Hati dan Hawa Nafsuku Masih Bersatu

ABDUL HUSAIN adalah seorang rohaniawan asal Irak. Dia telah menempuh jalan spritual sejak mudanya dan mendapat gelar Nuri (manusia yang bercahaya) karena bisa menjelaskan rahasia-rahasia kehidupan yang amat pelik dengan cahaya batinnya.

Kisah hidupnya cukup unik. Setiap hari, dia akan meninggalkan rumahnya saat masih subuh buta, pergi ke kedainya untuk mengambil beberapa potong roti, lalu menyerahkannya pada fakir miskin. Setelahnya dia ke mesjid untuk salat Subuh dan tetap di situ hingga matahari terbit. Lalu dia kembali ke kedainya untuk berjualan. Dengan rutinitas seperti itu, orang-orang di rumahnya menyangka bahwa dia telah makan di kedai. Sementara orang-orang di pasar menyangka bahwa dia selalu makan di rumah. Salah sangka orang atas Nuri ini berlangsung selama 20 tahun tanpa seorang pun mengetahui perihal sebenarnya.

Tentang dirinya sendiri, Nuri pernah berkisah: “Bertahun-tahun aku berjuang mengekang diri dan meninggalkan pergaulan ramai. Tapi betapapun aku berusaha keras, jalan menuju Allah tak kunjung terbuka. Aku harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki diriku. Aku membatin, Jika tidak, biarlah aku mati terlepas dari hawa nafsu ini’. Hai tubuhku, aku berkata, bertahun-tahun sudah kau menuruti hawa nafsumu sendiri; makan, melihat, mendengar, berjalan-jalan, tidur, bersenang-senang dan memuaskan hasrat. Sungguh semua itu akan mencelakakanmu. Sekarang masuklah ke dalam penjara, akan kubelenggu dirimu dan kukalungkan di lehermu segala kewajiban Allah. Jika kau sanggup bertahan dalam keadaan seperti itu, kau pasti akan meraih kebahagiaan. Tapi jika kau tak sanggup, maka setidaknya kau akan mati di jalan Allah’.”

 

Demikianlah aku berjalan di jalan Allah. Pernah kudengar bahwa hati para pesuluk merupakan alat yang amat awas dan mengetahui rahasia segala sesuatu yang terlihat dan terdengar oleh mereka. Karena aku sendiri tak memiliki hati seperti itu, maka aku pun berkata pada diriku sendiri: Ucapan-ucapan para nabi dan manusia suci adalah benar. Mungkin sekali aku telah bersikap munafik dalam usahaku selama ini, dan kegagalanku ini adalah karena kesalahanku sendiri …

Sekarang aku ingin merenungi diriku sendiri, sehingga aku benar-benar mengenalnya’. Maka aku pun merenungi diriku sendiri. Ternyata kesalahanku adalah bahwa hati dan hawa nafsuku masih bersatu. Sadarlah aku bahwa hal inilah yang menjadi sumber kemuskilanku selama ini. Cahaya Tuhan yang bersinar dalam hatiku telah dicuri oleh hawa nafsuku.” []

Sumber: islamindonesia.co.id

“Ramadhan Bulan Pendidikan”

Pada awal April 2018, saya meluncurkan buku berjudul “Pendidikan Islam: Mewujudkan Generasi Gemilang, menuju Negara Adidaya 2045” (Depok: YPI at-Taqwa, 2018). Alhamdulillah, dalam waktu kurang sebulan, buku itu telah dicetak ulang. Seorang pembaca di Jawa Tengah menyarankan agar buku ini dibaca oleh para pejabat di bidang pendidikan.

Gagasan pokok buku ini telah saya sampaikan dalam acara Roundtable Discussion  (Diskusi Satu Meja) di Lembaga Pengkajian MPR-RI pada tanggal 24 Oktober 2017.  Melalui buku ini saya menegaskan lagi, bahwa Islam memiliki  model pendidikan yang sudah baku, yaitu pendidikan berbasis adab. Jika pendidikan ini diterapkan, maka insyaAllah akan terwujud generasi gemilang yang akan membawa Indonesia menjadi negara adidaya.

