Doa Ibnu Waasi’ yang Mustajab

Kezuhudan dan ketajaman spiritual itulah yang menempatkan Muhammad bin Waasi’ sebagai sosok penuh karamah. Ketika itu Muhammad bin Waasi’ pernah terlibat berperang bersama panglima besar Qutaibah bin Muslim al-Bahili yang berperang dari Marwa menuju Bukhara.

Belum lagi pasukan Qutaibah bin Muslim menyeberangi sungai Seihun, tiba-tiba penduduk Bukhara melihat pasukan Muslimin. Mereka memukul genderang perang di seluruh penjuru dan meminta bantuan negeri tetangga, seperti Suged, Turki, Cina, dan sebagainya. Maka berduyun-duyunlah kelompok-kelompok prajurit yang bermacam-macam warna kulit, bahasa, dan agama hingga jumlah mereka berlipat ganda dibandingkan pasukan Muslimin.

Mendengar kabar tersebut, Ibnu Waasi’ menyerukan untuk menggelar doa qunut nazilah. Terbentuklah satu pasukan pembantu, yaitu pasukan tangguh yang terdiri dari sukarelawan dari seluruh negeri. Gerakan itu muncul berkat seruan Ibnu Waasi’.

Saat berada di medan perang, justru Qutaibah menanyakan keberadaan Ibnu Waasi’. Jelas dari segi kuantitas, umat Islam kalah jauh dari pasukan musuh. Qutaibah menyadari hal itu, tetapi ia tak putus harapan. Beliau segera berkeliling dari satu kompi ke kompi yang lain untuk membangkitkan semangat mereka.

Kemudian beliau memandang ke kanan dan kiri seraya bertanya, “Di mana Muhammad bin Waasi’ al-Uzdi?” Mereka menjawab, “Beliau di barisan sebelah kanan, wahai amir.” Qutaibah berkata, “Apa yang tengah dilakukannya?” Mereka berkata, “Bersandar pada tombaknya, menata ke depan sambil mengarahkan telunjuknya ke langit untuk berdoa. Apakah Anda menginginkan agar kami memanggil beliau?”

Qutaibah, “Tidak perlu, biarkanlah dia. Demi Allah, telunjuknya itu (doa beliau) lebih aku sukai daripada seribu pedang pilihan yang dihunus oleh seribu pemuda jagoan. Maka biarkanlah dia berdoa, kita mengetahui bahwa doanya mustajab.” Syahdan, setelah perang berkecamuk, Allah memberikan pertolongan kepada umat Islam.

 

REPUBLIKA ONLINE

Mengenal Sekolah Islam di Australia

Sekolah Islam umum dijumpai di Indonesia, tapi bagaimana dengan di Australia?

Seiring dengan bertambahnya jumlah warga muslim di Australia, sekolah-sekolah Islam di negeri itu juga terus bermunculan. Bahkan faktanya sekolah-sekolah Islam di Australia sudah mulai didirikan sejak tahun 1970-an.

Menurut data Dewan Pendidikan Islam di Sekolah Australia atau Australian Islamic Education in Schools menyebut saat ini terdapat lebih dari 30 sekolah Islam di seluruh Australia.

Salah satu negarabagian yang cukup cepat tingkat perkembangan sekolah Islamnya di  Australia adalah kawasan New South Wales (NSW).

Data menyebutkan jumlah sekolah Islam di NSW telah meningkat tiga kali lipat dalam kurun waktu 15 tahun terakhir menjadi 22 buah. Dan begitu juga populasi siswa sekolah Islam juga naik hampir 200 persen menjadi lebih dari 10-ribu siswa.

Lalu seperti apa sekolah muslim di Australia?

Salah seorang peserta program pertukaran pemuda Indonesia-Australia (AIYEP) asal Sumatera Barat, Rahma Eka Saputri, berkesempatan magang menjadi guru di salah satu sekolah Islam Emity Collage di daerah Kiama, sekitar 120 kilometer sebelah selatan kota Sydney, NSW.

Menurut Rahma Sekolah Islam di Australia sangat berbeda dengan sekolah Islam di Indonesia.

“Kondisi sekolah muslim di Kiama berbeda dengan sekolah, katakanlah, pesantren di Indonesia, mereka semuanya muslim, tapi guru-gurunya tidak semuanya muslim, anak-anak muridnya juga tidak semuanya berjilbab,” katanya.

“Tapi di sana diajarkan nilai-nilai beragama seperti rukun, nilai-nilai moral semuanya diajarkan. Mereka sangat menghargai orang-orang yang datang ke sana. Terutama guru-gurunya, mereka sangat senang kalau ada muslim lain yang mengunjungi tempat mereka, begitu juga saya,” tambahnya.

Rahma bekerja sebagai guru pembantu di Emity Collage selama satu bulan. Gadis Minang berkerudung ini, besar di lingkungan pesantren di Sumatera Barat, namun perbedaan sistem sekolah yang dilihat di sekolah-sekolah Islam di Australia sangat menginspirasinya.

Rahma mengaku kagum dengan sistem sekolah Islam di Australia yang bersifat terbuka bagi murid mau pun pengajar non-muslim.

