Hinaan dan Tuduhan yang Tak Terbukti Kebenarannya

PENGHINAAN atas diri pribadi nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sudah terjadi sejak lama, bahkan saat beliau masih hidup, berulang kali hinaan, cacian, makian dan sumpah serapah telah beliau terima.

Terkadang masih ditambah lagi dengan tekanan fisik yang amat pedih. Pukulan, hantaman, lemparan batu bahkan percobaan pembunuhan oleh konspirasi perwakilan semua kabilah Quraisy.

Kalau kita perhatikan, semua bentuk penghinaan dan tekanan itu terjadi pada saat orang-orang kafir gagal membantah kebenaran agama Islam. Tuduhan bahwa Rasulullah itu gila yang pernah mereka lontarkan, tidak terbukti. Sebab semua orang tahu bahwa beliau tidak gila. Tuduhan bahwa beliau penyihir, juga tidak terbukti, sebab sama sekali tidak ada kemiripan dengan penyihir.

Tuduhan bahwa Rasul adalah penyair, lagi-lagi tidak bisa terbukti. Sebab beliau bukan ahli syair dan Alquran sangat berbeda dengan semua bentuk syair arab.

Akhirnya, karena secara ilmiah tidak bisa membantah kebenaran agama Islam dan kenabian beliau, orang-orang kafir itu mulai melakukan apa saja dengan segala cara, asalkan bisa membuat orang berpaling dari agama Islam.

Maka mulailah pelecehan mereka berpindah kepada hal-hal yang bersifat pribadi. Tapi karena ciri fisik beliau terlalu sempurna, maka dicari lagi sisi-sisi negatif lainnya. Setan lalu membisikkan hati orang-orang kafir dan memberi ide segar, yaitu lewat pernikahan Rasulullah dengan beberapa wanita.

Celah sempit inilah yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang hatinya penuh penyakit. Tidak peduli dengan fakta sejarah, buat mereka, apapun karangan, asalkan bisa memojokkan dan membuat berpandangan negatif terhadap pribadi beliau, jadilah.

Padahal semua wanita yang beliau nikahi tidak lain adalah para janda, yang tidak bisa dikatakan muda, apalagi cantik. Satu-satunya istri yang dinikahi dalam keadaan perawan hanyalah Aisyah radhiallahu anha. Meski pada usia yang masih muda, tapi ukuran usia nikah di semua peradaban dunia ini tidak bisa disamakan.

Misalnya, di Yaman kita sering mendengar pernikahan antara suami yang berusia 10 tahun dan istri yang berusia 8 tahun. Ini adalah tradisi dan kebiasaan yang berkembang di suatu tempat. Mungkin berbeda dengan yang ada di tempat lain. Tetapi tidak bisa dijadikan sebagai bahan untuk melecehkan pribadi orang yang dilahirkan dan dibesarkan di tempat tersebut.

Adapun Rasulullah beristri banyak, bukan hal yang aneh. Kalau kita membaca sejarah para raja dan orang di masa lalu, tidak perlu jauh-jauh, seratusan tahun yang lalu pun, kita masih sering mendapati poligami. Bahkan tidak jarang mereka memiliki istri sampai seratus.

Hanya di masa sekarang ini saja poligami menjadi tidak lazim, akibat penetrasi kebudayaan barat yang mengindung kepada kebudayaan Romawi kuno, yang konon kurang menyukai poligami.

Tentunya, amat tidak logis menghina Rasul dengan hinaan-hinaan yang demikian, padahal umat manusia di masa lalu melakukannya, bahkan menjadikannya bagian dari kelaziman kehidupan.

Kalau nabi Muhammad umpamanya pernah melakukan pencurian, pemerkosaan, atau pembunuhan massal, ini hanya umpama, mungkin bolehlah dihina. Tapi kalau beliau melakukan hal yang lazim di tengah suatu peradaban, bahan mayoritas bangsa-bangsa melakukannya, tidak mungkin kita menghinanya. Dan atas dasar apa?

Nabi Muhammad tidak pernah melakukan hal-hal yang universal ditentang oleh etika kemanusiaan. Beliau hanya melakukan hal-hal yang di masanya sangat lazim. Karena itu para pemuka Quraisy tidak pernah menghina nabi dengan tuduhan seks maniak hanya lantaran beliau beristri lebih dari satu. Mengapa? Karena poligami di masa itu merupakan suatu kelaziman.

