Buya Hamka Politisi dan Ulama yang Konsisten

Direktorat Dakwah dan Sosial Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al Azhar menyelenggarakan seminar nasional dengan tema Membedah Pemikiran Buya Hamka dalam bidang Teologi, Fiqh, Harakah, Sastra, Pendidikan dan Tasawuf. Seminar tersebut diselenggarakan dalam rangka Milad ke-66 YPI Al Azhar dan Milad ke-110 tahun Buya Hamka.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Prof Yunan Yusuf menjadi salah satu narasumber dalam seminar tersebut. Menurutnya, Buya Hamka merupakan seorang politisi dan ulama yang konsisten.

Prof Yunan mengatakan, hal yang bisa ditiru dari sosok Buya Hamka di bidang keulamaan dan politik adalah sikapnya yang konsisten. Buya Hamka tidak pernah bergeser ke mana-mana sebagai seorang ulama. Jadi Buya Hamka memadukan antara keulamaan dan kepolitikan.

“Dulu beliau anggota Konstituante Masyumi, yang saya lihat, beliau tidak pernah terbawa oleh arus mana pun, kepolitikan Buya Hamka bernuansa ulama dan ada politiknya,” kata Prof Yunan kepada Republika di Aula Buya Hamka Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Kamis (15/2).

Ia mengatakan, kalau Buya Hamka berbicara tentang politik, Buya Hamka juga berbicara nilai-nilai Keislaman. Buya Hamka juga termasuk seorang politisi yang piawai memainkan perannya.

Ia menceritakan, Buya Hamka sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa larangan mengucapkan selamat Natal bagi Muslim. Buya Hamka sangat konsisten saat itu. Ketika Buya Hamka berhadapan dengan pemerintah, beliau mengambil jalan mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum MUI.

“Beliau tidak memisahkan agama dengan politik, tetapi memberi nuansa moral agama ke dalam politik,” ujarnya.

Mengenai pandangan Prof Yunan terhadap perpolitikan saat ini, menurutnya secara menyeluruh perpolitikan di Indonesia sekarang ada yang berubah. Sekarang politiknya adalah politik kepentingan. Jadi kepentingan politik dikedepankan, sementara nilai-nilai moral dan agama dikebelakangkan.

Ia berharap, para politisi kembali menjunjung nilai-nilai kenegaraan, kebangsaan dan agama. Agar para politisi tidak terbawa arus dan terjerat kepentingan sesaat dan uang. “Sekarang kita tidak bisa menghindarkan diri dari politik transaksi yang disebut-sebut itu, sekarang ini biaya pilkada mahal sekali dan tidak mungkin tanpa uang,” ujarnya.

 

REPUBLIKA

Mohamed Salah Buat Suporter Liverpool Bakal Masuk Masjid

Penyerang asal Mesir, Mohamed Salah, menjadi idola baru pendukung Liverpool. Pemain yang didatangkan dari AS Roma tampil gemilang dan membawa Liverpool bersaing di papan atas Liga Inggris dan Liga Champions lewat gol-golnya. Walhasil pemain yang kini mengoleksi 22 gol di Liga Inggris, membuat fan the Reds jatuh hati dan mengelukannya.

Mereka memuji pemain bernomor punggung 11 itu melalui chant yang dinyanyikan di berbagai tempat, tidak hanya di dalam stadion saja.

Sebagai contoh, ada satu potongan video nyanyian untuk yang menjadi viral di dunia maya. Uniknya, salah satu chant yang dibawakan suporter menyertakan status Salah sebagai seorang muslim. Dalam liriknya mereka akan ‘masuk Islam’ jika Salah mencetak gol lagi.

Berikut cuplikan nyanyian suporter Liverpool.

Mo Salah-lah-lah-lah. Jika dia cukup baik untukmu, dia cukup baik untukku. Jika dia mencetak beberapa gol lagi, maka aku akan menjadi seorang muslim juga. Jika dia cukup baik untukmu, dia cukup baik untukku. Duduk di Masjid, itulah tempat di mana aku ingin berada.

