul dan para istrinya sangat memuliakan tetangga.

Dari ‘A’isyah radhiallahu anha: Aku berkata kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallaam, “Aku mempunyai dua tetangga. Tetangga mana yang harus didahulukan ketika aku ingin memberi hadiah?” Rasulullah menjawab, “Kepada tetangga yang pintu rumahnya paling dekat.” (HR Al-Bukhari)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anha: Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallaam bersabda, “Wahai perempuan Muslim, janganlah merendahkan satu tetangga atas tetangga yang lain, walaupun hanya dengan kikil kambing.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua hadits ini menjadi rujukan bagi kita untuk berbuat baik kepada tetangga, terutama tetangga terdekat. Jangan sampai kita mengutamakan tetangga yang lebih jauh, hanya karena dia kaya dan terpandang atau berteman akrab dengan kita. Sebab, tetangga yang pintu rumahnya terdekatlah yang paling sering melihat makanan atau segala sesuatu yang masuk ke rumah kita.

Selain itu, biasanya mereka pula yang lebih mengetahui keadaan kita dan menjadi orang pertama yang memberikan bantuan ketika kita tertimpa masalah, sehingga wajarlah Rasul mengutamakan mereka.

Kemudian, salah satu adab bertetangga ialah dengan tidak meremahkan sekecil apapun pemberian yang ia berikan pada kita. Bahkan, kita dianjurkan melakukan hal yang serupa, yakni memberikan apa-apa saja yang bermanfaat untuknya, baik itu dalam bentuk materi, dukungan moril maupun nasihat dalam kebenaran dan kesabaran. Selamat bertetangga. (DOS)

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2368180/adab-bertetangga-ala-rasul-yang-terabaikan#sthash.iFRlAyey.dpuf

Mahar Rasulullah Senilai 40 Juta Rupiah, Benarkah?

HAL ini dijawab oleh Ustaz Ahmad Sarwat Lc sebagai berikut:

A. Tentang Nilai Mahar

1. Tidak Ada Hadis Tentang Uang Mahar 40 Juta

Yang paling penting dicatat adalah bahwa tidak ada satu pun hadis di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan mahar itu sebesar 40 juta rupiah. Bukan apa-apa, sebab uang rupiah pada zaman itu belum dikenal dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bukan seorang warga negara Indonesia yang berdomisili di Jakarta.

Sangat tidak logis kalau sampai ada teks hadis yang masih asli menyebutkan bahwa nilai mahar beliau shallallahu ‘alaihi wasallam Rp. 40 juta. Berarti kemungkinannya adalah bahwa angka 40 juta itu hasil hitung-hitungan berdasarkan komparasi nilai-nilai yang berlaku di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan yang berlaku di masa sekarang. Dan hal itu boleh-boleh saja hukumnya, walau pun tidak mutlak kebenarannya.

2. Nash Hadis Menyebutkan 500 Dirham

Di dalam hadis sahih memang ada disebutkan bahwa mahar yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berikan kepada istri-istri beliau adalah 500 dirham perak. Hadis itu agak panjang, intinya Aisyah radhiyallahuanha ditanya tentang nilai mahar yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikan kepada istri-istrinya. Lalu menurut pengamatan dan analisa Aisyah, nilainya adalah 500 dirham.

Aisyah berkata,”Mahar Rasulullah kepada para istri beliau adalah 12 Uqiyah dan satu nasy”. Aisyah berkata,”Tahukah engkau apakah nash itu?”. Abdur Rahman berkata,”Tidak”. Aisyah berkata,”Setengah Uuqiyah”. Jadi semuanya 500 dirham. Inilah mahar Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam kepada para istri beliau. (HR. Muslim)

Maka karena hadis ini sahih derajatnya, lagi pula yang ditanya juga seorang yang tepat, yaitu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, maka banyak para ulama yang menerima penjelasan Aisyah ini. Walaupun sebenarnya masih ada beberapa versi yang lain dari jalur hadis yang berbeda. Tetapi anggaplah 500 dihram ini salah satu versi yang paling banyak dipakai oleh para ulama.

