Tata Cara Shalat Istikharah, Niat, Doa, dan Panduan Lengkap

Shalat istikharah adalah shalat sunnah dalam rangka meminta petunjuk kebaikan kepada Allah dalam perkara mubah yang tidak diketahui. Misalnya memilih jodoh atau pekerjaan.

Syaikh Abdurrahman Al Juzairi dalam Fiqih Empat Madzhab mengatakan, disunnahkan bagi setiap muslim untuk melakukan dua rakaat shalat istikharah saat hendak menentukan sesuatu. Dalam Fiqih Manhaji disebutkan, shalat istikharah disunnahkan bagi seseorang yang mengharapkan suatu hal yang dibolehkan, tapi ia tidak tahu apakah itu baik baginya.

Bagaimana tata cara shalat istikharah, niat, doa dan panduannya? Berikut ini pembahasannya.

Tata Cara Shalat Istikharah

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan, shalat istikharah boleh berupa shalat sunnah apa saja. Baik shalat sunnah rawatib, shalat sunnah tahiyatul masjid, maupun shalat sunnah lainnya. Yang penting, setelah shalat sunnah dua rakaat, ia berdoa kepada Allah meminta dipilihkan yang terbaik sebagai doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Hal ini sebagaimana hadits dalam Shahih Bukhari:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضى الله عنهما قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُعَلِّمُنَا الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kami cara mengerjakan shalat istikharah dalam segala urusan, sebagaimana beliau mengajarkan kami Surat Al Qur’an. Beliau bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian hendak melakukan sesuatu, hendaklah terlebih dahulu mengerjakan shalat dua rakaat selain shalat fardlu, lalu berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu… (dan seterusnya)…”

Menurut Sayyid Sabiq, tidak ada bacaan surat khusus dalam shalat ini. Setelah membaca surat Al Fatihah, boleh membaca surat apa pun.

Namun menurut Syaikh Wahbah az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu, disunnahkan membaca surat Al Kafirun setelah membaca surat Al Fatihah pada rakaat pertama dan disunnahkan membaca surat Al Ikhlas setelah membaca surat Al Fatihah pada rakaat kedua.

Berikut ini tata cara shalat istikharah secara praktis:

  • Niat
  • Takbiratul ihram, diikuti dengan doa iftitah
  • Membaca surat Al Fatihah
  • Membaca surat dari Al Qur’an, diutamakan Surat Al Kafirun
  • Ruku’ dengan tuma’ninah
  • I’tidal dengan tuma’ninah
  • Sujud dengan tuma’ninah
  • Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah
  • Sujud kedua dengan tuma’ninah
  • Berdiri lagi untuk menunaikan rakaat kedua
  • Membaca surat Al Fatihah
  • Membaca surat dari Al Qur’an, diutamakan Surat Al Ikhlas
  • Ruku’ dengan tuma’ninah
  • I’tidal dengan tuma’ninah
  • Sujud dengan tuma’ninah
  • Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah
  • Sujud kedua dengan tuma’ninah
  • Tahiyat akhir dengan tuma’ninah
  • Salam

Lalu membaca doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan, disunnahkan sebelum dan sesudah doa tersebut untuk membaca hamdalah dan sholawat Nabi.

 

Doa Shalat Istikharah

Berikut ini doa shalat istikharah sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dari Jabir bin Abdullah:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ

وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى

Bacaan Latin Doa Shalat Istikharah

Alloohumma innii astakhiiruka bi’ilmika wa astaqdiruka biqudrotik, wa as-aluka min fadhlikal adhiim, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta’lamu wa laa a’lamu wa anta ‘alaamul ghuyuub.

Alloohumma in kunta ta’lamu anna haadzal amro khoirun lii fii diinii wa ma’aasyii wa ‘aaqibati amrii faqdurhu lii wayassirhu lii tsumma baariklii fiih.

Wa in kunta ta’lamu anna haadzal amro syarrun lii fii diinii wa ma’aasyii wa ‘aaqibati amrii fashrifhu ‘annii washrifnii ‘anhu waqdur lil khoiro haitsu kaana tsumma ardlinii.

Arti Doa Shalat Istikharah

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kekuasaan-Mu (untuk menyelesaikan urusanku) dengan kodrat-Mu, dan aku memohon kepada-Mu sebagian karunia-Mu yang agung, karena sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedangkan aku tidak berkuasa, Engkau Mahatahu sedangkan aku tidak tahu, dan Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib.

Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini untukku, dalam agamaku, kehidupanku, dan akibatnya bagiku, maka takdirkanlah dan mudahkanlah urusan ini bagiku, kemudian berkahilah aku dalam urusan ini.

Dan jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untuk diriku, dalam agamaku, kehidupanku, dan akibatnya bagiku, maka jauhkanlah urusan ini dariku, dan jauhkanlah aku dari urusan ini, dan takdirkanlah kebaikan untukku di mana pun, kemudian jadikanlah aku ridha menerimanya.

 

Niat Shalat Istikharah

Seluruh ulama sepakat bahwa niat tempatnya di hati. “Untuk keabsahan shalat, niat harus diiringi dengan takbiratul ihram,” terang Syaikh Mushtafa Al Bugha dalam Fiqih Manhaji mazhab Syafi’i, “Caranya, hati harus awas bahwa akan mengerjakan shalat ketika melafalkan takbir, sembari mengingat shalat apa dan fardlu atau sunnah. Dalam hal ini tidak disyaratkan melafalkan niat secara lisan.”