Model pendidikan ini telah disampaikan oleh Umar bin Khathab r.a.: “Taaddabuu tsumma ta’allamuu!” (Beradablah kalian, kemudian berilmulah). Ini pula yang ditegaskan oleh Ali bin Abi Thalib r.a. dalam menjelaskan makna QS at-Tahrim ayat 6. (Yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”). Agar diri kita dan keluarga kita tidak masuk neraka, kata Ali bin Abi Thalib, maka “Jadikanlah keluargamu beradab dan berilmu.” (Lihat, Tafsir Ibn Katsir).

Model pendidikan berpola “beradab dan berilmu” itu kemudian diterapkan sepanjang sejarah umat Islam. Guru utamanya adalah Nabi Muhammad saw. Sang Nabi-lah yang mendidik langsung para sahabat dengan model pendidikan berbasis adab ini. Adab utama adalah sikap dan tindakan yang betul kepada Allah SWT, yakni dengan men-Tauhid-kan Allah, dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun juga. Adab berikutnya adalah kecintaan, keikhlasan, dan kesungguhan dalam meneladani seluruh aspek kehidupan Nabi saw.

Dengan model pendidikan ini, para sahabat nabi kemudian menjelma menjadi satu generasi gemilang; generasi terbaik yang pernah dilahirkan di muka bumi. Satu generasi yang terdiri dari orang-orang baik, dalam jumlah banyak dan hidup bersama di satu waktu dan satu tempat. Pada tahun 636 M — hanya lima tahun sepeninggal Rasulullah saw —  generasi ini telah menaklukkan Romawi dan membangun peradaban unggul  di Jerusalem. Dalam Perang Yarmuk, pasukan Islam yang jumlahnya sekitar 20.000-40.000, mampu mengalahkan kekuatan Romawi yang jumlahnya 10 kali lipatnya.

Kesuksesan dan kegemilangan generasi sahabat Nabi ini kemudian diikuti oleh generasi-generasi muslim berikutnya. Diantara yang terkenal adalah generasi Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil menaklukkan pasukan Salib dari Eropa dan merebut kembali kota Jerusalem. Generasi ini lahir dari proses pendidikan dengan model yang sama.

Contoh generasi unggul lain adalah generasi Muhammad al-Fatih, yang Berjaya menaklukkan kekuatan Romawi Timur dan membebaskan Konstantinopel tahun 1453. Generasi ini pun lahir dari proses pendidikan ideal.

Dan juga jangan dilupakan bangkitnya generasi santri 1945 di Indonesia. Generasi inilah yang taat kepada fatwa Jihad KH Hasyim Asy’ari dan berhasil mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Meski sudah disokong oleh Tentara Sekutu sebagai pemenang Perang Dunia II, Belanda pun gagal menjajah kembali di Indonesia. Bahkan dalam Perang Dahsyat di Surabaya tahun 1945,  seorang jenderal Sekutu mati di tangan santri.

Generasi sahabat Nabi adalah generasi yang haus ilmu, cinta pengorbanan, dan bersemangat menjadi umat terbaik. Di mana pun juga, generasi semacam ini akan tampil sebagai pemimpin. Model pendidikan berbasis adab ini sudah ditegaskan oleh para ulama besar. Al-Laits Ibn Sa’ad memberi nasehat kepada para ahli hadits: “Ta’allamul hilm qablal ‘ilmi!” Belajarkah sikap penyayang sebelum belajar ilmu!

Abdullah ibn Wahab, murid Imam Malik rahimahullah mengatakan: “Mā ta’allamnā min adabi Malikin aktsaru min-mā ta’allamnā min ‘ilmihī.”  (Apa yang kami pelajari tentang adab dari Imam Malik lebih banyak daripada yang kami pelajari tentang ilmunya).  Seorang ulama besar, Ibnul Mubarak, menyatakan, bahwa ia belajar adab selama 30 tahun; dan 20 tahun kemudian ia belajar ilmu. Bahkan, kata beliau, porsi adab dalam agama Islam adalah sekitar 2/3-nya.

Ungkapan para ulama besar itu sudah cukup membuktikan betapa pentingnya masalah adab dalam agama Islam. Karena itu, para ulama menulis ribuan kitab tentang adab. Di wilayah Nusantara, misalnya, KH Hasyim Asy’ari menulis kitab Adabul Alim wal-Muta’allim. Ada kitab Gurindam 12 karya Raja Ali Haji. Juga ada kitab Adabul Insan karya Habib Sayyid Utsman. Pendiri Persis A. Hassan menulis buku berjudul Kesopanan Tinggi secara Islam. Dan masih banyak kitab-kitab adab lainnya.