3. Uang 500 Dirham Itu Berapa Rupiah?

Tinggal yang jadi masalah, uang sebesar 500 dihram itu kalau dikonversikan ke dalam mata uang kita saat ini, jatuhnya kira-kira berapa rupiah? Disinilah terjadi ijtihad yang bisa saja berbeda-beda metodenya. Dan kalau hasil akhirnya menjadi berbeda, tidak bisa disalahkan. Ada beberapa pendekatan tentang berapa nilai 500 dirham ini kalau dibandingkan dengan besaran uang zaman sekarang. Pendekatan pertama, dengan pendekatan nilai dirham di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan pendekatan kedua dengan perbandingan harga perak.

a. Pendekatan Pertama

Pendekatan pertama lewat perbandingan antara dinar dan dirham. Dinar adalah mata uang emas sedangkan dirham adalah mata uang perak. Nilai dinar emas tentu lebih besar dari pada nilai dirham perak. Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, uang 1 dinar emas bisa untuk membeli seekor kambing sebagaimana hadis Urwah Al-Bariqi.

Dari ‘Urwah al-Bariqi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberinya satu dinar untuk dibelikan seekor kambing. Maka dibelikannya dua ekor kambing dengan uang satu dinar tersebut, kemudian dijualnya yang seekor dengan harga satu dinar. Setelah itu ia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan seekor kambing. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan semoga jual belinya mendapat berkah. Dan seandainya uang itu dibelikan tanah, niscaya mendapat keuntungan pula. (HR. Ahmad dan At-tirmizy)

Dan perbandingan nilai dirham dengan dinar berkisar antara 10 hingga 12. Maksudnya, 1 dinar setara dengan 10 hingga 12 dirham. Jadi kalau mahar Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam itu 500 dirham, berarti dengan uang itu kira-kira bisa untuk membeli kurang lebih 41 ekor kambing. Tinggal kita hitung saja berapa harga kambing saat ini. Anggaplah misalnya sejuta rupiah per-ekor, maka kurang lebih nilai 500 dirham itu 40-an juta rupiah.

b. Pendekatan Kedua

Pendekatan kedua ini dihitung oleh Syeikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam salah satu fatwanya. Beliau menghitung dengan cara menghitung berapa harga dirham di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dibandingkan dengan harga perak hari ini. Menurut beliau, nilai satu dirham di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setara dengan 2,975 gram. Sedikit lagi tiga gram perak. Lalu 500 dinar dikalikan 2,975 = 1.487,5 gram perak.

Harga perak di Saudi Arabia menurut hitungan beliau adalah satu Riyal Saudi. Sehingga 500 dinar di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setara dengan 1.487,5 Riyal Saudi. Dan nilai itu setara dengan 396,7 dolar Amerika. Seandainya nilai dolar Amerika itu kita patok 10 ribu rupiah, maka mahar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu 39 juta lebih, atau Rp. 39.670.000 rupiah. Tetapi kalau pakai nilai dolar 11 ribu rupiah, maka nilainya akan naik menjadi Rp.43.637.000.

B. Tentang Keharusan Mengikuti Sunah

Apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak semuanya menjadi kewajiban. Sebagian dari perilaku Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ada yang statusnya menjadi sunah, dalam arti kalau kita kerjakan mendapat pahala tetapi kalau ditinggalkan kita tidak berdosa.

Tetapi ada juga perilaku Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang status hukumnya malah jadi haram buat kita. Contohnya adalah menikah dengan lebih dari empat istri. Jadi meski suatu hal itu merupakan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi belum tentu hukumnya menjadi wajib, bisa saja menjadi sunah, mubah, makruh atau malah bisa juga jadi haram.

Bagi mereka yang punya harta, bahkan bisa menyelenggarakan perhelatan pesta walimah dengan nilai ratusan atau milyaran juga, tentu tidak salah kalau mengikuti sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masalah mahar.

Namun perlu juga diingat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menikahkan sahabat tidak dengan nilai sebesar itu. Ada yang hanya dengan sepasang sendal, ada juga dengan jasa mengajarkan ilmu Alquran. Tentu mahar sekecil itu disesuaikan dengan kemampuan masing-masing sahabat. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2355737/mahar-rasulullah-senilai-40-juta-rupiah-benarkah#sthash.K4BAzkSa.dpuf

Zaman Canggih, Bolehkah Melamar Lewat Internet?