 

REPUBLIKA

Jauhi Kebanyakan Prasangka, Setengahnya itu Dosa

DALAM sebuah perjalanan ke suatu daerah, para sahabat diatur agar setiap dua orang yang mampu, membantu seorang yang tak mampu (tentang makan-minum). Kebetulan Salman Al Farisi diikutkan pada dua orang, tetapi ketika itu ia lupa tidak melayani keperluan keduanya. Ia disuruh minta lauk pauk kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan setelah ia berangkat, keduanya berkata, “Seandainya ia pergi ke sumur, pasti surutlah sumurnya.”

Sewaktu Salman menghadap, beliau bersabda, “Sampaikan kepada kedua temanmu bahwa kalian sudah makan lauk pauknya.” Setelah ia menyampaikan kepada mereka berdua, lalu keduanya menghadap kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan katanya, “Kami tidak makan lauk pauk dan seharian kami tidak makan daging.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Kalian telah mengatakan saudaramu (Salman) begini-begitu. Maukah kalian memakan daging orang mati?” Mereka menjawab, “Tidak!” “Jika kalian tidak mau makan daging orang mati, maka janganlah kalian gibah mengatakan kejelekan orang lain, sebab yang demikian itu berarti memakan daging saudaranya sendiri.”

Menurut Ibnu Abbas, kisah tersebut yang melatarbelakangi diturunkannya surat Al-Hujarat: 12. “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (buruk), karena setengahnya itu dosa, dan janganlah menyelidiki kesalahan orang lain, dan jangan pula setengah kamu menggunjing (gibah) atas sebagian yang lainnya. Maukah seseorang di antara kamu makan daging saudaranya yang mati? Pasti kamu jijik (tidak mau). Bertakwalah kepada Allah, bahwasannya Allah menerima tobat lagi Penyayang.”

Dari Ali bin Ibrahim, dari ayahnya, dari An-Naufal, dari Al-Sakkuni, dari Abu Abdillah radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kerusakan yang dilakukan oleh gibah (mengumpat/memfitnah) pada iman seorang mukmin lebih cepat daripada kerusakan yang disebabkan oleh penyakit aklah (penyakit yang memakan daging di tubuh manusia) pada tubuhnya.”

Diriwayatkan dari Abu Dzar berkata: Ya Rasulullah, apakah gibah itu? Rasul menjawab: “Menyebutkan tentang saudaramu akan sesuatu yang membuat dia merasa jijik.” Aku berkata: Ya Rasulullah, bagaimana jika hal tersebut memang ada pada dirinya? Rasul menjawab: Ketahuilah, bahwa menyebut tentang sesuatu yang memang ada pada dirinya, berarti kamu telah mengumpatnya. Abu Dzar berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Gibah merupakan suatu dosa yang lebih besar daripada berzina. Kataku: Bagaimana itu, ya Rasulullah? Rasul menjawab: “Itu karena orang yang berzina, jika dia bertobat kepada Allah, Allah menerima tobatnya. Namun gibah tidak diampuni oleh Allah, hingga korban daripada gibah mengampuninya.”

 

INILAH MOZAIK

 

 

————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Share Aplikasi Andoid ini ke Sahabat dan keluarga Anda lainnya
agar mereka juga mendapatkan manfaat!

Anda Biasa Tertawa Terbahak-bahak? Ini Hukumnya!

MENJELANG perpisahannya dengan Nabi Musa ‘alaihissalam, Nabi Khidir ‘alaihissalam, memberi nasihat, “Hai Musa, janganlah terlalu banyak bicara, dan jangan pergi tanpa perlu, dan jangan banyak tertawa, juga jangan mentertawakan orang yang berbuat salah, dan tangisilah dosa-dosa yang telah kamu perbuat, hai putra Ali Imran.” (Tanbighul Ghafilin: 192-193).