 

Jika disimak riwayat hidup dan perjuangan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, maka tampak jelas, bagaimana beliau sangat menekankan masalah adab ini dalam pendidikan. Bahkan, Kyai Ahmad Dahlan memberikan teladan yang luar biasa dalam perjuangan menegakkan Islam di Indonesia. Beliau bukan hanya konseptor, tetapi juga menjadi contoh dalam perjuangan di bidang pendidikan.

Masalah adab inilah yang diangkat dan dikonseptualisasikan oleh Prof. Syed Naquib al-Attas, dalam Konferensi Internasional Pendidikan Islam pertama tahun 1977 di Kota Mekkah. Al-Attas menegaskan, bahwa akar krisis yang menimpa umat Islam saat ini adalah “loss of adab”.  Tahun 2014, selama tiga bulan, saya mengadakan penelitian di Center for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization – Universiti Teknologi Malaysia (CASIS-UTM), tentang masalah “adab” menurut Prof. Naquib al-Attas ini.

Dari hasil penelitian itu, saya terbitkan sebuah buku berjudul “Menuju Indonesia Adil dan Beradab” (Jakarta: INSISTS, 2015).  Buku itu menjabarkan aplikasi konsep adab menurut Prof. al-Attas dalam kehidupan kenegaraan dan politik di Indonesia. Ada sesuatu yang menarik dalam konsep adab Prof. Naquib al-Attas, yang menyatakan, bahwa adab bersumber dari hikmah. Jika adab ditegakkan, maka terciptalah kondisi “al-‘adalah”, dimana segala sesuatu ada pada tempatnya yang betul sesuai dengan harkat martabat yang ditentukan Allah SWT. Menariknya, kata ‘hikmah’, ‘adab’, dan ‘keadilan’, tercantum dalam Pancasila yang merupakan bagian dari Pembukaan UUD 1945.

Mulai tahun 2014 itu pula, bersama beberapa ilmuwan dan praktisi pendidikan, saya mendirikan Pesantren at-Taqwa, sebagai proyek rintisan pendidikan berbasis adab pada tingkat SMP, yang kami beri nama ‘Pesantren Shoul-Lin al-Islami’. Alhamdulillah, setelah tiga tahun berjalan, Pesantren at-Taqwa Depok terus berkembang, hingga memasuki jenjang SMA, yang diberi nama Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization (PRISTAC).

Perpaduan konsep pendidikan berbasis adab dengan pengalaman lapangan membina Pesantren at-Taqwa Depok itulah yang saya tuangkan dalam buku “Pendidikan Islam, Mewujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045”.  Kami bertekad mewujudkan satu lembaga pendidikan ideal yang insyaAllah akan menjadi salah satu model pendidikan ideal, membentuk manusia adil, beradab, dan bermanfaat bagi masyarakat.*>>>>

Pendidikan Ramadhan

 Menurut al-Attas, “Adab is recognition and acknowledgement of the reality that knowledge and being are ordered hierarchically according to their various grades and degrees of rank, and of one’s proper place in relation to that reality and one’s physical, intellectual and spiritual capacities and potentials. (S.M. Naquib al-Attas, the Concept of Education in Islam.” (1980).

Intinya, adab adalah pemahaman dan kemauan seseorang untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai harkat dan martabat yang ditentukan Allah. (Lihat, al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (2001). Manusia beradab akan ikhlas taat kepada Tuhannya, cinta dan taat kepada Nabi-Nya, Muhammad saw, hormat guru dan orang tua, cinta sesama, dan gigih belajar dan berjuang untuk mengembangkan potensi dirinya, sehingga menjadi manusia bermanfaat. Sebab, kata Nabi saw, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia.

Prof. Naquib al-Attas merumuskan konsep pendidikan sebagai proses mencari ilmu (thalabul ilmi) yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan atau keadilan dalam diri seorang manusia, sebagai manusia (inculcation of goodness or justice in man as man). Dan elemen paling fundamental dalam pendidikan adalah penanaman adab (inculcation of adab).

Tujuan pendidikan dalam Islam itu sejalan dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat c, UU Pendidikan Nasional, No 20/2003 dan UU Pendidikan Tinggi, No 12/2012.   Disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.

