Lelaki Ini Masuk Islam Karena Lihat Muslim Shalat di Stasiun Kereta

HIDAYAH Allah bisa datang tanpa terduga. Seseorang mengatakan hidayah Allah itu mahal, karena tidak semua bisa dapat. Tapi jika Allah sudah berkehandak, maka siapapun dan kapanpun hidayah datang, langsung bisa diterima.

Sama halnya dengan pemuda berkulit cokelat asal Trinidad ini. Ia begitu terpana melihat pemandangan di depannya. Namanya Dion, lelaki berusia 26 tahun itu, tak henti-henti mengarah ke sekelompok Muslim yang sedang shalat dengan khusyu’nya di tengah ramainya stasiun kereta di sebuah kota di Belgia. Dion seperti tersambar petir. “Saya tidak tahu, tiba-tiba karena melihat mereka shalat di stasiun hati saya bergetar,” ujarnya.

Seusai mereka shalat, Dion memberanikan diri bertanya, siapa mereka dan apa gerangan yang mereka baru lakukan? Setelah mendapatkan jawaban dari mereka, pemuda yang bekerja sebagai akuntan di Stamford, Connecticut, itu tidak pernah habis berpikir. Ada pikiran yang berkecamuk keras, antara percaya dengan perasaannya sendiri dan apa yang dia kenal selama ini tentang Islam

Tiga minggu sesudah kejadian itu, Dion bertemu saya di Islamic Forum for non Muslim New York yang saya asuh. Rambutnya panjang. Gaya berpakaiannya membuat saya hampir tidak percaya jika hatinya begitu lembut menerima hidayah Ilahi. Biasanya ketika menerima pendatang baru di kelas ini, saya mulai menjelaskan dasar-dasar Islam sesuai kebutuhan dan pengetahuan masing-masing peserta. Tapi hari itu, tanpa kusia-siakan kesempatan, saya jelaskan makna shalat dalam kehidupan manusia, khususnya dalam konteks manusia modern yang telah mengalami kekosongan spiritualitas.

Hampir satu jam saya jelaskan hal itu kepada Dion dan pendatang baru lainnya. Hampir tidak ada pertanyaan serius, kecuali beberapa yang mempertanyakan tentang jumlah shalat yang menurut mereka terlalu banyak. “Apa lima kali sehari tidak terlalu berat?” tanya seseorang. “Sama sekali tidak. Bagi seorang Muslim, shalat 5 waktu bahkan lebih dari itu adalah rahmat Allah,” jawabku. Biasanya saya membandingkan dengan makan, minum, istirahat untuk kebutuhan fisik.

Setelah kelas bubar, Dion ingin berbicara berdua. Biasanya saya tergesa-gesa karena harus mengisi pengajian di salah satu masjid lainnya. “Saya rasa Islam lah yang benar-benar saya butuhkan. Apa yang harus saya lakukan untuk menjadi Muslim?” tanyanya tanpa tedeng aling-aling.

Saya diam sejenak, lalu saya bilang, “Saya bukannya mau menunda jika kamu benar-benar yakin bahwa ini jalan yang benar untuk kamu. Tapi coba pastikan, apakah keputusan ini datang dari dalam dirimu sendiri.”

Dengan bersemangat Dion kemudian menjawab, “Sejak dua minggu lalu, saya mencari-cari jalan untuk mengikuti agama ini. Beruntung saya kesini hari ini. Kasih tahu saya harus ngapain?” katanya lagi.

Alhamdulillah, siang itu juga Dion resmi menjadi Muslim setelah mengucapkan syahadat menjelang shalat Ashar. Diiringi gema “Allahu Akbar!” dia menerima ucapan selamat dari ratusan jama’ah yang shalat Ashar di Islamic Center of New York.

Saat itu Dion pernah mengikuti ceramah saya di Yale University dengan tema “Islam, Freedom and Democracy in Contemporary Indonesia”. Pada kesempatan itu saya perkenalkan dia kepada masyarakat Muslim yang ada di Connecticut, khususnya Stamford.

Sayang, belum ada tempat di daerahnya di mana dia bisa mendalami Islam lebih jauh. Hingga kini, dia masih bolak balik Stamford-New York yang memakan waktu sekitar 1 jam, untuk belajar Islam.

