Jamaah Umrah Diminta Waspadai Banjir dan Hujan

Bagi jamaah umrah yang sedang atau pada pekan ini akan berada di tanahh suci waspadalah akan bahaya banjir akibat hujan lebat di sana. Hujan lebat  diperkirakan akan mengguyur wilayah Saudi Arabia hingga Ahad depan.

Sepertis dilansir media Arab Saudi, pihak Otoritas Meteorologi Umum dan Perlindungan Lingkungan Saudi Arabia mengatakan dalam laporan terbarunya pada hari Rabu lalu bahwa cuaca buruk akan terus berlanjut dari Kamis hingga Ahad mendatang. Adanya informasi ini kiranya para jamaah mulai melakukan antipasi.

Hujan deras sampai sedang disertai dengan petir, badai pasir dan hujan salju akan dialami dari Kamis hingga Sabtu di beberapa daerah, termasuk Madinah, Khaibar, Yanbu, Makkah dan Taif. Hujan sedang akan berlanjut di wilayah pesisir Jeddah, Rabigh, Allaith dan Qunfuda.

Pihak berwenang tersebut memperkirakan hujan deras hingga sedang di daerah-daerah seperti Tabuk, Taima, Al-Wajh, Al-Baha, Baljurashi dan Al-Jouf hingga Sabtu. Hujan lebat sampai sedang diperkirakan terjadi di Qasim, Riyadh, Provinsi Timur, Perbatasan Utara, Asir, Salam, dan Jazan dari Kamis hingga Minggu.

Ancaman banjir akibat hujan turun dengan lebat memang menjadi masalah serius. DI Makkah misalnya genangan air hujan kerapkali mengakibatkan banjir hingga area mataf. Tapi genangan ini berlangsung tak lama karena air cepat surut. Masjidil Haram yang letaknya di lembah yang dikelilingi perbukitan memang dari zaman nabi menjadi tempat yang sering banjir. Ini beda dengan Madinah yang meski hujan lebat tapi banjir tak pernah terlampau parah.

Di Jeddah akibat hujan malah beberapa tahun silam menyebabkan banjir besar. Jalanan menjadi saluran air. Lalu lintas menjadi macet total. Mobil-mobil terbawa air, Beberapa orang meninggal menjadi korban banjir karena terhanyut.

Para petugas haji dan petugas umrah, seperti di katakan mantan staf konjen haji di Jeddah, Arsyad Hidayat, harus memberi tahu bahaya yang akan terjadi bila terjadi hujan lebat. Para jamaah harus diminta segera berlindung di tempat aman dari banjir. Bagi yang kebetulan ada di jalan harus waspada dan segera menyingkir dari jalan karena bisa saja jalanan berubah menjadi sungai yang membawa air bah dari akibat derasnya hujan.

‘’Ingat di Arab Saudi masih terbatas sarana saluran air di pinggir jalan. Maka segera menyingkir bila hujan turun. Biasanya hujan turun juga disertai petir yang keras, Maka para jamaah dan petugas umrah harus waspda ketika hujan turun di sana,’’ katanya.

Semua Perbuatan Tergantung Niat

SEKARANG aku mengerti kenapa hubunganku dengan lelaki yang kukasihi, berakhir di tengah perjalanan menuju niat kami untuk menghalalkan hubungan ini. Aku sudah cukup lama menjalin kasih dengannya, lelaki yang berprofesi sebagai abdi negara. Kami saling mengenal sejak bersekolah di tingkat menengah pertama. Dia adalah teman sekelasku.

Selepas sekolah menengah kejuruan, kami menjalin hubungan, dan setelah beberapa tahun setelah itu, kami berniat mengakhiri hubungan ini dengan sebuah predikat ‘Halal’. Kalian tahu gerak-gerik kita di dunia ini sudah diketahui Allah, bahkan sebelum kita melakukan sebuah tindakan, Allah sudah mengetahui isi hati kita, mengetahui niat kita.

Allah telah mengetahui niatku untuk segera melengkapi kodratku sebagai wanita, yaitu menjadi seorang istri dan ibu. Namun sayang, aku tidak tahu niat lelaki yang mengaku menyayangiku, tapi Allah telah lebih tahu, sangat tahu.

Menjalin hubungan beda agama bukanlah hal yang mudah, sungguh sangat sulit kurasa. Harus banyak toleransi antara aku dan dia. Tapi aku tak mengapa, aku tetap menjalani hubungan itu, dengan harapan kelak Allah akan memberikan hidayah untuk lelaki yang selalu ku sebut namanya dalam obrolanku dengan Allah.

Hingga pada akhirnya, aku mengira ia mendapat hidayah untuk memilih Islam sebagai agamanya. Alhamdulillah, gumamku dalam hati. Namun kalian tahu, apa niatnya sebenarnya, lelaki yang selama bertahun-tahun menghabiskan waktu bersamaku berjuang bersama mengejar cita-cita kami masing-masing. Ternyata, ia hanya ingin memeluk Islam jika aku mau menikah bersamanya.

Aku sungguh kecewa dengan kejujurannya. Aku memang berharap ia bisa seiman denganku, tapi bukan karena kau, tapi karena Allah swt. Dalam tiap sujudku, aku mendoakannya agar bisa mengenal Allah, zat yang maha membolak-balikkan hati. Dan akhirnya ia akan menjadi seorang muslim karena telah mengenal sang Illahi Rabbi, bukan karena aku.