Al-Quran menegaskan, bahwa tujuan ibadah Ramadhan adalah menjadi orang yang bertaqwa. “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian. Mudah-mudahan kalian menjadi orang yang bertaqwa.” (QS al-Baqarah:183).

 

Inilah sebenarnya inti pendidikan yang sepatutnya dijalankan di Indonesia. Ramadhan adalah bulan mulia, bulan penuh berkah dan ampunan Allah, bulan yang tepat untuk mengoptimalkan proses penanaman nilai-nilai kebaikan. Jadi, jika pendidikan dimaknai dengan benar – bukan sekedar dimaknai sebagai “sekolah” – maka Ramadhan bukanlah bulan libur pendidikan.  Sekolah bisa libur, tetapi proses pendidikan – untuk membentuk manusia taqwa — harus terus berjalan.

 

Dalam proses pendidikan, pensucian jiwa (tazkiyyatun nafs) menjadi inti kurikulum pendidikan. Jiwa manusia harus dibangun, dengan cara disucikan dari sifat-sifat tercela, seperti  kemunafikan, kemalasan, ketidakberdayaan, kedengkian, penakut, riya’, cinta dunia, dan sebagainya.  Ibadah puasa Ramadhan adalah metode yang jitu untuk proses pensucian jiwa itu. Maka, sungguh bijak, seandainya pemerintah menetapkan Ramadhan sebagai bulan pendidikan nasional.

Inilah hakekat pendidikan. Pendidikan berbasis adab. Pendidikan untuk membentuk manusia taqwa. Dengan pendidikan yang hakiki inilah, Indonesia insyaAllah akan menjadi negara maju, kuat, adil, makmur dan beradab (negara taqwa), sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran, bahwa: “Andaikan penduduk suatu wilayah mau beriman dan bertaqwa, maka pasti akan Kami buka pintu-pintu barokah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ajaran-ajaran Allah), maka Kami azab mereka, karena perbuatan mereka sendiri” (QS Al A’raf: 96)

Jika bangsa Indonesia ingin meraih berkah dari Allah, maka beradablah kepada Allah! Berlaku sopanlah kepada Utusan-Nya! Jangan sampai berani menentang Allah dan Rasul-Nya, baik sadar atau tidak. Jangan sampai ada muatan kurikulum yang menyalahi wahyu Allah SWT. Jangan membuat ‘teori’ bahwa manusia Indonesia merupakan kelanjutan kehidupan monyet. Padahal, al-Quran jelas-jelas menyebutkan kita semua merupakan keturunan dari Nabi Adam a.s. bukan keturunan monyet.

Jangan membuat konsep ‘kemajuan’ yang sama  sekali tidak mencantumkan kriteria ‘taqwa’, baik secara pribadi, lembaga pendidikan, atau pun kenegaraan. Jangan pula membuat teori tentang kebutuhan primer manusia, yang sama sekali tidak menyebut ibadah dan zikir sebagai kebutuhan primer manusia.

Kita berharap, para orang tua, guru, pengelola lembaga pendidikan, dan juga para pejabat pemerintah memahami benar akan hakikat pendidikan ini. Dan bulan Ramadhan adalah bulan terbaik untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan, atau bulan pensucian jiwa. Semoga Allah berkahi hidup kita di bulan Rajab dan Sya’ban, dan kita semua dipertemukan oleh Allah dengan Ramadhan 1439 H. Kita tekadkan Ramadhan tahun ini sebagai bulan pendidikan yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. (Depok, 10 Mei 2014).*

Oleh: Dr. Adian Husaini

 

HIDAYATULLAH

Hakikat Cinta Dunia

Cinta dunia adalah salah satu penyakit akhir zaman yang dikhawatirkan oleh Rasulallah SAW akan menimpa umatnya. Penyakit ini akan meyebabkan umat Islam menjadi lemah.

Walaupun jumlahnya banyak dan mayoritas, kekuatannya akan seperti buih di lautan, membubung tapi keropos.Besar tapi rapuh. Akibatnya, umat Islam akan menjadi santapan renyah yang diperebutkan oleh musuh, seperti makanan di atas meja yang diperebutkan anjing.

Kondisi tersebut digambarkan Nabi SAW: “Hampir tiba masa di mana kalian diperebutkan sebagaimana sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya. Seorang sahabat bertanya: Apakah saat itu jumlah kami sedikit, ya Rasulallah? Rasulullah bersabda: Tidak. Bahkan saat itu jumlah kalian sangat banyak, tetapi seperti buih di lautan karena kalian tertimpa penyakit wahn.

