Dua Perkara yang Dikhawatirkan Rasulullah

Dalam kitab Kifayat al-Atqiya’ Wa Minhaj al-Ashfiya, Sayid Bakari al-Makki bin Sayid Muhammad Syatho ad-Dimyathi menilai, takwa menuntut seseorang untuk menjauhi hawa nafsu yang kerap dipenuhi oleh tipu daya setan.

Akibatnya, kepatuhan terhadap nafsu berakibat pada kebinasaan. Bahkan, Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Sya’b al-Iman, pernah mengingatkan umatnya agar tidak teperdaya oleh nafsu setan.

Ada dua perkara yang paling dikhawatirkan Rasulullah akan menghinggapi pribadi Muslim, yaitu mengikuti hawa nafsu dan thul al-amal (banyak angan-angan). Hawa nafsu dapat mengarahkan seorang Muslim jauh dari kebenaran. Sedangkan, pengharapan berlebihan (banyak angan-angan), mengakibatkan lalai akan kehidupan akhirat. Apalagi, setan akan terus melakukan tipu daya dan menebarkan bisikan jahat kepada anak Adam.

Alkisah, iblis pernah menampakkan diri di hadapan Nabi Yahya AS dengan membawa rantai yang dikalungkan di tubuhnya. Nabi Yahya pun bertanya, ihwal benda tersebut. Iblis menjawab, Ini adalah syahwat yang dibelenggukan kepada anak Adam.

Dari sinilah maka dapat disimpulkan, kata Sayid Bakari, kunci menggapai kebahagiaan dan kebaikan adalah melawan kedua perkara yang diperingatkan Rasulullah tersebut. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. (QS an-Naziaat [79]: 40).

 

REPUBLIKA

Ketika Rasulullah Menangis

Suatu ketika Rasulullah terdiam karena menerima wahyu dari Malaikat Jibril. Wajahnya tiba-tiba berderai air mata. Para sahabat bertanya, ada apa gerangan? Rasulullah belum menjawab.

Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Fatimah az-Zahra, anak Rasulullah. Sahabat itu memberitahukan keadaan Rasulullah yang sedih. Istri Ali bin Abi Thalib itu langsung menyambangi ayahnya dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Nabi Muhammad menjelaskan dia baru saja menerima wahyu tentang neraka, Sesungguhnya neraka jahannam adalah tempat akhir yang dijanjikan untuk mereka semua.

Bagi Rasulullah, surah al-Hijr ayat 43 begitu menyeramkan. Sebab ketika menerima wahyu itu, Nabi tak kua sa membayangkan manusia tersiksa di dalam neraka untuk mempertanggungjawabkan dosa-dosanya.

Seperti apakah pintu-pintu neraka itu? tanya Fatimah. Rasulullah ke mudian menjawab, yang paling ringan setara dengan 70 ribu gunung dari api. Pada setiap gunung terdapat 70 ribu lembah api. Setiap lembah itu memiliki 70 juta sumber api yang masing-masing berisi sejuta kota.

Setiap kota itu mempunyai 70 juta istana api yang di dalamnya terdapat sejuta rumah api. Setiap rumah dipenuhi 70 juta ruangan api yang berisi 70 juta pe ti api. Ada juga beragam siksaan di sana.

Mendengar penjelasan itu, Fatimah tak kuasa menahan tangis. Dia mengatakan, betapa malangnya orang yang masuk neraka. Para sahabat sempat berpikir, seandainya mereka tidak menjadi manusia, pasti tak akan menyentuh neraka. Abu Bakar misalkan, sempat berangan-angan menjadi burung yang terbang kemana pun. Burung dapat hinggap di satu pohon untuk beristirahat atau makan dan minum. Kemudian terbang lagi menuju kejauhan.

 

REPUBLIKA

Mandul, Allah akan Siapkan Anak di Surga

ADA wanita yang bertahun-tahun belum ditakdirkan memiliki keturunan. Dan ia sangat merindukan sekali dengan kehadiran bayi di rumahnya. Sebagai hiburan, ketika Allah tidak menghendaki buah hati hadir di tengah-tengah kita saat ini, janganlah khawatir sesungguhnya Allah telah menyiapkan gantinya di surga kelak.

