Nilai-Nilai Shalat

Peristiwa Isra Mi’raj menjadi bukti perjalanan Nabi SAW menembus dimensi waktu dan tempat, dalam rangka menerima langsung perintah shalat dari Allah SWT, tanpa melalui malaikat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan shalat bagi kehidupan kaum Muslimin.

“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Isra’ [17]: 1).

Peringatan Isra Mi’raj merupakan momentum bagi kaum Muslimin untuk mengevaluasi kualitas dan mengambil pelajaran (ibrah) dari nilai-nilai shalat. Sehingga, shalat yang dilakukan mampu mengubah seseorang menjadi lebih bermakna dalam kehidupan pribadi dan sosial. Di antara nilai-nilai shalat itu adalah pertama, shalat mendidik untuk menyucikan diri dari sifat-sifat buruk. “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS al-Ankabut [29]: 45).

Kedua, shalat mendidik kesatuan dan persatuan umat. Orang shalat menghadap ke satu tempat yang sama, yaitu Baitullah. Hal ini menunjukkan pentingnya mewujudkan persatuan dan kesatuan umat. Perasaan persatuan ini akan menimbulkan saling pengertian dan saling melengkapi antarsesama.

Ketiga, shalat mendidik disiplin waktu. Setiap yang shalat selalu memeriksa masuknya waktu shalat, berusaha menunaikannya tepat waktu, sesuai ketentuan, dan menaklukkan nafsunya untuk tidak tenggelam dalam kesibukan duniawi.

Keempat, shalat mendidik tertib organisasi. Menyangkut tertibnya jamaah shalat yang baris lurus di belakang imam dengan tanpa adanya celah kosong (antara yang satu dan jamaah di kanan kirinya) mengembalikan kaum Muslimin pada perlunya nidzam (tertib organisasi).

Kelima, shalat mendidik ketaatan kepada pemimpin. Mengikuti gerakan imam, tidak mendahuluinya walau sesaat, menunjukkan adanya ketaatan dan komitmen atau loyal, serta meniadakan penolakan terhadap perintahnya, selama perintah itu tidak untuk bermaksiat. “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah SWT.” (HR Ahmad).

Keenam, shalat mendidik keberanian mengingatkan pimpinan. Jika imam lupa, makmum mengingatkannya (membaca subhanallah), hal ini menunjukkan keharusan rakyat untuk mengingatkan pemimpinnya jika melakukan kesalahan.

Ketujuh, shalat mendidik persamaan hak. Pada shalat berjamaah, dalam mengisi shaf tidak didasarkan pada status sosial jamaah, tidak pula memandang kekayaan atau pangkat, walau dalam shaf terdepan sekalipun. Gambaran ini menunjukkan adanya persamaan hak tanpa memedulikan tinggi kedudukan maupun tua umurnya.

Kedelapan, shalat mendidik hidup sehat. Shalat memberikan kesan kesehatan, yang diwujudkan dalam gerakan di setiap rakaat, yang setiap harinya minimal 17 rakaat secara seimbang. Hal ini merupakan olahraga fisik dengan cara sederhana dan mudah gerakannya.

 

Oleh: Imam Nur Suharno

REPUBLIKA ONLINE

Pesan Utama Isra Miraj

Isra Mi’raj adalah tonggak sejarah bagi proses penyempurnaan risalah yang diterima Rasulullah SAW. Di balik hiruk pikuk perbedaan pendapat terkait kapan peristiwa ini terjadi, terdapat hikmah dan pelajaran berharga yang sayang untuk dilewatkan.

Rangkaian nilai dan pesan tersebut, sebut Syekh Dr Raghib as-Sirjani dalam makalahnya berjudul “al-Isra wa al-Mi’raj Durus wa Ibar”, dapat diposisikan sebagai motivasi untuk kembali memperteguh komitmen keagamaan seseorang.

Agar tak muncul keraguan maka poin mendasar yang mesti ditekankan ialah para ulama, sebagaimana dinukilkan Ibn Katsir dalam Tafsir al-Quran al-Azhim, sepakat atas kebenaran Isra Mi’raj. Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha dan dari bumi ke Sidratul Muntaha, itu terjadi riil melibatkan ruh sekaligus fisik Nabi Muhammad SAW. Penegasan ini tertuang di ayat pertama surah al-Isra’.