Sahabat bertanya: Apakah penyakit wahnitu, ya Rasulallah? Beliau menjawab: Penyakit wahnitu adalah cinta dunia dan takut mati. (HR Abu Daud).

Cinta dunia tidak terkait langsung dengan mencari, memiliki, dan menggunakannya, tapi terkait dengan cara menyimpannya. Mencari, memiliki, dan menggunakan dunia tidak dilarang, bahkan dianjurkan. Asalkan dunia yang dicari dan dimiliki tidak dipakai untuk merusak, tapi memperbaiki (kemaslahatan) (QS al-Qashash [28]: 77). Cinta dunia lebih terkait dengan cara menyimpannya.

Secara simbolik ada tiga cara menyimpan dunia, yaitu di tangan, di bawah kaki, dan di dalam hati. Menyimpan dunia di tangan dan di bawah kaki tidak berbahaya karena tidak akan melahirkan cinta dunia. Namun, menyimpannya di dalam hati sangat berbahaya karena cara demikian termasuk cinta dunia.

Orang yang menyimpan dunia di tangan menganggap bahwa dunia yang berada digenggamannya bukan miliknya, tapi hanya titipan Allah SWT. Oleh karena itu, ia tidak akan menahannya jika harus dilepas dan tidak akan melepasnya jika harus ditahan. Ada dan tidak adanya dunia di tangan tidak memengaruhi kehidupannya.

Anggapan yang sama ada pada orang yang menyimpan dunia di bawah kakinya. Dunia dianggap tidak lebih mulia dari dirinya, sehingga diinjaknya. Dunia tidak dibiarkan mengatur dirinya, tapi ia yang mengaturnya. Baginya, dunia hanya sarana untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, bukan tujuan. Oleh karena itu, keberadaan dunia tidak banyak memengaruhi kehidupannya.

Adapun orang yang menyimpan dunia di dalam hati meyakini bahwa dunia yang ada digenggamannya semua miliknya, bukan titipan Allah SWT. Akibatnya, dunia sangat memengaruhi kehidupannya. Kebahagiaan dan kesedihannya sangat ditentukan oleh ada dan tidak adanya dunia. Dunia yang hilang, tapi hati yang sakit. Inilah hakikat cinta dunia.

Bibit-bibit cinta dunia yang dikhawatirkan oleh Nabi SAW mulai terlihat pada zaman Khulafa ar-Rasyidin, ketika pembendaharaan dunia terbuka bersamaan dengan meluasnya kekuasaan kaum Muslimin. Kekhawatiran tersebut diekspresikan pada doa Khalifah Umar bin Khattab: “Ya, Allah jadikanlah dunia dalam genggaman kami, jangan jadikan dunia di dalam hati-hati kami”. Wallahu a’lam.

OLEH: Karman

 

REPUBLIKA

Peggy: Kita Bangkit Bersama Bebaskan Alquds

Dalam orasi pembuka Aksi Bela Palestina di lapangan silang Monas pada Jumat (11/5) pagi, Peggy mengatakan, Palestina adalah Tanah Yang Diberkahi Allah sebagaimana disebutkan Alquran. Palestina adalah jantung umat Islam. Umat Islam tidak akan menghentikan jantungnya sendiri sampai Allah SWT yang menghentikan.

”Kita akan ikut jadi yang terdepan dengan saudara-saudara di Aqsa. Semoga Allah ridha terhadap kita,” ungkap Peggy lantang dihadapan hadirin dari panggung.

Ibrahim, Musa dan Harun, serta Rasulullah ke Palestina atas perintah dan kuasa Allah SWT. Baitul Maqdis adalah ibukota Palestina bukan Israel.

”24 jam lalu saya baru tiba dari Palestina. Saya sampaikan salam dari saudara-saudara kita di sana. Saudara di sana juga berjuang dengan ketapel dan batu,” kata Peggy.

Peggy juga mengajak umat Islam mendoakan para ulama. Tidak ada yang sia-sia atas berkumpulnya Muslim di Monas hari ini. ”Kita akan bangkit bersama membebaskan Alquds,” ungkap Peggy.

 

REPUBLIKA

Ayat tentang Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman (2)

FIRMAN Allah Taala, “Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (QS. An Nisa: 159)

Mengenai ayat di atas terdapat dua tafsiran di kalangan pakar tafsir.