“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan” (HR Bukhari : 7)

Aku hanya wanita yang juga sedang berhijrah menjadi wanita lebih baik, walau tidak sebaik Fatimah Az-zahra. Aku memiliki banyak kekurangan dalam diri, jika lelaki itu ingin memilih Islam hanya karena aku, maka ia akan menemukan banyak kekurangan dalam diriku, dan ia akan kecewa ia akan kembali lagi ke dunianya, ke agamanya. Dan apa artinya dua kalimat syahadatnya?

Apapun yang kita lakukan akan kembali seperti apa niat kita sebelumnya. Apakah niatnya semata untuk mengharap rida Allah, atau karena orang lain. Aku percaya, tidak ada niat terbaik selain niat hanya untuk mengharap keridaan Allah swt. [Chairunnisa Dhiee]

 

 

Kapan Terputusnya Predikat Anak Yatim?

SECARA bahasa, yatim berasal dari bahasa Arab. Dari fiil madli “yatama” mudlori “yaitamu” dan mashdar ” yatmu” yang berarti sedih atau bermakna sendiri dan segala sesuatu yang di tinggal oleh sesuatu yang serupa dengannya.

Adapun menurut istilah syara yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh. Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika anak tersebut telah baligh dan dewasa, berdasarkan sebuah hadis yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah menerima surat dari Najdah bin Amir yang berisi beberapa pertanyaan, salah satunya tentang batasan seorang disebut yatim, Ibnu Abbas menjawab:

“Dan kamu bertanya kepada saya tentang anak yatim, kapan terputus predikat yatim itu, sesungguhnya predikat itu putus bila ia sudah baligh dan menjadi dewasa.”

Jadi penentuan seorang anak disebut yatim atau tidak, bukan berdasarkan usia melainkan apakah sudah baligh atau belum.

Jika sang anak yatim memiliki ayah tiri,

“Pemelihara anak yatim, baik dari kerabatnya atau orang lain, aku dan dia (kedudukannya) seperti dua jari ini di surga nanti.” Dan perawi, yaitu Malik bin Anas berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya”. (HR Muslim)

Dalam hal ini yang termasuk kerabat di sini, ialah ibu sang yatim, atau saudara laki-lakinya ataupun pihak-pihak selain mereka yang memiliki kekerabatan dengannya, hal ini bisa juga ayah tiri. Wallahu alam. []

INILAH MOZAIK

Betapa Agung Kedudukan Bibi Fathimah di Hati Rasul

FATIMAH binti Asad, istri pamannya, Abdul Muththalib, menduduki posisi agung di belahan jiwa Rasulullah. Tak lekang dari ingatannya bagaimana ia telah mendidik dan mencurahkan cinta kasih sayang kepadanya. Maka, beliau pun tak henti-hentinya membalas kebaikan dan menyambung tali silaturahim dengannya.

Rasul menjolak girang manakala bertemu Fathimah yang menyusul dirinya hijrah ke Madinah. Disambutnya Fathimah dengan wajah berbinar-binar penuh kehangatan dan kemuliaan.

Sebaliknya, betapa berduka beliau saat mendengar sang bibi telah kembali ke haribaan Sang Mahakuasa. Tak cukup hanya mendoakan, beliau bahkan menanggalkan baju gamis untuk dijadikan kain kafannya.

Kemudian, ketika orang-orang selesai menggali liang kubur, Rasul langsung turun dan membaringkan diri di tempat bibinya nanti akan dibaringkan untuk selamanya.

Beliau berharap, dengan begitu sang bibi senantiasa dikelilingi para malaikat. Sebuah bukti nyata betapa agung kedudukan Fathimah di hati Rasul.

Ketika jenazah siap diturunkan untuk dikebumikan, Rasul naik dari liang. Semua mata memandang heran, seolah bertanya kenapa sampai sejauh itu perlakuan Rasul kepada sang bibi. Sebuah perlakuan belum pernah ditunjukan kepada siapa pun oleh beliau.

Tetapi, Rasul tak hirau. Beliau lalu membacakan istighfar. Terkenang di benak beliau masa lalu yang telah diarunginya bersama bibinya. Masa lalu yang panjang, beliau diasuh dan dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Titik-titik air mengalir dari mata agung beliau. Sambil menyapukan pandang kepada semua orang, beliau bersabda, “Tak seorang pun setelah Abu Thalib yang lebih baik kepadaku selain dia.” [Nizar Abazhah]

 

 

Raja Romawi yang Ingin Basuh Kaki Nabi Muhammad

RASULULLAH shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus beberapa utusan kepada raja-raja dan para pemimpin Arab untuk mengajak mereka masuk Islam. Tentunya dengan cara yang baik dan penuh hikmah.

Di antara raja-raja itu adalah Heraclius, raja Romawi, ia menerima dan bersikap semestinya. Disebutkan bahwa setelah menerima surat dari Rasulullah, ia ingin mengetahui lebih jauh tentang beliau.

Ia mencari orang yang dapat menjelaskan kepadanya apa yang ia butuhkan. Lalu ia bertemu dengan Abu Sufyan yang sedang berdagang di Ghaza.

Pertanyaan yang ia ajukan menunjukkan bahwa ia mengetahui sejarah agama-agama sebelumnya, sifat-sifat Nabi, sikap umatnya, dan ketentuan Allah dalam hal ini. Abu Sufyan menceritakan dengan sejujurnya, karena ia tidak mau dibilang sebagai pendusta.