“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari  Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Isra Mi’raj seakan menyampaikan satu pesan utama bahwa solusi dan jalan keluar niscaya akan datang bagi Muslim yang senantiasa bersabar dan berusaha. Kekuatan doa kuat untuk mendatangkan pertolongan dari Allah SWT. Saat masalah menghadang dakwah Rasulullah, suami Khadijah ini pun tetap tabah dan konsisten. Keimanannya justru mendorongnya agar tetap bertahan dan memohon pertolongankepada-Nya.

Kesabaran itu berbuah manis. Sejumlah petinggi Makkah kala itu memeluk Islam setelah sebelumnya muncul penolakan yang luar biasa dari mereka. Ada As’ad bin Zararah, Auf bin al-Harits, Rafi’ bin Malik, Jabir bin Abdullah, Suwaid bin a-Shamit as-Sya’ir, Iyyas bin Mu’adz, Abu Dzar al-Ghifari, dan at-Thufail bin Amar ad-Dusi.

Isra Mi’raj juga meyakinkan umat akan urgensi lemah lembut dan simpati dalam berdakwah. Tak satu pun kekerasan akan berdampak baik, justru kelembutan dan kebaikanlah yang akan mempercantik suatu urusan, seperti hadis riwayat Aisyah. Bisa saja, Rasulullah mengiyakan tawaran Jibril untuk meluluhlantakkan penduduk Makkah menggunakan sebuah gunung.

Namun, tawaran tersebut mendapat penolakan keras dari Rasul. “Justru, aku berharap akan keluar orang-orang mukmin dari lembah tersebut,” tegas ayahanda dari Fatimah tersebut. Pascaperistwa Isra Mi’raj, satu per satu penggawa Makkah berikrar syahadat, di antaranya Khalid bin al-Walid, Ikrimah bin Abu Jahal, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, dan Abdullah bin Abbas.

“Hadiah” paling istimewa yang diterima Rasulullah dalam peristiwa ini ialah risalah shalat lima waktu. Perintah shalat diterima langsung oleh suami Aisyah RA saat bertemu langsung dengan Allah SWT. Ini merupakan bukti posisi vital risalah shalat. Shalat adalah tiang agama dan menjadi rukun kedua setelah syahadat. Shalat, seperti ditegaskkan oleh Rasulullah, merupakan identitas kuat seorang Muslim. “Beda antara Muslim dan karif adalah shalat,” demikian sabda Muhammad SAW.

Suatu saat, Umar bin Khatab pernah menulis instruksi kepada para pegawai dan pejabat negara. Sosok yang bergelar al-Faruq ini menegaskan bahwa shalat dijadikan sebagai takaran profesionalisme kinerja dan performa seseorang. Shalat adalah tolok ukur konsistensi seseorang.

Ayahanda Hafshah ini yakin bila shalat seseorang terjaga maka yang bersangkutan tidak akan menelentarkan urusan yang lain. “Urusan terpenting bagiku dari kalian adalah shalat. Barang siapa yang menjaga dan membiasakannya maka ia telah memelihara agamanya. Jika meninggalkannya maka ia rentan menelantarkan urusan selain shalat,” katanya. Isra Mi’raj mengingatkan kembali dan mempertegas kedudukan vital yang ada para risalah shalat.

Pesan tersirat dari Isra Mi’raj lainnya, yaitu menghayati keagungan dan kebesaran kuasa Allah SWT. Terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah di sepanjang prosesi Isra Mi’raj. Terutama, perjalanan menuju langit ketujuh. Di saat itu pula, Rasul berkesempatan tatap muka dengan Sang Pencipta. “Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS an-Najm [53]: 17-18)

 

REPUBLIKA

MUI Ungkap Hikmah Isra dan Mi’raj Rasulullah

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis menjelaskan, Isra dan Miraj merupakan peristiwa besar yang hanya terjadi sekali dalam sepanjang hidup. Pada tahun ini, hari besar umat Islam ini diperingati, Senin (24/4) hari ini.

Kiai kelahiran Sampang, Madura ini menjelaskan Isra’ menggambarkan perjalanan malam hari dari Masjidil Haram ke Masijil Aqsha di mana sebelum melakukan perjalanan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam dibelah dadanya untuk dibersihkan. Karena itu, kata dia, jika ingin meraih kesuksesan harus berawal dari niat yang tulus.