SEORANG muslimah yang berkenalan dengan seorang pria lewat internet bertanya, bolehkah bila pria kenalannya melamar via internet, karena jarak kota mereka yang sangat berjauhan?

Pertanyaan tersebut dijawab ustaz sebagai berikut: Pada zaman orangtua kita, komunikasi muda-mudi hanya bisa lewat surat, sehingga dikenal adanya sahabat pena. Komunikasi paling cepat biasanya hanya seminggu sekali. Jadi setiap hari musti ada acara penasaran menunggu Pak Pos, menanti jawaban surat.

Sekarang aktivitas surat-suratan seperti itu sudah mulai terpinggirkan. Barangkali banyak remaja yang sudah nggak lancar lagi menulis surat dengan tulisan tangan. Maklum tangan sudah terbiasa pencet-pencet keyboard atau hobi pencet-pencet hand phone alias SMS-an.

Untuk membahas apakah aktivitas chatting bisa disebut khalwat atau bukan, bisa kita rujuk ke kitab-kitab klasik. Di dalam Kitab An Nizhomul Ijtimaiy fil Islam, karya Syaikh Taqiyuddin an Nabhany yang telah diterjemahkan dengan judul Sistem Pergaulan dalam Islam, hal. 137, definisi khalwat secara syariy adalah: berkumpulnya seorang pria dan seorang wanita di suatu tempat yang tidak memberikan kemungkinan orang lain untuk bergabung dengan keduanya kecuali dengan izin keduanya.

Contohnya adalah berkumpulnya seorang pria dan seorang wanita di rumah atau di tempat sunyi yang jauh dari jalan dan keramaian. Khalwat adalah perbuatan yang merusak (destruktif). Makanya Islam melarang dengan tegas setiap bentuk khalwat. Rasulullah saw. bersabda (yang maknanya): “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahromnya. Karena sesungguhnya yang ketiga adalah syaitan.”

Untuk terkategori khalwat harus ada pertemuan (ijtima) dulu antara seorang pria dan wanita yang bukan mahram-nya. Dan sudah termasuk aktivitas khalwat, baik mereka berdua berinteraksi (ittishal) atau tidak. Dalam pertemuan yang ada hanya mereka berdua, karena yang nomer tiga adalah syaitan. Kalau tidak ada pertemuan, maka bukan khalwat namanya.

Dengan jarak yang jauh tapi masih bisa tertangkap oleh mata atau telinga seperti komunikasi dengan morse atau semaphore, seperti yang dilakukan para pramuka, tidak terkategori khalwat. Demikian juga e-mail, chatting, SMS, komunikasi via telpon, faximile dan teleconference sekalipun, juga tidak termasuk khalwat.

Sedangkan mengenai khitbah, maknanya adalah: lamaran seorang pria kepada seorang wanita yang ingin dinikahinya.

Belajar dari pengalaman, pengkhitbah dan yang dikhitbah dengan cara internetan ini, adalah mereka yang mampu jatuh hati pada kekuatan bahasa. Karena bukankah keduanya belum pernah bertemu langsung? Sekiranya berjodoh, semoga kekuatan berpikir atas dasar akidah Islam bisa saling terjalin erat. Karena kesamaan akidah, keselarasan cara berpikir itulah yang bisa menguatkan akar, menumbuhkan batang, merimbunkan hijaunya dedaunan sehingga mengokohkan dan meneduhkan rumah tangga yang sakinah, yang bermanfaat bagi perjuangan Islam dan kaum muslimin.