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya dan tumbuh besar dalam sekejap, sebagaimana ia menginginkannya.” (HR. Tirmidzi, no. 2563; Ibnu Majah, no. 4338. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Dari hadits di atas, kebanyakan ulama berpendapat bahwa bagi yang menginginkan anak namun tidak mendapatkannya di dunia, maka ia akan mendapatkannya di surga. Sedangkan ulama lain berpendapat bahwa di surga memang ada jima (hubungan intim), namun tidak menghasilkan anak atau keturunan. Inilah pendapat yang diriwayatkan dari Thawus, Mujahid, dan Ibrahim An-Nakhai.

Dalil dari pendapat kedua di atas adalah hadits dari Abu Razin Al-Uqailiy radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Wanita shalih dengan pria shalih di surga akan saling merasakan kelezatan sebagaimana yang mereka rasakan di dunia. Wanita-wanita itu akan bersenang-senang dengan kalian. Namun mereka tidak memiliki anak.” (HR. Ahmad, 4: 13. Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif karena musalsal bil mahajahil)

Ibnul Qayyim sampai-sampai menjelaskan, “Surga bukanlah negeri untuk menghasilkan keturunan. Surga adalah negeri yang tetap dan kekal di dalamnya. Orang yang berada dalam surga tidak mengalami kematian dan tidak pula menghasilkan keturunan untuk menggantikan yang mati.” (Haadi Al-Arwah, 1: 173)

Namun cara kompromi yang baik dari dua dalil yang kelihatan kontradiksi di atas adalah seperti yang dikatakan oleh Al-Munawi berikut. Al-Munawi menjelaskan dalam Faidh Al-Qadir (6: 335) bahwa, “Hadits tersebut tidak bertentangan dengan hadits Al-Uqaili dengan sanad shahih “Sesungguhnya di surga itu tidak ada anak kecil.” Karena itu, bagi orang yang tidak menginginkannya, ia tidak akan melahirkan anak. Namun apabila seseorang menginginkan anak maka akan seperti yang dijelaskan dalam hadits tersebut.”

Karena memang di surga, seseorang akan mendapatkan apa yang ia inginkan termasuk kerinduan mendapatkan anak. Dalam ayat disebutkan, “Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zukhruf: 71). Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk urusan dunia dan akhirat kita. Yang belum mendapatkan keturunan, moga Allah mudahkan atau ganti dengan yang lebih baik. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Mandul dan Tak Kunjung Hamil, Ini Nasihat Untukmu

ADA yang sudah lama menikah namun tak juga dianugerahi anak. Boleh jadi salah satu dari suami istri tersebut mandul. Adakah nasihat dalam hal ini? Pernah ditanyakan pada Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, “Ada seorang wanita terus gelisah karena ia tak kunjung hamil. Kadang ia terus-terusan menangis dan banyak berpikir dan ingin berpaling dari kehidupan dunia ini. Apa hukumnya? Dan apa nasihat padanya?”

Jawab para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah, “Tidak pantas bagi wanita semacam ini untuk gelisah dan banyak menangis karena tak kunjung hamil. Karena memiliki keturunan pada pasangan laki-laki dan perempuan yaitu mendapatkan anak laki-laki saja atau perempuan saja atau mendapatkan anak laki-laki dan perempuan, begitu pula tidak memiliki keturunan, itu semua sudah menjadi takdir Allah. Allah Taala berfirman,

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy Syura: 49-50).

Allah-lah yang lebih tahu siapa yang berhak mendapat bagian-bagian tadi. Allah pula yang mampu menentukan manusia itu bervariasi (bertingkat-tingkat). Cobalah yang bertanya melihat pada kisah Yahya bin Zakariya dan Isa bin Maryam alaihimash sholaatu was salaam. Kedua orang tuanya belum memiliki anak sebelumnya. Maka bagi wanita yang bertanya hendaklah pun ia ridho pada ketentuan Allah dan hendaklah ia banyak meminta akan hajatnya pada Allah. Di balik ketentuan Allah itu ada hikmah yang besar dan ketentuan yang tiada disangka.