Mengapa orang-orang kafir di masa sekarang ini tidak menghina Abu Jahal, Abu Lahab, Umayyah bin Khalaf, Syu’bah dan lainnya? Padahal mereka pun seks maniak juga karena punya istri lebih dari satu?

Mengapa tidak menghina para raja dari Inggris, Spanyol, Portugal, Belanda dan lainnya yang juga berpoligami? Mengapa hanya Muhammad yang dihina? Semua menunjukkan bahwa intinya mereka hanya tidak suka pada agama Islam, tapi kesulitan mencari titik lemahnya. Maka jadilah apapun bentuk penghinaan dilontarkan, meski salah alamat.

Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc.]

Cara Paling Ampuh Menolak Bisikan Nafsu !

Salah satu fungsi terpenting dari Al-Qur’an adalah menjadi obat dan penyembuh untuk mengobati berbagai penyakit. Al-Qur’an datang dengan resep-resep ampuh yang mampu membasmi semua penyakit. Karena setiap penyakit baik itu menimpa fisik ataupun maknawi seseorang, pasti ada obatnya.

Al-Qur’an selalu memberikan cara yang simpel ketika memberi resep atau solusi bagi seseorang yang sedang sakit.

Pertama, Al-Qur’an seringkali memberikan penanganan cepat sebelum penyakit itu menjalar semakin dalam. Bahkan Al-Qur’an telah memberi resep-resep ampuh sebagai pencegahan sebelum penyakit itu menimpa seseorang.

Kedua, Al-Qur’an selalu memberikan resep dan solusi yang mudah sehingga setiap orang mampu untuk mendapatkannya.

Sebagai contoh ketika dorongan nafsu begitu dahsyat dan syahwat sedang bergejolak menggiring seseorang untuk berbuat maksiat, maka disaat itulah Al-Qur’an memberi satu obat yang mampu meredam gejolak tersebut. Obat itu adalah memohon perlindungan kepada Allah swt!

Memohon perlindungan kepada Allah artinya sebesar apapun dorongan syahwat yang ingin menguasai kita, yakinilah bahwa tidak ada kemampuan yang kita miliki kecuali atas kehendak-Nya.

Allah swt memberi beberapa contoh dalam Al-Qur’an :

1. Ketika Jibril datang berbentuk manusia untuk menemui Maryam as, spontan beliau berlindung kepada Allah swt :

قَالَتۡ إِنِّيٓ أَعُوذُ بِٱلرَّحۡمَٰنِ مِنكَ إِن كُنتَ تَقِيّٗا

Dia (Maryam) berkata, “Sungguh, aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pengasih terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa.” (QS.Maryam:18)

2. Ketika Zulaikha mempersiapkan berbagai skenario untuk menggoda Nabi Yusuf as, spontan beliau berlindung kepada Allah swt :

قَالَ مَعَاذَ ٱللَّهِۖ إِنَّهُۥ رَبِّيٓ أَحۡسَنَ مَثۡوَايَۖ إِنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلظَّٰلِمُونَ

Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang yang zhalim itu tidak akan beruntung.” (QS.Yusuf:23)

Dalam setiap keadaan, ketika syahwat sedang merongrong kita maka segeralah berlindung kepada Allah swt !

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ نَزۡغٞ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS.Al-A’raf:200)

إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ إِذَا مَسَّهُمۡ طَٰٓئِفٞ مِّنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبۡصِرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).” (QS.Al-A’raf:201)

Inilah obat yang paling mujarab ketika nafsu, syahwat dan godaan setan sedang memaksa kita untuk menuruti keinginan kotornya. Segeralah berlindung kepada Allah swt dan mohonlah kekuatan dari-Nya untuk melawan berbagai bisikan itu!

Semoga bermanfaat…

 

KHAZANAH ALQURAN

Sambutlah Hujan

Ketika Rasulullah masih hidup, beliau kerap menyambut hujan.

 

Ketika Rasulullah SAW masih hidup, baginda kerap menyambut hujan. Nabi SAW pun segera pergi ketika melihat air yang mengalir. Dia bersabda, “Keluarlah kalian bersama kami kepada ini yang Allah jadikan ia suci-menyucikan, lalu kita bersuci dengannya, dan kita memuji Allah karenanya.”

