Lantunan Syahdu Shalawat Tarhim, dari Kairo Hingga Solo

Berpuluh tahun, shalawat Tarhim semacam jadi ciri khas akustik Islam di Tanah Air, dari Sabang sampai Merauke. Apa cerita di baliknya? Kapan ia mula-mula dilantangkan? Siapa pendarasnya? Mengapa ia sedemikian manjur membuat hati terenyuh? Wartawan Republika,Andrian Saputra, Dadang Kurnia, Adinda Pryanka, dan Fitriyan Zamzami mencari tahu soal itu. Berikut tulisan bagian pertamanya.

Kepingan piringan hitam tersebut rapi terselip di sela deretan kepingan piringan hitam lainnya di ruang dokumentasi Studio Rekaman Lokananta di Jalan Ahmad Yani, Solo. Sampulnya sederhana saja, berwarna putih dengan garis biru. Ada tulisan “Pengadjian Al-Quran Al Shaikh Mahmud Al Husari, Cairo Mesir” di situ.

Republika diperkenankan mendengarkan bunyi isi piringan hitam itu saat mengunjungi Lokananta beberapa waktu lalu. Beberapa detik setelah piringan diputar, Shalawat Tarhim yang diteruskan azan khas yang dikumandangkan Syekh Mahmoud Khalil Al-Husary hingga muratal Alqurannya begitu jelas terdengar. Bebunyian yang keluar dari piringan hitam itu masih jernih.

Lokananta tak hanya memiliki sekeping piringan hitam berjudul “Pengadjian Al-Quran Al Shaikh Mahmud Al Husari, Cairo Mesir”. Ada beberapa piringan yang memuat suara Syekh Al-Husary. Isinya berbeda, terdapat piringan yang memuat murotal Surah ar-Rahman I dan II serta serta surat-surat lainnya yang dilantunkan Syekh Al-Husary. Setiap piringan mempunyai durasi waktu putar berbeda-beda.

Lokananta menjaga baik salah satu koleksi bersejarah itu. Sebab menurut Koordinator Produksi sekaligus Remastering Audio Lokananta, Bembi Ananto suara khas Syekh Al-Husary menjadi populer di telinga umat muslim Indonesia terutama sejak piringan itu diputar dan disebarkan luas melalui Radio Republik Indonesia (RRI).

Syekh Mahmoud Khalil Al-Husary lahir di Desa Shubra An Namlah yang berada di kota Tanta, Gharbia, Mesir. Ia lahir pada 30 Dzul Qa’idah 1335 Hijriyah atau pada 17 September 1917.  Seperti dilansir Albawabh News di tempat asalnya, penggubah Shalawat Tarhim itu dikenal dengan sebutan Al Husory, nama itu julukan untuknya sebab beliau selalu beriktikaf di masjid dan duduk di atas sebuah alas yang terbuat dari anyaman tikar atau Al Husory. Sejak usianya baru delapan tahun, Syekh Hussary telah mampu menghafalkan 30 juz Alquran.

Ia pun pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir hingga memperoleh ijazah Al Qira’at Al ‘Asyr atau kiraat yang sepuluh. Ia pun menguasai sepuluh jenis qiro’ah. Syekh Al-Husary menjadi tokoh Mesir yang berdakwah ke berbagai negara melalui ayat-ayat yang dilantunkannya dengan indah. Ia juga kerap mendampingi Grand Syekh Universitas Al Azhar, Mahmud Shaltut, ke berbagai negara.

Syekh Al-Husary terkenal dengan bacaan Alquran-nya yang indah, terutama sejak ia rutin mengisi siaran Alquran di sebuah stasiun radio di Mesir sekitar tahun 1944. Dari siaran tersebut, suara khasnya dikenal umat Islam. Safari dakwahnya berlangsung hingga usianya menginjak umur 55 tahun. Dilansir dari Alyaumu Sabi’ Sinai, Syekh Al-Husary menjadi tokoh ulama Mesir yang pertama kali diutus untuk mengunjungi Muslim India dan Pakistan sekitar 1960-an.

