Narkoba dalam Pandangan Islam

Narkoba sudah kita ketahui bersama bagaimana dampak bahayanya. Narkoba dapat merusak jiwa dan akal seseorang. Berbagai efek berbahaya sudah banyak dijelaskan oleh pakar kesehatan. Begitu pula mengenai hukum penggunaan narkoba telah dijelaskan oleh para ulama madzhab sejak masa silam.

Pengertian Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Istilah lainnya adalah Napza [narkotika, psikotropika dan zat adiktif]. Istilah ini banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Lebih sering digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa.

Bahan adiktif lainnya adalah zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan. [UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika] bahan ini bisa mengarahkan atau sebagai jalan adiksi terhadap narkotika.

Dalam istilah para ulama, narkoba ini masuk dalam pembahasan mufattirot (pembuat lemah) atau mukhoddirot (pembuat mati rasa).

Bahaya Narkoba

Pengaruh narkoba secara umum ada tiga:

1. Depresan

  • Menekan atau memperlambat fungsi sistem saraf pusat sehingga dapat mengurangi aktivitas fungsional tubuh.
  • Dapat membuat pemakai merasa tenang, memberikan rasa melambung tinggi, member rasa bahagia dan bahkanmembuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri

2. Stimulan

  • Merangsang sistem saraf pusat danmeningkatkan kegairahan (segar dan bersemangat) dan kesadaran.
  • Obat ini dapat bekerja mengurangi rasa kantuk karena lelah, mengurangi nafsu makan, mempercepat detak jantung, tekanan darah dan pernafasan.

3. Halusinogen

  • Dapat mengubah rangsangan indera yang jelas serta merubah perasaan dan pikiran sehingga menimbulkan kesan palsu atau halusinasi.

Seorang pakar kesehatan pernah mengatakan, “Yang namanya narkoba pasti akan mengantarkan pada hilangnya fungsi kelima hal yang islam benar-benar menjaganya, yaitu merusak agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta.”

Dalil Pengharaman Narkoba

Para ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkoba ketika bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).

Dalil-dalil yang mendukung haramnya narkoba:

Pertama: Allah Ta’ala berfirman,

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157). Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna khobits adalah yang memberikan efek negatif.

Kedua: Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’: 29).

Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah pasti merusak badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan bahwa narkoba itu haram.

Ketiga: Dari Ummu Salamah, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if). Jika khomr itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau narkoba.

Keempat: Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهَا خَالِدًا مُخَلَّدًا فيهَا اَبَدًا, وَ مَنْ تَحَسَّى سُمَّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمَّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فيهَا أَبَدًا, و مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيْدَةٍ فَحَدِيْدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ في بَطْنِهِ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا

Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka dia di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di (gunung dalam) neraka itu, kekal selama lamanya. Barangsiapa yang sengaja menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap ditangannya dan dia menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan ada ditangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya” (HR Bukhari no. 5778 dan Muslim no. 109).

Hadits ini menunjukkan akan ancaman yang amat keras bagi orang yang menyebabkan dirinya sendiri binasa. Mengkonsumsi narkoba tentu menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada kebinasaan karena narkoba hampir sama halnya dengan racun. Sehingga hadits ini pun bisa menjadi dalil haramnya narkoba.

Kelima: Dari Ibnu ‘Abbas, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ

Tidak boleh memberikan dampak bahaya, tidak boleh memberikan dampak bahaya” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih). Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain dan narkoba termasuk dalam larangan ini.

Seputar Hukum bagi Pecandu Narkoba

Jika jelas narkoba itu diharamkan, para ulama kemudian berselisih dalam tiga masalah: (1) bolehkah mengkonsumsi narkoba dalam keadaan sedikit, (2) apakah narkoba itu najis, dan (3) apa hukuman bagi orang yang mengkonsumsi narkoba.

Menurut –jumhur- mayoritas ulama, narkoba itu suci (bukan termasuk najis), boleh dikonsumsi dalam jumlah sedikit karena dampak muskir (memabukkan) yang ditimbulkan oleh narkoba berbeda dengan yang ditimbulkan oleh narkoba. Bagi yang mengkonsumsi narkoba dalam jumlah banyak, maka dikenai hukuman ta’zir (tidak ditentukan hukumannya), bukan dikenai had (sudah ada ketentuannya seperti hukuman pada pezina). Kita dapat melihat hal tersebut dalam penjelasan para ulama madzhab berikut:

Dari ulama Hanafiyah, Ibnu ‘Abidin berkata, “Al banj (obat bius) dan semacamnya dari benda padat diharamkan jika dimaksudkan untuk mabuk-mabukkan dan itu ketika dikonsumsi banyak. Dan beda halnya jika dikonsumsi sedikit seperti untuk pengobatan”.