“Tidak semuanya muslim, 70 persen muslim, 20 persen lagi, tidak. Cuma murid-muridnya saja yang seluruhnya muslim, tapi guru-gurunya tidak semuanya muslim,” ujar Rahma.

Mereka tetap belajar ilmu agama dari guru-guru muslim, sementara guru-guru non-muslim mencoba mentransfer nilai-nilai Australia kepada anak-anak. Seperti kedisiplinan, bagaimana harus mandiri.

Di sisi lain anak-anak juga menerima semua pelajaran itu sebagai sebuah kebaikan, yang bermanfaat bagi mereka nantinya.

“Karena anak-anak harus menyadari kalau kita tidak hidup hanya dengan satu agama di dunia ini, tapi kita hidup berdampingan dengan mereka yang berlainan agama dan anak-anak harus menghargai sebagai sebuah keberagaman,” katanya.

Tidak hanya murid dan guru, terkadang sekolah Islam di Australia juga dipimpin kepala sekolah yang tidak beragama Islam alias non-muslim.

Sistem keterbukaan yang diterapkan sekolah islam di Australia ini bertujuan untuk menjaga agar lembaga pendidikan mana pun di Australia mampu menjadi wadah menumbuhkembangkan penghargaan atas keragaman budaya dan keyakinan di masyarakat.

Lingkungan sekolah yang bersifat pluralistik, menurut Rahma sangat efektif menumbuhkan rasa toleransi di kalangan murid-murid di sekolah islam yang didatanginya. Sementara dampak dari pengajaran sikap toleran dan menghormati beragam kepercayaan di sekolah-sekolah di Australia dirasakan sendiri oleh Rahma.

Sebagai seorang muslim Rahma mengaku pada awalnya cukup khawatir ketika hendak berkunjung ke Australia. Maklum saja muslim masih menjadi kelompok minoritas di Australia yaitu hanya sekitar 2 persen saja dibandingkan total penduduk Australia.

Sikap toleran yang ditunjukan warga Australia, yang dijumpai di Kiama, Sydney, langsung mengubah stereotype Rahma mengenai Islam di Australia.

Dan tampaknya tidak hanya Rahma yang bisa mendapat pengalaman lebih baik mengenai kehidupan muslim dan toleransi di masyarakat Australia. Sebaliknya menurut Rahma, program pertukaran pemuda Indonesia-Australia atau AIYEP yang diikutinya juga memberi kesempatan untuk menjelaskan kepada warga Australia mengenai seperti apa Islam dan muslim di Indonesia.

 

KOMPAS

Inilah Cara Mendidik Anak Sesuai Anjuran Nabi

Salah siapa jika Anak tumbuh nakal, mental buruk? semoga orang tua tidak salah mendidik anak, mulai dari rahim sampai usia 18 tahun.

Seperti dilansir Keluargacinta.com dari buku Athfalul Muslimin Kaifa Rabbahum Nabi al Amin karya Jamal Abdurrahman, ada beberapa tahap mendidik anak pada masa tersebut seperti dianjurkan Rasulullah SAW.

Berikut ini, tahap mendidik tersebut:

Tahap 1, Sebelum Anak Lahir Sampai Usia 3 Tahun.

  1. Mendoakan calon bayi
  2. Mendoakan dan memberikan perhatian saat anak dalam kandungan
  3. Mendoakan saat bayi hendak lahir
  4. Menyambut bayi dengan azan
  5. Men-tahniq bayi
  6. Mengajarkan atau memperdengarkan zikir dan doa kepada bayi
  7. Mengeluarkan zakat (fitrah) sejak ia lahir
  8. Menyayanginya
  9. Memberinya nama yang baik pada usia 7 hari
  10. Melaksanakan aqiqah pada usia 7 hari
  11. Mencukur rambutnya dan bersedekah setara dengan berat rambut pada usia 7 hari
  12. Bercanda dengan bayi
  13. Menyebut anak dalam gelar orang tua
  14. Meng-khitan
  15. Menggendong bayi
  16. Menanamkan tauhid sejak dini
  17. Memperhatikan penampilan dan gaya rambutnya
  18. Mengajarkan cara berpakaian
  19. Selalu menghadirkan wajah ceria kepadanya
  20. Menciumnya dengan penuh kasih sayang
  21. Bercanda dan bermain dengan anak-anak
  22. Memberi hadiah
  23. Mengusap kepalanya sebagai bentuk kasih sayang
  24. Mengajarkan dan meneladankan kejujuran pada anak.

Tahap II: Usia 4-10 Tahun

  1. Membiasakan panggilan kasih sayang dengan nada lembut
  2. Menemaninya bermain dan belajar
  3. Mengajaknya berjalan sambil belajar
  4. Memberikan kesempatan yang cukup untuk bermain
  5. Menghargai permainannya
  6. Menanamkan akhlak mulia
  7. Mendoakannya
  8. Mengajaknya berkomunikasi secara intensif dan minta pendapatnya
  9. Mengajarkan amanah dan menjaga rahasia
  10. Membiasakan makan bersama
  11. Mengajarkan adab makan
  12. Mengajarkan persaudaraan dan kerja sama
  13. Melerai ketika anak-anak bertengkar
  14. Melatih kecerdasannya dengan lomba dan cara lainnya
  15. Memberikan hadiah kepada anak yang berhasil melakukan sesuatu atau berprestasi
  16. Menjaga anak dengan zikir dan mengajarinya berzikir
  17. Mengajarkan azan dan shalat
  18. Mengajarkannya berani karena benar
  19. Jika anak mampu, boleh ditunjuk sebagai imam.