Setahun setelahnya, Syekh Al-Husary kembali datang ke India dan melantunkan qiraat dalam Mukhtamar Umat Islam India yang pertama. Keindahan qiraat yang dibawakannya pun didengarkan langsung presiden kedua Mesir, Gamal Abdul Nashir dan Perdana Menteri India Jawarhalal Nehru. Di tahun yang sama, Syekh Al-Husary juga merampungkan tulisan mushaf murottal yang dikenal dunia dengan riwayat Hafsh dari Ashim. Tiga tahun berikutnya, yakni pada 1964, ia juga menyelesaikan tulisan mushaf dengan riwayat Warosy dari Nafi.

Pada 1968, Syekh Hussary membuat rekaman murotal Alquran dengan riwayat Qalun dan Addury dari Abi Amr Albashr. Dilanjutkan tahun berikutnya dengan membuat rekaman qiraat untuk disebarluaskan dikalangan pelajar di berbagai negara. Syekh Al-Husary juga menjadi tokoh pertama yang melantunkan ayat suci Alquran di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1977.

Tak hanya itu, keindahan murotal Alqurannya pernah diperdengarkan kepada keluarga istana Kerajaan Inggris pada 1978. Sebelum wafat, Syekh Al-Husary mendirikan masjid, pondok pesantren dan madrasah bagi para penghafal quran di tempat kelahirnanya di Desa Shubra An Namlah. Syarkh Al-Husary pun mewariskan sepertiga hartanya untuk membantu pengembangan pendidikan para penghafal Alquran.

Syekh Al-Husary meninggal dunia di kediamannya di Kairo pada 24 November 1980, selepas Shalat Isya. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh,” adalah kata-kata terakhirnya. Sebuah doa agar kesejahteraan, kedamaian, dan rahmat Allah dicurahkan untuk semua. Bagaimana shalawat gubahan seorang Mesir bisa sampai ke Indonesia?

 

REPUBLIKA

Dari Yasmara, Shalawat Tarhim Melegenda

Berpuluh tahun, shalawat Tarhim semacam jadi ciri khas akustik Islam di Tanah Air, dari Sabang sampai Merauke. Apa cerita di baliknya? Kapan ia mula-mula dilantangkan? Siapa pendarasnya? Mengapa ia sedemikian manjur membuat hati terenyuh? Wartawan Republika Andrian Saputra, Dadang Kurnia, Adinda Pryanka, dan Fitriyan Zamzami mencari tahu soal itu. Berikut tulisan bagian ketiganya.

Tiga puluh menit menjelang waktu shalat fardu, masjid-masjid di hampir seluruh wilayah Jawa Timur menyiarkan lantunan ayat suci Alquran, kemudian diiringi shalawat. Tak terkecuali saat waktu Shalat Subuh hampir tiba. Lantunan Shalawat Tarhim, diiringi bacaan surat-surat pendek secara serempak disiarkan layaknya alarm yang membangunkan masyarakat, sekaligus mengajak shalat berjamaah ke masjid.

Setelah ditelisik, ternyata lantunan Shalawat Tarhim yang didaraskan Syekh Mahmoud Khalil Al-Husary dan bacaan surah-surah pendek yang disuarakan tersebut berasal siaran radio. Adalah Radio Yayasan Masjid Rahmat (Yasmara) yang secara istiqomah direlay masjid-masjid tersebut untuk disiarkan kembali hingga ke pelosok-pelosok. Radio ini mengudara dengan gelombang AM tepatnya frekuensi 1152 KHz.

Republika mengunjungi markas radio tersebut, di kawasan Kembang Kuning, Surabaya, pekan lalu. Ia adalah sebuah ruangan 4 x 4 meter yang disulap menjadi studio tempat siaran, seperti studio radio-radio pada umumnya.

Meskipun, dalam satu dan lain hal, bisa dikatakan lebih sederhana. Hanya ada satu unit komputer tabung, earphone, dan sebuah pelantang lengkap dengan dudukannya. Tentunya, tuangan tersebut juga dilengkapi meja dan kursi tempat si penyiar radio menjalankan siarannya.

Ruangan itu bersisian dengan Masjid Agung Rahmat  yang merupakan masjid tertua di Surabaya dan kisahnya didirikan Sunan Ampel. Sejarah itu yang jadi asal nama masjid tersebut sesuai nama asli Sunan Ampel yakni Raden Rahmat.