Semoga Dion dikuatkan dan selalu dijaga dalam lindunganNya! []

 

Sumber: pitidki

Oleh : M. Syamsi Ali, Imam Masjid Islamic Cultural Center New York

ERAMUSLIM

Kondisi Zaman Sebelum Rasulullah

Said Ramadhan al-Buthi dalam Fiqhus Sirah memulai penulisan sirah dengan membahas kondisi dunia pada zaman sebelum Rasulullah.Ketika itu ada beberapa kerajaan besar yang berpengaruh. Pertama adalah Persia.

Agama Zoroaster (az-Zar dasyti yah) yang dianut masyarakat kerajaan ini tidak mengajarkan akhlak mulia.Bayangkan, falsafah mereka yang ketika itu dijadikan rujukan menganjurkan laki- laki menikahi ibunya atau anak perempuannya, atau saudara perempuan (tafdhil zuwaj rajul bi ummihi aw ibnatihi aw ukhtihi).

Belum lagi kebijakan kerajaan yang sangat mengekang.Rakyat dibebani dengan pajak yang terlalu besar untuk menopang kebiasaan hedonistik bangsawan.Raja tampil semakin kaya.

Sementara rakyat jelata terus- menerus tertindas.

Di sisi lain, peradaban Yunani tampil dengan berbagai mitologi tak masuk akal, seperti dewa-dewa di Olimpus yang wajib diagungkan.Masyarakat tidak memiliki iman dan agama yang jelas untuk dianut.

Lainnya adalah Romawi.Kerajaan ini penuh dengan ambisi untuk menjajah, menindas, demi meluaskan kekuasaan.Maksud di belakangnya adalah menyebarkan pengaruh keagamaan yang mereka anggap benar.

Pada saat itu, di jazirah Arab yang tandus dan gersang, Islam didak wahkan oleh Rasulullah.

Ajaran ini menjadi antitesis dari semua kerajaan tersebut.Di saat Persia mewajibkan menyembah api dan menganjurkan menikahi ibu, anak perempuan, dan saudara perempuan, Islam hadir menyerukan manusia menyembah Allah.Ajaran tauhid yang lebih masuk akal juga menjadi solusi atas konsep dewa- dewi Yunani.Islam mewajibkan penganutnya menikahi orang lain yang bukan keluarga inti.

Di saat banyak kerajaan memeras rakyatnya dengan pajak, Islam mengajarkan umatnya untuk berzakat dengan batasan tertentu, yang tidak mengekang, dan jelas sasarannya.Pajak ketika itu dimanfaatkan untuk menopang kerajaan.

Sementara zakat di alokasikan untuk para mustahiq, di antaranya adalah para fakir miskin, yang ketika itu kerap diabaikan, dan tidak mendapatkan perhatian kerajaan.

Islam hadir sebagai kekuatan pembangkit kesejahteraan yang dengan cepat menyebar ke berbagai penjuru dunia.Rasulullah mendakwahkan Islam dengan cara yang santun, meski kerap mendapatkan caci-maki.

Kebijaksanaannya telah membuat umat mampu menghimpun kekuatan sosial, sehingga terbentuklah sumber daya untuk menggiatkan syiar Islam.

Di saat banyak kerajaan memeras rakyatnya dengan pajak, Islam mengajarkan umatnya untuk berzakat dengan batasan tertentu, yang tidak mengekang, dan jelas sasarannya.

 

REPUBLIKA

Usai Salat, Makmum Dilarang Bergeser Sebelum Imam

APABILA para makmum berpindah duduk setelah imam mengubah posisi, sesungguhnya berangkat dari sebuah hadis yang melarang makmum bergeser sebelum imam berubah posisi.

Dari Anas berkata bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat mengimami kami, ketika selesai salat beliau menghadapkan wajah kepada kami dan bersabda, “Wahai manusia, aku adalah imam kalian. Janganlah kalian mendahului aku dalam ruku, sujud, berdiri atau berpindah.” (HR. Muslim)

Dengan landasan hadis ini maka di dalam kitab kitab Fatawa-nya jilid 22 halaman 505 Imam Ibnu Taymiyah mengatakan hendaknya makmum tidak berdiri pergi meninggalkan tempat salat kecuali setelah imam berpindah atau menggeser arah duduknya dari arah kiblat.

Sehingga wajar bila anda menyaksikan bahwa para makmum berpindah posisi setelah imam berputar arah. Semua berangkat dari hadis ini. Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc]

 

INILAH MOZAIK

Status Menikahi Wanita Hamil, Sah atau Haram?