Tahap III, Anak Usia 10-14 tahun

  1. Membiasakan salam
  2. Memberikan makanan dan pakaian yang layak
  3. Membiasakan anak tidur cepat (tidak larut malam)
  4. Memisahkan tempat tidurnya dari orang tua dan saudara yang berbeda jenis kelamin
  5. Mengajari adab tidur
  6. Membiasakan anak menjaga pandangan
  7. Membiasakan anak menutup aurat
  8. Mengajarkan anak tidak menyerupai lawan jenis
  9. Menyayangi, bukan memanjakan
  10. Merawat dan mendoakan ‘ekstra’ saat anak sakit
  11. Meluruskan kesalahan anak dengan bijak
  12. Jika anak melanggar, berikan hukuman mendidik bukan menghukum fisik
  13. Mengajari anak dengan praktek dan keteladanan
  14. Mengajarkan pengobatan alami tingkat dasar
  15. Membangun komunikasi intensif dalam forum keluarga
  16. Mengajarkan dan membiasakan adab masuk rumah
  17. Mengajarkan adab bertamu
  18. Mengajarkan dan membiasakan adab masuk kamar orang tua
  19. Membiasakan anak menghadiri undangan dan bersilaturahim
  20. Mengajarkan anak berbuat baik kepada tetangga
  21. Menjaga anak dari pergaulan buruk
  22. Mengajarkan dan membiasakan adab berbicara
  23. Mengajarkan anak menghormati ulama
  24. Membiasakan anak mengasihi teman
  25. Mengajarkan anak hidup sederhana
  26. Mengajarkan anak berjuang dalam kehidupan, menghadapi ujian dan kesulitan

 

Tahap IV, Anak usia 15-18 tahun

  1. Memotivasi anak memanfaatkan dan mengoptimalkan waktu pagi
  2. Memastikan anak mengisi waktu luang dengan hal-hal positif
  3. Menguatkan kecintaan kepada Rasulullah dan Al Qur’an
  4. Mengarahkan anak menjadi teladan dalam pergaulan
  5. Mengajarkan kemandirian dan menjauhi kemalasan
  6. Lebih memperhatikan kualitas pendidikan, ilmu dan Al Qur’an
  7. Mengajari anak bahasa asing
  8. Mengenali pola pikir anak
  9. Memberikan nasehat pada momen yang tepat
  10. Mengajaknya rekreasi bersama
  11. Mengajari anak memikul amanah dan tanggungjawab
  12. Memberinya tugas penting
  13. Memupuk militansi dan semangat berjuang
  14. Menumbuhkan semangat berkompetisi
  15. Menanamkan motivasi untuk berhaji
  16. Memahamkan dan memotivasi untuk menikah jika telah memiliki ba’ah

 

Selamat meneledani.

 

TRIBUN NEWS

 

Baca juga:

90 Persen Kesalahan Mendidik Anak karena Komunikasi

Begini Penampakan Surat-Surat Rasulullah SAW ke Penguasa Dunia

Saat Islam muncul, media surat merupakan instrumen penting untuk penyebaran Islam di kalangan para pemipin suku atau negara tertentu. Rasulullah menggunakan surat untuk mengajak petinggi sebuah kaum ataupun bangsa untuk memeluk Islam.

Dalam sejarah tercatat, Rasulullah beberapa kali menggirimkan surat. Kesekian surat itu disampaikan oleh utusan yang secara khusus dipilih oleh Rasulullah.

Urusan penulisan suratnya sendiri, Rasulullah memercayakannya ke sejumlah sahabat yang kemudian dikenal dengan para pencatat kuttab. Soal alih bahasa, Rasulullah menunjuk beberap sahabatnya yang lantas disebut sebagai mutarjim.

Jumlah mereka cukup banyak, kurang lebih 43 sahabat. Beberapa di antaranya diulas dalam kitab karangan Ibn Hadidah (783 H) yang berjudul  al- Mishbah al-Mudli’ fi Kuttab an-Nabiyy al-Umiyy wa Rusulihi Ila al-Muluk al-Ardl min ‘Arabiyyin wa ‘Ajamiyyin. 

Dokumentasi tentang surat-surat Rasulullah SAW dianggap penting dan menyimpan nilai sejarah tinggi. Adalah Muhammad Ibn Thulun ad-Dimasyqi (880-953 H), ulama multidisiplin ilmu menulis kitab yang diberi tajuk A’lam as-Sailin ‘an Kutub Sayyid al-Mursalin.

Karya yang ditulis oleh tokoh bermazhab Hanafi itu diklaim sebagai kitab pertama yang mencoba menginventarisasi surat-suratRasulullah secara khusus. Jumlahnya memang relatif sedikit.