Shalawat Tarhim yang didaraskan Syekh Al-Husary dan bacaan surah pendek dari radio

Saat berdiri pada 1400-an, masyarakat setempat menyebut masjid itu Langgar Tiban. Sebab, bangunan itu seakan-akan jatuh (tiba, bahasa Jawa) entah dari mana sementara masyarakat merasa tidak membangun. Kala Sunan Ampel mengembangkan dakwahnya, masjid ini kemudian dipimpin Mbah Wirosroyo yang merupakan mertua Sunan Ampel. Saat itu, di sekitar masjid ini masih dikelilingi hutan.

Setelah berkembang dan dirasa tidak cukup menampung jamaah, masyarakat berinisiatif membangun dan merenovasi Masjid Rahmat. Pada 1964, menteri agama saat itu Syaifuddin Zuhri menyetujui permintaan masyarakat dan membangun kembali masjid menggunakan dana pemerintah. Pada 1967 masjid selesai dibangun dan diresmikan.

Sebagai masjid tertua, tak heran azan dari Masjid Rahmat menjadi patokan waktu shalat di Surabaya dan sekitarnya. “Dulu itu masyarakat enggakberani buka puasa sebelum masjid di sini azan,” ucap Ketua Yayasan Masjid Rahmat, Mansyur (60 tahun) merawikan. Tak lama selepas renovasinya diresmikan, berdirilah Radio Yasmara pada awal 1970-an.

Sejak itu pula, Radio Yasmara menyuarakan lantunan Tarhim dan bacaan surat-surat pendek, untuk kemudian disiarkan kembali oleh masjid-masjid yang terjangkau siarannya. “Sudah sejak 1974 dan istiqomah sampai sekarang. Awalnya dilakukan hanya untuk menyerempakkan kumandang azan waktu Shalat Subuh di Kota Surabaya,” kata Mansyur.

Mulanya, radio tersebut hanya menyasar masjid-masjid di Kota Surabaya saja. Pada 1974 bahkan antenanya pun masih memanfaatkan tiang bambu yang dilengkapi penangkal petir. Kemudian, pada 1976, jangkauan Radio Yasmara ditingkatkan sehingga lebih luas, dan disepakati menjadi radio dakwah Muslim.

Tentunya, dengan ciri khas mengumandangkan lantunan Shalawat Tarhim, diiringi bacaan surat-surat pendek sebelum tiba waktu Shalat Subuh. Masjid-masjid yang tertarik me-relay Shalawat Tarhim dan bacaan surat pendek pun terus bertambah. Seluruh masjid di Jawa Timur yang menangkap siaran Radio Yasmara melakukannya.

Melihat antusiasme takmir masjid yang ingin me-relay siaran Radio Yasmara membuat pengurus masjid itu menyepakati satu hal. Yakni mengumandangkan shalawat dan lantunan ayat Alquran menjelang lima waktu Shalat Fardhu. Meskipun, bukan selalu Shalawat tarhim dan bacaan surat-surat pendek yang dikundangkan sebelum Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya.

“Ada Shalawat Syiir tanpa waton atau biasa dikenal dengan Shalawat Gus Dur. Kemudian bacaan ayat Alqurannya ada Surah al-Hujurat, ar-Rahman, Yaasin dan sebagainya,” kata Mansyur.

Mansyur mengiyakan, lantunan Shalawat Tarhim dan bacaan surat-surat pendek yang biasa dikumandangkan sebelum Shalat Subuh berasal dari Mesir. Meskipun, Mansur tidak bisa menjelaskan menapa file tersebut bisa sampai ke Surabaya, dan siapa yang membawanya ke sana.

“Itu kan sudah sejak tahun 1974, saya tidak ingat. Itu saya masih kecil,” ujar pria 60 tahun tersebut.

Direktur Radio Yasmara Djoko Sumerno menjelaskan, saat ini Radio Yasmara jangkauannya sudah lebih luas. Yakni bisa menjangkau hingga Probolinggo, bahkan sebagian kecil Banjarmasin. Apalagi, Radio Yasmara berada pada gelombang radio AM yang meski mudah kena gangguan jangkauan frekuensinya jauh lebih luas ketimbang FM. Artinya daerah-daerah di pesisir pantai bisa lebih mudah menjangkau siarannya.

Djoko mengiyakan, siaran lantunanan Shalawat Tarhim dan bacaan surat-surat pendek dari Radio Yasmara direlay oleh masjid-masjid yang terjangkau. “Bahkan itu kalau kita tidak mengudara karena ada gangguan atau ada kerusakan, takmir-takmir masjid itu pada nelpon menanyakan,” ujar Djoko.