BAGAIMANA status pernikahan wanita yang hamil di luar nikah dengan pria yang menghamilinya? Madzhab Syafi’i dan Hanafi menganggap sah pernikahan ini tanpa harus menunggu anak zina lahir. Dengan alasan tidak ada keharaman pada anak zina karena tidak ada nasab (keturunan).

Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bab VIII Kawin Hamil sama dengan persoalan menikahkan wanita hamil. Pasal 53 dari BAB tersebut berisi tiga(3) ayat , yaitu : 1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.

Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Keputuasan KHI di atas diperkuat oleh pendapat mayoritas ahli fiqh (jumhur) yang membolehkan menikahi wanita yang dihamilinya. Juga diperkuat oleh beberapa hadits sbb:

  1. Dari Aisyah ra berkata, “Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda, “Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal.” (HR Tabarany dan Daruquthuny).
  2. Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Isteriku ini seorang yang suka berzina.” Beliau menjawab, “Ceraikan dia!.” “Tapi aku takut memberatkan diriku.” “Kalau begitu mut’ahilah dia.” (HR Abu Daud dan An-Nasa’i)
  3. Dimasa lalu seorang bertanya kepada Ibnu Abbas ra, “Aku melakukan zina dengan seorang wanita, lalu aku diberikan rizki Allah dengan bertaubat. Setelah itu aku ingin menikahinya, namun orang-orang berkata (sambil menyitir ayat Allah), “Seorang pezina tidak menikah kecuali dengan pezina juga atau dengan musyrik’. Lalu Ibnu Abbas berkata, “Ayat itu bukan untuk kasus itu. Nikahilah dia, bila ada dosa maka `ku yang menanggungnya.” (HR Ibnu Hibban dan Abu Hatim)
  4. Ibnu Umar ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang wanita, bolehkan setelah itu menikahinya? Ibnu Umar menjawab, “Ya, bila keduanya bertaubat dan memperbaiki diri.” Kalangan Sahabat Nabi yang membolehkan nikah dalam kasus ini antara lain: Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas.

Bagaimana dengan status anak tersebut? Status anak, menurut sebagian ulama, jika anak ini lahir 6 bulan setelah akad nikah–berarti usia kandugan sekitar 3 bulan saat menikah, maka si anak secara otomatis sah dinasabkan pada ayahnya tanpa harus ada ikrar tersendiri. Namun jika si jabang bayi lahir sebelum bulan keenam setelah pernikahan–berarti usia kandungan lebih dari 3 bulan saat menikah, maka ayahnya dipandang perlu untuk melakukan ikrar, yaitu menyatakan secara tegas bahwa si anak memang benar-benar dari darah dagingnya.

 

INILAH MOZAIK

Banyak Sedekah, Rasul Tak Khawatir Jatuh Miskin

TELADAN terbaik bagi kita adalah dari Rasul kita -Muhammad shallallahu alaihi wa sallam-. Kita akan saksikan bagaimana Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam memberi contoh bagaimana semangat beliau dalam berderma, lebih-lebih lagi ketika di bulan penuh berkah, bulan Ramadhan.

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik dan paling semangat serta yang lebih semangat untuk berderma.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Shofwan bin Umayyah, ia berkata, “Sungguh Rasul shallallahu alaihi wa sallam pernah memberiku sesuatu yang belum pernah kuperoleh. Padahal awalnya beliau adalah orang yang paling kubenci. Beliau terus berderma untukku sehingga beliau lah saat ini yang paling kucintai.” (HR. Ibnu Hibban, shahih).

Ibnu Syihab berkata bahwa pada saat perang Hunain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan Shofwan 100 hewan ternak, kemudian beliau memberinya 100 dan menambah 100 lagi. Juga disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi Shofwan unta dan hewan ternak sepenuh lembah, lantas Shofwan berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada orang yang sebaik ini melainkan dia adalah seorang Nabi.”

Dari Jabir, ia berkata, “Tidaklah Rasul shallallahu alaihi wa sallam diminta sesuatu lalu beliau menjawab, “Tidak.” Rasul shallallahu alaihi wa sallam pernah mengatakan pada Jabir, “Seandainya datang padaku harta, melainkan aku akan memberimu seukuran dua telapak tangan penuh seperti ini (beliau menyebutkan tiga kali). Beliau berkata, “Yaitu dengan dua telapak tangan semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits riwayat Muslim diperlihatkan bagaimanakah semangat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam berderma. Jika ada yang meminta sesuatu, pasti beliau shallallahu alaihi wa sallam akan memberinya. Maka ketika itu ada seseorang yang menghadap Rasul shallallahu alaihi wa sallam, lalu beliau memberinya kambing yang ada di antara dua bukit. Lantas orang yang telah memperoleh kambing tadi kembali ke kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, masuklah Islam. Karena Muhammad kalau memberi sesuatu, ia sama sekali tidak khawatir akan jatuh miskin.”