Tidak semua surat yang pernah dikirimkan oleh Rasulullah terekam oleh para sahabat. Dan, hampir keseluruhannya beralih dari generasi satu ke generasi lainnya melalui cara periwayatan.

Klaim itu mungkin bisa saja benar, lantaran tokoh kelahiran Salhia, Damaskus, Suriah, itu memang ilmuwan yang untuk kali pertama fokus mengumpulkan risalah-risalah tersebut. Tetapi, bukan berarti tidak pernah terdapat tokoh ulama yang mendokumentasikan surat-surat tersebut sebelumnya.

Ada, hanya mereka belum menuangkannya secara khusus ke sebuah karya. Surat-surat itu ditulis berserakan di berbagai kitab sirah nabi atau buku-buku sejarah.

Sebut saja misalnya, Ibnu Ishaq (151 H) yang menulis kitab As Sirah An Nabawiyah, Muhammad Ibn Sa’ad (230 H) dalam kitab ath-Thabaqat al-Kubra, atau Muhammad Ibn Sayyid an-Nass al-Yamuri (734) dengan kitab ’Uyun al-Atsar.

Dari dua kitab yang terakhir itulah, ditambah dengan kitab Nashb ar-Riwayah li Ahadits al-Hidayah karangan az-Zaila’i, Ibnu Thulun banyak menyadur dan menukil surah-surah tersebut.

Setidaknya terdapat 50 buah surat yang terdokumentasikan dalam kitab A’lam. Membaca kitab tokoh yang pernah menggali riwayat dari sekitar 500 ahli hadis itu, penikmat karya-karya ulama klasik akan memiliki berbagai kesimpulan persepsi tentang  kategori buku tersebut.

Belakangan surat-surat tersebut sebagiannya masih tersimpan apik di Museum Topkapi, Istanbul, meski dengan kondisi yang rentan rusak. Beberapa hari lalu, surat-surat tersebut dipamerkan berbentuk foto dari jepretan surat aslinya di Madinah dalam sebuah event.

Tampak dari surat tersebut ada yang dikirim ke Heraclius, penguasa Romawi ketika itu, Kisra penguasa Persia, Ashhamah bin Abjar penguasa Habsyah, kini Etiopia.

Surat yang pernah dikirimkan oleh Rasulullah kepada raja Ashhamah bin Abjar, penguasa negara Habsyah, kini Etiopia, dapat menjadi bukti seni berdakwah Nabi.

Tak heran bila surat itu lantas oleh Ibn Thulun sendiri ditempatkan di posisi teratas mengawali uraian surat-surat Rasulullah dalam karyanya tersebut.

Surat tersebut juga dianggap sebagai keberhasilan penggunaan media surat pertama. Menyusul respons positif Sang Raja.

Negara Kristen yang wilayahnya pada waktu itu secara yurisdiksi gerejani berada di bawah Gereja Orthodoks Koptik di Mesir, telah mengulurkan tangan persahabatan untuk membantu umat Islam.

Bahkan, sejumlah riwayat menyebutkan surat itu disusul dengan pernyataannya untuk memeluk agama Islam, sekalipun diperdebatkan di kalangan ahli sejarah, tanpa paksaaan apapun.

Namun respons negatif juga muncul antara lain dari Kisra, penguasa Persia yang menyobek surat yang dikirim tersebut.

 

REPUBLIKA ONLINE

 

 

Kapan Rasulullah Mulai Belajar Bisnis?

Sang uswatun khasanah, Rasulullah SAW, juga merupakan seorang pedagang ulung. Hidup di tengah keluarga pedagang membuatnya terlibat dalam perdagangan sejak usia belia. Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfurry dalam Sirah Nabawiyyah menyebutkan, saat itu usia nabi baru bekisar 12 tahun.

Dia turut serta dalam perjalanan dagang pamannya, Abu Thalib. Inilah perjalanan dagang pertama Muhammad. Pada perjalanan inilah terjadi sebuah pertemuan nabi dengan rahib Nasrani yang mengenalinya sebagai bakal utusan Allah yang terakhir.

Bisnis dagang Rasulullah secara mandiri baru dimulai ketika dia mencapai usia remaja. Rasulullah berdagang bersama As-Saib bin Abus-Saib yang merupakan rekanan terbaik, tidak pernah saling curang, dan saling berselisih. Al Mubarakfury menyebutkan, dalam berdagang, nabi dikenal dengan setinggi-tingginya nilai amanah, nilai kejujuran, dan sikap menjaga kehormatan diri. Inilah karakternya di segenap sisi kehidupannya, hingga diberi gelar al-Amin.

Usaha perdagangan Rasulullah pun tidak main-main. Dia telah terlibat dalam perdagangan internasional sejak remaja. Di usia 17 tahun, Muhammad telah memimpin sebuah ekspedisi perdagangan ke luar negeri. Afzalur Rahman dalam buku Muhammad A Trader menyebutkan, reputasi Rasulullah dalam dunia bisnis demikian bagus sehingga dia dikenal luas di Yaman, Syiria, Yordania, Irak, Basrah, dan kota-kota perdagangan lainnya di jazirah Arab. Afzalur Rahman juga mencatat, dalam ekspedisi perdagangannya Muhammad telah mengarungi 17 negara ketika itu, sebuah aktivitas perdagangan yang luar biasa.