Begitu pula Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau nan panjang. Syahdan, ada seorang lelaki berkata kepada Khalifah Umar RA, “Hai Amirul Mu’minin, hujan telah lama tidak turun dan manusia berputus asa dari turunnya hujan.” Maka Umar RA menjawab, “Kalian sebentar lagi akan diberi hujan,” lalu ia membaca firman-Nya: Dan Dia lah yang menurun kan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya.

Imam Syafii berkata, ketika Umar bin Khattab RA melihat luapan air, dia mendatangi itu ber sama para sahabatnya. Umar pun berkata, “Tidaklah seorang datang dari tempat datangnya, kecuali kami mandi dengannya.”

Diriwiyatkan dari Ibnu Abbas RA, suatu ketika hujan turun dari langit. Dia berkata kepada para pembantunya. “Keluarkanlah tempat tidur dan tungganganku agar terkena hujan.” Abu Jauza; berkata kepada Ibnu Abbas, “Kenapa engkau melakukan itu, yarhamukallah?” Ibnu Abbas menjawab, “Tidakkah engkau membaca dalam Alquran “Dan Kami menurunkan dari langit air yang berkah!” Oleh karena itu, aku suka berkah itu mengenai tempat tidur dan tungganganku.” Begitu banyak rahmat yang Allah turunkan lewat hujan. Tidak sepantasnya kita mengeluh.

Adanya banjir tak lepas dari kerusakan yang diperbuat oleh tangan-tangan manusia. Berton-ton limbah industri dan sampah rumah tangga masih kerap mengalir ke sungai dan laut an. Pembabatan hutan di ganti dengan hotel dan vila membuat air yang turun tak terserap ke bumi. Belum lagi efek rumah kaca yang membuat bumi makin panas.

Tak heran, Allah SWT pun sudah mengungkapkan di dalam Alquran jika kerusakan yang di buat akan dirasakan oleh para perusaknya. “Telah tampak ke ru sakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebagian da ri (aki bat) perbuatan mereka, agar me reka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum [30]: 41).

Maka, masih patutkah kita me nyalahkan hujan ketika musi bah datang? Jika iya, mungkin kita masih butuh kembali merenungi 31 ayat yang diulang-ulang dalam surah ar-Rahman. “Nikmat mana lagi yang kamu dustakan?” Wallahu a’lam.

Ingatlah Pemberian Allah Agar Engkau Tidak Melanggar Perintah-Nya !

Manusia adalah makhluk yang sangat unik. Ia diciptakan dari segumpal tanah kemudian dari air sperma yang hina, lalu ia berani menjadi makhluk yang paling ingkar terhadap Tuhannya.

إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لِرَبِّهِۦ لَكَنُودٞ

“Sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak bersyukur) kepada Tuhannya.” (QS.Al-‘Adiyat:6)

Begitulah watak manusia. Ia sering lupa siapa dia sebenarnya. Ia sering lupa siapa yang selama ini memberi segalanya.

Karena itu Al-Qur’an selalu mengajak kita untuk mengingat nikmat, kebaikan dan pemberian Allah swt.

Rasa syukur itulah yang akan menyadarkan ketika kita ingin melanggar perintah-Nya..

Rasa syukur itulah yang akan menahan kita dari perbuatan dosa..

Ketika kita selalu sadar bahwa semua yang kita miliki adalah pemberian-Nya, maka kita akan malu untuk melanggar perintah-Nya. Bukankah Allah sst berfirman,

وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ

“Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (QS.Ibrahim:34)

Selain memberi informasi bahwa nikmat Allah mustahil dapat dihitung, ayat ini juga memberi peringatan keras terhadap jiwa-jiwa yang ingkar.

Tidakkah kita punya sedikit rasa malu dihadapan-Nya?

Allah telah memberi semua yang kita butuhkan, lalu kita berpaling dari-Nya…

Allah telah memberi segalanya, namun kita tetap rutin melanggar perintah-Nya…

Bukankah dulu kita dalam keadaan takut, kemudian Allah memberi rasa aman…

Kita dalam keadaan lapar lalu Allah memberi makan..