Seperti dijelaskan di atas, menurut Sayyid Sabiq, shalat sunnah apa pun yang dua rakaat bisa menjadi shalat istikharah. Baik shalat itu di siang hari maupun di malam hari. Asalkan, setelah selesai shalat berdoa dengan doa shalat istikharah yang diajarkan Rasulullah di atas.

Adapun jika shalatnya khusus diniati istikharah dan merasa perlu melafalkannya, berikut ini lafadz niat shalat istikharah:

lafadz niat shalat istikharah

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الاِسْتِخَارَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

Ushollii sunnatal istikhooroti rok’ataini lillaahi ta’aalaa

Artinya: Aku niat shalat sunnah istikharah dua raka’at karena Allah Ta’ala

Shalat Istikharah Jodoh

Seperti di bagian awal pembahasan, istikharah merupakan shalat sunnah dalam rangka meminta petunjuk kebaikan kepada Allah dalam perkara mubah yang tidak diketahui atau meminta dipilihkan yang terbaik dari dua pilihan mubah. Termasuk dalam jodoh.

Caranya, lakukan shalat istikharah dua rakaat kemudian membaca doa di atas sembari memohon dipilihkan jodoh terbaik. (Baca tulisan sebelumnya di KeluargaCinta)

Bagaimana mengetahui hasil istikharah bahwa kita dibimbing memilih A bukan B atau sebaliknya? Tidak seperti persangkaan sebagian orang bahwa jawaban shalat istikharah dikirim Allah dalam bentuk mimpi, sesungguhnya hasil istikharah adalah kemantapan hati. Yakni hati kita lebih condong ke pilihan mana yang terasa lebih baik untuk kita. Hati kita mantap memilih apa, itulah hasil istikharah kita. Tidak harus berupa mimpi.

Imam An Nawawi menjelaskan, “Setelah istikharah, seseorang harus mengerjakan apa yang dirasa baik untuknya. Di samping itu, hendaknya ia benar-benar bebas dari kehendak pribadi. Jadi jangan sampai ada perasaan ini pilihan terbaik, sebelum mengerjakan shalat istikharah. Karena jika demikian, sama halnya tidak istikharah atau kurang tawakkal pada pengetahuan dan kekuasaan Allah.

Syaikh Wahbah Az Zuhaili menasehatkan, jika pada shalat istikharah pertama belum mendapat petunjuk, maka ulangilah shalat itu hinga tujuh kali. Karena Ibnu Sunni meriwayatkan, “Hai Anas, jika engkau menginginkan sesuatu, maka mintalah petunjuk kepada Allah sebanyak tujuh kali. Setelah itu, lihatlah urusanmu mana yang masuk dalam hatimu pertama kali karena di situlah tempat kebaikan. Dan jika ada udzur hingga tidak sempat shalat istikharah, maka mintalah petunjuk dengan berdoa.”

Jadi shalat istikharah ini tidak dibatasai berapa kali dilakukan. Artinya, jika hari ini dua rakaat, kemudian besuk istikharah lagi dua raka’at, maka tidak masalah. Justru semakin bagus sebagai bentuk taqarrub kepada Allah dan memohon pertolonganNya. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH

Menusuk Kemaluan Istri dengan Jari, Haramkah?

PERTANYAAN seputar hubungan suami istri memang sangat banyak yang menggelitik. Namun bukanlah Islam bila tak membahas hal semacam itu. Salah satu pertanyaan yang pernah diajukan ialah mengenai kebiasaan suami memasukkan jarinya ke dalam kemaluan istri.

Bagaimanakah syariat memandang hal ini? Menurut Ustaz Ammi Nur Baits, suami-istri diperbolehkan untuk menikmati anggota badan masing-masing, agar bisa membangkitkan syahwat, selama menjauhi dubur dan kemaluan ketika haid atau nifas. Oleh karena itu, tidak ada larangan bagi seorang suami untuk memasukkan jarinya ke kemaluan istri. Terlebih jika ini dalam rangka memuaskan pasangan

Hanya saja, perlu dipahami bahwa para ulama mengingatkan, perbuatan semacam ini tidak sejalan dengan akhlak yang mulia dan tabiat yang baik. Allah telah memberikan syariat terbaik dalam masalah ini, dengan dihalalkannya jimak (hubungan intim). Sebagai hamba-Nya yang baik, selayaknya kita mencukupkan diri dengan hal-hal yang Allah halalkan.

Catatan: Jika yang disentuh adalah bagian luar kemaluan istri dan tidak sampai memasukkan jari, seperti memegang klitoris, atau kegiatan semacamnya, maka para ulama menegaskan bahwa hal itu diperbolehkan.