Tafsiran pertama: ” kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya”, yang dimaksud sebelum kematiannya adalah sebelum kematian Isa. Maksudnya adalah sebagaimana penjelasan Ibnu Jarir Ath Thobari, “Mereka seluruhnya akan membenarkan Nabi Isa ketika ia turun ke dunia untuk membunuh Dajjal. Sehingga ketika itu agama hanya ada satu yaitu agama Islam yang lurus, agama Ibrahim.”

Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah sebelum kematian Isa bin Maryam. Abu Malik mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ketika Isa bin Maryam turun, yaitu tidak ada satu pun ahli kitab yang tersisa kecuali mereka akan beriman pada Nabi Isa. Al Hasan mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah sebelum kematian Isa dan -demi Allah- Isa saat ini masih hidup, berada di sisi Allah. Ketika beliau turun lagi ke bumi, semua pasti akan mengimani beliau.

Qotadah mengatakan maksud ayat ini adalah sebelum kematian Isa dan jika beliau turun ke muka bumi, semua agama akan beriman pada beliau. Ibnu Zaid mengatakan bahwa ketika Isa bin Maryam turun lagi ke bumi, ia akan membunuh Dajjal. Lalu tidak akan tersisa lagi seorang pun Yahudi kecuali akan beriman padanya. Ath Thobari mengatakan, “Jika Isa turun ke muka bumi, maka orang Yahudi akan beriman padanya.”

Tafsiran kedua: ” kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya”, yang dimaksud adalah sebelum kematian ahli kitab tersebut. Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan, “Setiap orang yang didatangi maut (kematian), jiwanya tidak akan lepas sampai jelas padanya kebenaran dari kebatilan yang ada dalam agamanya.” Ibnu Abbas mengatakan tentang maksud ayat di atas bahwa tidaklah seorang Yahudi itu mati kecuali mereka akan beriman kepada Isa.

Ibnu Abbas juga mengatakan bahwa tidaklah seorang Yahudi itu mati kecuali ia akan bersaksi bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah, walaupun ia dalam keadaan diancam dengan pedang. Mujahid mengatakan tentang maksud ayat di atas bahwa setiap ahli kitab akan beriman kepada Isa sebelum kematian ahli kitab tersebut.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadi menjelaskan bahwa menurut tafsiran ini, setiap ahli kitab yang akan didatangi maut (kematian), ia telah jelas kebenaran sebenarnya. Ia pun akan beriman pada Isa alaihis salam, akan tetapi iman ketika itu tidaklah manfaat karena itu hanyalah iman karena terpaksa. Maka maksud ayat ini adalah sebagai ancaman bagi ahli kitab bahwa mereka akan menyesal sebelum kematian mereka. Bagaimanakah lagi nasib mereka pada saat dibangkitkan pada hari kiamat nanti?

Di antara dua tafsiran di atas yang lebih tepat adalah tafsiran pertama. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Tidak ragu lagi bahwa pendapat (tafsiran pertama) itulah yang lebih tepat. Karena tafsiran ini adalah maksud dari konteks ayat sebelumnya yang membicarakan mengenai keyakinan Yahudi bahwa mereka telah membunuh Isa dan menyalibnya. Orang-orang Nashrani yang jahil pun membenarkan hal ini. Lalu Allah memberitahukan bahwa keadaan senyatanya adalah tidak demikian. Sesungguhnya yang dibunuh adalah yang diserupakan dengan Isa dan mereka tidak mengetahui hal ini. Allah mengabarkan bahwa Isa akan diangkat ke langit, beliau masih hidup dan akan turun sebelum hari kiamat sebagaimana diceritakan dalam banyak hadits (hadits mutawatir).”