Ibnu Rajab dalam Lathoif Al Maarif mengatakan, “Demikianlah kedermawanan Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Semuanya beliau lakukan ikhlas karena Allah dan ingin mengharapkan ridho-Nya. Beliau sedekahkan hartanya, bisa jadi kepada orang fakir, orang yang butuh, atau beliau infakkan di jalan Allah, atau beliau memberi untuk membuat hati orang lain tertarik pada Islam. Beliau mengeluarkan sedekah-sedekah tadi dan lebih mengutamakan dari diri beliau sendiri, padahal beliau sendiri butuh.. Sampai-sampai jika kita perhatikan bagaimana keadaan dapur beliau, satu atau dua bulan kadang tidak terdapat nyala api. Suatu waktu pula beliau shallallahu alaihi wa sallam pernah menahan lapar dengan mengikat batu pada perutnya.” Lihatlah bagaimana kedermawanan beliau yang luar biasa meskipun dalam keadaan hidup yang pas-pasan? Bagaimana lagi dengan kita yang diberi keluasan harta?!

 

INIALH MOZAIK

Sedekah, dari Sunah ke Haram

SEORANG peserta sebuah pengajian bertanya tentang hukum memberi uang kepada pengemis yang menurut dia, semakin banyak terdapat di kotanya. Ustaz Muhammad Shiddiq Al Jawi yang ditanya soal itu menjawabnya sebagai berikut;

Memberi uang kepada pengemis dapat dianggap bersedekah. Maka hukumnya sunah, karena bersedekah hukum asalnya sunah. Wahbah az-Zuhaili berkata, “Sedekah tathawwu (sedekah sunah/bukan zakat) dianjurkan (mustahab) dalam segala waktu, dan hukumnya sunah berdasarkan Alquran dan As-Sunah.” (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/389).

Dalil Alquran antara lain (artinya), “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (QS Al-Baqarah [2] : 245). Dalil As-Sunah misalnya sabda Nabi SAW, “Barangsiapa memberi makan orang lapar, Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga. Barangsiapa memberi minuman kepada orang haus, Allah pada Hari Kiamat nanti akan memberinya minuman surga yang amat lezat (ar-rahiq al-makhtum), dan barangsiapa memberi pakaian orang yang telanjang, Allah akan memberinya pakaian surga yang berwarna hijau (khudhr al-jannah).” (HR Abu Dawud no 1432; Tirmidzi no 2373).

Namun hukum asal sunah ini bisa berubah bergantung pada kondisinya. Sedekah dapat menjadi wajib. Misalnya ada pengemis dalam kondisi darurat (mudhthar), yakni sudah kelaparan dan tak punya makanan sedikit pun, sedang pemberi sedekah mempunyai kelebihan makanan setelah tercukupi kebutuhannya. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390). Dalam kondisi seperti ini, sedekah wajib hukumnya. Sebab jika tak ada cara lain menolongnya kecuali bersedekah, maka sedekah menjadi wajib, sesuai kaidah fiqih : “Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib.” (Jika suatu kewajiban tak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya). (Saifuddin Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, 1/111).

Namun sedekah dapat menjadi haram hukumnya, jika diketahui pengemis itu akan menggunakan sedekah itu untuk kemaksiatan. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390). Misalnya, digunakan untuk berjudi, berzina, atau minum khamr. Hukum sedekah dalam kondisi ini menjadi haram, karena telah menjadi perantaraan (wasilah) pada yang haram. Kaidah fikih menyebutkan, “Al-Wasilah ila al-haram haram.” (Segala perantaraan menuju yang haram, haram hukumnya). (M. Shidqi al-Burnu, Mausuah Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, 12/200).

Sedekah kepada pengemis juga menjadi haram, jika diketahui pengemis itu tidak termasuk orang yang boleh mengemis (meminta-minta), misalnya bukan orang miskin. Dalam masalah ini ada dalil khusus yang mengharamkan meminta-minta, kecuali untuk tiga golongan tertentu. Sabda Nabi SAW, “Meminta-minta tidaklah halal kecuali untuk tiga golongan: orang fakir yang sangat sengsara (dzi faqr mudqi), orang yang terlilit utang (dzi ghurm mufzhi), dan orang yang berkewajiban membayar diyat (dzi damm muuji).” (HR Abu Dawud no 1398; Tirmidzi no 590; Ibnu Majah no 2198). (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 194).