Allahu alam. [Disarikan dari Fatawa Syabakah Islamiyah]

 

INILAH MOZAIK

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tiga Waktu yang Paling Ditakutkan Manusia

DALAM Alquran Allah swt pernah memberi salam khusus kepada Nabi Yahya dan Nabi Isa as, seperti dalam Firman-Nya,

“Dan salam (keselamatan) bagi dirinya pada hari lahirnya, pada hari wafatnya, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.” (QS.Maryam:15)

“Dan salam (keselamatan) semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (QS.Maryam:33)

Kali ini kita bertanya, kenapa Allah Memberi salam di tiga waktu tersebut? Ada tiga waktu yang paling menakutkan bagi manusia. Waktu pertama adalah ketika hari kelahirannya, terbukti dengan tangisan bayi ketika baru keluar dari perut ibunya.

Waktu kedua adalah hari ketika masuk ke alam kubur (barzakh). Karena di alam ini, hijab dari manusia mulai terbuka dan ia mulai melihat secara nyata hasil dari amalnya di dunia.

Waktu ketiga adalah hari ketika dibangkitkan di padang Mahsyar. Seperti yang digambarkan Allah swt,

“Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut, pandangannya tunduk.” (QS.An-Naziat:8-9)

Hari di saat tidak ada yang dapat menolong kecuali amal baik kita di dunia ini. Allah Memberi salam di tiga waktu tersebut sebagai isyarat keselamatan bagi Yahya dan Isa karena ketiganya adalah waktu yang paling menakutkan bagi manusia.

Sayidina Ali bin Abi thalib pernah menggambarkan dahsyatnya alam kubur dalam bait-bait syairnya,

Jika manusia diberi umur 1000 tahun dalam keadaan muda,

selalu sehat dan segala keinginannya terwujud,

semua itu akan terlupakan dan tidak berarti ketika menghadapi malam pertama di alam kubur.

Marilah kita persiapkan segala upaya untuk menyambut hari itu, karena tidak ada seorang pun yang bisa lari darinya. Semoga kita termasuk orang-orang yang tersenyum disaat seluruh manusia dihinggapi ketakutan yang dahsyat.

 

INILAH MOZAIK

Wahai Bilal, Allah Berikan Karunia-Nya untuk Bayar Utangmu

Jangan bersedih ketika menghadapi suatu cobaan, sebagaimana kisah Bilal yang berhutang kepada seorang musyrik untuk menolong fakir miskin. Saat itu Rasulullah SAW tidak mempunyai harta sedikit pun untuk menolong fakir miskin, maka beliau meminta tolong pada Bilal untuk berhutang kepada siapapun. Ternyata Bilal dijebak oleh orang musyrik untuk berhutang kepadanya, ketika Bilal resah memikirkan bagaimana harus melunasi hutangnya kepada orang musyrik itu, tiba-tiba datanglah pertolongan dari Allah SWT

Dikutip dari Buku yang berjudul “Himpunan Fadhilah Amal” karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a. bahwa pada suatu ketika Bilal ra ditanya, “Bagaimanakah biaya keperluan Nabi SAW?” Jawabanya, “Beliau tidak pernah menyimpan sesuatu untuk esok hari. Akulah yang mengurusnya.”

Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah SAW, jika Beliau didatangi seseorang yang kelaparan, maka bila tidak ada biaya beliau akan berkata kepada Bilal, “Pinjamilah dari siapa saja agar dapat memberi makan orang itu.” Lalu Bilal akan memenuhi keperluan orang itu dengan berutang.

Jika ada orang yang datang tanpa berpakaian, maka Rasulullah SAW akan berkata pada Bilal, “Pinjamlah dari siapa saja agar dapat membelikan baju untuk orang itu.” Lalu Bilal akan mencarikan pakaian untuknya dengan berutang.

Pada suatu hari orang musyrik menemui Bilal, ia berkata, “Aku telah memperoleh banyak rezeki. Jika kamu perlu uang, jangan meminjam dari orang lain, pinjamlah dariku.” Bilal senang dengan tawaran itu, dia pun meminja uangnya untuk keperluan Rasulullah SAW.

Suatu ketika, setelah Bilal berwudhu untuk azan, tiba-tiba datanglah orang musyrik itu dengan kelompoknya. Dia berteriak, Hai orang Habsyi!” Bilal pun menoleh lalu menjumpainya. Orang musyrik itu langsung memaki dan berkata kasar kepadanya.

Orang itu berkata, “Bulan ini tinggal empat hari lagi. Jika kamu tidak membayar utangmu dalam empat hari ini, maka akau akan menjadikan dirimu sebagai budakku dan kamu harus menggembalakan kambing seperti dahulu.” Setelah berkata demikian, dia pun pergi meninggalkan Bilal.

Sepanjang hari Bilal sangat sedih memikirkan hal itu. setelah shalat Isya, ia menceritakan seluruh kejadian tersebut kepada Rasulullah SAW. Bilal berkata, “Ya Rasulullah, sekarang engkau tidak memiliki apa-apa untuk membayarnya. Orang musyrik itu pasti akan menghinaku lagi. Oleh karena itu, jika diizinkan, aku akan pergi dari sini sampai mendapatkan uang untuk membayar utang itu. Jika engaku memanggilku, aku akan segera datang.”

Setelah Bilal berkata demikian, dia segera pulang dan mempersiapkan pedang, perisai, sepatu serta barang lainnya untuk keberangkatan esok. Ketika shubuh hampir tiba datanglah seseorang dan berkata, “Cepatlah, Rasulullah ingin menjumpaimu.” Maka Bilal segera pergi.