Tetapi untuk melamarnya sendiri, sebaiknya dilakukan langsung. Lebih afdal. [ ]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2369580/zaman-canggih-bolehkah-melamar-lewat-internet#sthash.8HmVkCDf.dpuf

Tetaplah Persembahkan Apa yang Allah Suka

SUATU hari ada seorang lelaki datang kepada Ibnu Mas’ud dan berkata: “Saya punya tetangga yang kerjanya adalah menyakitiku dan menghinaku. Apa yang harus aku lakukan?” Ibnu Mas’ud menjawab: “Kalau dia telah bermaksiat kepada Allah dengan menyakitimu, maka taatlah engkau kepada Allah dalam menghadapi urusan dengannya.” Sungguh nasehat yang bijak penuh makna.

Pemberi fatwa yang baik adalah mereka yang mampu menyejukkan suasana yang panas, mengakurkan yang bertikai dan menyelesaikan yang bermasalah. Adalah tak layak menjadi konsultan atau penengah atau wasit seseorang yang kerjanya adalah memanas-manaskan suasana, mengadu domba mereka yang akrab dan membentur-benturkan sesuatu yang tak baik dibenturkan. Ibnu Mas’ud adalah teladan yang baik.

Kalau ada yang menyakiti kita, tak usahlah kita membalas dengan menyakitinya. Membalas dengan cara yang indah dan positif akan menjadikan kita lebih bermartabat sebaga manusia. Manusia adalah dari tanah. Tabiat tanah adalah merendah dan mengalah. Tanah diinjak para manusia baik yang sopan ataupun yang tak sopan, namun tanah masih terus mempersilahkan mereka semua hidup di punggungnya. Bisakah kita kembali pada karakter tanah?

Kalaulah kita harus membalas orang yang menyakiti kita, perhatikanlah batas-batas yng ditetapkan agama. Berlebihan adalah sifat yang tak terpuji dalam banyak hal. Kesesuaian seringkali disebut sebagai keseimbangan. Keseimbangan adalah syarat pokok untuk bisa hidup bahagia. Demikian kesimpulan para bijak. Salam, AIM. [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2369804/tetaplah-persembahkan-apa-yang-allah-suka#sthash.2haPIQYu.dpuf

Tokoh Ini Cetak Rekor ‘Pertama’ Terbanyak dalam Sejarah Islam

Ada banyak tokoh dalam sejarah Islam yang telah menorehkan prestasi gemilang sepanjang hidupnya. Salah satunya, tentu tak lain adalah adalah Umar bin Khatab. Sahabat bergelar al-Faruq tersebut dikenal memiliki jiwa dan karakter kepemimpinan yang luar biasa.

Tokoh yang berasal dari Suku Adi itu, juga dikenal memiliki reputasi yang kuat setelah memeluk Islam terkait pembelaannya terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW. Umar didaulat sebagai khalifah menggantikan Abu Bakar, pada 634 Masehi hingga meninggal akibat dibunuh oleh Abu Lukluk, saat menunaikan shalat Shubuh pada Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M.

Nah, ternyata, selama menjabat sebagai khalifah, banyak prestasi yang diterohkan oleh Umar bin Khatab. Abu Hilal al-Askary, dalam kitabnya al-Awail bahkan menyebutkan Umar berhasil mencetak rekor sebagai khalifah dengan gelar ‘pertama’ terbanyak sepanjang sejarah Islam dalam berbagai bidang. Di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Sosok pertama yang berjuluk ‘Amirul Mu’minin. Gelar tersebut belum pernah disematkan kepada siapapun selain Umar
  • Tokoh pertama yang mengaktifkan baitul mal
  • Figur pertama yang membiasakan blusukan kepada rakyat di tengah malam hari. Ini dilakukan untuk melihat dan      memantau langsung kondisi warganya
  • Tokoh pertama yang mentradisikan menghidupkan malam-malam Ramadhan secara berjamaah, di antaranya adalah  shalat tarawih
  • Khalifah pertama yang memberlakukan sistem kalender Hijriyah
  • Khalifah pertama yang menerapkan sanksi berupa 80 kali cambukan untuk peneguk khamr
  • Khalifah pertama yang menerapkan larangan nikah mut’ah
  • Khalifah pertama yang menyerukan shalat jenazah secara berjamaah sebanyak empat takbir
  • Khalifah pertama yang mengaktifkan sistem adiminstrasi negara
  • Khalifah pertama yang melakukan ekspansi secara masif ke berbagai wilayah. Di bawah pemerintah Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan Dinasti Sassanid Persia (yang mengakhiri masa Kekaisaran Sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Suriah, Afrika Utara dan Armenia dari Kekaisaran Romawi (Byzantium).