Dari Yasmara, tradisi memutar Shalawat Tarhim menjelang shalat subuh kemudian menular ke berbagai daerah. Masing-masing memutuskan sendiri-sendiri soal waktu pemutaran. Ada yang menguarkan sebelum azan Shalat Ashar seperti di Jawa Barat, atau sebelum azan Shalat Maghrib seperti di Yogyakarta dan Indonesia Timur. Mengapa lantunan shalawat singkat itu bisa demikian memikat?

 

REPUBLIKA

Pulang dari Jihad demi Berbakti pada Orangtua

SEORANG laki-laki bernama Kilab bin Umayyah bin Askar. Dia memiliki ayah dan ibu yang sudah tua. Dia menyiapkan susu untuk keduanya tiap pagi dan petang hari. Kemudian datanglah dua orang menemui Kilab, mereka membujuknya untuk pergi berperang. Ternyata Kilab tertarik dengan ajakan tersebut, lalu dia membeli seorang hamba sahaya untuk menggantikannya mengasuh kedua orang tuanya. Setelah itu Kilab pun pergi berjihad.

Suatu malam, hamba sahaya tersebut datang dan membawa gelas jatah susu petang hari kepada ibu dan bapak Kilab, ketika keduanya sedang tidur. Dia menunggu sesaat dan tidak membangunkannya lalu pergi. Di tengah malam keduanya terbangun dalam keadaan lapar, bapak Kilab berkata,

“Dua orang telah memohon kepada Kilab dengan kitabullah. Keduanya telah bersalah dan merugi. Kamu meninggalkan bapakmu yang kedua tangannya gemetar, dan ibumu tidak bisa minum dengan nikmat. Jika merpati itu bersuara di lembah Waj karena telur-telurnya, kedunya mengingat Kilab. Dia didatangi oleh dua orang yang membujuknya. Wahai hamba-hamba Allah, sungguh keduanya telah durhaka dan merugi. Aku memanggilnya lalu dia berpaling dengan menolak. Maka dia tidak berbuat yang benar. Sesungguhnya ketika kamu mencari pahala selain dari berbakti kepadaku, hal itu seperti pencari air yang memburu fatamorgana. Apakah ada kebaikan setelah menyia-nyiakan kedua orang tua? Demi bapak Kilab, perbuatannya tidak dibenarkan.”

Jika ada orang luar Madinah yang datang ke kota Madinah, Umar bin Khatab radhiallahu anhu selalu menanyakan tentang berita-berita dan keadaan mereka. Umar bertanya kepada salah seorang yang datang, “Dari mana?” Orang itu menjawab, “Dari Thaif.” Umar bertanya, “Ada berita apa?” Orang itu menjawab, “Aku melihat seorang laki-laki berkata (laki-laki ini menyebut ucapan bapak Kilab di atas).” Umar menangis dan berkata, “Sungguh Kilab mengambil langkah yang keliru.”

Kemudian bapak Kilab, Umaiyah bin Askar dengan penuntunnya menemui Umar yang sedang di masjid. Dia mengatakan, “Aku dicela. Kamu telah mencelaku tiada batas, dan kamu tidak tahu penderitaan yang kurasakan. Jika kamu mencelaku, maka kembalikanlah Kilab manakala dia berangkat ke Irak. Pemuda mulia dalam kesulitan dan kemudahan, kokoh dan tangguh pada hari pertempuran. Tidak, demi bapakmu, cintaku kepadamu tidaklah usang. Begitu pula harapanku dan kerinduanku kepadamu. Seandainya kerinduan yang mendalam membelah hati, niscaya hatiku telah terbelah karena kerinduan kepadanya. Aku akan mengadukan al-Faruq (maksudnya Umar bin Khattab) kepada Tuhannya yang telah menggiring jamaah haji ke tanah berbatu hitam. Aku berdoa kepada Allah dengan berharap pahala dari-Nya di lembah Akhsyabain sampai air hujan mengalirinya. Sesungguhnya al-Faruq tidak memanggil Kilab untuk pulang kepada dua orang tua yang sedang kebingungan.”