Dari ulama Malikiyah, Ibnu Farhun berkata, “Adapun narkoba (ganja), maka hendaklah yang mengkonsumsinya dikenai hukuman sesuai dengan keputusan hakim karena narkoba jelas menutupi akal”. ‘Alisy –salah seorang ulama Malikiyah- berkata, “Had itu hanya berlaku pada orang yang mengkonsumsi minuman yang memabukkan. Adapun untuk benda padat (seperti narkoba) yang merusak akal –namun jika masih sedikit tidak sampai merusak akal-, maka orang yang mengkonsumsinya pantas diberi hukuman. Namun narkoba itu sendiri suci, beda halnya dengan minuman yang memabukkan”.

Dari ulama Syafi’iyah, Ar Romli berkata, “Selain dari minuman yang memabukkan yang juga diharamkan yaitu benda padat seperti obat bius (al banj), opium, dan beberapa jenis za’faron dan jawroh, juga ganja (hasyisy), maka tidak ada hukuman had (yang memiliki ketentuan dalam syari’at) walau benda tersebut dicairkan. Karena benda ini tidak membuat mabuk (seperti pada minuman keras, pen)”. Begitu pula Abu Robi’ Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar –yang terkenal dengan Al Bajiromi- berkata, “Orang yang mengkonsumsi obat bius dan ganja tidak dikenai hukuman had berbeda halnya dengan peminum miras. Karena dampak mabuk pada narkoba tidak seperti miras. Dan tidak mengapa jika dikonsumsi sedikit. Pecandu narkoba akan dikenai ta’zir (hukuman yang tidak ada ketentuan pastinya dalam syari’at).”

Sedangkan ulama Hambali yang berbeda dengan jumhur dalam masalah ini. Mereka berpendapat bahwa narkoba itu najis, tidak boleh dikonsumsi walau sedikit, dan pecandunya dikenai hukuman hadd –seperti ketentuan pada peminum miras-. Namun pendapat jumhur yang kami anggap lebih kuat sebagaimana alasan yang telah dikemukakan di atas.

Mengkonsumsi Narkoba dalam Keadaan Darurat

Kadang beberapa jenis obat-obatan yang termasuk dalam napza atau narkoba dibutuhkan bagi orang sakit untuk mengobati luka atau untuk meredam rasa sakit. Ini adalah keadaan darurat. Dan dalam keadaan tersebut masih dibolehkan mengingat kaedah yang sering dikemukakan oleh para ulama,

الضرورة تبيح المحظورات

Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Seandainya dibutuhkan untuk mengkonsumsi sebagian narkoba untuk meredam rasa sakit ketika mengamputasi tangan, maka ada dua pendapat di kalangan Syafi’iyah. Yang tepat adalah dibolehkan.”

Al Khotib Asy Syarbini dari kalangan Syafi’iyah berkata, “Boleh menggunakan sejenis napza dalam pengobatan ketika tidak didapati obat lainnya walau nantinya menimbulkan efek memabukkan karena kondisi ini adalah kondisi darurat”.

Penutup

Demikian bahasan singkat kami mengenai hukum seputar narkoba. Intinya, Islam sangat memperhatikan sekali keselamatan akal dan jiwa seorang muslim sehingga sampai dilarang keras berbagai konsumsi yang haram seperti narkoba. Namun demikian karena pengaruh lingkungan yang jelek, anak-anak muda saat ini mudah terpengaruh dengan gelamornya dunia. Sehingga mereka pun terpengaruh dengan teman-temannya yang jelek yang mengajak untuk jauh dari Allah. Nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa).

Moga Allah terus memberi hidayah demi hidayah.

ReferensiAn Nawazil fil Asyribah, Zainal ‘Abidin bin Asy Syaikh bin Azwin Al Idrisi Asy Syinqithiy, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan pertama, tahun 1432 H, hal. 205-229.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/9077-narkoba-dalam-pandangan-islam.html

Jaga Lisan dari Perkataan Buruk, Tahan Jari dari Komentar Buruk

PEPATAH mengatakan terpelesetnya kaki jauh lebih baik dibanding terpelesetnya lisan, memang demikian. Pasalnya, mengobati luka yang timbul dari lisan tak cukup mudah untuk diobati dibandingkan organ tubuh yang lainnya, meski terkadang secara lahirnya telah memberi maaf, namun terkadang memaafkan bukan berarti melupakan apa yang telah terjadi.

Dengan itu maka menjaga lisan dari perkataan yang dapat menyakiti orang lain sangat penting untuk diperhatikan. Rasulullah dalam hadisnya menganjurkan kepada kita selaku umatnya, agar selalu berkata dengan perkataan yang memiliki nilai positif, atau setidaknya jika belum bisa berkata demikian, lebih baik untuk diam.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah Swt. Dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata dengan perkataan yang baik, atau hendaklah ia diam” ( HR. Bukhari).