 

sumber:Republika Online

Imam Syafi’i; Pentolan Mengurai Hadis yang Kusut

Hadis merupakan sumber syariat kedua dalam Islam setelah al-Quran, dalam hal ini, semua yang diucapkan, dan dilakukan oleh Rasulullah Saw menjadi tuntunan dan pedoman jika tidak didapatkan dalam al-Quran. Dalam perkembangannya, perbandingan antara dua hadis atau lebih seringkali memunculkan pemahaman berbeda. Perbedaan riwayat, pemahaman, juga pengamalannya membuat kontradiksi antara beberapa hadis tidak terelakkan, oleh karena itu fenomena inilah yang menjadi objek dari kajian ‘ilmu mukhtalaf al-Hadith.

Kajian teoretis tentang kontradiksi yang ada dalam hadis-hadis Nabi Saw sudah dimulai sejak abad kedua Hijriah. Sebagaimana dicatat al-Suyuti dalam kitabnya Tadrib al-Rawi, buku yang pertama kali membahasnya sebagai kajian yang mandiri Ikhtila>f al-H{adi>th adalah karya al-Syafi’i (w. 204 H) yaitu kitab Ikhtilaf al-Hadith. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Idris ibn al-Abbas ibn Usman ibn Syafi‘, Al-Syafi‘i adalah nisbat kepada kakeknya yaitu al-Syafi‘i ibn al-Saib, dan ia merupakan seorang sahabat junior (bertemu Nabi Muhammad Saw., ketika masih kecil). Syafi’i dilahirkan di Gazah salah satu kota di Palestina pada hari Jum’at bulan Rajab tahun 150 H (767 M) dan wafat di Mesir pada tahun 204 H.

Hadis-hadis mukhtalif merupakan salah satu objek kajian ilmu hadis. Secara khusus dibahas dalam cabang ilmu hadis yang disebut ilmu mukhtalaf al-Hadith. Dalam rentang sejarah, al-Syafi’i adalah tokoh pertama yang membicarakan dan menulis tentang hadis-hadis mukhtalaf secara khusus, sekaligus cara-cara penyelesaiannya. Sebagaimana dituangkan dalam kitab al-Umm dan al-Risalah.

Menurut al-Syafi’i, sebenarnya tidak ada pertentangan (kontradiksi) di antara hadis-hadis tersebut. Al-Syafi’i berkata:“Kami tidak menemukan adanya hadis yang bertentangan (mukhtalif), melainkan ada jalan keluar penyelesaiannya.” Hadis-hadis yang dinilai bententangan menurut al-Syafi’i hanya pada lahirnya saja, bukan dalam arti yang sebenarnya. Suatu hadis dikatakan bertentangan dengan hadis lainnya sebenarnya disebabkan karena kekeliruan dalam memahaminya. Tujuan al-Syafi’i

Mengarang Kitab Ikhtilaf al Hadith yaitu agar para pembaca khususnya Muhaddisin mengetahui bagaimana cara al-Syafi’i dalam menyelesaikan permasalahan hadis-hadis yang bertentangan tersebut. Seperti disampaikan al-Nawawi dalam kitabnya al-Taqrib wa al-Taysir: “Al-Syafi’i mengarang kitabnya (Ikhtilaf al-hadith), tidak bermaksud menyebutkan semua hadis-hadis yang bertentangan, melainkan al-Syafi’i hanya menyebutkan beberapa hadis-hadis yang bertentangan untuk menjelaskan bagaimana cara al-Syafi’i dalam menyikapi hadis tersebut”. Di dalam kitab ini, al-Syafi’i menyebutkan 253 hadis yang saling kontradiksi.