Setelah mendapat keterangan yang dibutuhkan, Heraclius yakin bahwa Muhammad benar-benar seorang Nabi. Ia berkata kepada Abu Sufyan,

“Jika yang kamu katakan benar adanya, maka ia akan memiliki tempat aku berpijak ini. Aku tahu bahwa seorang nabi telah lahir, akan tetapi aku tidak menduga dia berada di antara kalian. Jika aku bisa ke tempatnya niscaya aku akan berusaha menemuinya. Dan jika aku bertemu dia niscaya aku akan basuh kakinya.”

Heraclius memanggil semua pembesar Romawi, lalu memerintahkan agar semua pintu keluar ditutup. Setelah itu ia berkata kepada mereka, “Wahai sekalian orang-orang Romawi, apakah kalian suka dengan kebahagiaan, kelurusan, dan kelanggengan kekuasaan kalian, lalu kalian mengikuti Nabi ini?”

Maka mereka semua lari menuju pintu akan tetapi pintu sudah tertutup. Ketika mengetahui sikap mereka, Heraclius berkata, “Kembalilah kalian, aku hanya menguji kesungguhan kalian dalam memeluk agama kalian. Dan saat ini aku telah mengetahuinya.”

Maka mereka bersujud kepadanya. Raja Heraclius lebih mengutamakan pengikutnya daripada hidayah yang diberikan Allah Ta’ala.

Dikisahkan bahwa pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar dan Umar, terjadi perang antara kaum muslimin dan bangsa Romawi yang berakhir dengan kemenangan di pihak kaum muslimin. []

REPUBLIKA

Dosa Pertama Bernama Dengki

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanyalah milik Allah Swt. Dialah Allah, Dzat yang menghidupkan yang mati dan mematikan yang hidup. Dialah Allah, Dzat yang mencukupi seluruh makhluk di alam semesta ini secara tepat. Hanya kepada Allah kita berserah diri dan hanya kepada-Nya kita memohon perlindungan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada kekasih Allah, baginda nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, tentu kita sudah seringkali mendengar kisah kedurhakaan iblis kepada Allah Swt. Iblis membangkan terhadap perintah Allah yang memerintahkannya untuk sujud kepada nabi Adam a.s sebagai wujud penghormatan kepadanya dan ketaatan kepada Allah Swt. Akan tetapi iblis menolaknya karena kedengkian kepada nabi Adam. Iblis merasa dirinya lebih baik dibandingkan nabi Adam, karena ia tercipta dari api sedangkan nabi Adam tercipta dari saripati tanah.

Maka, akibat dari pembangkangannya itu, Allah pun murka kepada iblis. Padahal iblis lebih dahulu mengenal Allah dibandingkan nabi Adam. Iblis pun lebih dahulu taat kepada Allah dibandingkan nabi Adam. Akan tetapi, kebaikan-kebaikannya hangus sirna akibat rasa dengki terhadap nabi Adam a.s. Inilah peristiwa kedengkian yang terjadi pertama kali. Kemudian kita bisa melihat akibatnya seperti apa. Iblis menjadi makhluk terkutuk.

Saudaraku, jadi jangan merasa aman dengan ilmu yang sudah kita miliki atau dengan amal kebaikan yang sudah kita lakukan. Peliharalah diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh Allah, karena boleh jadi perbuatan-perbuatan tersebutlah yang justru akan menghanguskan amal kebaikan diri kita sendiri.

Kisah lain yang juga mengingatkan kita akan bahaya dengki adalah peristiwa Habil dan Qobil. Dimana Qobil membunuh Habil. Peristiwa ini juga terjadi karena kedengkian, yaitu karena Qobil tidak terima Habil mendapatkan pasangan yang lebih cantik parasnya. Kedengkian telah merusak hatinya dan membutakannya sehingga terjadilah peristiwa pembunuhan itu.

Al Qurtubhi menerangkan, “Dengki adalah dosa yang pertama kali dilakukan di langit dan di bumi. Di langit adalah dengkinya iblis kepada nabi Adam a.s, dan di bumi adalah dengkinya Qobil kepada Habil.”

Dengki adalah sifat yang tidak disukai Allah dan bertentangan dengan petunjuk Rasulullah Saw. yang berpesan, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga kita tergolong orang-orang yang selamat, yaitu yang senantiasa membersihkan hati dari bibit-bibit penyakit dengki. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [smstauhiid]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

 

Positif dalam Kata Hasilkan Cita

Pimpinan PPPA Da’arul Quran Ustaz Yusuf Mansur mengajak umat Islam untuk mengeluarkan kata kata yang positif. Menurut ustaz yang akrab disapa UYM ini, kalimat baik yang dihasilkan bisa menjadi pendorong tujuan hidup ke depan.

“Kita harus terus belajar bagaimana memproduksi omongan-omongan yang positif dan baik, pikiran yang positif dan baik, perasaan, impian, dan cita-cita yang positif juga baik. Bahkan, jika perlu tidak hanya baik, tapi juga fenomenal dan menggelegar,” ujar UYM dalam kajian di Masjid Istiqlal, Jakarta, belum lama ini.

Menurut dia, Allah SWT selalu menunggu umat-Nya untuk mengatakan hal-hal yang bagus dengan modal yang sudah dipunyai, yaitu mulut. Modal ini diberikan oleh Allah secara cuma-cuma dan hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya. Jangan sampai dengan modal dari Allah ini, kaum Muslimin malah menggunakannya untuk memproduksi sesuatu yang jelek dan payah.

Dia menegaskan, apa yang umat nikmati selama hidup sebetulnya adalah hasil dari apa yang diproduksi, termasuk dalam hal ucapan. Karena itu, ada baiknya segala sesuatu yang diucapkan adalah yang baik karena ucapan juga doa.

