3 Hal yang Wajib Dievaluasi Tiap Pergantian Tahun

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Yunahar Ilyas mengisi Tabligh Akbar yang menjadi bagian dari Festival Republik 2018 yang digelar di Masjid Al Furqan Yogyakarta. Dia menyampaikan pesan sesuai Surat Al Hasyr Ayat 18. Manusia diminta melakukan evaluasi terhadap yang sudah terjadi kemarin. Karenanya, sudah seharusnya kita memulai tahun yang baru dengan bermuhasabah atas kualitas diri selama setahun terakhir.

Artinya, evaluasi apa yang sudah dilakukan pada 2018. Tapi, evaluasi apapun itu harus ada standar yang akan jadi tolak ukur berhasil atau tidaknya seseorang. Takwa, menjadi tolak ukur utama seorang Muslim.

Ia menerangkan, takwa terdiri dari tiga elemen yaitu iman, Islam dan ihsan. Bagi seorang Muslim, sudah tentu yang menjadi bahan evaluasi pertama kadar imannya selama satu tahun terakhir.

“Apakah kita bisa mempertahankan iman pada 2018, apakah kita bisa meningkatkan iman pada 2018, dan itu ukurannya tauhid, apakah kita pernah melakukan sesuatu yang merusak tauhid kita,” kata Yunahar, Selasa (1/1).

Yunahar menekankan, jika sudah mengevaluasi diri, segeralah bertaubat jika menemukan perbuatan-perbuatan yang merusak tauhid. Tapi, jika merasa tidak, bersyukurlah dan perbaiki lagi pada tahun mendatang.

Kemudian, Islam, yang minimal menilai bagaimana kadar rukun Islam yang bisa kita nilai secara satu-satu. Misalkan, sudah tertibkah shalat lima waktu, sudahkah berjamaah di masjid, dan sebagainya.

Lalu, ditelaah kembali, apakah ibadah-ibadah yang dikerjakan sudah meningkatkan produktivitas, menjauhkan dari kemunkaran, dan sudahkah mendapat nilai-nilai kebaikan dari ibadah-ibadah yang dikerjakan. Evaluasi serupa diterapkan pula kepada ihsan, dan inilah titik evaluasi terbaik karena berhubungan dengan akhlak. Pekerjaan, bermasyarakat, keluarga dan banyak lagi elemen-elemen ihsan yang harus dievaluasi.

“Itulah inti muhasabah, jadi bukan evaluasi kekayaan, pangkat, itu hal-hal yang bersifat dunia, boleh juga, tapi yang terpenting itu muhasabah ketaqwaan,” ujar Yunahar.

Awas! Mengakui Syiar Kekafiran saat Tahun Baru

PERTAMA, dengan memahami sejarah munculnya perayaan tahun baru, kita bisa memastikan bahwa tahun baru Masehi sejatinya termasuk bagian perayaan orang non muslim dan masih satu rangkaian dengan kegiatan mereka selama Natal.

Kedua, kaidah baku yang kita pahami, kita dilarang untuk turut merayakan atau memberi ucapan selamat untuk perayaan orang kafir. Ibnul Qoyim mengatakan, “Memberi ucapan selamat terhadap salah satu syiar orang kafir hukumnya haram dengan sepakat ulama. Semacam memberi ucapan selamat kepada mereka dengan hari raya mereka atau puasa mereka. Semisal mengucapkan, hari raya yang diberkahi untukmu, atau memberi ucapan selamat dengan hari raya tersebut dan semacamnya.”

Selanjutnya, Ibnul Qoyim menjelaskan alasannya, “Yang demikian itu, karena jika orang yang memberi ucapan selamat tersebut menerima perbuatan kekafiran, maka itu termasuk perbuatan yang haram. Statusnya sebagaimana memberikan ucapan selamat kepada orang kafir karena sujud kepada salib. Bahkan ucapan selamat untuk perbuatan semacam ini, lebih besar dosanya dan lebih Allah murkai, dari pada memberikan ucapan selamat untuk orang yang minum khamr atau berzina atau dosa besar lainnya.” (Ahkam Ahlu adz-Dzimmah, 1:441).