Kesuksesan bisnis Rasulullah pun makin cemerleng ketika dia bertemu Ummul Mukminin Khadijah. Sebelum mempersunting Khadijah, Rasulullah merupakan rekan bisnis Khadijah. Buku Khadijah: The True Love Story of Muhammad mengisahkan, suatu hari Khadijah mendengar kabar tentang pemuda yang sangat terpercaya di kalangan Arab, dialah Rasulullah Muhammad. Tertarik menjadikan pemuda itu karyawannya, Khadijah pun memanggilnya. Muhammad pun menerima tawaran Khadijah dengan senang hati.

Khadijah pun mengirim Rasulullah sebagai pemimpin kafilah dagang ke negeri Syam. Seorang budak kepercayaan Khadijah bernama Maysarah pun ikut serta dalam kafilah tersebut. Menurut Maysarah, selama ia mengikuti kafilah dagang nabi, ia melihat dua malaikat membawa awan di atas kepala nabi untuk melindunginya dari terik matahari. Di tangan Rasulullah, hasil perdagangan mengalami peningkatan. Bisnis Khadijah di negeri Syam pun semakin besar, laba yang dihasilkan meningkat tajam. Keputusan Khadijah memilih Muhammad sebagai tangan kanan bisnisnya menjadi keputusan tepat. Ia pun terus bermitra dengan Rasulullah dalam menjalankan bisnis tersebut.

Profesi sebagai pedagang ditekuni Rasulullah sampai dia diangkat menjadi nabi dan rasul di usia yang ke-40. Muhammad Sulaiman PhD dan Aizuddinur Zakaria dalam Jejak Bisnis Rasul mencatat pengalaman kerja Rasulullah sebagai berikut. Usia delapan sampai 12 tahun menggembala domba, usia 12 tahun ikut berdagang ke negeri Syam dengan rombongan pamannya, Abu Thalib. Usia 25 tahun, menjadi pengelola perdagangan Siti Khadijah yang berangkat ke negeri Syam. Usia 40-63 menjadi rasul.

 

REPUBLIKA ONLINE

Tahukah Anda Jika Merah-Putih Itu Berasal Dari Rasulullah SAW?

Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya berjudul Api Sejarah menulis, bendera Republik Indonesia (RI), Sang Saka Merah Putih, adalah Bendera Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam.

Para ulama berjuang untuk mengenalkan Sang Saka Merah Putih sebagai bendera Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada bangsa Indonesia dengan mengajarkannya kembali sejak abad ketujuh masehi atau abad kesatu Hijriah. Masa ini bertepatan dengan masuknya agama Islam ke Nusantara.

Mansyur menyatakan para ulama membudayakan bendera merah putih dengan berbagai sarana antara lain tiga cara berikut:

Pertama, setiap awal pembicaraan atau pengantar buku, sering diucapkan atau dituliskan istilah Sekapur Sirih dan Seulas Pinang. Bukankah kapur dengan sirih akan melahirkan warna merah? Lalu, apabila buah pinang diiris atau dibelah, akan terlihat di dalamnya berwarna putih?

Kedua, budaya menyambut kelahiran dan pemberian nama bayi serta Tahun Baru Islam senantiasa dirayakan dengan menyajikan bubur merah putih?

Ketiga, pada saat membangun rumah, di susunan atas dikibarkan Sang Merah Putih. Setiap hari Jumat, mimbar Jumat di Masjid Agung atau Masjid Raya dihiasi dengan bendera merah putih.

Mansyur pun menyatakan pendekatan budaya yang dilakukan para ulama telah menjadikan pemerintah kolonial Belanda tidak sanggup melarang pengibaran bendera merah putih oleh rakyat Indonesia.

Mansyur menegaskan bendera Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berwarna Merah Putih seperti yang ditulis oleh Imam Muslim dalam Kitab Al-Fitan, Jilid X, halaman 340. Dari Hamisy Qasthalani,

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam Bersabda: “Innallaha zawaliyal ardha masyaariqaha wa maghariba ha wa a’thonil kanzaini Al-Ahmar wal Abjadh”.

Artinya: “Allah menunjukkan kepadaku (Rasul) dunia. Allah menunjukkan pula timur dan barat. Allah menganugerahkan dua perbendaharaan kepadaku: Merah Putih”.

Informasi ini didapat Mansyur dari buku berjudul Kelengkapan Hadits Qudsi yang dibuat Lembaga Alquran dan Al-Hadits Majelis Tinggi Urusan Agama Islam Kementerian Waqaf Mesir pada 1982, halaman 357-374. Buku ini dalam versi bahasa Indonesia dengan alih bahasa oleh Muhammad Zuhri.

Mansyur mengemukakan sejumlah argumen pendukung untuk memperkuat pendapatnya, yakni merah putih adalah bendera Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam.