Setelah melahirkan atau mem produksi sebuah kata-kata, cita-cita, dan niat, langkah selanjutnya yang harus dilakukan ada lah merawatnya. Menjaga niat itu untuk tetap tumbuh dan menjadi terlaksana, agar umat bisa menikmati hasilnya. Tentu dalam per jalanan mewujudkan niat akan ada ujian. Ujian adalah hal yang pasti dalam kehidupan manusia.

Allah SWT bersabda dalam QS Ali Imran ayat 186, “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orangorang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”

Menurut dia, ayat ini menunjukkan jika Allah tidak akan mem berikan sesuatu secara cu ma-cuma tanpa adanya ujian. Apalagi jika hambanya sekali ber ucap dan seketika itu dikabulkan. Ke depannya, jika hal ini terjadi, yang bermasalah adalah hambanya sendiri. “Ketika sekali ngomong langsung jadi, ini kamu sen diri yang bermasalah. Kayak buah, tengahnya bolong atau nggak mateng,” ujar Ustaz Yusuf Mansur.

Cobaan pun akan datang dari berbagai sisi dan dalam beragam bentuk. Dari atas, bawah, kanan, dan kiri. Seringnya umat pun akan dibuat seperti digencet dan tertekan. Karena hal ini, tidak sedikit yang kemudian memilih mundur, berpaling dari kata-kata dan cita-citanya sendiri, bahkan membunuh kalimatnya sendiri.

“Tuhan kami ialah Allah,” kemudian mereka meneguhkan pen dirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” Kamilah Pelindung-Pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan mem peroleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Ma ha Penyayang,” demikian firman Allah tentang ujian dalam surat Fushshilat ayat 30-32.

Ustaz Yusuf menjelaskan, tindakan yang akan membunuh niat diri sendiri ini hendaknya dihindari. Ketika sudah bermimpi, mengapa membunuh mimpi itu? Mengapa menyerah? Dia menjelaskan, ketika ujian datang, yang harus dilakukan oleh umat ada lah terus merawat dan jangan me nyerah. Masih ada banyak ca ra bagi umat untuk merawatnya sambil berubah menjadi lebih kuat dan berani. Kalaupun da tang cobaan, umat harus ingat untuk kembali kepada Allah.

Dia pun mengajak umat un tuk terus berikhtiar sambil ber doa. Tanyakan kepada Allah ka pan pertolongan untuk cobaanco baan ini akan datang. Salah sa tu cara yang bisa dilakukan ada lah dengan bangun malam untuk shalat Tahajud, dan berdoa. “Bia sa kan setelah melahirkan kata-kata, rawat, dan besarkan. Jangan setelah dilahirkan itu dibunuh atau ditenggelamkan. Ja ngan membunuh kata-kata sendiri. Anda yang melahirkan, masak Anda yang melemahkan?” kata Ustaz Yusuf Mansur.

Ustaz Yusuf Mansur lalu menganalogikan orang yang mem produksi sebuah cita-cita se perti sedang memesan nasi goreng. Ketika ada yang datang ke sebuah warung dan memesan nasi goreng, ia pun harus menunggu proses makanan itu diolah hingga disajikan kepadanya. Jika kemudian orang ini pergi sementara ma kanan itu sedang diproses, sang pedagang pun akan kebingungan.

Sama dengan niat dan citacita yang sudah diucapkan, Allah pun sedang berusaha mengolah dan mewujudkannya. “Ketika im pian kamu ini sudah siap di antar, kamu malah membunuh ka limatmu sendiri. Jangan sam pai,” ujarnya. Dalam bermimpi atau bercita-cita, Ustaz Yusuf Mansur pun menyarankan agar membuat niat yang spektakuler dan fenomenal. Dengan begitu, motivasi dan harapan yang di gan tung pun akan besar.

Ketika sudah tercapai, rasa bahagia dan bangga tidak akan terkira. Ketika sedang berusaha mewujudkan cita-cita, Ustaz Yusuf Mansyur mengajak umat untuk tidak berhenti berzikir. Salah satu zikir yang bisa dipanjatkan adalah, “Allahumma antas salam waminkassalam wa ilai ka ya’udussalam fahayyina robbana bissalam wa adkhilnaljannata darossalam tabaarokta rob bana wata’alaita yadzal jalali wal ikrom.”

Terakhir, ia menyebut dalam hidup tiap manusia akan diuji de ngan tiga hal. Yaitu, al-baza atau kemiskinan, ad-dhara atau penyakit, dan al-zulzila, yaitu keta kutan yang teramat. Ia meng ingat kan kepada jamaah yang hadir, jika seseorang sedang diuji oleh Allah dengan tiga hal ini, ia harus percaya bahwa pertolongan Allah sudah dekat. Umat hanya perlu yakin dan terus berikhtiar.

Hijrah Belum Tuntas

Bagaimana hijrah yang belum tuntas?

Yaitu ketika hijrahnya masih separuh-separuh, lalu belum ada panduan, sehingga ilmu yang didapatkan saat berhijrah belum utuh.

 

Mari pelajari sebab-sebab hijrah belum tuntas sehingga bisa kita hindari.

 

Pertama: Niat Belajar Agama Belum Ikhlas

 

Dari ‘Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, mkaa hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907).