Al-Syafi’i dalam menyikapi dan menyelesaikan hadis-hadis yang berten angan dalam kitabnya “Ikhtilaf al-Hadith” memiliki beberapa metode yaitu: Pertama, metode jam’ yang berarti mengumpulkan, yaitu mengumpulkan dua dalil dengan cara mengamalkan keduanya tanpa membuang salah satunya. Al-Syafi’i menegaskan:“Selama dua hadis (yang bertentangan) masih memungkinkan difungsikan, maka hendaknya hal itu dilakukan tanpa menelantarkan salah satunya”.
Kedua, metode nasakh (pengubahan, penggantian). al-Syafi’i mengartikan nasakh dengan penurunan perintah yang bertentangan dengan perintah yang telah diturunkan sebelumnya. Nasakh dapat dilakukan jika terdapat dalil yang mendukung. Dalil dapat berupa dari Nabi, sahabat yang menyaksikan kejadian, rawi, atau informasi apapun yang dapat menunjukkan terjadinya nasakh.

Ketiga, Jika solusi jam’u dan nasakh tidak mampu menyelesaikan kontradiksi hadis, al-Syafi’i terakhir menawarkan metode tarjih al-riwayah, yaitu dengan membandingan kedua hadis yang kontradiktif tersebut dari segi validitasnya, jika salah satu hadis tersebut diriwayatkan melalui jalur yang kuat sedang yang lain tidak, maka hadis yang kuatlah yang diamalkan.

Di sinilah kajian kritik sanad memiliki peranan penting untuk mengetahui kevalidan sebuah hadis. Namun al-Syafi’i juga menawarkan teori lain dalam menguatkan salah satu dari hadis yang kontradiktif, yaitu dengan metode penyesuaian dengan dalil lain, yakni pensesuaian dengan al-Quran dan Qiyas, jika salah satu hadis tersebut memiliki kesesuaian dengan dalil tersebut, maka hadis itu dianggap lebih kuat dibanding dengan yang lainnya.

 

sumber:Muslim Media News

Jumat Hari Pilihan bagi Umat Islam, Sabtu untuk Yahudi dan Ahad untuk Nasrani

Jum’at dikenal pula sayyidul ayyam (penghulu) diantara hari-hari dalam sepekan, bahkan Jum’at juga merupaka hari raya umat Islam, hari yang istimewa bagi umat Islam.

Bila pada hari-hari yang lain, saat tergelincirnya matahari, umat Islam memulai shalat dhuhur, tetapi tidak pada hari Jum’at, umat Islam melaksanakan shalat 2 raka’at shalat Jum’at disertai khutbah Jum’at.

Berbeda dengan umat-umat lain, umat lain jutsru dijauhkan oleh Allah dari hari Jum’at, tetapi mereka diberi hari yang lain. Misalnya Yahudi hari Sabtu, dan Nasrani hari Ahad.

***

Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda:

أضل الله عن الجمعة من كان قبلنا فكان لليهود يوم السبت وكان للنصارى يوم الأحد فجاء الله بنا فهدانا الله ليوم الجمعة فجعل الجمعة والسبت والأحد وكذلك هم تبع لنا يوم القيامة نحن الآخرون من أهل الدنيا والأولون يوم القيامة المقضي لهم قبل الخلائق
(م ن هـ) عن حذيفة وأبي هريرة.

“Allah telah menjauhkan bagi orang sebelum kita dari hari Jumat. Bagi Yahudi ada hari Sabtu. Bagi Nasrani ada hari Ahad. Lalu Allah memberi hidayah kepada kita di hari Jumat. Allah menjadikan (urutan) hari adalah Jumat, Sabtu dan Ahad. Demikian halnya mereka mengikuti kita di hari kiamat. Kita ini pendatang terakhir di dunia, namun golongan pertama di hari kiamat yang akan mendapatkan keputusan dari Allah sebelum makhluk yang lain” (HR Muslim, Nasai dan Ibnu Majah dari Hudzaifah dan Abu Hurairah)

Oleh : Ust. Ma’ruf Khozin

 

MuslimMediaNews

Rasulullah Sangat Memuliakan Hari Jumat

Karena ketidak-mengertian pada agama, para sineas di Indonesia, (maaf) sering kurang ajar dengan menjadikan hari Jumat sebagai hari menakutkan atau horor.