Jadi kalau seorang pengemis sebenarnya bukan orang miskin, haram baginya meminta-meminta. Demikian pula pemberi sedekah, haram memberikan sedekah kepadanya, jika dia mengetahuinya. Dalam kondisi ini pemberi sedekah turut melakukan keharaman, karena dianggap membantu pengemis tersebut berbuat haram. Kaidah fikih menyebutkan: “Man aana ala mashiyyatin fahuwa syariik fi al itsmi” (Barangsiapa membantu suatu kemaksiatan, maka dia telah bersekutu dalam dosa akibat kemaksiatan itu.). (Syarah Ibnu Bathal, 17/207). Wallahu alam.

 

INILAH MOZAIK

Ziarah Kubur, Sarana Mengingat Kematian

MEMASUKI bulan Ramadan, tempat-tempat pemakaman umum ramai didatangi umat Islam untuk berziarah. Mengapa harus berziarah?

Sebab, ziarah kubur termasuk ibadah yang pada awalnya diharamkan namun kemudian dianjurkan dalam agama. Pengharaman ziarah kubur sebelumnya disebabkan para sahabat masih baru saja meninggalkan pola kepercayaan jahiliyah, yang salah satu bentuknya seringkali meminta-minta kepada kuburan.

Padahal perbuatan itu termasuk perbuatan syirik yang dosanya tidak akan diampuni bila terbawa mati dan belum bertobat. Termasuk kebiasaan mereka mengkeramatkan kuburan serta melakukan berbagai ritual lainnya yang hukumnya haram.

Namun ketika para sahabat sudah lebih kental keimanannya, lebih dewasa cara berpikirnya serta sudah tidak ingat lagi masa lalunya tentang ritual aneh-aneh terhadap kuburan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun membolehkan mereka berziarah kubur. Dalam hal ini, beliau bersabda:

Dari Buraidah bahwa Rasulullah bersabda, “Dahulu aku larang kalian untuk berziarah kubur, sekarang silahkan berziarah.” (HR Muslim)

Dalam riwayat yang lain: Siapa yang ingin berziarah kubur, hendaklah berziarah. Karena berziarah kubur itu mengingatkan akhirat.

Ketika kemudian ziarah kubur dibolehkan bahkan dianjurkan, maka tujuannya ada dua, yaitu:

1. Sebagai Sarana Zikrul Maut (Mengingat Kematian)

Setiap muslim harus sering-sering mengingat-ingat kematian. Sebab semua kehidupan ini akan berujung kepada kematian. Dan kematian itu pasti akan datang, cepat atau lambat. Dengan mengingat mati, maka orang-orang akan merasa takut kepada Allah, takut atas dosa-dosa serta tidak berani melanggar larangan agama.

Dengan mengingat mati, seseorang akan hidup dengan cara yang lurus, istiqamah, tidak mau bikin masalah dengan orang lain, jujur, bersih, menjaga diri dari perbuatan haram, tidak selalu mengejar kekayaan duniawi, atau kebesaran nama, atau kebanggaan. Bahkan manusia akan semakin rukun terhadap sesama, saling tolong dan saling menjaga.

Mengingat mati adalah sebuah obat sekaligus solusi jitu buat jiwa-jiwa yang susah diberi pelajaran. Buat mereka yang masih suka membandel dan tidak pernah mau menerima nasihat. Maka berkunjung ke kuburan, seharusnya bisa membuat seseorang segera berpikir bahwa dirinya akan masuk ke dalam liang sempit itu suatu hari nanti.

Dia harus mempertanggung-jawabkan semua perbuatannya sendirian, tidak ada penolong, tidak ada asisten, tidak ada pembela. Karena itulah Rasulullah pada akhirnya menganjukan para sahabat berziarah kubur.

 

INILAH MOZAIK

Wafatnya Nabi Adam

Ubay bin Ka’ab pernah menjelaskan bagaimana Nabi Adam wafat. Saat maut datang menjemput Adam, ia berkata kepada anak-anaknya, “Wahai anak-anakku, aku ingin memakan buah surga.” Maka anak-anaknya pun pergi mencarikan buah tersebut.