Ibnul ‘Aththor rahimahullah dalam Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah menjelaskan maksud penyebutan wanita tersebut setelah kalimat hijrah karena dunia ada dua makna:

  1. Dilihat dari sebab disebutkannya hadits ini, yaitu ada seseorang yang berhijrah karena seorang wanita yang ingin dia nikahi. Wanita tersebut bernama Ummu Qois. Maka laki-laki yang berhijrah di sini disebut Muhajir Ummu Qois, yaitu orang yang berhijrah karena Ummu Qois.
  2. Penyebutan wanita adalah sesuatu yang khusus dari dunia yang umum yang disebut lebih dulu. Ini menunjukkan peringatan keras bagi yang niatannya keliru hanya untuk kejar wanita saat berhijrah.

 

Apa manfaat jika kita belajar agama ikhlas karena Allah?

Para ulama menyebutkan bahwa Imam Ibnu Abi Dzi’bi yang semasa dan senegeri dengan Imam Malik pernah menulis kitab yang lebih besar dari Muwatho’. Karena demikian, Imam Malik pernah ditanya,  “Apa faedahnya engkau menulis kitab yang sama seperti itu?” Jawaban beliau,

مَا كَانَ للهِ بَقِيَ

Sesuatu yang ikhlas karena Allah, pasti akan lebih langgeng.” (Ar-Risalah Al-Mustathrofah, hlm. 9. Dinukil dari Muwatho’ Imam Malik, 3:521).

 

Kedua: Belajar Agama Tidak dengan Guru

 

Ada faedah belajar dari guru secara langsung:

  1. Lebih ringkas dalam meraih ilmu. Beda halnya jika ilmu diperoleh dari buku, yang butuh penelaan yang lama. Seorang guru bisa meringkas perselisihan ulama yang ada dan bisa mengambil pendapat yang lebih kuat.
  2. Lebih cepat memahami ilmu. Memang nyata, belajar dari guru lebih cepat memahami dibanding dengan otodidak. Karena dalam membaca bisa jadi ada hal-hal atau istilah yang sulit dipahami. Namun akan sangat terbantu ketika belajar kepada seorang guru.
  3. Ada hubungan antara murid dan guru, yaitu antara yang junior dalam mencari ilmu dan yang telah banyak makan garam (alias: berpengalaman).

 

Ketiga: Tidak Mengambil Ilmu Agama dari Guru yang Benar

 

Coba perhatikan bagaimanakah pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ibnu ’Umar radliyallahu ’anhuma,

يَا بْنَ عُمَرَ دِيْنُكَ دِيْنُكَ اِنَّمَا هُوَ لَحْمُكَ وَدَمُّكَ فَانْظُرْ عَمَّنْ تَأْخُذُ خُذْ عَنِ الَّذِيْنَ اسْتَقَامُوْا وَلاَ تَأْخُذْ عَنِ الَّذِيْنَ مَالُوْا

“Wahai Ibnu ’Umar, ingatlah agamamu, agamamu. Agamamu itu adalah darah dan dagingmu. Karenanya perhatikanlah dari siapa kamu mengambilnya. Ambillah dari orang-orang yang istiqamah (terhadap sunnah), dan jangan mengambil dari orang-orang yang melenceng (dari sunnah).” (Al-Kifaayah fii ’Ilmi Ar-Riwayaholeh Al-Khathib hlm. 81, Bab Maa Jaa-a fi Al-Akhdzi ’an Ahli Al-Bida’ wa Al-Ahwaa’ wa Ihtijaaj bi-Riwayaatihim, Maktabah Sahab)

Ada juga pesan dari ulama-ulama lainnya, di antaranya ‘Ali bin Abi Thalib radliyallahu ’anhu ketika berada di masjid Kuffah (’Iraq) pada suatu hari pernah berkata,

اُنْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ هَذَا العِلْمَ فَإِنَّمَا هُوَ الدِّيْنُ

Lihatlah dari siapa kalian mengambil ilmu ini, karena ia adalah diin (agama).” (Idem)

Muhammad bin Sirin (seorang pembesar ulama tabi’in) berkata,

إِنَّ هَذَا العِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ

“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian.” (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muqaddimah kitab Shahih-nya)

 

Keempat: Tidak Mendalami Akidah Terlebih Dahulu

 

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Sesungguhnya yang pertama kali turun darinya ialah satu surat dari Al-Mufashshal (surat-surat pendek) yang berisi penjelasan tentang surga dan neraka; sehingga apabila manusia telah mantap dalam Islam, maka turunlah (ayat-ayat tentang) halal dan haram. Seandainya yang pertama kali turun (kepada mereka) adalah “jangan minum khamr (minuman keras),” tentu mereka akan menjawab “kami tidak akan meninggalkan khamr selama-lamanya”. Seandainya yang pertama turun adalah “jangan berzina,” tentu mereka akan menjawab  “kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya”. Sesungguhnya telah turun firman Allah “sebenarnya hari Kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka, dan Kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit”–QS. Al-Qamar ayat 46–di Mekkah kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan pada waktu itu aku masih kecil yang senang bermain-main. Surat Al-Baqarah dan An-Nisa` barulah turun setelah aku menjadi istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari, no. 4993).

 

Kelima: Cuma Tahu Cari Ilmu, Namun Tidak Mengamalkan

 

Allah telah mencela orang-orang semacam ini dalam ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 3).

Jika seseorang mengamalkan ilmu, maka Allah akan semakin memudahkan ia mendapatkan taufik untuk meraih ilmu lainnya. Dalam ayat lain disebutkan,

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآَتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ

Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya. ” (QS. Muhammad: 17).