Menurut Mansyur, Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam memanggil istrinya, Siti Aisyah ra, dengan sebutan Humairah yang artinya merah.

Busana Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang indah juga berwarna merah, seperti disampaikan oleh Al Barra: “Kanan Nabiyu Saw marbua’an wa qadra ataituhu fi hullathin hamra-a, Ma raitu syaian ahsana min hu”.

Artinya: “Pada suatu hari Nabi sallallahu alaihi wasallam duduk bersila dan aku melihatnya beliau memakai hullah (busana rangkap dua) yang berwarna merah. Aku belum pernah melihat pakaian seindah itu”.

Mansyur pun menyatakan busana warna putih juga dikenakan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, sedangkan pedang Sayidina Ali radi allahu anhu berwarna merah dan sarung pedang Khalid bin Walid berwarna merah-putih.

 

ERA MUSLIM

Peci Putih dan Siri: Orang Bugis Naik Haji

“Pergi haji adalah kebanggan orang Bugis!” Mungkin bagi orang di luar suku ini, banyak yang heran setelah tahu betapa tingginya minat anak turun para ‘pelaut’ tersebut pergi haji ke Makkah. Faktanya, sangat jelas.

Di kawasan Sulawesi Selatan dan wilayah lain disekitarnya seperti Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Suawesi Tengah  antrean orang pergi haji sudah sangat panjang dan kerapkali disebut ‘tidak masuk akal’ karena telah mencapai rata-rata di atas 25 tahun. Di kabupaten Sidrap dan Pinrang misalnya antrean hajinya sudah hampir mencapai 40 tahun.

‘’Ya bagi kami yang orang Bugis, haji adalah kehormatan. Tak berhaji bagi orang Bugis belum menjadi Muslim yang utuh. Pergi berhaji ke Makkah adalah impian semua orang Bugis,’’ kata anggota DPD Hj Nurmawati Dewi Bantilan senator asal Palu.

Untuk mewujudkan niat suci itu, maka mereka pun serius mempersiapkan pendanaannya melalui menabung secara bertahun-tahun. Setiap kali panen, baik itu padi, coklat, atau pun tanaman lainnya, setiap individu menyisihkan uangnya sedikit-demi sedikit.

Bahkan, banyak di antara orang Bugis yang berprofesi sebagai pedagang mereka menyicilnya dengan cara menabung secara harian. Ibarat pepatah, demi pergi ke Makkah untuk menyempurnakan iman Islamnya, mereka mengumpulkan sedikit demi sedikit hingga menjadi bukit!

Seorang pengusaha travel haji dan umrah asal Sidrap, Andi Aminudin, menceritakan betapa luar biasanya keinginan orang Bugis untuk naik haji. Mereka akan lakukan apa saja, misalnya mengurangi kelezatan makan dan minum, asalkan bisa menyisihkan uang untuk ke Makkah.

Banyak diantaranya selain menabung, cara mengumpulkan uang untuk biaya haji, mereka lakukan dengan membeli emas secara mencicil. Ketika mereka merasa tabungan atau emasnya tersebut telah cukup untuk membiayai perjalanan haji maka tanpa pikir panjang lagi langsung pergi mendaftar naik haji.

‘’Bagi yang berpunya pakai haji khusus. Bayar 4000 dolar untuk setoran awal dan harus menunggu antrean haji hingga tujuh tahun. Bagi orang biasanya maka mereka membayar setoral awal Rp 25 juta dengan risiko antrean haji hingga lebih dari seperempat abad. Nah, meski anteran begitu panjang kami orang Bugis tetap saja mendaftar,’’ kata Andi.

Bagi orang Bugis, lanjut Andi, biaya pergi haji dari dulu belum banyak berubah. Bila diukur dengan perbandingan emas, biaya haji hanya sekitar empat (4) ringgit uang emas, yakni sekitar 160 gram emas murni. Sedangkan bila disandingkan dengan panenan padi, biaya haji dari dulu masih belum beranjak terllau jauh dari nilai harga 23 ton gabah kering.

‘’Bagi kami orang bugis, juga termasuk orang Makassar, setiap kalo panen mereka menyisakan beli ringgit emas. Nah, bila sudah terkumpul empat ringgit emas tersebut, mereka langsung tukarkan untuk melunasi biaya haji. Tak hanya itu kebiasaan menyiapkan diri untuk pergi haji sudah mereka siapkan semenjak mereka menikah, dengan cara memberikan mahar dengan bentuk emas,’’ ujar Andi.

Mengapa lebih memilih menabung dengan emas? Andi pun menjawab salah satunya adalah harga emas yang stabil sehingga mereka tak rugi bila hendak menjualnya kala sudah siap naik haji. “Bagi kami pilihan menabung emas juga dapat menghindarkan diri dari situasi ‘gharar’ (gambling) akibat naik.turunya harga kurs dan komoditi. Jadi dengan menabung memakai emas, harta yang dipakai untuk naik haji benar-benar merupakan harta yang bersih dari riba,’’ kata Andi.