 

INILAH MOZAIK

Ayat tentang Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman (1)

ALLAH Taala berfirman,

“Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat.” (QS. Az Zukhruf: 61)

Para ulama berselisih pendapat mengenai makna dhomir (kata ganti) haa. Sebagian ulama mengatakan bahwa kata ganti haa di situ adalah Isa bin Maryam. Sehingga makna kalimat, “Sesungguhnya Isa di antara tanda datangnya hari kiamat”. Karena turunnya kembali Isa ke dunia adalah tanda akan fananya dunia dan akan datangnya kehidupan akhirat. Demikian penjelasan dari Ibnu Jarir Ath Thobari. Kemudian setelah itu Ibnu Jarir membawakan beberapa perkataan ulama pakar tafsir tentang tafsiran ayat di atas.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud ayat tersebut adalah turunnya Nabi Isa alaihis salam. Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ayat tersebut yaitu di antara tanda datangnya hari kiamat adalah turunnya Isa bin Maryam sebelum hari kiamat. Qotadah mengatakan tentang maksud ayat tersebut adalah turunnya Isa bin Maryam merupakan di antara tanda hari kiamat. As Sudi, Adh Dhohak, dan Ibnu Zaid mengatakan perkataan yang serupa.

Firman Allah Taala,

“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.” (QS. Muhammad: 4)

Al Baghowi menjelaskan salah satu tafsiran ayat di atas, “Mereka mengalahkan orang-orang musyrik dengan membunuh dan memenjara mereka sampai seluruh agama yang ada memeluk Islam. Seluruh agama akhirnya milik Allah. Dan setelah itu tidak ada lagi jihad dan tidak ada lagi peperangan. Hal ini terjadi ketika turunnya Isa bin Maryam (di akhir zaman).”

 

INILAH MOZAIK

Ciri-Ciri Nabi Isa berdasarkan Hadis

CIRI-CIRI Isa bin Maryam telah disebutkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits-hadits berikut ini.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “(Saat aku diisrakan), aku melihat Isa dan Musa serta Ibrahim alahimis salam. Adapun Isa, dia adalah laki-laki yang kulitnya kemerahan, tegap dan dadanya bidang sedangkan Musa adalah orang yang kurus (tinggi) seperti kebanyakan laki-laki dari Sudan (Afrika)”. (HR. Bukhari no. 3438)

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak ada nabi (yang hidup) antara masaku dan Isa. Sungguh, kelak ia akan turun, jika kalian melihatnya maka kenalilah. Ia adalah seorang laki-laki yang sedang (tidak tinggi dan tidak terlalu pendek), berkulit merah keputih-putihan, beliau memakai di antara dua kain berwarna sedikit kuning. Seakan rambut kepala beliau menetes meski tidak basah. Beliau akan memerangi manusia hingga mereka masuk ke dalam Islam, beliau akan menghancurkan salib, membunuh babi dan menghapus jizyah (upeti). Pada masa beliau, Allah akan membinasakan semua agama selain Islam, Isa akan membunuh Dajjal, dan beliau akan tinggal di muka bumi selama empat puluh tahun. Setelah itu ia meninggal dan kaum muslimin menshalatinya.” (HR. Abu Daud no. 4324 dan Ahmad 2/437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

“Ditampakkan kepadaku para nabi, ternyata Musa adalah salah satu jenis laki-laki seperti laki-laki bani Syanuah. Aku melihat Isa bin Maryam alaihis salam, ternyata beliau mirip dengan orang yang telah aku lihat memiliki kemiripan dengannya, yaitu Urwah bin Masud. Aku pun melihat Ibrahim alaihis salam, ternyata dia mirip dengan orang yang aku lihat memiliki kemiripan dengannya, yaitu sahabat kalian (maksudnya beliau sendiri). Dan aku melihat Jibril Alaihissalam, ternyata dia mirip dengan orang yang pernah aku lihat memiliki kemiripan dengannya, yaitu Dihyah.” Dalam riwayat Ibnu Rumh disebut, “Dihyah bin Khalifah.” (HR. Muslim no. 167)

 

INILAH MOZAIK

Bagi yang Tak Mengakui akan Turunnya Nabi Isa

ORANG-ORANG yang sesat dan mengagungkan logika (yang dangkal) kadang menggunakan argumen-argumen yang rapuh untuk menyanggah keyakinan bahwa Isa bin Maryam akan turun di akhir zaman.

Di antara alasan mereka menolak keyakinan ini adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyatakan bahwa tidak ada nabi lagi sesudah beliau. Dengan pernyataan semacam ini (yang asalnya dari dalil Quran dan hadits), mereka pun menyanggah dalil-dalil yang menyatakan bahwa Isa bin Maryam akan turun di akhir zaman.

Berikut sanggahan dari Al Qodhi yang dinukil dari Imam An Nawawi rahimahullah.