Hampir bisa disaksikan di semua TV atau film-film, menjadikan hari Jumat sebagai hari menyeramkan.

Mudah-mudahan mereka segera memohon ampunan pada Allah, jika tidak, di hari akhir nanti, mereka akan tercatat sebagai penyumbang keburukan. Jika sana Rasulullah masih hidup, mungkin beliau akan marah hari Jumat dijadikan olok-olok.

Hari Jumat adalah salah satu hari yang istimewa bagi kaum muslimin. Ia adalah hari yang mulia, dan ummat Islam di seluruh penjuru dunia memuliakannya.

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Hari ini dinamakan Jum’at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam’u yang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman:”Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. 62:9)

Maksudnya, kaum Muslimin diperintahkan pergi melaksanakan shalat Jum’at dengan penuh ketenangan, konsentrasi dan sepenuh hasrat, bukan berjalan dengan cepat-cepat, karena berjalan dengan cepat untuk shalat itu dilarang.

Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Demi Allah, sungguh maksudnya bukanlah berjalan kaki dengan cepat, karena hal itu jelas terlarang. Tapi yang diperintahkan adalah berjalan dengan penuh kekhusyukan dan sepenuh hasrat dalam hati.”

Tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa hari Jum’at adalah hari yang paling afdhal (utama) dari hari-hari lainnya.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: “Hari Jum’at adalah hari ibadah. Hari ini dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, laksana bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu mustajab pada hari Jum’at seperti waktu mustajab pada malam lailatul qodar di bulan Ramadhan.”

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik hari adalah hari Jum’at, pada hari itu Nabi Adam AS diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke surga, pada hari itu dia dikeluarkan dari surga, dan hari qiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain Nabi bersabda, “Tidak ada hari yang lebih mulia selama matahari terbit dan terbenam selain hari Jum’at”.(HR.Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

Demikianlah Allah menjadikan hari Jum’at untuk kaum Muslimin dan mengkhususkannya untuk mereka, dan Allah memalingkan orang-orang Yahudi dan Nashara dari hari tersebut. Dari Abu Hurairah dan Hudzaifah RA, mereka berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah menyesatkan/memalingkan hari Jum’at dari orang-orang sebelum kita, maka untuk orang-orang Yahudi hari Sabtu dan untuk orang Nashara hari Ahad, dengan begitu mereka akan mengikuti kita pada hari kiamat.” (HR. Muslim)

Keutamaan Hari Jumat

Keutamaan yang besar tersebut menuntut umat Islam untuk mempelajari petunjuk Rasulullah dan sahabatnya, bagaimana seharusnya menyambut hari tersebut agar amal kita tidak sia-sia dan mendapatkan pahala dari Allah ta’ala. Berikut ini beberapa adab yang harus diperhatikan bagi setiap muslim yang ingin menghidupkan syariat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat:

1. Memperbanyak shalawat Nabi
Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah shalawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata : “Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah? Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (Shohih. HR Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i) dalam riwayat lain disebutkan, “Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku pada hari Jum’at, sesungguhnya tidak seorang pun yang membaca shalawat kepadaku pada hari Jum’at kecuali diperlihatkan kepadaku shalawatnya itu.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
2. Mandi Janabah
Mandi pada hari Jumat sangat dianjurkan bagi setiap muslim yang balig berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri, di mana Rasululloh bersabda yang artinya, “Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap muslim pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit dan musafir. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat shalat Jumat. Adapun tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi janabah biasa.

Dari Abu Hurairah radliyallhu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhari no. 881 Muslim no. 850).