Umar menangis, lalu beliau menulis surat kepada Abu Musa al-Asyari agar memulangkan Kilab ke Madinah. Abu Musa berkata kepada Kilab, “Temuilah Amirul Mukminin Umar bin Khattab.” Kilab menjawab, “Aku tidak melakukan kesalahan, tidak pula melindungi orang yang bersalah.” Abu Musa berkata, “Pergilah!” Kilab pulang ke Madinah. Ketika Umar bertemu dengannya, beliau mengatakan, “Sejauh mana kamu berbuat baik kepada orang tuamu?” Kilab menjawab, “Aku mementingkannya dengan mencukupi kebutuhannya. Jika aku hendak memerah susu untuknya, maka aku memilih onta betina yang paling gemuk, paling sehat dan paling banyak susunya. Aku mencuci puting susu onta itu, dan barulah aku memerah susunya lalu menghidangkannya kepada mereka.”

Umar mengutus orang untuk menjemput bapaknya. Bapak Kilab datang dengan tertatih-tatih dan menunduk. Umar bertanya kepadanya, “Apa kabarmu, wahai Abu Kilab?” Dia menjawab, “Seperti yang Anda lihat wahai Amirul Mukminin.” Umar bertanya, “Apakah kamu ada kepeluan?” Dia menjawab, “Aku ingin melihat Kilab. Aku ingin mencium dan memeluknya sebelum aku mati.” Umar menangis dan berkata, “Keinginanmu akan tercapai insya Allah.”

Kemudian Umar memerintahkan Kilab agar memerah susu onta untuk bapaknya seperti yang biasa dia lakukan. Umar menyodorkan gelas susu itu kepada bapak Kilab sambil berkata, “Minumlah ini, wahai bapak Kilab.” Ketika bapak Kilab mendekatkan gelas ke mulutnya, dia berkata, “Demi Allah, aku mencium bau kedua tangan Kilab.” Umar mengatakan, “Ini Kilab, dia ada di sini. Kami yang menyuruhnya pulang.” Bapak Kilab menangis dan Umar bersama orang-orang yang hadir juga menangis. Mereka berkata, “Wahai Kilab, temani kedua orang tuamu.” Maka Kilab tidak pernah lagi meninggalkan mereka sampai wafat. [Nurfitri Hadi, S.S.,M.A./KisahMuslim]

 

INILAH MOZAIK

Zina Hati bagi Pasangan Suami Istri

DARI Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah menetapkan jatah zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluan membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas menjelaskan kepada kita hakikat zina hati yang dilakukan manusia. Membayangkan melakukan sesuatu yang haram, yang membangkitkan syahwat, baik dengan lawan jenis maupun dengan sejenis, itulah zina hati. Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam riwayat yang lain bersabda: “Mata itu berzina, hati juga berzina. Zina mata dengan melihat (yang diharamkan), zina hati dengan membayangkan (pemicu syahwat yang terlarang). Sementara kemaluan membenarkan atau mendustakan semua itu.” (HR. Ahmad)

Bagaimana jika yang dibayangkan adalah suami atau istrinya? Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan, “Jika seseorang membayangkan melakukan hubungan dengan suaminya atau istrinya maka tidak masalah. Karena pada asalnya dia dibolehkan untuk bersentuhan, melihat tubuhnya. Sementara membayangkan jelas lebih ringan dibanding itu semua, namun jika yang dibayangkan adalah selain suami atau istri, hukumnya terlarang.” (Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih, no. 72166)

Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Ini Alasan Penamaan Sidratul Muntaha

SIDRAH artinya pohon sidr (bidara), sama nama namun hakikatnya beda. Muntaha artinya puncak. Ibnu Abbas dan para ahli tafsir mengatakan,

“Dinamakan sidratul muntaha (pohon puncak), karena ilmu malaikat puncaknya sampai di sini. Tidak ada yang bisa melewatinya, kecuali Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dan diriwayatkan dari Ibnu Masud radhiyallahu anhu, bahwa dinamakan sidratul muntaha karena semua ketetapan Allah yang turun, pangkalnya dari sana dan semua yang naik, ujungnya ada di sana.” (Taliqat ala Shahih Muslim, Muhamad Fuad Abdul Baqi, 1/145).