Al Qodhi mengatakan, “Sebagian Mutazilah, Jahmiyah dan yang sepaham dengan mereka mengingkari turunnya Nabi Isa alaihis salam. Mereka mengklaim bahwa hadits tersebut tertolak dengan firman Allah Taala bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah penutup para nabi. Mereka juga beralasan dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Tidak ada nabi lagi sesudahku”. Mereka beralasan lagi dengan ijma (kesepakatan) kaum muslimin bahwa tidak ada nabi lagi sesudah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan syariat Muhammad itulah yang berlaku selamanya hingga akhir zaman, sehingga tidak mungkin dihapus.

Sunguh ini adalah alasan yang sungguh rapuh. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud turunnya Isa alaihis salam bukanlah beliau turun lagi sebagai Nabi yang membawa syariat baru dan menghapus syariat Islam. Tidak ada satu pun hadits dan dalil lainnya yang menyatakan semacam ini. Bahkan hadits-hadits yang membicarakan turunnya Isa adalah benar.” An Nawawi lantas mengatakan, “Sebagaimana telah disebutkan dalam kitab Al Iman dan selainnya bahwa Isa akan turun sebagai hakim yang adil dan akan berhukum dengan syariat kita (syariat Islam). Beliau akan menghidupkan kembali syariat Islam yang sudah ditinggalkan.”

[Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Ini Tempat Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman

DARI An Nawwas bin Saman berkata, “Pada suatu pagi, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam menyebut Dajjal, beliau melirihkan suara dan mengeraskannya hingga kami mengiranya berada di sekelompok pohon kurma.

“Saat Dajjal seperti itu, tiba-tiba Isa putra Maryam turun di sebelah timur Damaskus di menara putih dengan mengenakan dua baju (yang dicelup wars dan zafaran) seraya meletakkan kedua tangannya di atas sayap dua malaikat, bila ia menundukkan kepala, air pun menetas. Bila ia mengangkat kepala, air pun bercucuran seperti mutiara. Tidaklah orang kafir mencium bau dirinya melainkan ia akan mati. Sungguh bau nafasnya sejauh mata memandang. Isa mencari Dajjal hingga menemuinya di pintu Ludd lalu membunuhnya. Setelah itu Isa bin Maryam mendatangi suatu kaum yang dijaga oleh Allah dari Dajjal. Ia mengusap wajah-wajah mereka dan menceritakan tingkatan-tingkatan mereka di surga. (HR. Muslim no. 2937)

Yang dimaksud menara putih sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah. Beliau berkata, “Aku telah melihat di beberapa kitab bahwa sebenarnya turun Isa bin Maryam adalah di menara putih yang terletak di sebelah timur Jaami Damaskus. Inilah riwayat yang benar dan lebih kuat. Adapun riwayat yang menyatakan bahwasanya Isa turun di menara putih di sebelah timur Damaskus, maka itu hanya ungkapan perowi saja dari apa yang ia pahami. Yang benar, di Damaskus tidak ada menara yang dikatakan di sebelah timurnya. Yang ada hanyalah menara yang ada di sebelah timur Jaami Al Umawi. Inilah penyebutan yang lebih tepat. Karena ketika Nabi Isa turun, maka akan ditegakkan shalat.”

 

INILAH MOZAIK

Apakah Nabi Isa akan Membawa Syariat Baru?

DARI Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Bagaimana keadaan kalian apabila Isa putera Maryam turun pada kalian dan menjadi pemimpin kalian?” Lalu aku berkata kepada Ibnu Abu Dzib bahwa al-Auzai telah menceritakan kepada kami, dari az-Zuhri dari Nafi dari Abu Hurairah, “Pemimpin kalian adalah dari kalian.”

Ibnu Abu Dzib berkata, “Apakah kamu tahu sesuatu apa (yang dijadikan dasar) memimpin kalian?” Aku balik bertanya, “Apakah kamu akan mengabarkannya kepadaku?” Ibnu Abu Dzib berkata, “Dia akan memimpin kalian berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi Kalian shallallahu alaihi wa sallam. (HR. Muslim no. 155)

Hadits ini menunjukkan bahwa ketika Isa bin Maryam turun, beliau akan mengikuti ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Jadi sama sekali Isa tidak membawa syariat baru. Beliau akan berhukum dengan Al Quran dan bukan dengan Injil. Karena Al Quran sudah menghapuskan syariat Nabi sebelumnya.

 

INILAH MOZAIK