Namun di tengah perjalanan, mereka disambut oleh para malaikat yang membawa kain kafan, dan wewangian. Selain itu mereka juga membawa kapak, sekop dan pacul.

Malaikat pun bertanya kepada anak-anak Adam kemana mereka pergi dan apa yang akan dicari. Anak-anak Adam kemudian menceritakan jika bapaknya sedang sakit dan meminta dicarikan buah surga.

Malaikat yang berwujud manusia pun menyuruh mereka kembali ke rumah karena ajalnya telah tiba.

Malaikat maut datang. Istri Adam, Siti Hawa, yang mengenali mereka bersedih. Wanita pertama itu meminta perlindungan dari malaikat maut, tapi Adam mengusirnya dan meminta nyawanya dicabut oleh Malaikat karena dia telah hidup lebih lama dari Hawa.

Lalu malaikat mencabut nyawa Adam pada hari Jumat. Mereka memandikannya, mengkafaninya, memberinya wewangian, menshalatinya, dan menyiapkan kubur. Lalu mereka masuk ke kuburnya dan meletakkan Adam di dalamnya, lalu meletakkan bata di atasnya.

Kemudian mereka keluar dari kuburnya, mereka menimbunnya dengan batu. Mereka keluar dari kubur, lalu menimbunnya dengan tanah.

Lalu mereka berkata, “Wahai Bani Adam, ini adalah tuntunan bagi kalian pada orang mati di antara kalian.” (Diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dalam Zawaidul Musnad, 5/ 136).

 

REPUBLIKA

Jangan Marah

Suatu waktu Ibnu Umar radhiya Allahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Apa yang bisa menjauhkan aku dari murka Allah ‘Azza wa Jalla?” Rasul langsung menjawab, ”Jangan marah!”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang menahan marah padahal dia sanggup melampiaskannya, akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk dan disuruh memilih bidadari yang mana saja dia suka. Lain waktu, Rasulullah SAW sampai mengulang tiga kali sabdanya, ketika salah seorang sahabat meminta nasihat kepada beliau. ”Jangan marah!” Bahkan, beliau menyampaikan kabar gembira bagi orang yang mampu menahan marah. ”Dan bagimu adalah surga!”

Subhanallah, karena kita bisa menahan marah ternyata surga dengan semua kenikmatan di dalamnya adalah balasan kita.

Marah adalah nyala api dari neraka. Seseorang pada saat marah, mempunyai kaitan erat dengan penghuni mutlak kehidupan neraka, yaitu setan saat ia mengatakan, ”Saya lebih baik darinya (Adam–Red); Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raf: 12). Tabiat tanah adalah diam dan tenang, sementara tabiat api adalah bergejolak, menyala, bergerak, dan berguncang.

Marah berarti mendidih dan bergolaknya darah hati yang terlampiaskan. Oleh sebab itu, bila sedang marah, api amarah menyala dan mendidihkan darah hatinya lalu menyebar ke seluruh tubuh. Bahkan, hingga naik ke bagian atas seperti naiknya air yang mendidih di dalam bejana. Karena itulah, wajah, mata, dan kulit yang sedang marah tampak memerah. Semua itu menunjukkan warna sesuatu yang ada di baliknya seperti gelas yang menunjukkan warna sesuatu yang ada di dalamnya.

Jika seseorang marah, tapi tidak bisa dilampiaskan, karena tidak ada kemampuan, misalnya, kepada atasan atau pimpinan, maka darah justru akan menarik diri dari bagian luar kulit ke dalam rongga hati. Sehingga, ia berubah menjadi kesedihan. Karenanya, biasanya warnanya pun menguning dan muka pun berubah murung.

Manusia bila ditilik dari sifat marah ada empat kelompok. Pertama, cepat marah, cepat sadar (ini merupakan sesuatu yang buruk). Kedua, lambat marah, lambat sadar (ini kurang terpuji). Ketiga, cepat marah, lambat sadar (adalah sifat yang terburuk). Dan terakhir, lambat marah, cepat sadar (inilah yang baik).

Orang yang lambat marah tapi segera sadar adalah sosok Mukmin yang terpuji. Karena ia berusaha mencerna dan mengelolanya dengan baik, sehingga di akhir kemarahannya yang singkat itu ada proses mengingatkan dan pelajaran. Marah karena sayang. Nah, kira-kira di mana posisi kita saat marah? Wa Allahu a’lam.

 

REPUBLIKA