“Inilah hikmah apapun yang kita lakukan harus berawal dari niat yang tulus jika ingin hasilnya baik,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin.

Ia melanjutkan, jika saat itu Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam Mi’raj menghadap Allah subhanahu wa ta’ala secara fisik dan ruh, maka secara rohani umat Islam diwajibkan Mi’raj secara ruh minimal lima kali sehari untuk menjadi kontrol hidupnya, yaitu dengan melaksanakan shalat lima waktu.

“Isra’ dan Mi’raj menjadi pelajaran bahwa kebaikan itu berangkat dari agama dan spiritualitas,” ucapnya.

 

REPUBLIKA

Berkonvoi, Cara Jamaah Haji Mesir ke Tanah Suci

Sebagian jamaah haji ada yang datang ke Tanah Suci dengan cara berkonvoi menggunakan mobil karavan. Salah satu di antaranya yakni jamaah dari Kairo, Mesir.

Salah satu kisah yang menarik yakni pengalaman Abd al Kadir al Djazari, seorang jamaah asal Kairo pada pertengahan abad ke-16. Dalam buku berjudul Pilgrims Sultans The Hajj under the Ottomans, diceritakan pengalaman pribadi Djazari dan keluarganya saat berangkat ke Makkah, Arab Saudi.

Pada tahun 1406-1407, belum ada perintah tetap terkait bagi jamaah Kairo sehingga mengakibatkan kebingungan  bagi warga yang hendak pergi berhaji. Hingga akhirnya urutan prioritas diberlakukan.

Namun hal tersebut tidak membendung jumlah calon jamaah yang hendak menunaikan rukun Islam ke-lima. Alhasil sebagian dari mereka memutuskan untuk menjangkau Tanah Suci dengam berkonvoi.

Pemimpin rombongan bertugas memastikan calon jamaah yang ikut berada pada posisinya. Biasanya mereka bergabung di Adjrud, lima titik pemberhentian dari Kairo, tidak jauh dari Suez. Djazari menjelaskan rombongan terbagi menjadi beberapa sub-bagian, yang dia sebut katars. Jumlah mereka bervariasi. Dalam satuan besar, mungkin terdiri dari sembilan orang.

Selama perjalanan, mereka tidak hanya menghadapi Laut Merah, tetapi juga pegunungan dan pantai.  Kondisi Laut Merah yang memiliki terumbu karang cukup berbahaya bagi rombongan. Cukup banyak serangan terjadi di wilayah itu.

Penembak jitu yang bersenjatakan busur dan anak panah serta pembawa obor bertanggung jawab atas keamanan rombongan. Pedagang membawa barang-barang berharga biasanya melakukan perjalanan dekat dengan harta bawaan mereka, sementara calon jamaah biasa, berdiri di belakang.

Di antara banyak pejabat yang menyertai kafilah Kairo, sekretaris komandan menempati posisi kunci. Ia harus berkonsultasi terkait kapan keputusan penting harus diambil. Dia juga bertanggung jawab terhadap pembayaran subsidi untuk kaum Badui yang ikut bepergian bersama rombongan. Djazari sendiri kerap memuji kondisi haji masa lalu yang berbeda dengan masa kini karena dianggap lebih cemerlang.

Dianggap sebagai jauh lebih cemerlang; ia mengklaim bahwa kantor kafilah kadi telah kehilangan banyak kilau sebelumnya dan sekarang hampir selalu diisi oleh orang Turki. Sangat mungkin pendapatnya diwarnai oleh kekecewaannya sendiri dengan karirnya.

Setelah semua, dia adalah keturunan dari keluarga mapan baik di Kairo dan Madinah, namun harus puas dengan posisi yang cukup sederhana. Kafilah kadi didampingi oleh sejumlah bawahan. Peziarah yang ingin menutup kontrak-kontrak atau membuat surat wasiat mereka laki-laki membutuhkan gaya hidup tak bercacat untuk bertindak sebagai saksi.

Selain itu, orang-orang ini harus ditemukan dengan mudah jika pernah kesaksian mereka dibutuhkan. Untuk memastikan bahwa mereka yang tersedia dalam kasus tersebut, al-Djazari ayah mulai menetapkan mereka tunjangan.