Tidak terlarang jika wanita tersebut datang kepada dokter wanita spesialis untuk bertanya perihal kehamilan, atau ia datang pada dokter laki-laki spesialis jika tidak mendapati keberadaan dokter wanita. Moga saja dengan konsultasi semacam itu, ia mendapatkan solusi untuk mendapatkan keturunan ketika sebelumnya tak kunjung hamil. Begitu pula untuk sang suami, hendaklah ia pun mendatangi dokter laki-laki spesialis agar mendapatkan jalan keluar karena boleh jadi masalahnya adalah pada diri suami.

[Dinukil dari Al Fatawa Al Mutaalliqoh bith Thib wa Ahkamil Marodh, terbitan Darul Ifta Al Lajnah Ad Daimah/Muhammad Abduh Tuasikal]

Hikmah Kehidupan

Sahabat Salman al-Farisi meng ekspresikan ketakutannya akan neraka dengan cara berbeda. Dia pergi kepemakaman Baqi’ al-Gharqad. Disana dia meletakkan tangan di atas kepala sambil berseru lantang tentang perjalanan akhirat yang sangat jauh. Betapa jauhnya perjalanan akhirat dan betapa sedikitnya bekal berupa amal kebaikan yang aku miliki, kata dia.

Tiba-tiba Bilal bin Rabah datang menyambangi Salman. Pengumandang adzan itu bertanya, mengapa wajah Salman penuh dengan kesedihan? Ada apa gerangan? Salman kemudian mengatakan, alangkah celakanya diri ini. Di dunia manusia mengenakan pakaian dari kapas. Kelak di akhirat nanti mereka akan mengenakan pakaian dari potongan api neraka.

Di dunia manusia bisa berkumpul dengan pasangannya. Sedangkan di akhirat bisa jadi akan berkumpul dengan setan. Sungguh celaka dirimu dan diriku bila di akhirat kelak kita sampai minum air neraka yang mendidih dan makan makan buah di dalamnya, kata Salman penuh kecemasan.

Kisah tersebut merupakan bagian dari penjelasan hadis tentang surga dan neraka. Cerita itu berasal dari kitab Mawaizh ‘Ushfuriyah yang penuh dengan wejangan hidup. Karya Muhammad bin Abu Bakar al-‘Ushfuri itu menjadi bacaan santri di berbagai pondok pesantren. Ada pesantren yang mewajibkan pengkajian kitab ini. Ada juga yang hanya mempelajarinya ketika Ramadhan tiba.

Tujuannya agar para santri selalu memahami hikmah kehidupan baik di dunia maupun akhirat. Mereka juga diharapkan menjaga perangainya sehingga selalu menjadi contoh dan teladan kehidupan.

Di dalamnya terdapat 40 hadis pilih an yang sarat hikmah kehidupan. Penjelasan di dalamnya dapat mengins pirasi siapa pun untuk selalu bersemangat berbuat kebaikan. Amal tersebut akan menjadi bekal kehidupan setelah mati.

Kitab ini sepertinya terinspirasi hadis yang menganjurkan pengumpulan 40 hadis dalam hidup. Rasulullah pernah berkata, Barang siapa hafal 40 hadis tentang perkara agama, maka Allah akan bangkitkan ia pada hari kiamat bersama kelompok fuqaha (ahli fikih) dan ulama.

Hadis ini termaktub dalam mukadimah kitab Arba’in Nawawi. Hadis tersebut juga mengilhami ulama lain, seperti Syekh Nawawi menulis kitab 40 hadis pilihan yang dimulai dengan sabda tentang niat.

Kitab Mawaizh dan Arbain Nawawi merupakan contoh ijtihad ulama melaksanakan perintah Rasulullah. Masih banyak ulama lain yang me nulis buku berisikan banyak hadis. Bahkan, mayoritas karya tulis ulama pasti mengutip hadis Rasulullah dari berbagai riwayat.

 

REPUBLIKA