Setibanya di sana Bilal melihat empat ekor unta penuh dengan muatan sedang duduk. Rasulullah SAW berkata, “Ada kabar gembira untukmu, wahai bilal. Allah memberikan karunia-Nya untuk membayar utangmu. Ambilah unta-unta itu beserta muatannya,  barang ini telah dikirim sebagai hadiah untukku dari pemimpin kaum Fadak atas nazarnya.”

Mendengar perkataan Rasulullah SAW membuat Bilal sangat senang, hal yang tak disangka-sangak. Di saat semua terlihat buntu tetaplah berkhusnudzon kepada Allah SWT.

 

REPUBLIKA

Saat Orang Munafik Memasukkan Tangannya ke Saku Baju Besi Rasulullah SAW

Menurut lbnu lshaq, salah satu perkara yang berhubungan dengan Bani Qainuqa adalah ketika Rasulullah SAW. mengumpulkan mereka di pasar Qainuqa’ dan bersabda, “Wahai orang-orang Yahudi, takutlah kalian kepada Allah SWT., seperti petaka yang telah menimpa kaum Quraisy. Masuk kalian ke dalam Islam, karena sesungguhnva kalian telah mengetahui bahwa aku benar-benar seorang nabi yang diutus. Kalian mengetahui hal itu di dalam kitab sucl kami, dan di dalam janji Allah kepada kalian.” Mereka berkata, “Wahai Muhammad, apakah kau menganggap kami seperti kaummu? Janganlah tertipu hanya karena engkau menghadapi suatu kaum yang tidak memiliki pengetahuan tentang perang, sehingga engkau dapat mengambil kesempatan. Demi Allah, seandainya engkau memerangi kami, engkau pasti mengerti bahwa kami adalah ‘orangnya’ (yang pandai bertempur).

lbnu Hisyam meriwayatkan dari Abdullah ibn Ja’far ibn Miswar ibn Makhramah dari Abu ‘Uwanah berkata, “Seorang perempuan Arab datang membawa barang dagangan untuk dijual di pasar Qainuqa’. Di situ la menemui seorang pandai emas. Tiba-tiba, orang-orang di pasar Qainuqa’ menggoda perempuan itu, membuka cadar yang dikenakannya. Tentu saja perempuan itu membela diri dan menolak. Akhirnya, diitempuhlah cara-cara licik. Si pandai emas mengikat ujung kain perempuan itu. Ketika berdiri, kain yang la kenakan terlepas. Orang-orang Qainuqa’ ramai menertawakannya. Dan, perempuan Arab itu menjerit-jerit menahan malu.

Dalam pada itu, muncullah lelaki Muslim dan langsung menyerang si pandai emas hingga tewas. Karena ia orang Yahudi, maka orang-orang Yahudi yang ada di situ balik mengeroyok si Muslim sampai tewas. Setelah itu, berita pembunuhan tersebut tersebar luas. Umat Islam marah mendengarnya. Maka, meletuslah peperangan antara kaum muslimin dengan Bani Qainuqa’. Merekalah kaum Yahudi yang pertama melanggar perjanjian dengan Rasulullah SAW. Dalam riwayat yang dinukil Imam Al-Thabari dan Al-Waqiqi dinyatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada pertengahan bulan Syawal tahun kedua hijriah.” Rasulullah SAW. memerintahkan agar Bani Qainuqa’ dikepung. Beberapa hari kemudian, Bani Qainuqa’ tunduk di bawah aturan lslam.

Pada saat itu, tampillah Abdullah ibn Ubayy ibn Salul menghadap Rasulullah SAW. dan berkata, “Wahai Muhammad, hendaklah kau berlaku baik terhadap pengikut-pengikutku.”

Tetapi, Rasulullah SAW. tidak memedulikan Abdullah ibn Ubay. Tokoh munafik itu pun mengulangi lagi ucapannya. Lagi-lagi Rasulullah SAW. tidak memberikan tanggapan. Tiba-tiba Abdullah ibn Ubay memasukkan tangannya ke saku baju besi Rasulullah SAW. Beliau berseru, “Lepaskan!” Para sahabat melihat api kemarahan di wajah Sang Nabi.

Rasulullah SAW. berseru lagi. ”Lepaskan! Celaka engkau!” Akan tetapi, Abdullah ibn Ubay bersikeras, ”Demi Tuhan, aku tidak akan melepaskanmu sebelum engkau bersikap baik terhadap pengikut-pengikutku. Empat ratus orang tanpa baju besi dan tiga ratus orang dengan baju besi telah merintangi aku dari merah dan hitam. Apakah engkau akan menghabisi mereka semua dalam satu hari?! Sungguh, demi Tuhan, aku khawatir akan timbul bencana.”

Rasulullah SAW. bersabda, “Mereka adalah milikmu. Perintahkan mereka keluar dari Madinah, dan jangan tinggal di dekat kota ini.“ Maka, orang-orang Bani Qainuqa’ pun kemudian keluar dari Madinah menuju Syam. Tidak sedikit dari mereka yang meregang nyawa di tempat yang baru.