Ibnu Mas’ud berkata, “Dahulu orang-orang di antara kami (yaitu para sahabat Nabi) mempelajari sepuluh ayat Qur’an, lalu mereka tidak melampauinya hingga mengetahui makna-maknanya, serta mengamalkannya.” (Muqoddimah Tafsir Ibnu Katsir)

 

Keenam: Bergaul dengan Teman yang Salah

 

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)

 

Ketujuh: Kurang Belajar Adab

 

Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,

تَعَلَّمِ الأَدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمَ العِلْمَ

“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Yusuf bin Al-Husain berkata,

بِالْأَدَبِ تَفْهَمُ العِلْمَ

“Dengan menjaga adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”

Syaikh Shalih Al-‘Ushaimi hafizhahullah berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”

Karenanya sampai-sampai Ibnul Mubarak berkata,

تَعَلَّمْنَا الأَدَبَ ثَلاَثِيْنَ عَامًا، وَتَعَلَّمْنَا العِلْمَ عِشْرِيْنَ

“Kami mempelajari masalah adab itu selama tiga puluh tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama dua puluh tahun.”

 

Kedelapan: Kurang Berdoa kepada Allah agar Diberi Istiqamah

 

Doa yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“YA MUQOLLIBAL QULUB TSABBIT QOLBI ‘ALAA DIINIK (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa doa tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab, “Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi, no. 3522. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dalam riwayat lain dikatakan, “Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.” (HR. Ahmad, 3:257. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini kuat sesuai syarat Muslim)

Al-Hasan Al-Bashri ketika membaca ayat,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah’ kemudian mereka istiqamah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (QS. Fushilat: 30); ia pun berdoa, “ALLAHUMMA ANTA ROBBUNA, FARZUQNAL ISTIQOMAH (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqamahan pada kami).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, hlm. 245)

Semoga Allah terus memberikan kita istiqamah dan husnul khatimah.

Sumber rujukan bahasan ini: Mahasantri karya Muhammad Abduh Tuasikal, Terbitan Rumaysho, Pesan di Toko Ruwaifi.Com pada WA 085200171222

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/18900-hijrah-belum-tuntas.html

Sadarkah, Kita Ini Hamba Allah

IKHWATAL Islam, coba perhatikan siapa yang menciptakan langit dan bumi? Yang menciptakan laut yang bergelombang? Yang menciptakan tetumbuhan?

Bahkan yang menciptakan diri kita ini? Dialah Allah. Allah Subhanahu Wa Taala menciptakan sesuatu karena adanya hikmah. Manusia diciptakan tidak mungkin diciptakan sia-sia begitu saja. Allah berfirman (yang artinya): “apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian itu dengan sia-sia? Dan apakah kalian mengira bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Muminun: 115).

Ikhwatal Islam, sadarkah kita bahwa kita ini adalah hamba Allah. Bahwa kita ini adalah budak, seorang abdun. Kita sangat butuh kepada nikmat-nikmat Allah. Pernahkah kita berkata: “saya tidak butuh kepada nikmat Allah”, barang sekejap mata? Pernahkah kita berkata: “saya tidak butuh kepada nikmat Allah dan karunianya”, walaupun hanya sedetik? Sementara udara kita terus hirup. Kita butuh air setiap harinya.

Kita pun butuh makanan setiap hari. Bayangkan apa jadinya jika kita tidak bisa menghirup udara! Bayangkan jika Allah jadikan air kering kerontang tak ada yang bisa diminum! Bayangkan apa jadinya bila Allah tahan air hujan sehingga kita tidak bisa merasakan banyak kenikmatan! Bayangkan apabila Allah menghentikan buah-buahan untuk tumbuh dan berkembang!

Maka saudaraku, semoga Allah memuliakanmu, kita ini hamba. Sadarlah bahwa kita ini adalah hamba Allah Subhanahu Wa Taala. Tanyakan pada diri kita semua, apakah kita lebih suka menjadi hamba Allah ataukah menjadi hamba hawa nafsu? Ataukah kita lebih suka menjadi hamba-hamba dinar, dirham atau hamba-hamba manusia? Yang ternyata manusia tidak bisa memberikan manfaat dan mudharat (tanpa izin Allah), tidak bisa memberikan pahala dan siksa (tanpa izin Allah).

Saudaraku, kita diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang paling sempurna. Allah Taala berfirman (yang artinya), “sungguh kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang paling bagus” (QS. At Tin: 4). Akan tetapi ketika kita tidak sadar bahwa kita adalah hamba, bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah Taala, maka kita menjadi rendah derajatnya. Oleh karena itu setelahnya Allah berfirman, “kemudian Kami kembali ia ke tempat yang paling rendah (api neraka)” (QS. At Tin: 5). Akibat dari apa? Akibat ia tidak sadar bahwa ia adalah hamba Allah Subhanahu Wa Taala.

Anda punya mobil? Anda punya hotel? Anda punya rumah mewah? Anda seorang jendral? Anda seorang yang berkedudukan tinggi? Anda seorang presiden? Baiklah. Siapa yang memberikan itu semua kepada anda? Allah Subhanahu Wa Taala. Kalau Allah mau mencabut itu semua dari kita dan dari anda, bagi Allah itu mudah sekali. Betapa banyak kaum yang Allah berikan kepada mereka kenikmatan lalu sekonyonh-konyong Allah cabut dari mereka akibat maksiat yang mereka lakukan.

Saudaraku, semoga Allah memuliakanmu. Betapa kita harus menyadari bahwa kita adalah hamba Allah yang telah diberikan berbagai macam nikmat oleh Allah. Tidak ada yang bisa disombongkan dari kita. Kita lemah. Harta yang kita miliki, kedudukan yang kita tempati, ketampanan yang kita miliki, semuanya diberikan oleh Allah. Jadi untuk apa kita sombongkan? Semua itu akan ditanya oleh Allah kelak.