Tertawa, tentu saja, bukanlah sesuatu yang dilarang. Siapa saja boleh tertawa selagi ingin. Dengan tertawa menunjukkan, bahwa seseorang sedang dalam keadaan senang. Bahkan tertawa bisa menjadi ilham bagi seorang penulis untuk membuat sebuah buku. Akan tetapi, tertawa dalam pengertian mengeluarkan suara meledak-ledak oleh sebab rasa suka, geli apalagi mengandung unsur menghina seseorang, ini akan lain ceritanya. Tidak didapati dalam ajaran di luar Islam yang mengatur tata hidup sedemikian rupa, hingga masalah tertawa.

Allah Ta’ala berfirman: “Maka hendaklah mereka sedikit tertawa dan banyak menangis sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. At-Taubah: 82).

Dalam salah satu hadisnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa, .” (HR.Abu Dzar) . Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah tertawa, kecuali hanya tersenyum, tidak menoleh kecuali dengan wajah penuh (maksudnya: tidak melirik). (Jafar Auf, Masud dari Auf Abdillah)

Berdasarkan hadis di atas, sebagian ulama berpendapat bahwa tersenyum itu hukumnya sunah, sedang tertawa terbahak-bahak makruh. Maka bagi mereka yang tetap ingin sehat akalnya, seyogyanya menjauhi tertawa dengan cara demikian (terbahak-bahak atau meledak-ledak), kata Al-Faqih Abu Laits Samarqandi. Dengan kata lain, orang yang tidak bisa mengendalikan diri dan gemar tertawa, akan membuat fungsi akalnya terganggu, lengah dan lupa diri, yang berarti membuka pintu bagi setan untuk masuknya godaan.

Dalam surat An-Najm (53): 59-61 Allah memperingatkan, “Apakah dengan ajaran ini, kalian takjub (heran)? Kamu tertawa dan tidak menangis. Sedangkan kalian lengah.” (An-Najm: 59-61)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa tertawa di saat berbuat maksiat, maka akan bercucuran tangis di neraka.” Tertawa yang berlebihan, termasuk di antara 3 perkara yang menyebabkan hati seorang menjadi bebal dan membatu. Sedang dua penyebab yang lainnya yaitu: belum lapar sudah makan lagi dan gemar omong kosong (bicara ke sana kemari yang tak berguna). Terkadang kita mendapati seseorang yang kesibukannya membuat orang tertawa-tawa, sehingga bukan semata menjadi hiburan hati, tapi sudah mengarah pada membuat orang menjadi lengah dan lupa. Kepada yang berbuat seperti ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi peringatan: “Celakalah orang yang berdusta supaya ditertawakan orang lain. Celakalah dia, celakalah dia!” (HR. Tirmidzi)

 

INILAH MOZAIK

Menuju Neraka dengan Cepat Akibat Lisan

LIDAH memiliki kesempatan yang sangat luas untuk taat kepada Allah dan berzikir kepadanya, tetapi juga memungkinkan untuk digunakan dalam kemaksiatan dan berbicara berlebihan. Semestinya kita mampu mengendalikan lidah untuk berzikir dan taat kepada Allah, sehingga bisa meninggikan derajat kita. Sedangkan banyak berbicara tanpa zikir kepada Allah akan mengeraskan hati, dan menjauhkan diri dari Allah Azza wa Jalla.

Menuju surga cepat dengan lisan, menuju nerakapun cepat dengan lisan. Lisan bagai jaring kalau menjaringnya baik akan mendapatkan hasil yang baik, sebaliknya jika tidak hasilnya akan sedikit dan melelahkan. Kata orang lidah tidak bertulang, maka lebih senang mengatakan apa-apa tanpa berpikir. Bahaya lidah ini sebenarnya besar sekali

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda, “Tiada akan lurus keimanan seorang hamba, sehingga lurus pula hatinya, dan tiada akan lurus hatinya, sehingga lurus pula lidahnya dan seorang hamba tidak akan memasuki surga, selagi tetangganya belum aman dari kejahatannya.”