Pada saat itu, Ubadah ibn Shamit ra. masih menjalin perjanjian damai dengan kaum Yahudi, seperti yang dilakukan Abdullah ibn Ubay. Mendengar pengusiran itu Ubadah segera menemui Rasulullah SAW dan berkata, “Sesungguhnya aku akan berwali kepada Allah, Rasulullah SAW, dan orang-orang mukmin. Dan aku berlepas tangan dari perjanjian yang diucapkan orang-orang kafir itu dan perwalian kepada mereka.”

Saat itu turun ayat yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (QS Al Maidah (5): 51-52).

Wallahu a’lam.

 

[@paramuda/BersamaDakwah]

Pemerintah Fasilitasi Zakat ASN Muslim, Bukan Mewajibkan

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa tidak ada istilah kewajiban dalam rencana penerbitan regulasi tentang optimalisasi penghimpunan zakat Aparatur Sipil Negara (ASN) Muslim. Menurutnya, pemerintah hanya akan memfasilitasi para ASN untuk menunaikan zakat sebagai ajaran agamanya.

“Yang perlu digarisbawahi, tidak ada kata kewajiban. Yang ada, pemerintah memfasilitasi, khususnya ASN Muslim untuk menunaikan kewajibannya berzakat. Zakat adalah kewajiban agama,” terang Menag saat memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (7/2).

Menurut Menag, meski umat Islam adalah mayoritas penduduk, Indonesia bukan negara Islam. Namun, Indonesia juga bukan negara sekuler.

Menag mengatakan, sejak dulu, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang agamis dan pemerintahnya ikut memfasilitasi pelayanan kebutuhan pengamalan ajaran agama. Pelaksanaan ibadah haji misalnya, negara ikut memfasilitasi. Dalam hal puasa, negara juga memfasilitasi warganya untuk tahu kapan memulai dan mengakhirinya. “Itulah kenapa ada sidang itsbat. Demikian halnya dengan zakat. Yang mewajibkan adalah agama. Pemerintah memfasilitasi umat Muslim untuk berzakat. Dalam konteks ini, negara ingin memfasilitasi ASN Muslim untuk menunaikan kewajibannya,” ujarnya.

Menag menjelaskan, bahwa ada dua prinsip dasar dari rancangan regulasi ini. Pertama, fasilitasi negara sehingga tidak ada kewajiban, apalagi paksaan. Bagi ASN Muslim yang keberatan gajinya disisipkan sebagai zakat, bisa menyatakan keberatannya. “Sebagaimana ASN yang akan disisipkan penghasilannya sebagai zakat, juga harus menyatakan kesediaannya,” tutur Menag.

Karena itu, proses ini harus ada akad. Tidak serta merta pemerintah memotong atau menghimpun zakatnya.

Prinsip kedua, kebijakan ini hanya berlaku bagi ASN Muslim. Sebab, pemerintah perlu memfasilitasi ASN Muslim untuk menunaikan kewajibannya. Kewajiban itu tentunya bagi ASN Muslim yang pendapatannya sudah mencapai nishab (batas minimal penghasilan yang wajib dibayarkan zakatnya, Red).

Mereka yang penghasilannya tidak sampai nishab, tidak wajib berzakat. Jadi ada batas minimal penghasilan yang menjadi tolak ukur. “Artinya ini juga tidak berlaku bagi seluruh ASN Muslim,” katanya.

Secara operasional, Lukman mengatakan, dana zakat ini nantinya akan dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang didirikan oleh ormas Islam dan kalangan profesional lainnya. Potensinya sekitar Rp 10 triliun.

Zakat yang dihimpun nantinya akan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Baik untuk pendidikan, pesantren, madrasah, sekolah, beasiswa, rumah sakit, ekonomi umat, termasuk untuk membantu masyarakat yang mengalami musibah bencana. “Ini seperti yang selama ini sudah dilakukan BAZNAS dan LAZ,” tuturnya.

 

REPUBLIKA

Rabi Yahudi Taat Taurat Ini Tegaskan Muhammad Utusan Allah

Pria bernama asli Husain bin Salam ini pada mulanya adalah rabi Yahudi di Madinah. Dia kerap menyiarkan ajaran Musa kepada masyarakat setempat yang menghormatinya. Baik penyembah berhala, Kristen, maupun Yahudi, semuanya menganggap Husain sebagai tokoh rujukan.

Kepribadiannya yang kalem membuatnya pandai menyiasati keadaan, tak mudah emosi ketika meng hadapi permasalahan. Ketika ber urusan dengan suatu masalah dia akan memikirkannya dengan serius, terarah, dan terorganisasi.

Waktunya dihabiskan untuk beribadah dan mengajar. Sesekali dia menggarap kebun kurma hingga panen. Buah manis tersebut dijual di pasar. Mengetahui penjual kurma itu adalah Husain, masyarakat dengan senang hati membeli komoditas kebang gaan masyarakat Arab tersebut.

Mempelajari Taurat adalah kebutuhan baginya. Lembar demi lembar dia baca. Di dalamnya ada ajaran moral dan juga kisah para nabi yang penuh ibrah untuk masyarakat. Namun, dia sangat terkejut ketika menemukan beberapa ayat membahas tentang kedatangan seorang nabi yang akan melengkapi pesan para nabi sebelumnya.