 

IHRAM

Keutamaan Bulan Syaban yang Diabaikan Banyak Umat Islam

Aisyah RA menuturkan: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa selama sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat beliau banyak melakukan puasa di luar Ramadhan kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR Muttafaq ‘alaih)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa Sya’ban merupakan bulan “pemanasan puasa” atau prakondisi Ramadhan. Puasa, sebagai amalan yang sangat dianjurkan dilakukan, di bulan Sya’ban, merupakan latihan persiapan yang diharapkan dapat memantapkan kualitas puasa Ramadhan. Jika diibaratkan bercocok tanam, Sya’ban itu bulan menyemai benih, mulai merawat pertumbuhan “tanaman kebaikan”, sedangkan Ramadhan merupakan bulan memanen. Artinya, kita tidak mungkin dapat memanen kebaikan kalau tidak pernah menanam dan merawat tanaman itu.

Pesan lain yang dapat dipetik adalah bahwa ibadah Ramadhan menjadi lebih sempurna dan lebih produktif jika didahului dengan latihan-latihan spiritual (riyadhah ruhiyyah) yang terprogram secara berkelanjutan. Karena ibadah dalam Islam pada umumnya menuntut adanya konsistensi (istiqamah) dan keberlanjutan, bukan hanya dilakukan sekali dan langsung paripurna, kecuali ibadah haji.

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sya’ban itu bulan antara Rajab dan Ramadhan. Bulan ini banyak diabaikan oleh umat manusia, padahal dalam bulan ini (Sya’ban)  amal-amal hamba itu diangkat (diterima oleh Allah). Aku ingin amalku diterima oleh Allah di bulan Sya’ban dalam keadaan aku berpuasa.” (HR Baihaqi)

Keutamaan Sya’ban juga dijelaskan oleh Nabi SAW bahwa pada malam pertengahan itu (nishfu Sya’ban) Allah SWT turun ke langit dunia untuk “memonitor” semua makhluk, lalu mengampuni hamba-hamba-Nya (yang beristighfar), kecuali orang musyrik dan orang yang saling bermusuhan (HR Ibn Majah). Jadi, sebagai persiapan mental-spiritual, kita perlu bermuhasabah dengan qiyamulail (shalat Tahajud), bertobat, beristighfar, bermunajat kepada Allah sebelum memasuki bulan suci Ramadhan.

Selain itu, pada Sya’ban juga Allah menetapkan perubahan arah kiblat umat Islam dari Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis, Palestina, ke Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah. Perubahan arah kiblat ini membawa hikmah besar bagi Nabi SAW sendiri maupun umat Islam, yaitu peneguhan akidah tauhid dan signifikansi persatuan umat.

Pemaknaan Sya’ban sebagai bulan pemantapan iman, persiapan mental-spiritual prakondisi Ramadhan, dan persatuan umat menjadi sangat relevan dengan arti dan konteks historis Sya’ban itu sendiri. Menurut sejarah, dinamai “Sya’ban” karena orang-orang Arab pada waktu itu banyak berpencar untuk mencari mata air sehingga terpencar dan bercerai-berai. Mencari air di padang pasir mengandung makna berjuang mati-matian untuk menmpertahankan hidup dan meraih masa depan yang lebih baik.

Jadi, bulan Sya’ban juga harus dimaknai dan diisi dengan memperbanyak amalan-amalan sunah yang dapat me-refresh spiritualitas dan moralitas kita sehingga ketika memasuki Ramadhan kita benar-benar siap untuk berpuasa lahir batin. Tidak ada salahnya pula jika di bulan Sya’ban ini kita banyak berdoa: “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban ini, dan antarkanlah kami sampai (berpuasa) di bulan Ramadhan.” Meski doa ini tidak berasal dari Nabi SAW, spirit untuk menyambut dan memasuki bulan Ramadhan itu sangat penting. Wallahu a’lambishawab

 

Oleh: Muhbib Abdul Wahab
—————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com
atau hubungi handphone/WA 08119303297
—————————————————————

Muslim Indonesia Dinilai Telah Jadikan Sedekah Sebagai Gaya Hidup

CEO Rumah Zakat, Nur Effendi menilai, sedekah sudah mulai menjadi gaya hidup sebagian umat Islam yang ada di Indonesia. Hal itu terlihat dari respons positif yang ditunjukan masyarakat ketika menanggapi sedekah.

“Era sekarang, terutama middle class Muslim, pandangan sedekah sudah sangat direspon baik,” kata Nur kepada Republika.co.id, Selasa (25/4).