Kita dalam keadaan sendiri, lalu Allah menitipkan kita pada orang tua yang penuh kasih sayang..

Sebagaimana Allah menceritakan bagaimana orang-orang yang hidup bersama Rasulullah saw yang dulunya tertindas kemudian Allah menyelamatkan mereka dan memberi rasa aman.

وَٱذۡكُرُوٓاْ إِذۡ أَنتُمۡ قَلِيلٞ مُّسۡتَضۡعَفُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ تَخَافُونَ أَن يَتَخَطَّفَكُمُ ٱلنَّاسُ فَـَٔاوَىٰكُمۡ وَأَيَّدَكُم بِنَصۡرِهِۦ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

“Dan ingatlah ketika kamu (para Muhajirin) masih (berjumlah) sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), dan kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Dia memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki yang baik agar kamu bersyukur.” (QS.Al-Anfal:26)

Mengingat kenikmatan-kenikmatan Allah akan membuat kita menjadi malu dan menahan diri untuk melanggar-Nya.

Allah swt telah memberi akal yang sempurna, namun kita menggunakannya untuk memikirkan cara bermaksiat.

Allah memberi telinga yang sempurna, lalu kita gunakan untuk mendengar sesuatu yang dibenci oleh-Nya.

Allah memberi mata, kemudian kita lebih senang melihat sesuatu yang tidak disenangi Allah swt.

Dalam sebuah petikan doa dalam munajat-munajat solat malam disebutkan,

“Ya Allah aku memohon ampun kepada-Mu dari kenikmatan yang telah Engkau berikan kepadaku, namun kujadikan semua nikmat itu yang menguatkan diriku untuk melanggar ketentuan-Mu.”

Ingatlah selalu nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada kita, agar mampu menjadi rem yang menahan kita dari kemaksiatan dan dosa. Karena orang yang waras hanyalah orang yang tau balas budi.

Setelah semua pemberian Allah kepada kita, apakah kita akan terus memancing amarahnya dengan memanfaatkan kenikmatan itu?

Semoga bermanfaat…

 

KHAZANAHALQURAN

Menjaga Tali Persaudaraan Sesama Muslim

Allah memberkahi umat Islam dengan kekuatan agama dan persaudaraan.

 

Allah memberkahi umat Islam dengan kekuatan agama dan persaudaraan. Maka, para Muslim diharuskan untuk selalu menjaga tali silaturahim dan menghindari perpecahan antarumat Islam.

Habib Ali Zainal Abidin bin Abubakar Alhamid mengatakan, persatuan serta persaudaraan merupakan nikmat paling besar yang Allah berikan dalam satu komunitas masyarakat. Sebaliknya, perselisihan dan permusuhan merupakan malapetaka besar yang dialami masyarakat.

“Dalam perjalanan dakwah Nabi, misi utamanya saat di Madinah adalah menyatukan umat Islam. Menyatukan antara Muhajirin dan Anshar,” ujarnya dalam Taklim Akbar bertema “Merajut Ukhuwah Dalam Perbedaan” di Masjid Raya Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, belum lama ini.

Menjaga ikatan persaudaraan, kata dia, sesuai firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 103, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepa da mu, agar kamu mendapat petunjuk nya.”

“Dalam perjalanan dakwah Nabi, misi utamanya saat di Madinah adalah menyatukan umat Islam. Menyatukan antara Muhajirin dan Anshar,” ujarnya dalam Taklim Akbar bertema “Merajut Ukhuwah Dalam Perbedaan” di Masjid Raya Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, belum lama ini.

Menjaga ikatan persaudaraan, kata dia, sesuai firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 103, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepa da mu, agar kamu mendapat petunjuk nya.”

Pemimpin Majelis Darul Murtadzo Malaysia itu menyatakan, dalam Islam diperbolehkan berbeda pendapat sebab setiap orang memiliki pemahaman berbeda. Mustahil untuk menyatukan ide semua orang, apalagi kemampuan akal setiap orang pun berbeda.

Ia melanjutkan, ada beberapa perkara dalam Islam yang boleh berbeda pendapat sepanjang tidak memutus tali persaudaraan antar-Muslim. “Kehidupan sahabat di zaman Rasulullah SAW cukup menjadi bukti bagaimana mereka tetap bersatu, tapi berbeda pendapat,” katanya.