Allah telah memberikan batasan tentang pembicaraan agar arahan pembicaran kita bermanfaat dan berdampak terhadap sesama, sebagaimana firman-Nya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shodaqoh atau berbuat maruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS Annisa: 114)

 

INLAH MOZAIK

Dakwah Islam Jangan Dijadikan Bahan Tertawaan

RASULULLAH acapkali bercanda. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya saya (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) suka bersendagurau dan saya tidak akan mengatakan kecuali yang benar-benar.”

Seperti kisah Rasullullah bersama seorang nenek yang menanyakan apakah si dia (nenek) akan masuk surga. Dan dijawab Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa hanya orang muda saja penghuni surga. Si nenek pun terkejut, dan akhirnya Rasullullah menerangkan bahwa biarpun orang tua akan menjadi muda kembali bila masuk surga.

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya engkau (hai ibu tua) tidak lagi berupa seorang tua-bangka pada waktu itu (yakni setelah masuk surga). Karena Allah Taala berfirman: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung “. Maksudnya: tanpa melalui kelahiran dan langsung menjadi gadis. “Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan”

Pada hadis tersebut dan hadis-hadis yang lain, banyak menceritakan bagaimana Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bercanda, dan sesungguhnya bercanda yang benar saja yang diperbolehkan. Beberapa dai banyak yang menggunakan banyolan-banyolan dalam penyampaian dakwahnya, terkadang sudah keterlaluan. Padahal Islam adalah agama yang serius, bukan dijadikan bahan tertawaan.

Masyarakat yang mendengar dai-dai ini berbanyol, hanya mendapatkan ketawanya saja, sedangkan ilmunya hilang terbawa gelak tawanya. Dan sesungguhnya Allah sangat murka pada sesuatu yang berlebihan, termasuk tertawa. Padahal dalam suatu hadis yang menyebutkan bahwa sesungguhnya bercanda itu menyempitkan hati. Di hadis tsb, menerangkan bahwa Rasullulllah tak pernah terlihat palate (langit-langit tenggorokan)-nya bila beliau sedang ketawa, hanya senyuman-lah yang selalu menghiasi pribadi beliau shallallahu ‘alaihi wasllam.

 

INILAH MOZAIK

Awas! Hindari Sifat Senang Disanjung Orang

IMAM Ats-Tsauri menuturkan: “Apabila engkau bukan termasuk orang yang takjub terhadap diri sendiri, hal lain yang perlu diingat ialah; hindarilah sifat senang disanjung orang.” Maksudnya bukan orang lain tidak boleh memuji perbuatanmu itu, tetapi janganlah kamu meminta pujian dari orang lain. Hendaknya engkau selalu berhubungan dengan Allah Subhanahu wa Taala (dengan selalu mengingatnya).

Dalam sebuah hadis disebutkan: “Barang siapa yang mencari rida Allah Subhanahu wa Taala, meskipun menimbulkan kemarahan manusia, niscaya Allah Subhanahu wa Taala akan meridainya dan akan membuat manusia rida terhadapnya. Dan barang siapa yang mencari kesenangan manusia, hingga membuat Allah murka maka Allah murka kepadanya dan membuat manusia murka terhadapnya.” (HR. At-Tirmidzi).

Jenis pujian lain adalah memuji diri sendiri atas kekurangan yang ada padanya. Ini termasuk rekomendasi terhadap diri sendiri. Sebagian orang sengaja memuji diri sendiri di hadapan orang banyak. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman: “Janganlah kamu menganggap diri kamu suci” (QS An-Najm: 32).