Ia memberi contoh, dulu orang banyak menitipkan resiko kepada asuransi, dengan membayar premi demi bisa dicover reskio jiwanya. Tapi, belakangan, Nur merasa pola pikir itu berubah dan orang menitipkan resiko langsung ke Allah SWT.

Hal itu dilakukan dengan cara sedekah, dan kerap dikaitkan dengan keseharian masyarakat seperti sebelum bepergian. Banyak orang bersedekah demi menghindarkan dirinya dari marabahaya dan berharap dilindungi Allah SWT.

Nur melihat, respons positif seperti itu sangat baik dan secara tidak langsung menjadikan sedekah sebagai bagian dari gaya hidup. Karenanya, ia turut menyambut Hari Sedekah Nasonal yang digulirkan sebagai momentum kebangkitan.

“Hari Sedekah Nasonal menjadi hari yang sangat baik, momentum dan menjadikannya simbol menggerakan sedekah sebagai gaya hidup seorang Muslim,” ujar Nur.

Jika melihat ke belakang, ia menuturkan, para sahabat saat ada perintah untuk menyisihkan hartanya mereka langsung berlomba. Sahabat, kata Nur, menyambut dengan sangat antusias walau kebanyakan masa itu merupakan sedekah mal.

Bahkan, ada cerita sahabat yang telah lalai karena tidak melaksanakan shalat Ashar, lalu menyedekahkan kebunnya ke baitul mal yang ada. Tentu, ini bisa dijadikan panutan bagaimana pentingnya sedekah bagi umat Islam di kala itu.

“Walau kebanyakan untuk jihad fisabilillah, biayai perang, sahabat senantiasa menyambut perintah sedekah dengan sangat antusias,” kata Nur.

Terkait itu, ia mengingatkan kalau alasan Rasulullah SAW sangat menganjurkan sedekah selain kewajiban zakat, karena zakat sebanarnya batas minimal orang bersedekah. Sedekah, dirasa lebih luas dan tidak terpaku di 2,5 persen kewajiban.

Itu berarti, Rasulullah SAW ingin memotivasi umat supaya lebih besar lagi dalam membagi hartanya, sehingga dapat menerima lebih banyak lagi. Selain itu, Nur berpendapat, sedekah miliki banyak implikasi di bidang lain, terutama menghilangkan ketimpangan sosial.

“Rasul ingin memotiviasi untuk berlomba berbuat baik, dan dampaknya meminimalisir ketimpangan yang ada, yang kaya peduli dengan yang miskin, yang miskin tidak cemburu dengan yang kaya,” ujar Nur.

 

REPUBLIKA ONLINE

Antisipasi Perubahan Cuaca, Perbanyak Minum Air Putih

Untuk mengantisipasi gangguan kesehatan akibat perubahan cuaca, selama tinggal di Tanah Suci, para jamaah haji disarankan banyak minum.
Kesibukan para jamaah untuk beribadah sering kali melalaikan minum. Padahal, kebutuhan minum menjadi hal penting untuk menjaga stamina tubuh. Minimal dalam satu hari seorang jamaah harus minum air putih rata-rata sampai tiga liter.

Mengonsumsi air putih yang banyak adalah cara terbaik untuk mengatasi perubahan cuaca dan gangguan kesehatan.

Jika jamaah sedang berada di Makkah maupun Madinah minumlah air zam-zam karena air zam-zam tersedia di setiap sudut masjid. Minum air yang banyak akan menghindari dehidrasi yang akan mengakibatkan gangguan kesehatan.

Terpenuhinya kebutuhan tubuh terhadap cairan merupakan hal yang paling pokok bila para  jamaah mengharapkan tetap dalam kondisi sehat selama di Tanah Suci.

Bahkan, tidak peduli dalam kondisi cuaca yang panas, pada waktu kondisi cuaca dingin pun tubuh tetap harus mendapat pasokan cairan yang cukup. Sebab, bila tidak, maka tubuh akan mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi.

Lilitkan Badan Di Galon, Santri Hidayatullah Aceh Hampir Tenggelam Untuk Selamatkan Al-Quran

Seorang santri tahfidz Al-Quran membuat kecemasan para pengasuhnya karena ingin menyelamatkan mushaf Al-Quran dengan cara menerjang banjir di Aceh Barat.