Habib Ali Zainal bercerita, suatu hari Siti Aisyah berbeda pendapat dengan Abu Hurairah yang telah meriwayatkan banyak hadis. Abu Hurairah menyebutkan, berdasarkan hadis nabi, shalat akan batal bila di depannya ada perempuan, anjing, dan keledai.

Mendengar itu, Siti Aisyah protes karena disamakan dengan anjing dan ke ledai. Salah satu istri Nabi Muhammad SAW tersebut ke mudian mengatakan, shalat tidak batal bila di depannya ada perempuan.

“Aisyah kemudian mengata kan hujjahnya (alasannya), kata dia, suatu hari Nabi shalat di rumah menghadap kiblat lalu di depannya ia tidur, dan Nabi tetap shalat sehingga tidak batal. Ini menunjukkan betapa sempitnya rumah Nabi kala itu. Entah berapa kali sahabat berbeda pendapat, tapi mereka tetap saling menghormati dan tidak saling memusuhi,” ujar Habib Ali Zainal.

Dia menegaskan, seorang Muslim tidak boleh merasa paling benar. Pa salnya, sikap tersebut merupakan ajaran Firaun. Dia beranggapan, bila sikap paling benar dimiliki oleh orang tidak berilmu, bisa berdampak pada kesalahan besar. Bahkan Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Jika kebodohan adalah mahluk, akan aku sembelih.”

“Baginda Rasulullah SAW pun sering bermusyawarah dan meminta pendapat orang lain. Terkadang justru mengambil pendapat orang lain dibandingkan pendapat sendiri. Dalam Perang Badar, mi salnya, Rasul lebih menerima strategi yang disampaikan oleh para sahabat,” kata Habib Ali Zainal.

Menurut dia, sikap saling menghargai pendapat tersebut diperlukan dalam masyarakat saat ini supaya ikatan persaudaraan Muslim makin kuat. Sayang nya, ia menilai sekarang umat Muslim mudah terpecah hanya karena perbedaan pendapat, misalnya saja terkait perbedaan jumlah rakaat shalat Tarawih. “Bagaimana bisa kita menjadi muslim yang praktikkan Islam kalau kita sendiri yang merusak bagian bawah karena si buk pada akarnya. Keharmonisan harus terwujud oleh sesama Muslim,” katanya.

 

KHAZANAH REPUBLIKA

Jangan Terjerumus Sombong dan Riya’ Dahi Kehitaman!

“BEKAS sujud” di dahi adalah sebuah istilah yang bisa kita dapat di dalam ayat Alquran. Silahkan anda buka mushaf dan carilah surat ke-48, yaitu surat Muhammad dan perhatikan ayat yang ke-29. Di sana Allah Ta’ala berfirman: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud . Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil.” (QS. Muhammad: 29)

Kalau kita perhatikanisi informasi ayat di atas, istilah ‘bekas sujud’ bukan hanya populer di dalam Quran, melainkan juga ada di dalam kitab sebelumnya, seperti Taurat dan Injil, yang asli tentunya. Dan ‘bekas sujud’ itu menjadi ciri khas para sahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun ada hal yang perlu digaris-bawahi secara hati-hati. Sebab banyak di antara umat Islam yang kemudian memahami ayat ini secara harfiyah. Bekas sujud itu kemudian dipahami sebagai warna kulit yang kehitaman di dahi seseorang.

Apakah memang benar? Dan apakah warna kehitaman di dahi itu selalu menunjukkan keimanan dan ketaqawaan seseorang? Nah, di sini kita harus sedikit lebih cermat. Memang bisa saja karena seseorang banyak melakukan shalat, termasuk shalat malam, maka secara tidak sengaja, dahinya jadi berwarna kehitaman. Tentu hal ini baik, bukan sekedar karena dahinya berwarna hitam, tetapi karena memang banyak shalat. Namun kalau secara sengaja ditekan-tekannya dahinya ke lantai, agar bisa membekas dan akhirnya berwarna kehitaman, tentu lain urusannya. Sebab esensi ayat itu bukan para warna hitam di dahi, melainkan karena banyaknya shalat.