Ayat tersebut berbarengan dengan munculnya kabar kenabian Muhammad yang berasal dari Makkah. Ketika mendengar kemunculan Rasulullah, dia mulai mengajukan pertanyaan tentang namanya, silsilah, karakteristik, waktu dan tempatnya muncul. Dia mulai membandingkan informasi yang dimiliki dengan apa yang terkandung dalam Taurat.

Dari pertanyaan ini, saya menjadi yakin tentang kebenaran kenabian Rasulullah dan saya menegaskan kebenaran misinya. Namun, saya menyembunyikan kesimpulan saya dari orang Yahudi,” jelas dia.

 

Memeluk Islam

Kemudian datanglah hari ketika Nabi meninggalkan Makkah menuju Madinah tahun 622. Saat dia mencapai Yatsrib dan berhenti di Quba, seorang pria bergegas masuk ke kota, memanggil orang-orang dan mengumumkan kedatangan Nabi.

Pada saat itu, Abdullah berada di puncak pohon palem melakukan beberapa pekerjaan. Bibinya, Khalidah binti Harits, sedang duduk di bawah pohon. “Saat mendengar kabar tersebut, saya berteriak: ‘Allahu Akbar! Allahu Akbar!, Ketika bibi saya mendengar takbir saya, dia menyumpahi saya,” jelas dia.

Abdullah menjelaskan Rasulullah merupakan penutup nabi setelah Musa. Dia diutus dengan cara yang sama dengan Musa. Bibinya kemudian menanyakan mengenai Muhammad yang di bicarakan dalam Taurat. Rasulullah dikirim untuk menyampaikan kebenaran dari pesan nabi-nabi sebelumnya dan untuk melengkapi wahyu Allah.

“Tanpa penundaan atau keraguan, saya pergi menemui Nabi. Saya melihat kerumunan orang di depan pintunya. Saya Bergerak dalam kerumunan orang sampai aku mendekatinya,” jelas dia.

Yang pertama Rasulullah katakan adalah, Wahai manusia! Sebarkan kedamaian, bagikan makanan, berdoa semalaman saat orang biasanya tidur, dan Anda akan masuk surga dalam damai.

Ketika Abdullah bin Salam mendengar kedatangan sang nabi di Madinah, dia datang kepadanya. Abdullah menatapnya dengan detil. Kemudian memeriksanya dan yakin bahwa wajahnya bukan penipu. Dia lalu mendekatinya dan membuat pernyataan iman bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Nabi berpaling kepadanya dan bertanya, Siapakah namamu? Kemudian dijawab Al-Husain bin Sailam.

Rasulullah kemudian mengganti namanya menjadi Abdullah bin Salam. Nama baru itu dipakainya. Sejak itu, orang mengenalnya sebagai Abdullah. Pemberian itu merupakan bukti kepedulian Rasulullah kepada orang-orang yang mengakui kebenaran risalah yang dibawanya.

 

Mengajak keluarga memeluk Islam

Abdullah kemudian kembali ke rumah dan mengenalkan Islam kepada istri, anak-anak, dan seluruh anggota keluarga. Mereka semua menerima Islam, termasuk bibinya Khalidah yang saat itu adalah seorang wanita tua.

Namun, dia menasihati mereka untuk menyembunyikan keislaman mereka dari orang-orang Yahudi sampai Abdullah memberi mereka izin. Mereka pun setuju. Abdullah kembali kepada Nabi, dan berkata, Wahai Rasulullah Yahudi adalah orang (cenderung) memfitnah dan penuh kepalsuan. Saya ingin Anda mengundang tokoh mereka yang paling menonjol untuk bertemu kamu.

 

Selama pertemuan itu, Anda harus menjauhkan saya dari mereka di salah satu ruangan Anda. Tanyakan kepada mereka tentang status saya di antara mereka sebelum mereka mengetahui penerimaan saya terhadap Islam. Lalu ajak mereka memeluk Islam. Jika mereka tahu saya telah menjadi seorang Muslim, mereka akan mencela dan menuduh tanpa dasar dan memfitnah saya.”

Nabi kemudian menyembunyikannya di salah satu kamar. Tokoh Yahudi terkemuka diundang untuk mengunjungi Rasulullah. Dia memperkenalkan Islam kepada mereka dan mengajak mereka untuk beriman kepada Tuhan. Mereka mulai membantah dan berdebat tentang kebenaran ketika mereka menolak menerima Islam. Mereka menanyakan beberapa hal.

Apa status Al-Husain bin Salam di antara kalian? tanya Rasulullah. Kemudian dijawab, dia adalah sayyid (pemimpin) dan anak pemimpin orang Yahudi. Dia adalah rabi dan alim, putra dari rabbi yang dikagumi.

‘Jika Anda tahu bahwa dia telah menerima Islam, maukah Anda menerima Islam juga?’ tanya Nabi.

Mereka menjawab, tidak mungkin al-Husain memeluk Islam. Dia adalah tokoh panutan yang konsisten menjalankan ajaran Taurat. Kemudian Abdullah muncul dengan memandang mereka dan mengumumkan bah wa dia telah menerima agama yang dibawa Muhammad. “Demi Tuhan, Anda pasti tahu bahwa dia adalah utusan Tuhan dan Anda dapat menemukan kenabiannya, karakter yang dimilikinya, dan berbagai informasi tentang Muhammad di dalam Taurat,” jelasnya.