Seperti diketahui, musibah hujan deras yang menimpa sebanyak 12 kecamatan di Kabupaten Aceh Barat hampir sepekan semenjak Sabtu (31/10/2014) rupanya sempat merendam Pesantren Tahfidzul Qur’an di Dusun Cot Kande, Desa Gampong Lapang, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, Nanggroe Aceh Darussalam.

Kala itu air semakin meninggi membuat semua barang-barang milik pondok pesantren ini mulai mengambang dan hanyut.

Tiba-tiba di tengah banjir, seorang santri bernama Saiful, yang kebetulan tidak bisa berenang ingin menyelamatkan mushaf Al-Qur’an yang saat ini sedang terapung.

Santri kelas 2 SMU asal  Bireun ini secara spontan mengambil galon air dengan cara melilitkan di tubuhnya. Akibatnya, ia sempat terguling di bawah air dan terseret sehingga sempar membuat panik para pengasuhnya.

Akibatnya semuanya menjadi makin panik. Tidak lama salah seorang pengasuhnya berusaha menyelamatkan sang santri.

“Alhamdulillah bisa terselamatkan oleh pengasuhnya,” Ahmad Syakir, pengasuh Pesantren Tahfidzul Qur’an di Dusun Cot Kande, Desa Gampong Lapang, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, Nanggroe Aceh Darussalam kepada hidayatullah.com, Jumat (07/11/2014).*/Khuluq

 

HIDAYATULLAH

Demi Bela Quran, Umat Islam Rindukan Syahid seperti Almarhum Syahrie

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Ustad Bachtiar Nasir (UBN) mengaku bangga Allah telah memili (alm) Syahrie Oemar Yunan yang syahid (insyaAllah) karena membela Al-Quran.

“Kemarin betul-betul suci, yang dipilih Allah untuk mendapatkan sertifikasi syahadah, adalah Pak Syahcri itu. Ngiri saya,” ungkapnya pada Malam Peringatan dan Doa untuk syuhada #Aksi411 di Masjid Al Furqon Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jl. Kramat Raya 45, Jakarta, Jum’at malam (11/11).

Ustadz Bachtiar melanjutkan dengan bertanya, “Banyak yang pengen mati (syahid) betul?”  Serempak hadirin menjawab “betul!”

Namun demikian, Ustadz Bachtiar mengingatkan, bahwa mati syahid adalah milik orang-orang yang menjaga shalat dengan berjama’ah, dan menjadikan hidup dan matinya hanya untuk Allah.

Karenanya, dia berwasiat kepada siapa saja yang menginginkan mati syahid, untuk melakukan hal tersebut dalam hidupnya.

“Tapi itu hanya akan didapati oleh orang-orang yang tegak solatnya. Tegak solat jama’ahnya, selain sabar, hidupnya: inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin,” paparnya dalam acara yang diselenggarakan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) dan Keluarga Besar Persatuan Pelajar Indonesia (KB PII).

Acara diadakan sebagai ajang berdo’a bersama atas wafatnya Asy-syahid (kama nahsabuhu, red) Syahrie Oemar Yunan dan ratusan korban luka-luka, akibat serangan aparat saat melakukan #AksiBelaQuran 411 di depan istana negara silam.*/Nizar Malisy

 

HIDAYATULLAH

Terjang Hujan Lebat demi Belajar Al-Qur’an, Ayu Meninggal Tertimpa Reruntuhan

HUJAN lebat diiringi angin kencang itu menyisakan ujian tersendiri bagi keluarga besar Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim (STAIL), Surabaya, Jawa Timur.

Pasalnya, salah seorang mahasiswi STAIL, Nur Sri Ayu, menjadi salah satu korban runtuhan tembok yang roboh akibat tertimpa pohon tumbang. Kejadian pada Selasa (07/03/2017) lalu itu merenggut nyawa mahasiswi asal Pinrang, Sulawesi Selatan ini.

Peristiwa tersebut bermula ketika Muslimah berjilbab besar itu berkunjung ke tempat kos teman sekelasnya di STAIL, Miftah.

Ayu bermaksud mencarikan kos sahabat barunya yang baru tiba dari kampung halamannya, yaitu Sakinatur Rizkiah (Sakinah), asal Madura. Jarak kos antara Ayu dan Miftah kisaran 300 meter.