Memberikan ucapan selamat terhadap hari raya orang kafir statusnya haram sebagaimana yang dijelaskan Ibnul Qoyim, karena memberikan ucapan selamat sama dengan mengakui syiar orang kafir dan rida terhadap kegiatan keagamaan mereka. Meskipun dia sendiri tidak mau untuk melakukan perbuatan kekafiran tersebut. Namun setiap muslim haram untuk menyetujui syiar kekafiran dan memberi ucapan selamat orang non muslim dengan perayaan tersebut. Karena allah tidak rida dengan kekafiran itu.

Allah berfirman, “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu” (QS. Az-Zumar: 7)

(Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 3:29).

[Ustadz Ammi Nur Baits]

Doa dan Usahalah: Jangan Percaya Ramalan di 2019

TAHUN BARU 2019 segera tiba besok pagi pukul 00.00. Praktik meramal menjelang tahun baru pun marak. Paranormal atau supranatural melakukan serangkaian ramalan berkaitan dengan apa yang akan terjadi di tahun depan.

Umat Islam cukup banyak yang terpancing untuk mempercayai ramalan tersebut, meski kadang hanya secara iseng saja. Lalu bagaimana sebenarnya kedudukan ramalan nasib di mata Islam?

Sebelumnya, mari kita lihat firman Allah SWT berikut;

Artinya:
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok [1187]. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman: 34)

Maksudnya: manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha.

Allah SWT juga dalam firman-Nya:

23. dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi,

24. kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah” [879]. dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”.
(QS. Al-Kahfi: 23-24).

Menurut riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w. tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan. Dan beliau tidak mengucapkan insya Allah (artinya jika Allah menghendaki).

Tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan Nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian.

Pada hakekatnya, ramalan terbagi menjadi dua macam.
1. Ramalan ilmiah.
2. Ramalan nonilmiah.
Dalam hal ini, Islam melarang ramalan yang nonilmiah karena sangat menyesatkan dan bahkan banyak sudah tercampuri dengan sesuatu yang bersifat setan.

Larangan mempercayai ramalan nonilmiah karena kebenaran ramalan itu masih buram dan banyak disalahgunakan sehingga keberadaannya menyesatkan. Sebab pada praktiknya, ramalan banyak menggunakan kekuatan jin dan setan.
Perlu diketahui, meskipun pada praktiknya beberapa ramalan yang dilakukan terbukti kebenarannya, namun hal itu hanya bersifat serba kebetulan semata.

Bagaimana tentang orang yang minta diramal di awal tahun?
Kalau dalam ajaran Islam sendiri sebenarnya kita tidak boleh mempercayai ramalan baik yang datangnya dari dukun ataupun dari orang yang pintar.

Walaupun selama ini banyak juga yang ingin mengetahui masa depannya melalui ramalan-ramalan tersebut, hal itu sebenarnya disebabkan oleh lemahnya pengetahuan mereka tentang agama.

Orang yang meminta ramal ataupun yang meramal, dua-duanya hukumnya haram. Karena itu bisa menyebabkan adanya kesyirikan. Sedangkan syirik itu adalah dosa yang tak dapat diampuni oelh Allah SWT.

Lalu kenapa fenomena ramal meramal ini jadi trend?
Maraknya masyarakat yang suka minta diramal dan meramal itu karena adanya krisis akidah, moral dan pengetahuan tentang agama Islam.

Karena sebenarnya ramalan itu dapat merampas independensi manusia dalam menatap masa depannya. Mereka seharusnya kalau ingin mencapai sukses ke depannya, bukan mendatangi ke peramal, namun padukan saja antara doa dan usaha. Insya Allah berhasil.

Ada yang menyanggah. Bukankah dahulu Rasulullah SAW juga meramalkan suatu kejadian yang akan terjadi? Jawabnya ya memang benar.
Apa-apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW adalah benar akan terjadi, namun itu bukan ramalan, tapi wahyu Allah SWT yang kejadiannya pasti akan terjadi di masa yang akan datang.

Jadi, apa yang dikatakan Rasulullah SAW terkait kejadian yang akan datang itu sifatnya informatif tentang suatu peristiwa yang kelak akan terjadi. Sebuah wahyu, dari Sang Pencipta Alam. Informasi semacam itu terkadang juga diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang saleh, waliyullah. Tapi, namanya bukan wahyu, namun disebut sebagai ilham. Wallahu A’lam. []