Abdulah menyatakan bahwa Muhammad adalah utusan Allah yang wajib diikuti. Kemudian mereka langsung menghina Abdullah. Setelah memeluk Islam Abdullah bin Salam mempelajari Islam dengan jiwa yang haus akan pengetahuan. Dia dengan penuh semangat mencurahkan perhatian pada Alquran dan menghabiskan banyak waktu untuk membaca dan mempelajari ayat-ayatnya yang indah dan agung.

Dia sangat terikat kepada Nabi yang mulia dan terus-menerus berada didekatnya. Sebagian besar wakt unya dia habiskan di masjid, terlibat dalam ibadah, belajar, dan mengajar. Dia dikenal karena cara mengajarnya yang mudah diterima banyak orang, bergerak, dan efektif.

Secara teratur di masjid Nabawi, Abdullah bin Salam dikenal di antara sahabat sebagai pria penghuni surga. Ini karena tekadnya untuk menjalani nasihat Nabi untuk terus berpegang teguh pada pegangan yang paling dapat dipercaya, yaitu kepercayaan dan kepasrahan sepenuhnya kepada Allah.

Istiqomah dalam Berdzikir

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Kuasa memberikan karunia kepada kita hati yang kuat sehingga kita bisa istiqomah di jalan-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Rodu [13] : 28)

Saudaraku, dzikir adalah sumber kekuatan yang sangat dahsyat. Jika kita menafakuri praktik ibadah Thawaf, maka kita bisa memetik pelajaran berharga mengenai dzikir. Thawaf adalah ibadah yang pada pelaksanaannya benar-benar berbaur antara laki-laki dan perempuan, hampir tidak ada hijab. Apalagi jika jamaah sedang padat, maka bisa di depan, samping dan belakang adalah lawan jenis yang jaraknya dekat. Belum lagi setiap orang mengenakan pakaian Ihrom yang hanya dua helai kain saja. Namun, mengapa aman-aman saja, tidak pernah ada peristiwa memalukan semacam pelecehan? Mengapa tidak ada satupun jamaah yang berpikiran macam-macam?

Jawabannya adalah karena setiap orang dikala itu sibuk dengan dzikir, mengingat Allah. Setiap orang saat itu sibuk dengan membasahi lisannya dengan dzikir menyebut nama Allah, hati dan pikirannya konsentrasi kepada Allah. Bahkan, meski badan tersenggol, tersikut, kaki terinjak, tidak ada rasa jengkel atau marah. Mengapa? Karena semua potensi diri kita fokus berdzikir kepada Allah Swt.

Maa syaa Allah. Demikian dahsyat efek dari mengingat Allah. Bisa menghindarkan seseorang dari kemunkaran, kemaksiatan. Ucap, langkah dan niat senantiasa terjaga dari keburukan. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang istiqomah dalam berdzikir mengingat-Nya dalam keseharian kita. Aamiin yaa Robbal aalamiin.[smstauhiid]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

INILAH MOZAIK

Golongan yang Pertama Diadili di Hari Kiamat

SIAPAKAH golongan manusia yang pertama masuk neraka? Apakah orang kafir? Apakah orang munafik? Apakah orang yang berbuat zina? Bapak, Ibu yang dimuliakan Allah, ternyata bukan salah satu dari mereka. Ada 3 golongan yang pertama masuk neraka.

Imam Muslim berkata: Telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Habib Al-Haritsi, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Khalid bin Al-Haritsi, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij, dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Yunus bin Yusuf, dari Sulaiman bin Yasaar, dia (Sulaiman bin Yasaar) berkata, “Ketika orang-orang telah meninggalkan Abu Hurairah, maka berkatalah Naatil bin Qais al Hizamy Asy-Syamiy (seorang penduduk palestina dan beliau adalah seorang tabiin), Wahai Syaikh, ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang engkau telah dengar dari Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam. Ya, aku akan ceritakan, jawab Abu Hurairah.

Abu Hurairah berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahualaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu? Ia menjawab, Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.

Allah berkata, Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu). Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.

Selanjutnya Rasulullah Sahallahu alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya, “Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Alquran. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya.

Kemudian Allah menanyakannya, Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu? Ia menjawab, Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca Alquran hanyalah karena Engkau. Allah berkata, Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang alim (yang berilmu) dan engkau membaca Alquran supaya dikatakan seorang qari (pembaca Alquran yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu). Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.

Rasulullah Sahallahu alaihi wa sallam menceritakan orang selanjutnya yang pertama kali masuk neraka, “Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?

Dia menjawab, Aku tidak pernah meninggalkan sedekah dan infak pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau. Allah berkata, Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu). Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka,” (Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, dan derajatnya sahih).

Hadis di atas menjelaskan tentang ditolaknya suatu amal karena dilandasi dengan riya. Syarat pokok diterima suatu amal shalih adalah ikhlas karena Allah semata, dan amal tersebut harus sesuai dengan contoh dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Inilah dua landasan amal yang diterima, ikhlas karena Allah dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.”

Hadits di atas menjelaskan tentang adanya tiga golongan manusia yang dimasukkan ke dalam neraka dan tidak mendapat penolong selain Allah. Mereka membawa amal yang besar, tetapi mereka melakukannya karena riya, ingin mendapatkan pujian dan sanjungan. Pelaku riya, kelak dihari pengadilan, wajahnya diseret secara tertelungkup sampai masuk ke dalam neraka.