Dan perbuatan tadi termasuk menganggap suci diri sendiri. Rabbah Al-Qaisi pernah ditanya: “Apakah yang dapat merusak amalan seseorang?” Beliau menjawab: “Sanjungan orang dan lupa terhadap Allah Subhanahu wa Taala yang telah memberi nikmat.” Seorang penyair berkata:

Sungguh aneh orang yang memuji dirinya sendiri
Namun tidak menyadari bahwa pujiannya itu sendiri adalah kekurangan dirinya
Seorang pemuda memuji diri atas kekurangan yang ada padanya,
Menyebut-nyebut aibnya sendiri hingga diketahui kejelekannya

Pujian sesekali perlu diberikan. Hal ini membuat orang lain berusaha untuk bekerja lebih baik lagi. Karena, pada dasarnya semua orang mendambakan penghargaan walaupun hanya berupa kata-kata pujian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan reward kepada para sahabatnya selalu disertai doa. Misalnya Saad Bin Abi Waqash pernah didoakan Rasulullah tentang dua hal yaitu kalau berdoa pasti dikabulkan Allah dan kalau memanah pasti kena sasaran. Inilah sanjungan yang dilandasi persahabatan yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah.

Biasanya kita dapati pada masyarakat yang budaya paternalistiknya sangat kuat; budaya Asal Bapak Senang; budaya Yes Man dan sebagainya. Berbagai gelar, acap kali disematkan sebagai tanda loyalnya bawahan terhadap atasan, misalnya Bapak Revolusi, Wali ul Amri, Bapak Pembangunan dan banyak bentuk-bentuk sanjungan yang pada akhirnya justru akan menghancurkan orang tersebut. Seperti Firaun yang selalu disanjung, dipuja oleh rakyatnya dan pada gilirannya Firaun mendeklarasikan dirinya sebagai tuhan. Dan kita tahu bagaimana akhir dari kehidupan Firaun itu sangat tragis dan mengenaskan. Dan hanya Allah yang pantas mendapat segala jenis sanjungan dan pujian.

 

INILAH MOZAIK

Anak Penyebab Lima Keburukan Bagi Orangtua

Saat anak disebut sebagai cobaan hidup dalam Al Quran (Al Anfal: 28 dan At Taghabun: 15), maka para orangtua harus berhati-hati. Layaknya sebuah cobaan, sering kali menjerumuskan jika tidak lulus dari ujian tersebut. Potensi keburukan yang disebabkan oleh ujian tersebut harus diketahui sehingga bisa dijaga sedini mungkin oleh para orangtua, agar lulus dengan sempurna dari ujian anak.

Keasyikan orangtua menikmati keindahan anak. Kesibukan orangtua mengurus anak. Waktu dan kemampuan yang tersita untuk memakmurkan anak dan sebagainya menjadi masalah yang berakhir buruk bagi kehidupan orangtua jika tidak mengerti.

Ada 5 potensi keburukan dari keberadaan anak bagi orangtua yang tidak lulus dalam mendidik mereka menjadi anak yang baik dan menyejukkan mata. Berikut ini ke 5 potensi buruk itu:

  1. Menjauhkan dari dzikir kepada Allah

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Qs Al Munafiqun: 9)

Dzikir adalah kewajiban seorang hidup di dunia. Mengingat Allah dalam keadaan apapun. Sedang dalam aktifitas apapun. Dan dengan berbagai cara; lisan, hati dan bukti perbuatan yang sesuai dengan keridhoan Nya.

Dzikir adalah bukti orangtua telah menjadi seorang hamba Allah yang baik.

Anak berpotensi menjadi penjauh dan penghalang orangtua dari dzikir dan mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga para orangtua harus menyeimbangkan dirinya antara menjaga amanah anak tersebut dengan kepentingan dirinya untuk menjadi hamba Allah yang baik.

  1. Menyebabkan munculnya sifat pelit

Rasululloh bersabda:

إن الولد مبخلة مجبنة مجهلة محزنة

“Sesungguhnya anak menjadi penyebab sifat pelit, pengecut, bodoh dan sedih.” (HR. Hakim dan Thabrani, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ hadits no. 1990)

Pelit pada akhirnya berhubungan dengan harta. Orangtua yang merasa terbebani dengan amanah anak yang memerlukan biaya besar dalam mendidik mereka, berubah menjadi orangtua yang pelit. Padahal pada harta kita tidak hanya ada hak anak. Tetapi ada banyak orang lain yang berhak terhadap harta kita.