Andi yang sudah turun-temurun mengurusi soal layanan jamaah haji asal Makassar, dengan mengumpulkan uang minimal senilai empat dirham emas itu, maka kebutuhan dan biaya hidup jamaah haji bisa tercukupi. Bahkan, kebereadaan ringgit emas di zaman sebelum kemerdekaan menjadi sangat penting. Ini karena para pengusaha maskapai kapal Belanda itu hanya mau melayani angkutan jamaah haji bila mereka dibayar dengan emas.

‘’Bila dibayar dengan uang kertas atau selain emas mereka tolak. Selain itu, di zaman dahulu dengan mempunyai satu keping ringgit emas, maka ketika sampai di Saudi, jamaah haji akan mendapat layanan dua orang ‘khadam’, sewa onta Jeddah-Makkah, dan sewa tenda di di Arafah dan Mina. Nah, dengan empat keeping ringgit emas  maka biaya untuk naik haji bisa terpenuhi,’’ tegasnya.

Panjang dan beratnya perjuangan orang Bugis untuk naik haji, maka begitu pulang ke tanah air, mereka pun menjadi orang yang terhormat. Bila sebelum haji dalam sebuah acara adat mereka lazimnya duduk di bagian belakang, maka ketika sudah berada di kampung halamannya dengan gelar haji, dia pun harus duduk di depan serta langsung dijadikan tokoh masyarakat. Istilahnya, bila dahulu dia dalam acara adat, misalnya pernikahan, bekerja di dapur untuk memasak dan cuci piring, setelah menjadi haji kebiasaan lama itu tak boleh lagi dilakukan.

Istilahnya, setelah pulang haji dengan ditandai dengan peci putih, maka posisi sosial mereka berubah. Namun di sisi lain pada saat posisinya berubah, kewajiban dan tanggungjawab sosial dari pihak penyandang ‘gelar dan berpeci putih’ itu pun sontak berubah menjadi berat. Secara tak tertulis mereka kini harus menjadi sosok teladan masyarakat. Dan ini juga berisiko bila mereka ‘teledor’ menjaga sosok haji atau hajjah, maka sanksi sosialnya pun sangat berat karena akan dikucilkan secara sosial.

“Jadi bagi orang Bugis bila sudah berani naik haji, maka orang tersebut selain harus sudah punya perilaku yang baik dan ilmu keagamaan yang cukup, mereka juga harus sudah siap secara lahir dan batin. Nah, di situlah keberadaan ‘peci putih’ menjadi sakral, bernilai ‘Siri’, dan bukan barang mainan,’’ kata Andi.

Ketua Umum Himpuh Baluki Ahmad pun membenarkan cerita Andi. Bahkan, katanya, banyak sekali keturunan Bugis yang kini menjadi sosok sukses di Arab Saudi. Salah satunya adalah almarhum Syeikh Abdul Muthalib Bugis yang  pernah menjadi guru ilmu tafsir di Masjidil Haram.

“Jadi kedatangan jamaah haji asal Nusantara, termasuk jamaah asal Sulawesi Selatan, bagi saya dan para pelajar Indonesia yang saat itu tengah belajar di Makkah dan Madinah memang menjadi hal yang  sangat ditunggu-tunggu. Istilahnya, setiap kali musim haji tiba maka keberkahan akan segera datang karena bisa mendapatkan pendapatan tambahan.

“Saya yang saat itu belajar di Saudi merekam situasi itu. Orang-orang Arab begitu hormat kepada para jamaah haji, karena selain mereka adalah orang-orang alim, para jamaah haji itu juga orang kaya. Apalagi jamaah haji asal Nusantara terkenal dermawan dan suka memberi hadiah baik berupa uang atau barang. Kami yang pelajar seringkali menunggu kedatangan mereka untuk mendapatkan makanan enak khas Nusantara seperti dodol, sagon, rendang, dan berbagai macam makan tradisional lainnya,’’ kata Baluki.

 

IHRAM

Kemabruran Haji Terlihat dari Hablumminallah dan Hablumminannas Individu

Kantor Kementerian Agama Kabupaten Asahan memberikan bimbingan manasik haji kepada tujuh puluh calon jamaah haji (calhaj) dari Kecamatan Aek Kuasan, Kecamatan Pulau Rakyat, Kecamatan Bandar Pulau dan Kecamatan Rahuning di Balai Karyawan PTPN IV Pulau Raja. Para calhaj itu akan berangkat menunaikan ibadah haji 2017.

Kepala Kantor Kemenag Asahan Hayatsyah mengatakan, banyak calhaj yang sudah berumur enam puluh tahun keatas. Meski demikian, ada calhaj yang masih bisa berjalan dengan baik, tetapi ada juga yang sudah tertatih-tatih.

“Hebatnya, mereka tetap semangat dalam mengikuti bimbingan manasik haji. Mereka berharap, saat menunaikan ibadah haji bisa melaksanakannnya dengan baik sesuai dengan yang diajarkan dalam bimbingan manasik haji,” ujarnya Rabu (17/5).

Hayatsyah menyampaikan, bahwa kemabruran haji dapat dilihat dari dua dimensi yaitu hablumminallah dan hablumminannas. Hablumminallah kemabruran haji yang tercermin dari meningkatkan keimanaan, ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Sedangkan dalam konteks hablumminannas kemabruran haji tercermin dari semakin meningkatkannya keshalehan sosial.