Tidak jauh berbeda dengan apa yang dsampaikan Imam As-Sadi. Dalam tafsirnya, beliau menjelaskan alasan penamaan sidratul muntaha, “Dinamakan sidratul muntaha, karena tempat pohon ini merupakan puncak segala sesuatu yang naik dari bumi, dan yang Allah turunkan, pangkalnya di sidratul muntaha, baik wahyu atau lainnya. Bisa juga dimaknai, karena sidartul muntaha merupakan puncak yang diketahui makhluk. (lebih dari itu, makhluk tidak tahu), karena pohon ini berada di atas langit dan bumi. Sehingga sidratul muntaha merupakan puncak ketinggian, atau lainnya. Allahu alam.”

 

INILAH MOZAIK

Beda Cara Membaca Alquran

Makin luasnya wilayah penyebaran Islam menyebabkan para penghafal Alquran pun tersebar di berbagai wilayah. Penduduk di setiap wilayah itu mempelajari qiraat (bacaan) dari qari dan hafiz yang dikirim kepada mereka. Kondisi ini berdampak pada cara pembacaan Alquran di setiap wilayah berbeda-beda.

Ketika terjadi perang Armenia dan Azerbaijan dengan penduduk Irak, terdapat Huzaifah bin Al-Yaman yang ikut menyerbu kedua tempat itu. Huzaifah melihat banyak perbedaan umat Islam dalam cara-cara membaca Alquran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan, tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan.

Pada mulanya, perbedaan pendapat itu dulunya diketahui oleh Rasulullah demi memberikan kelonggaran pada kabilah-kabilah Arab pada masa itu dalam membaca dan melafalkan Alquran menurut dialek mereka masing-masing. Pada masa Nabi Muhammad SAW, perbedaan dialek antarkabilah sangat tipis. Namun, dalam perkembangan Islam, setelah kaum Muslim dan wilayah Islam makin luas, cara membaca Alquran pun semakin beragam sesuai dengan dialek masing-masing. Hal inilah yang menimbulkan perselisihan dalam membaca Alquran. Masing-masing kabilah menganggap dialeknya yang benar.

Melihat kenyataan demikian, Huzaifah segara menghadap Khalifah Usman dan melaporkan apa yang telah dilihatnya. Maka, untuk menghindari perselisihan di antara umat, Khalifah Usman pun meminta agar penulisan Alquran memerhatikan salinan yang dikumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar demi menyatukan umat Islam dalam membaca Alquran.

Untuk itu, Khalifah Usman memerintahkan agar Alquran ditulis dalam beberapa buah. Dari penulisan tersebut, satu buah mushaf yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf al-Imam atau Mushaf Ustmani disimpan oleh Usman bin Affan, sedangkan sisanya dikirim ke berbagai wilayah kekuasaan Islam, seperti Makkah, Basrah, Kufah, dan Syria. Bersamaan dengan pengiriman salinan ini, Usman memerintahkan agar setiap orang yang mempunyai mushaf Alquran ‘berlainan’ dari yang sudah disepakati itu untuk dibakar.

Hal itu dilakukan Usman setelah mendapatkan masukan dan saran dari para sahabat. Sebagaimana diriwayatkan Al-Khatib dalam kitabnya Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj, Ali RA mengatakan, ”Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Alquran, selain harus meminta pendapat kami semuanya (sahabat–Red).” Usman mengatakan, ”Aku berpendapat, sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu mushaf sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan.” Pendapat ini kemudian disepakati demi kemaslahatan umat Islam.

Pembukuan Alquran di masa Khalifah Usman ini memiliki beberapa faedah bagi umat Islam. Misalnya, mempersatukan kaum Muslim dan menyeragamkan ejaan tulisan Alquran berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW dan mempersatukan bacaan meskipun masih ada perbedaan-perbedaan kecil yang tidak bertentangan dengan ejaan Mushaf Utsmani. Tujuan pembukuan itu juga demi menyatukan tertib susunan surat-surat Alquran sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW semasa hidupnya.

 

Syekah Ali Jaber: Turki Makmur karena Sedekah

Ulama kelahiran Madinah, Arab Saudi Syekh Ali Jaber menyebut negara Islam harus mencontoh Turki dalam hal sedekah. Negeri yang dulu berjaya di masa Turki Ustmani itu kini perlahan mulai bangkit lagi menjadi negeri yang makmur.

Kunci yang digunakan oleh Turki, menurut Syekh Jaber, adalah mengutamakan sedekah. “Turki bisa makmur karena sedekah. Mereka berani bersedekah kepada masyarakat di negara-negara yang sedang dilanda konflik,” kata Syekh Jaber di dalam tabligh akbar jelang pelepasan truk bantuan beras 1.000 ton dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan masyarakat Aceh di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Ahad (15/4).