Ini artinya, para orangtua harus tetap menjaga sifat dermawan walaupun tugas membesarkan anak-anak memerlukan biaya yang tidak kecil.

  1. Penyebab munculnya sifat pengecut

Dalam hadits tersebut di atas, Rasululloh menyebutkan bahwa anak bisa menyebabkan tumbuhnya sifat pengecut dalam hati orangtua.

Kecintaan orangtua terhadap anak. Rasa takut kehilangan mereka. Tidak mau berpisah jauh dari mereka. Semua ini bisa membuat orangtua mendadak menjadi seorang pengecut dalam menghadapi kehidupan ini. Rasa takut begitu dominan. Takut mati tiba-tiba hadir. Tidak berani bertindak tegas dalam hidupnya dengan alasan keberadaan anak-anak.

Maka, para orangtua harus tetap memiliki sifat berani dalam mengarungi dan memutuskan langkah dalam hidup ini. Ada saat harus bahagia bersama mereka. Ada saat harus berpisah jauh dari mereka. Ada saat mereka bisa dipenuhi kebutuhannya. Ada saat keputusan harus diambil dalam hidup orangtua walau berisiko kehidupan anak-anak harus lebih prihatin.

Bersandar kepada Allah yang Maha Pemberi dan keyakinan bahwa apa saja yang dititipkan kepada Allah tak akan pernah rusak dan hilang, akan membuat orangtua tidak kehilangan keberaniannya dalam mengarungi tugas hidup di dunia.

  1. Penyebab kebodohan

Hadits Nabi di atas menyebutkan bahwa anak juga bisa menyebabkan kebodohan bagi orangtuanya. Kebodohan berhubungan dengan ilmu.

Orangtua yang terlalu sibuk mengurusi anaknya, memperhatikan mereka, sering menjadikan anak sebagai alasan dari ketidakberilmuan dirinya. Kesempatan belajar memang jadi berkurang. Minat belajar juga mulai pupus, seiring kelelahan fisik yang mendera karena kesibukan bersama anak-anak dan untuk mereka.

Tetapi kebodohan tidak boleh terjadi pada kehidupan orangtua. Apalagi ilmu adalah modal untuk mendidik mereka. Bagaimana diharapkan keberhasilan pendidikan anak, jika orangtuanya menghapus ilmu baik mereka dengan tindakan dan lisan orangtua tanpa disadari. Semuanya berawal dari kosongnya kepala orangtua dari ilmu.

Sehingga, anak tidak boleh menjadi alasan orangtua hilang kesempatan menuntut ilmu. Orangtua harus tetap mempunyai waktu dan tenaga untuk belajar dan terus belajar.

  1. Penyebab kesedihan

Di akhir hadits disebutkan bahwa anak bisa menyebabkan kesedihan bagi orangtua. Banyak faktornya. Anak sakit umpamanya, bisa jadi hanya sakit panas biasa. Tetapi orangtua bisa sangat panik karenanya. Kepanikan itu menyebabkan terhentinya banyak kebaikan. Atau kesedihan yang disebabkan oleh ulah anak di rumah atau di luar rumah.

Kesedihan sering bermunculan disebabkan oleh anak. Maka ini peringatan dari Nabi, agar para orangtua menjaga kestabilan jiwanya. Kesedihan adalah hal yang manusiawi. Tetapi kesedihan tidak boleh terus menerus meliputi seluruh kehidupan kita bersama anak-anak. Juga, kesedihan tidak boleh menghentikan potensi kebaikan dan amal shaleh para orangtua.

Ya jadikanlah anak-anak kami kebaikan bagi kami.

Amin…

Ustadz Budi Ashari, Lc.

 

ARRAHMAH

Imlek di Mata Muslim Tionghoa

Datangnya tahun baru Cina alias Imlek di Indonesia selalu jadi momen istimewa bagi para peranakan Tionghoa. Bagaimana dengan sebagian dari kaum tersebut yang memeluk agama Islam?