Allah Rabbul Izzati wal Jalalah, menyebut hamba-hambanya dengan pemuliaan. Allah Taala berfirman (yang artinya), “dan hamba-hamba Ar Rahman yang itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan” (QS. Al Furqan: 63). Di sini Allah menisbatkan “hamba-hamba” dengan “Ar Rahman” menunjukkan pemuliaan. Kita tidak ingin menjadi hamba harta, hamba kedudukan, hamba dunia.

Kata Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam, “Celaka hambanya dinar, celaka hambanya dirham, celaka hambanya khamisah (sejenis baju)” (HR. Al Bukhari). Subhaanallah, tentu kita tidak ingin kita yang diciptakan sebagai hamba yang mulia kemudian kita menjadi rendah karena menghambakan diri kepada makhluk.

Kita hamba Allah, dan kita bangga dengan penghambaan kepada Allah. Menghambakan diri kepada Allah adalah kemuliaan. Karena Allah lah yang memiliki kemuliaan. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda, “perbanyaklah mengucapkan yaa dzal jalali wal ikram” (HR. Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah).

Anda ingin mendapatkan keagungan? Anda ingin mendapatkan kemuliaan? Maka ingatlah, keagungan dan kemuliaan itu milik Allah. Siapa yang memuliakan Allah, Allah akan jadikan ia mulia di hadapan manusia. Siapa yang mengagungkan Allah, Allah jadikan ia agung di hadapan manusia.

Lihatlah para Nabi, mereka agung dan mulia di mata manusia. Kenapa? Karena mereka memuliakan dan mengagungkan Allah. Lihatlah para Malaikat, mereka mulia di mata manusia. Siapa diantara kita yang tidak ingin disebut “anda bagaikan malaikat!”. Saya yakin kalau ada orang yang disebut “anda bagaikan malaikat!” dia akan tersanjung. Karena ia tahu bahwa Malaikat adalah makhluk yang senantiasa taat kepada Allah Subhanahu Wa Taala.

Tapi bagaimana jika anda dikatakan “anda seperti iblis!”, anda tentu akan marah. Kenapa? Karena iblis bermaksiat kepada Allah. Demikian lah orang-orang yang bermaksiat kepada Allah, yang tidak sadar bahwa dirinya adalah hamba. Yang ia pun sombong dari menjalankan perintah-perintah Allah. Maka Allah jadikan ia hina di hadapan manusia. Allah jadikan ia hina di hadapan seluruh makhluk.

Mana yang lebih anda sukai? Nanti pada hari kiamat anda berkumpul dengan para Nabi dan orang-orang shalih? Ataukah berkumpul dengan Firaun, Qarun dan Haman? Tentu anda akan berkata “saya ingin berkumpul dengan para Nabi”. Kenapa? Karena mereka orang-orang yang menaati Allah, mengagungkan Allah dan memuliakan Allah. Maka wahai saudaraku, apabila kita sebagai seorang hamba ingin mencari kemuliaan, muliakanlah Allah. Apabila kita sebagai seorang hamba ingin mencari keagungan, agungkanlah Allah. Karena Allah lah yang memiliki kemuliaan dan keagungan.

Sadarilah bahwa diri kita adalah seorang hamba. Makanya disebutkan dalam sebuah atsar, “semoga Allah merahmati seorang hamba, yang menyadari siapa dirinya”. Kita harus tahu diri bahwa kita ini hamba Allah, diciptakan oleh Allah, diberi segala kenikmatan oleh Allah, berarti tugas kita adalah bersyukur kepada Allah dan menyadari bahwa kita akan kembali kepada Allah. Kemudian pada hari itu kita akan ditanya oleh Allah tentang perbuatan-perbuatan kita.

Kita diciptakan oleh Allah untuk tujuan yang agung yaitu ibadah. Maka mintalah pertolongan dari Allah agar kita dibantu memperbaiki ibadah kita kepada Allah. Makanya Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam berdoa:

allahumma ainni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatika. “Ya Allah bantulah aku agar senantiasa berdzikir kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu dan memperbaiki ibadahku kepada-Mu” (HR. Abu Daud, Ibnu Hibban, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam merasa bangga dirinya sebagai hamba. Beliau bersabda, “sesungguhnya aku ini adalah hamba. Maka katakanlah tentangku: hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Al Bukhari). Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam mengatakan: “aku ini adalah hamba”! Manusia yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah ternyata ia tidak malu untuk menyatakan: “aku ini hamba Allah”.

Bahkan para malaikat pun tidak merasa sombong untuk berkata bahwa mereka adalah hamba Allah. Karena menjadi hamba Allah itu mulia. Sedangkan mereka yang mencari kedudukan duniawi, mereka tidak sadar bahwa mereka menghambakan diri kepada makhluk. Rendah. Mereka tidak sadar bahwa mereka menghambakan diri kepada harta. Rendah. Mereka tidak sadar bahwa mereka menghambakan diri kepada hawa nafsu. “Sesungguhnya hawa nafsu selalu menyeret kepada keburukan” (QS. Yusuf: 53).

Maka saudaraku, sadarkan bahwa kita ini adalah hamba? Kata Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam, “siapa yang berucap: Aku ridha Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Nabi Muhammad Shallallahualaihi Wasallam sebagai Nabiku, maka ia wajib masuk ke dalam surga” (HR. Muslim).