“Kemabruran haji tergantung dari perilaku individu baik sebelum melaksanakan haji, saat melaksanakan maupun setelah melaksanakan haji. Saling tolong menolong saat berada di Tanah Suci Makah juga merupakan hablumminannas, jangan selalu memperioritaskan sifat individualitas saja tanpa memperhatikan jamaah yang ada disekeliling dan itu bukanlah sikap yang baik,” tuturnya.

Dia mengatakan, sikap cinta dan solidaritas yang tinggi terhadap sesama, saling menghargai dan saling toleransi terhadap perbedaan sudah menunjukkan suatu kemabruran dari haji yang kita sandang tatkala sepulang dari Tanah Suci.

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuatlah kepada dua orang ibu bapa, karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat , ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,” (QS. An Nisa: 36).

 

IHRAM

 

Baca juga:

Download Panduan Manasik Haji dan Umrah

Paksa Lepas Jilbab Anak-Anak, Seorang Guru di AS Dipecat

Seorang guru di Amerika Serikat dipecat setelah mengancam dan menarik jilbab seorang siswi di Bennington School di kota  New York hingga mengakibatkan luka di bagian mata.

“Dia nakal di kelas dan duduk di kursi guru tanpa izin,” ujar Oghenetega Edah (31 tahun) yang sengaja menarik jilbab Safa Alzockary karena dinilai berperilaku buruk selama di kelas, seperti dilansir New York Post Selasa (9/05) pekan kemarin.

Setelah memegang lengan Safa dan membuat ancaman, Edah mengatakan, “Saya akan melepasnya.”

“Oghenetega Edah kemudian menarik jilbab Safa sehingga mengenai wajahnya dan merusak mata kanannya,” ujar sumber kepolisian New York.

Sementara itu dokter di Rumah Sakit Jacobi mengatakan bahwa kornea Safa tidak mengalami kerusakan.

Ayah Safa Alzockary, Mohamed Alzockary, mengatakan kepada New York Daily News bahwa dirinya terkejut dengan apa terjadi pada putrinya, “Ini sangat menakutkan.”

Juru bicara Departemen Pendidikan Amerika Serikat, Michael Aciman, mengatakan, “Perilaku kekerasan ini sama sekali tidak dapat diterima. Orang ini segera dikeluarkan dari sekolah dan pekerjaannya telah dihentikan.”

Kantor berita NBC melaporkan bahwa Safa sedang duduk di kursinya saat Oghenetega Edah melepas jilbabnya.

Kini kasus kekerasan terhadap anak dibawah usia dalam penyelidikan intensif Departemen Investigasi. (Kiblat/Ram)

 

ERA MUSLIM

Akibat Penjajahan, Anak-Anak Palestina Derita Kesehatan Mental Terburuk di Kawasan

Penelitian terbaru berjudul “The Burden of Mental Disorders di Wilayah Mediterania Timur 1990-2013” menempatkan warga Palestina sebagai warga dengan penderita gangguan kesehatan mental tertinggi di Timur Tengah dengan jumlah mencapai 40 persen lebih.

Penelitian mengungkap, 54 persen anak laki-laki dan 46,2 persen anak perempuan Palestina berusia 6-12 tahun memiliki gangguan emosional dan perilaku. Di Gaza, krisis ini sangat akut dengan tiga serangan militer Israel dalam waktu enam tahun terakhir, Seperti dilansir dari The New Arab pada hari Minggu (14/05).

Dari serangan 2008-2009, ditemukan 30 persen gejala Post Traumatic Stress Disorder, yang menurut laporan Medical Aid for Palesians (MAP) berasal dari dampak 50 tahun pendudukan. Selama perang 2014 di Gaza, 54 persen anak menderita PTSD berat dengan gejala mimpi buruk, kilas balik dan sulit tidur.

Dalam perang 52 hari yang menewaskan 2.200 warga Palestina di tahun 2014, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 20 persen populas warga Gaza memerlukan perawatan prikososial.

Sedangkan pembatasan pergerakan, pembongkaran rumah, pos pemeriksaan dan pelecehan tentara Israel jadi paparan utama memburuknya mental di Tepi Barat. Sekitar 78 persen warga Palestina melaporkan penggerebekan, 62 persen dianiaya verbal dan 43 persen alami kekerasan visi (1987-2011).

Pertahanan untuk Anak Internasonal-Palestina (DCIP) menemukan 75 persen anak-anak yang ditahan antara kurun waktu 2012 dan 2015 mengalami kekerasan. 70 persen mengaku dilecehkan, diintimidas dan dihina secara verbal, serta 70 persen mengaku telah ditelanjangi saat ditahan.

“Hak atas kesehatan Palestina tidak dapat direalisasikan di bawah pendudukan Zionis Israel terus-menerus, yang menimbulkan ancaman konstan tidak cuma keselamatan fisik tapi kesejahteraan psikologis dan emosional,” tulis kesimpulan penelitian MAP. (Rol/Ram)

 

ERA MUSLIM