Tak lama berselang, setelah mengecek kondisi kamar yang akan disewa, Ayu dan Sakinah ingin pamit pulang. Namun sejumlah teman-temannya mencegah. Sebab, saat itu di luar hujan sedang mengguyur dengan derasnya diiringi angin kencang.

“Tapi almarhumah bersikukuh ingin tetap pulang. Katanya, dia ingin ikut program tahsin al-Qur’an yang diprakarsai oleh LDK Kampus STAIL,” tutur Miftah kepada hidayatullah.com.

Takdir Allah berkata lain. Belum lama meninggalkan kos, tahu-tahu terdengar berita; dalam perjalanannya menuju tempat belajar al-Qur’an, Ayu tertimpa reruntuhan tembok di Jl Hidrodinamika. Lokasinya pas di belakang utara kos Miftah. Nyawa Ayu pun tak terselamatkan.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun…

Sontak saja, kabar itu mengagetkan banyak orang yang mengetahuinya. Termasuk Nur Huda, ketua sekolah tinggi di bawah naungan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya itu.

Nur Huda mengaku kaget begitu mendapat informasi kejadian itu dari salah seorang staf kepesantrenan. Ia yang saat itu berada di luar kampus, bergegas menuju Rumah Sakit Universitas Erlangga, Jl Mulyorejo, Surabaya, tempat sang korban dilarikan.

“Tidak lama di rumah sakit, sekitar pukul 17.00 WIB, pihak medis mengabarkan kalau mahasiswi kita sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Jantungnya sudah tidak berdenyut, meski telah distimulus,” kisahnya saat ditemui hidayatullah.com di beranda Masjid Aqshal Madinah di kampus STAIL.

Begitu pula yang dirasakan Miftah. “Kaget mendengar berita duka itu. Karena hanya beberapa menit sebelumnya, kita bercanda gurau,” ujar Muslimah berkerudung besar ini.

Ayu, lajang kelahiran Pinrang, 20 Mei 1996, merupakan mahasiswi semester IV jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI). Semasa hidupnya, putri dari Saripuddin ini dikenal sebagai mahasiswi yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kampus, terutama yang berkaitan dengan kajian-kajian keislaman.

“Dia itu kadang bilang ke saya, ‘Mbak, tolong ingatkan saya, yah, nanti sore saya ada kegiatan LDK. Khawatir, saya lupa,” kenang Halimah, aktivis LDK STAIL yang juga alumni MA Raadhiyatan Mardhiyyah Putri, Teritip, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Saat kejadian mengenaskan itu, Ayu tengah berjalan bersama Sakinah, teman barunya. Nyawa Sakinah selamat dari reruntuhan tembok. Tapi kaki kirinya patah, hingga harus menjalani operasi di Rumah Sakit Unair.

Sakinah, seorang Muslimah yang telah ditinggal wafat ibunya dan selama ini tinggal bersama neneknya, merupakan pendatang baru di kampus STAIL. Wanita yang diketahui berasal dari keluarga miskin ini pun kini menjalani perawatan intensif.

Disebut Tergolong Mati Syahid

Sementara itu, Abdul Khaliq, ustadz yang mengimami shalat jenazah almarhumah Ayu, menyampaikan pandangan keagamaan mengenai kejadian tersebut. Kata dia, kalau dilihat proses kepergian Ayu, maka tergolong mati syahid.

Sebab, ulas anggota Majelis Mudzakarah Hidayatullah yang juga mantan Ketua STAIL ini, dalam hadits shahih, disampaikan, ada lima macam jenis mati syahid.

Yaitu, rincinya, orang yang mati karena penyakit tha’un, sakit perut, tenggelam, yang mati karena reruntuhan, dan gugur karena jihad fii sabilillah.

“Melihat kronologinya, saudari Ayu ini masuk golongan mereka yang mati tertimpa reruntuhan tembok. Insya Allah mati syahid,” ungkap kolumnus Konsultasi Syariah majalah Mulia ini dihubungi secara terpisah.

Selain itu, tambahnya lagi, status korban sebagai penuntut ilmu juga memperkuat itu,  karena meninggalnya dalam proses melakukan amal shaleh.

“Orang yang meninggal di tengah melakukan amal shaleh, berarti ia meninggal dalam keadaan husnul khatimah,” ujar sang ustadz menyimpulkan.* Khairul Hibri

 

HIDAYATULLAH