Indah jika kita menghambakan diri kepada Allah. Semakin kita berusaha menghambakan diri, kita akan semakin mendapatkan kesempurnaan di sisi Allah. Semoga yang sedikit ini mengingatkan diri kita bahwa kita ini hamba, dan bahwa kewajiban kita adalah menghambakan diri kepada Allah dengan merealisasikan semua ibadah hanya kepada Allah.

Doa kita hanya kepada Allah, tawakkal kita hanya kepada Allah, harap kita kepada Allah, cinta dan benci kita karena Allah, dan semua ibadah hanya kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “katakanlah: sesungguhnya salat, sembelihanku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Rabbul alamin” (QS. Al Anam: 162).

Subhanallah, itulah mereka hamba-hamba yang mulia. Maka jadikanlah kita mulia dengan menghambakan diri kepada Allah. [Ustaz Badrussalam, Lc]

Syarhus Sunnah: Allah itu Al-‘Alim, Al-Khabiir (Yang Maha Mengetahui)

Seorang muslim mesti juga mengimani Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu, Al-‘Aliim, Al-Khabiir.

 

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

الوَاحِدُ الصَّمَدُلَيْسَ لَهُ صَاحِبَةٌ وَلاَ وَلَدٌ جَلَّ عَنِ المَثِيْلِ فَلاَ شَبِيْهَ لَهُ وَلاَ عَدِيْلَ السَّمِيْعُ البَصِيْرُ العَلِيْمُ الخَبِيْرُ المَنِيْعُ الرَّفِيْعُ

  1. Allah itu Maha Esa, Allah itu Ash-Shamad (yang bergantung setiap makhluk kepada-Nya), yang tidak memiliki pasangan, yang tidak memiliki keturunan, yang Mahamulia dan tidak semisal dengan makhluk-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang setara dengan Allah. Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat. Allah itu Maha Mengilmui dan Mengetahui. Allah itu yang mencegah dan Mahatinggi.

 

Allah itu Al-‘Aliim

 

Ada di 175 tempat penyebutan nama Allah Al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui) dalam Al-Qur’an seperti pada firman Allah,

قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖإِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.” (QS. Al-Baqarah: 32)

وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

Allah Maha Mengetahui isi hati.” (QS. Ali Imran: 154)

قَالَ رَبِّي يَعْلَمُ الْقَوْلَ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۖوَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Berkatalah Muhammad (kepada mereka): ‘Rabbku mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’.” (QS. Al-Anbiya’: 4)

 

Allah itu Al-Khabiir

 

Al-Khabiir punya makna bahwa Allah mengetahui berbagai rahasia yang tersembunyi, apa yang ada dalam batin secara detail diketahui oleh Allah, dan segala sesuatu secara rinci diketahui oleh Rabb kita.

Imam Ibnu Jarir menyebutkan bahwa Al-Khabiir maksudnya adalah Allah Maha Mengetahui segala rahasia hamba, Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati, dan segala sesuatu tidak samar bagi Allah. Lihat Jami’ Al-Bayan, 28:103, dinukil dari AnNahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna, hlm. 187.

Penyebutan nama Allah Al-Khabiir ada di 45 tempat dalam Al-Qur’an seperti dalam ayat,

قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ

Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. At-Tahrim: 3)

إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ

Sesungguhnya Rabb mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.” (QS. Al-‘Adiyat: 11)

 

Perenungan Beriman kepada Nama Allah Al-‘Aliim

 

Pertama: Penetapan bahwa Allah memiliki ilmu yang sempurna dan meliputi segala sesuatu, dan itu hanya dimiliki oleh Allah, tidak ada satu makhluk pun yang mengetahui sesempurna ilmu Allah. Hal ini seperti disebutkan dalam ayat tentang perkara ghaib,

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚوَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚوَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. Al-An’am: 59)

Kedua: Allah Yang Maha Mengetahui berarti tahu segala sesuatu yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan tidak terjadi seandainya itu terjadi. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗإِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَابٍ ۚإِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)

Ketiga: Makhluk tidak mengetahui tentang Sang Khaliq kecuali yang Dia kabarkan saja. Secara umum pula kita tidak tahu apa pun kecuali yang Allah ajarkan pada kita. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا

Allah mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (QS. Thaha: 110)

Sebagaimana Nabi Adam diajarkan ilmu,

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” (QS. Al-Baqarah: 31)

Keempat: Ilmu manusia dibanding dengan ilmu Allah sangatlah jauh berbeda. Allah Ta’ala berfirman,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖقُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (QS. Al-Isra’: 85)

Kelima: Hanya Allah yang mengetahui perkara ghaib seperti disebutkan dalam ayat lainnya selain ayat yang disebutkan di atas,

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖوَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖوَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)

 

Perenungan Beriman kepada Nama Allah Al-Khabiir

 

Pertama: Penetapan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu secara detail dan sampai mengetahui yang tersembunyi.

Kedua: Allah mengetahui amalan hamba baik berupa perkataan maupun perbuatan, termasuk yang ada dalam batin berupa kebaikan dan kejelekan. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14)

 

Moga semakin manfaat dengan terus merenungkan nama dan sifat Allah.

 

Referensi:

  1. AnNahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna. Cetakan keenam, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad Al-Hamud An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi. hlm. 158-164-167.
  2. Fiqh Al-Asma’ Al-Husna. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr. Penerbit Ad-Duror Al-‘Almiyyah. hlm. 152-156.
  3. Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/18861-syarhus-sunnah-allah-itu-al-alim-al-khabiir-yang-maha-mengetahui.html