Aus bin Aus radliyallah ‘anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa mandi pada hari Jum’at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun.” (HR. Abu Dawud no. 1077, Al-Nasai no. 1364, Ibnu Majah no. 1077, dan Ahmad no. 15585 dan sanad hadits ini dinyatakan shahih)
Menurut penjelasan dari Syaikh Mahmud Mahdi Al-Istambuli dalam Tuhfatul ‘Arus, bahwa yang dimaksud dengan mandi jinabat pada hadits di atas adalah melaksanakan mandi bersama istri. Ini mengandung makna bahwa sebelumnya mereka melaksanakan hubungan badan sehingga mengharuskan keduanya melaksanakan mandi.
3. Menggunakan minyak wangi
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Barang siapa mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu shalat sesuai yang ditentukan baginya dan ketika imam memulai khotbah, ia diam dan endengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya.” (HR Bukhori dan Muslim)
4. Bersegera untuk berangkat ke masjid
Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur siang setelah sholat Jumat.” (HR. Bukhori). Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian sholat ketika matahari telah rendah panasnya.” (Lihat “Fathul Bari” II/388)
5. Shalat Sunnah ketika menunggu imam atau khatib
Abu Hurairah RA menuturkan bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa mandi kemudian datang untuk shalat Jumat, lalu ia shalat semampunya dan dia diam mendengarkan khutbah hingga selesai, kemudian shalat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai jum’at ini sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari”. (HR. Muslim)
6. Tidak duduk dengan memeluk lutut ketika khatib berkhutbah

Sahl bin Mu’ad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memegang lutut) pada saat shalat Jumat ketika imam sedang berkhutbah.” (Hasan. HR Abu Dawud, Turmidzi)
7. Shalat sunnah setelah shalat Jumat
Rasulullah bersabda yang artinya, “Apabila kalian telah selesai mengerjakan shalat Jumat, maka shalatlah empat rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat apabila engkau pulang.” (HR Muslim, Turmudzi)
8. Membaca surat Al Kahfi
Nabi bersabda yang artinya, “Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka Allah akan meneranginya di antara dua Jumat”. (HR Imam Hakim dalam Mustadrok, dan beliau menshahihkannya).

9. Hari Raya Tiap Pekan

Setiap umat manusia memiliki hari besar dan hari raya. Umat Islam seharusnya menjadikan hari Jumat seolah-olah hari raya yang muncul setiap pekan.

Dari Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma berkata Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hari ini (Jumat) Allah menjadikannya sebagai hari Ied bagi kaum muslimin, maka barangsiapa yang menghadiri shalat Jumat hendaknya mandi, jika ia memiliki wangi-wangian maka hendaknya dia memakainya dan bersiwaklah” (HR. Ibnu Majah dan haditsnya dinyatakan hasan oleh Al Albani)

Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah bersabda:

“Allah telah memalingkan orang-orang sebelum kita untuk menjadikan hari Jum’at sebagai hari raya mereka, oleh karena itu hari raya orang Yahudi adalah hari Sabtu, dan hari raya orang Nasrani adalah hari Ahad, kemudian Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadikan hari Jum’at sebagai hari raya, sehingga Allah menjadikan hari raya secara berurutan, yaitu hari Jum’at, Sabtu dan Ahad. Dan di hari kiamat mereka pun akan mengikuti kita seperti urutan tersebut, walaupun di dunia kita adalah penghuni yang terakhir, namun di hari kiamat nanti kita adalah urutan terdepan yang akan diputuskan perkaranya sebelum seluruh makhluk”. (HR. Muslim)

10. Waktu mustajabnya Doa

Dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda tentang hari Jumat, “Pada hari Jumat ada waktu yang mana seorang hamba muslim yang tepat beribadah dan berdoa pada waktu tersebut meminta sesuatu melainkan niscaya Allah akan memberikan permintaannya”. Beliau mengisyaratkan dengan tangannya untuk menunjukkan bahwa waktu tersebut sangat sedikit. (HR. Bukhari dan Muslim)

11. Suci hingga Jumat berikut

Dari Abu Qatadah radhiyallohu anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shalllallohu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat maka dia berada dalam keadaan suci hingga Jumat berikutnya” (HR. Thabrani, Abu Ya’la, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim. )

12. Kiamat hari Jumat

Dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumat; padanya Adam diciptakan, dimasukkan ke surga dan juga dikeluarkan darinya serta kiamat tidak terjadi melainkan pada hari Jumat.” (HR. Muslim).

Begitulah cara Nabi dan Islam memuliakan hari Jumat untuk membedakan hari-hari mulia agama-agama lain.

 

[bul/cha/hidayatullah.com]