Lina Liputri adalah salah satu mualaf keturunan etnik Tionghoa. Perempuan yang berpindah agama sejak 2005 itu setiap tahun mengadakan open house untuk merayakan Imlek. “Meskipun saya sudah ber-Islam, tapi saya tetap menghormati budaya Cina,” tuturnya, di kediamannya di Perumahan Magnolia, Alam Sutera, Tangerang Selatan, Senin (8/2).

Ketika Imlek, Hajjah Lina juga menyajikan makanan-makanan khas seperti kue keranjang dan berbagai macam buah-buahan. Bedanya, makanan khas Imlek tersebut hanya untuk makanan hidangan saja, bukan untuk sembahyang.

Aksesori serbamerah yang khas dengan perayaan Imlek melekat cantik di kediamannya. Hajjah Lina pun juga mengenakan busana khas Cina berwarna merah berpadu dengan warna hitam dengan hiasan payet yang tersusun rapi membentuk gambar bunga sembari rambutnya berbalut kerudung merah. Menjalin silaturahim pada perayaan Imlek, menurut dia, merupakan salah satu sarana dakwah.

Hajjah Lina mengaku keluarga besarnya biasanya akan datang ke rumahnya ketika siang hari, selepas melakukan sembahyang di klenteng. Selain keluaga besar, Hajjah Lina juga mengundang kerabat-kerabatnya seperti karyawan-karyawannya di PT El Essential. Para koleganya pun juga diundang.

Hajjah Lina juga mengundang beberapa yayasan untuk ikut menikmati hari kebahagiaan. Di antaranya adalah Yayasan Haji Karim Oey dan Yayasan Difable Raudhatul Ma’mufin.

Bagi Deasy (32), peranakan Muslim Tionghoa lainnya, perayaan Imlek tak ubahnya hari Lebaran. “Enggak ke klenteng. Ya cuma ngumpul-ngumpul aja kayak Lebaran,” tutur warga Pondok Gede, Kabupaten Bekasi, tersebut.

Ia sudah memeluk Islam sejak lahir. Kedua orang tua Deasy beragama Islam. Darah Tionghoa dia dapat dari sang ayah, sedangkan ibunya berasal dari suku Jawa. “Kayaknya yang asli Tionghoa buyut. Bapak saya juga udah enggak bisa bahasa China,” ucap Deasy.

Keluarga Deasy juga mengisi Imlek dengan bagi-bagi angpau pada keponakan yang masih kecil. Bagaimanapun, ia mengaku sudah tidak memegang teguh adat istiadat Tionghoa.

Tidak banyak ada pernak-pernik di rumahnya, kecuali lampu dan lampion. Pada malam Imlek pun tidak pernah diadakan tradisi makan bersama dengan menu ikan laiknya Tionghoa asli.

Perayaan Imlek yang dirayakan oleh etnik Cina ini menurut ulama dari etnik Tionghoa, Haji Ali Karim Oey, merupakan perayaan budaya dan bukan perayaan agama tertentu. Menurut dia, perayaan Imlek merupakan perayaan tahun baru setelah Dinasti Han berhasil membuat kalender Cina, setelah dinasti-dinasti sebelumnya gagal.

Perayaan tahun baru yang dibuat sejak tahun 1500 SM ini menurut pria paruh baya yang akrab disapa Haji Ali ini untuk merayakan sukacita memasuki musim bertanam. Sementara, untuk ritual-riual tertentu seperti yang dilakukan penganut Buddha di klenteng merupakan ritual tambahan yang melekat dengan etnik Tionghoa yang mayoritas beragama Buddha.

Kue keranjang, yang selalu identik dengan perayaan tahun baru Cina itu sengaja dibuat awet menurut Haji Ali karena pada zaman dahulu ada kesulitan pangan. Sehingga, makanan yang bisa tahan hingga beberapa bulan itu dapat disimpan untuk cadangan bahan makanan.

 

REPUBLIKA