Syekh Ali Jaber mengimbau umat Islam khususnya Indonesia agar tidak segan-segan mengeluarkan infaq dan sedekah untuk membantu saudara-saudara yang membutuhkan. Sejatinya, menurut Syekh Jaber, memberikan sedekah akan mendapatkan limpahan rahmat dari Allah SWT. Rejeki orang yang berinfaq akan semakin dilipatgandakan oleh Allah.

Selain itu yang tak kalah penting menurut dia sedekah akan mengeratkan tali persaudaraan umat Islam walaupun berbeda negara. “Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara,” ujar Syekh Jaber.

 

REPUBLIKA

Dicari Sahabat yang Bisa Membawa ke Surga

KETIKA mengunjungi seorang teman yang sedang kritis sakitnya, dia menggenggam erat tanganku, lalu menarik ke mukanya, dan membisikkan sesuatu.

Dalam airmata berlinang dan ucapan yang terbata-bata dia berkata, “Bila kamu tidak melihat aku di surga, tolong tanya kepada Allah di mana aku, tolonglah aku ketika itu”

Dia langsung terisak menangis, lalu aku memeluknya dan meletakkan mukaku di bahunya. Aku pun berbisik, “InsyaAllah, insyaAllah, aku juga mohon kepadamu jika kamu juga tidak melihatku di surga”

Kami pun menangis bersama, entah berapa lama.

Ketika saya meninggalkan Rumah Sakit, saya terkenang akan pesan beliau. Sebenarnya pesan itu pernah disampaikan oleh seorang ulama besar, Ibnu Jauzi, yang berkata pada sahabatnya sambil menangis:

“Jika kamu tidak menemui aku di surga bersama kamu, maka tolonglah tanya kepada Allah tentang aku: ‘Wahai Rabb kami, si fulan sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami tentang Engkau, maka masukkanlah dia bersama kami di surga.”

Ibnu Jauzi berpesan begitu bersandar pada sebuah hadits:

“Apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia, maka mereka pun bertanya kepada Allah: ‘Ya Rabb! kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia shalat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami…'”Maka Allah berfirman, “Pergilah ke neraka, lalu keluarkanlah sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman, walau hanya sebesar zarrah.”(Ibnu Mubarak dalam kitab Az Zuhd)

Wahai sahabat-sahabatku. Di dalam bersahabat, pilih lah mereka yang bisa membantu kita, bukan hanya ikatan di dunia, tetapi juga hingga akhirat.

Carilah sahabat-sahabat yang senantiasa berbuat amal saleh, yang salat berjemaah, berpuasa dan sentiasa berpesan agar meningkatkan keimanan, serta berjuang untuk menegakkan agama Islam.

Carilah teman yang mengajak ke majelis ilmu, mengajak berbuat kebaikan, bersama untuk kerja kebajikan, serta selalu berpesan dengan kebenaran.

Teman yang dicari karena urusan niaga, pekerjaan, atau teman nonton bola, teman memancing, teman bershopping, teman FB untuk bercerita hal politik, teman whatsapp untuk menceritakan hal dunia, akan berpisah pada garis kematian dan masing-masing hanya akan membawa diri sendiri.

Tetapi teman yang bertakwa, akan mencari kita untuk bersama ke surga. Simaklah diri, apakah ada teman yang seperti ini dalam kehidupan kita, atau mungkin yang ada lebih buruk dari kita.

Ayo berubah sekarang, kurangi waktu dengan teman yang hanya condong pada dunia, carilah teman yang membawa kita bersama ke surga, karena kita tidak bisa mengharapkan pahala ibadah kita saja untuk masuk surganya Allah.

Perbanyak lah ikhtiar, semoga satu darinya akan tersangkut, dan membawa kita ke pintu surga. Al-Hasan Al-Bashri berkata:

“Perbanyak lah sahabat-sahabat mukminmu, karena mereka memiliki syafa’at pada hari kiamat.”