Untuk itu, Bapak, Ibu, marilah kita senantiasa berusaha untuk meluruskan niat dalam setiap amal ibadah. Jangan pernah kita beramal karena riya atau mengharapkan pujian dan sanjungan.[ZonaKeren]

 

INILAH MOZAIK

Apa Bahasa Allah di Hari Kiamat dengan Makhluknya?

PERNAH ada yang mengatakan bahwa bahasa penduduk surga ialah bahasa Arab sedangkan bahasa penduduk neraka ialah bahasa Persia. Benarkah hal ini? Pertanyaan ini telah dijelaskan jawabannya oleh Ustaz Ammi Nur Baits. Berikut penjelasannya:

Terdapat riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu secara marfu, yang menyatakan, “Cintailah arab karena 3 hal, (1) karena saya orang arab, (2) karena al-Quran berbahasa arab, dan (3) bahasa penduduk surga adalah bahasa arab.”

Hadis ini diriwayatkan at-Thabrani dalam al-Ausath, al-Hakim dalam al-Mustadrak dan Baihaqi dalam Syuabul Iman. Dalam sanadnya terdapat perawi bernama al-Alla bin Amr, yang oleh ad-Dzahabi dinilai matruk. Dan beliau menyebut hadis ini sebagai hadis palsu. Kemudian Abu Hatim menilainya pendusta. Hingga Imam al-Albani mennyebutkan bahwa ulama sepakat hadis ini palsu. (Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah, 1/293).

Karena itu, Syaikhul Islam menegaskan bahwa hadis ini tidak bisa jadi dalil. Dalam al-Iqtidha, ketika beliau membahasa hadis ini, beliau menyatakan, “Ibnul Jauzi mencantumkan hadis ini dalam kitab al-Maudhuat (daftar hadis palsu). Beliau menyebutkan bahwa at-Tsalabi menilainya, La ashla lahu (tidak ada sumbernya). Sementara Ibnu Hibban menyebutkan bahwa Yahya bin Zaid (salah satu perawi hadis ini) meriwayatkan dari perawi yang tsiqqah kebalik-balik. Sehingga tidak bisa jadi dalil. (Iqtidha as-Shirat al-Mustaqim, 1/443)

Kemudian, disebutkan dalam riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu secara marfu, “Saya orang arab, al-Quran berbahasa arab, dan penduduk surga berbahasa arab.” Hadis ini juga diriwayat at-Thabrani dalam Mujam al-Ausath, dan ulama menilainya sebagai hadis palsu. (Silsilah ad-Dhaifah, 1/298).

Dalam Fatwa Islam disimpulkan, tidak terdapat dalil shahih yang menjelaskan tentang bahasa yang digunakan penduduk surga. (Fatwa Islam, no. 83262)

Syaikhul Islam pernah ditanya, Apa bahasa yang digunakan pada hari kiamat? Apakah Allah mengajak bicara makhluknya dengan bahasa arab? Apakah benar, bahasa penduduk neraka adalah bahasa persi, sementara bahasa penduduk surga adalah bahasa arab? Jawaban Syaikhul Islam, Segala puji bagi Allah, Rabbul alamin,

Kita tidak tahu, bahasa apa yang Allah gunakan untuk berkomuniasi pada hari kiamat. Kita juga tidak tahu, bahasa apa yang didengar oleh para makhluk ketika mereka berkomunikasi dengan Tuhannya. Karena Allah tidak menceritakan hal itu sama sekali, demikian pula Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan tidak ada riwayat yang shahih bahwa bahasa persi adalah bahasa penduduk neraka. Demikian pula, tidak ada riwayat shahih bahwa bahasa arab adalah bahasa penduduk surga. Dan kita juga tidak tahu adanya diskusi para sahabat Radhiyallahu anhum tentang masalah ini. Bahkan mereka semua tidak memberikan komentar tentng bahasa kelak di akhirat. Karena membahas masalah ini termasuk pembahasan sia-sia.

Kemudian, Syaikhul Islam melanjutkan, Hanya saja, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama belakangan. Sebagian mengatakan, Allah berkomunikasi dengan bahasa arab. Ada juga yang mengatakan, untuk penduduk neraka mereka berkomunikasi dengan bahasa persi. Dan itu menjadi bahasa mereka di neraka.

Ada juga yang mengatakan, komunikasi mereka dengan bahasa Suryani. Karena ini bahasa yang digunakan Nabi Adam. Dan semua bahasa turunan darinya. Kecuali ahli surga, mereka berbicara dengan bahasa arab. Dan semua pendapat ini, tidak memiliki dasar pijakannya. Baik secara logika maupun dalil yang shahih. Ini semua hanya klaim tanpa dalil. Dan Allah taala Maha Tahu dan Maha Bijaksana. (Majmu Fatawa, 4/300).

Nasehat yang sangat indah dari Syaikhul Islam, masalah bahasa di akhirat, sebaiknya tidak perlu banyak dipertanyakan. Kita pasrahkan kepada Allah. Dia paling tahu mana yang terbaik. Akan lebih bermanfaat, jika umat lebih menyibukkan diri untuk beramal demi kebaikannya di akhirat. Allahu alam.

INILAH MOZAIK