Dan banyak shalat itulah yang ingin dikemukakan oleh ayat ini, yakni bahwa mereka adalah orang yang sering dan banyak melakukan shalat. Dan disebutkan dengan istilah bekas sujud, karena sujud itu identik dengan shalat, ditambah lagi sujud itu selalu dilakukan 2 kali dalam satu rakaat. Padahal semua gerakan yang lain hanya dilakukan 1 kali saja. Namun perlu ditekankan bahwa orang yang dahinya jadi kehitaman memang karena banyak melakukan sujud itu salah. Insya Allah dia akan mendapatkan keutamaan karena banyak shalatnya.

Hanya yang perlu dipahami adalah warna kehitaman di dahi itu tidak selalu menunjukkan bahwa orang itu banyak shalat. Dan juga belum tentu ada jaminan bahwa shalatnya itu pasti diterima Allah Ta’ala. Dan bukan juga lambang dari ketaqwaan seseorang. Malah kita harus hati-hati dalam masalah dahi hitam ini, sebab alih-alih mendapat pahala, boleh jadi kalau diiringi dengan rasa sombong dan riya’, malah akan jadi bumerang. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman tentang celakanya orang yang shalat namun lalai dan berperilaku riya’.

Dan salah satu pintu riya’ dari ibadah shalat ini adalah memamerkan dahi yang berwarna kehitaman itu di depan manusia. Lalu seolah berbangga bahwa dirinya adalah orang paling dekat kepada Allah serta selalu paling benar dalam semua hal. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS. Al-Maun: 1-3)

[baca lanjutan]

 

INILAH MOZAIK

Ulama itu Sabar, Tak Mudah Marah dan Berakhlak Mulia

Al Mubaarok bin Al Mubaarok Adh Dhoriir seorang ulama ahli nahwu yang digelari Al Wajiih. Beliau dikenal seorang yang elok akhlak dan perilakunya, lapang dada, penyabar dan tidak pemarah. Sehingga ada sebagian orang-orang jahil yang berniat mengujinya dengan memancing kemarahannya.

Maka datanglah orang ini menemui Al Wajiih, kemudian bertanya kepadanya tentang satu masalah dalam ilmu nahwu. Syaikh Al Wajiih menjawab dengan sebaik-baik jawaban dan menunjukan kepadanya jalan yang benar. Lantas orang itu berkata kepadanya, “Engkau salah. Syaikh kembali mengulangi jawabannya dengan bahasa yang lebih halus dan mudah dicerna dari jawaban pertama, serta ia jelaskan hakekatnya.

Orang itu kembali berkata, “Engkau salah hai syaikh, aneh orang-orang yang menganggapmu menguasai ilmu nahwu dan engkau adalah rujukan dalam berbagai ilmu, padahal hanya sebatas ini saja ilmumu!”. Syaikh berkata dengan lembut kepada orang itu, “Ananda, mungkin engkau belum paham jawabannya, jika engkau mau aku ulangi lagi jawabannya dengan yang lebih jelas lagi dari pada sebelumnya”.

Orang itu menjawab, “Engkau bohong! Aku paham apa yang engkau katakan akan tetapi karena kebodohanmu engkau mengira aku tidak paham”. Maka syaikh Al Wajiih berkata seraya tertawa, “Aku mengerti maksudmu, dan aku sudah tahu tujuanmu. Menurutku engkau telah kalah. Engkau bukanlah orang yang bisa membuatku marah selama-lamanya.

Ananda, konon ada seekor burung duduk di atas punggung gajah, ketika dia hendak terbang ia berkata kepada gajah, “Berpeganglah kepadaku, aku akan terbang!”. Gajah berkata kepadanya, “Demi Allah hai burung, aku tidak merasakanmu ketika bertengger di punggungku, bagamaimana aku berpegang kepadamu saat engkau terbang!”. Demi Allah hai anakku! Engkau tidak pandai bertanya tidak pula paham jawaban, bagaimana aku akan marah kepadamu?!”. (Mujamul Udaba : 5/44).

Menjadi guru, juga seorang dai memang harus banyak belajar bersabar, lapang dada dan berakhlak mulia, semoga Allah Taala memudahkan hal itu untuk kita, aamiin. [Ustadz Abu Zubair Al-Hawary, Lc.]