Pejamkan mata, berpikirlah, siapa kiranya di antara sahabat-sahabat kita yang akan mencari dan mengajak kita bersama-sama ke surga? Jika tidak, mulai lah hari ini mencari teman ke surga sebagai suatu misi pribadi. Baarakallahu fiikum. [Ustaz Abdullah Zaen]

 

INILAH MOZAIK

Setelah Aku Mendengar Azan di Rumah Sakit

Namaku Hendra Wija. Aku terlahir dari keluarga Nasrani. Aku memutuskan untuk menjadi mualaf kurang lebih setahun yang lalu.

Awal mula adalah ketika aku masuk rumah sakit karena sakit, lalu di rumah sakit itu kebetulan dekat dengan masjid. Setiap waktu aku mendengar suara azan dan lantunan ayat Al-Quran. Entah kenapa aku merasa tenang mendengar itu semua.

Setelah sembuh, hari Jumat aku langsung saja mengikuti sholat Jumat tanpa bimbingan siapa pun. Kemudian aku menunggu imam masjid selesai. Lalu membaca kalimat syahadat. Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar Rasulullah. Jadilah aku muslim..

Setelah itu hari-hari dilalui sebagai muslim namun sholatku masih bolong-bolong anggap saja Islam KTP.

Lalu, suatu ketika lebih tepatnya 6 bulan yang lalu aku bertemu pegawai baru yang sangat taat ibadah. Darinya lah aku belajar lebih jauh mengenai agama islam. Alhamdulillah sekarang sholatku tidak bolong lagi (semoga bukan riya’)

Keinginan untuk menjadi lebih baik dan lebih baik terus aku lakukan walaupun masih sangat lambat dalam membaca Al-Qur’an setidaknya aku mau berusaha untuk bisa..

Ya Allah, terima kasih Engkau telah kirimkan malaikat baik ke hadapanku 6 bulan lalu dan kini dia sudah tidak ada di sini lagi. Aku selalu berharap Engkau selalu memberikan hidayah kepadaku agar aku selalu istiqomah berada dijalanMu..

Tidak apa Engkau ambil istriku. Engkau ambil hartaku, Engkau ambil saudaraku. Engkau ambil teman-temanku tapi Ya Allah jangan Engau ambil lagi keislamanku. Aku sudah tenang hidup begini semoga sampai mati terus begini. Buat saudaraku semua yang muslim laksanakan sholat di Masjid bukan di rumah apalagi lelaki, jika ada yang salah dari hidupmu perbaikilah dulu sholatmu.

 

BERSAMA DAKWAH

Rasulullah Selalu Berzikir pada Setiap Waktunya

KITA dianjurkan berdzikir dalam setiap keadaan. Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.” (QS. Ali Imran: 190-191)

Faedah Ayat: Qatadah rahimahullah mengatakan, “Inilah keadaanmu wahai manusia. Ingatlah Allah ketika berdiri. Jika tidak mampu, ingatlah Allah ketika duduk. Jika tidak mampu, ingatlah Allah ketika berbaring. Inilah keringanan dan kemudahan dari Allah.” (Dinukil dari Tafsir Az-Zahrawain, hlm. 846)

Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selalu berdzikir (mengingat) Allah pada setiap waktunya.” (HR. Muslim) [HR. Bukhari, no. 19 dan Muslim, no. 737]

Faedah Hadits:
– Dzikir bisa dilakukan dalam keadaan apa pun sesuai keadaan seseorang. Ini sekaligus kritikan kepada orang sufi (tasawwuf) yang berdzikir mesti dengan membuat ritual tertentu, seperti dengan dansa, lompat-lompat, dan dengan alat musik. Ini semua termasuk amalan yang tidak ada petunjuknya dalam agama kita.
– Lafaz “Allah, Allah, Allah” yang disebutkan dalam bentuk mufrad (tunggal) yang diucapkan dalam rangka ibadah termasuk amalan yang menyelisihi ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam karena tidak pernah dilakukan oleh beliau dan para sahabatnya.
– Seorang muslim yang baik adalah yang tidak lalai dari berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.
– Hadits ini menjadi dalil bagi sebagian ulama seperti ulama Malikiyyah mengenai bolehnya membaca Al-Quran bagi wanita haidh dan nifas. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hambali menyatakan haramnya membaca Al-Quran bagi wanita haidh dan nifas. Hadits larangan yang menjadi dukungan adalah,

“Janganlah wanita haidh dan orang junub membaca Al-Quran sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi, no. 131 dan Ibnu Majah, no. 595. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif).

 

INILAH MOZAIK