Mengenai hadis di atas, Imam Syafii menjelaskan bahwa, jika seseorang ingin mengatakan sesuatu, maka hendaklah ia memikirkan terlebih dahulu apa yang hendak ia ucapkan, jika kira-kira baik dan memiliki efek yang positif maka ucapkanlah, namun jika bahkan menimbulkan kegaduhan atau menyinggung orang lain, maka lebih baik ia simpan rapat-rapat dalam hatinya sendiri.

Hendaknya setiap kita senantiasa menjaga diri dari berbicara atau menuliskan komentar yang tidak jelas manfaatnya. Kita tidaklah berbicara kecuali dalam hal-hal yang memang kita berharap ada manfaat untuk agama (diin) kita. Ketika kita melihat bahwa suatu perkataan itu tidak bermanfaat, maka kita pun menahan diri dari berbicara (alias diam). Kalaupun itu bermanfaat, kita pun masih perlu merenungkan: apakah ada manfaat lain yang lebih besar yang akan hilang jika saya tetap berbicara?

Sampai-sampai ulama terdahulu mengatakan bahwa jika kita ingin melihat isi hati seseorang, maka lihatlah ucapan yang keluar dari lisannya. Ucapan yang keluar dari lisan seseorang akan menunjukkan kepada kita kualitas isi hati seseorang, baik orang itu mau mengakui ataukah tidak. Jika yang keluar dari lisan dan komentarnya hanyalah ucapan-ucapan kotor, sumpah serapah, celaan, hinaan, makian, maka itulah cerminan kualitas isi hatinya.

Yahya bin Mu’adz rahimahullahu Ta’ala berkata,

“Hati itu bagaikan periuk dalam dada yang menampung isi di dalamnya. Sedangkan lisan itu bagaikan gayung. Lihatlah kualitas seseorang ketika dia berbicara. Karena lisannya itu akan mengambil apa yang ada dari dalam periuk yang ada dalam hatinya, baik rasanya itu manis, asam, segar, asin (yang sangat asin), atau selain itu. Rasa (kualitas) hatinya akan tampak dari perkataan lisannya.” (Hilyatul Auliya’, 10: 63)

Sebagian orang bersikap ceroboh dengan tidak memperhatikan apa yang keluar dari lisan dan komentar-komentarnya. Padahal, bisa jadi ucapan lisan itu akan mencampakkan dia ke jurang neraka sejauh jarak timur dan barat. Contohnya, dalam hadits Jundab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Pada suatu ketika ada seseorang yang berkata, “Demi Allah, sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni si fulan.” Sementara Allah Ta’ala berfirman, “Siapa yang bersumpah dengan kesombongannya atas nama-Ku bahwasanya Aku tidak akan mengampuni si fulan? Ketahuilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni si fulan dan telah menghapus amal perbuatanmu.” (HR. Muslim no. 2621)

Hamba tersebut, yang rajin beribadah, hapuslah seluruh amalnya hanya karena satu kalimat atau satu ucapan yang ceroboh tersebut.

Maka benarlah bahwa keselamatan itu adalah dengan menjaga lisan. Sahabat ‘Uqbah bin ‘Aamir radhiyallahu ‘anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu merasa lapang (artinya: betahlah untuk tinggal di rumah), dan menangislah karena dosa-dosamu.” (HR. Tirmidzi no. 2406, shahih)

Betapa banyak kita ceroboh dalam memposting, berkomentar di sana sini, namun tulisan-tulisan itu berbuah penyesalan, kemudian kita pun harus sibuk klarifikasi sana-sini, sibuk mencari-cari alasan agar bisa dimaklumi, juga sibuk meminta maaf atas perasaan saudara dan teman yang terluka atas komentar dan ucapan kita. Sesuatu yang harusnya tidak terjadi ketika kita selalu menimbang dan berpikir atas setiap ucapan dan komentar yang hendak kita ucapkan dan tuliskan.

Oleh karena itu, ketika salah seorang sahabat datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Ajarkanlah (nasihatilah) aku dengan ringkas saja.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apabila kamu (hendak) mendirikan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak berpisah. Janganlah kamu mengatakan suatu perkataan yang akan membuatmu harus meminta maaf di kemudian hari. Dan kumpulkanlah rasa putus asa dari apa yang di miliki oleh orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 4171, hadits hasan)

Seorang ahli hikmah mengatakan, berbicara tanpa dilandasi pemikiran yang matang merupakan sebuah kesalahan yang fatal, mengapa demikian? Karena faktanya tidak sedikit orang yang hancur dikarenakan hanya dengan ucapannya mereka sendiri. Dan dengan lisan juga potensi terbesar penyebaran berita hoaks, padahal dalam Islam ataupun konteks kemanusiaan menyebarkan berita bohong merupakan perbuatan yang terlarang. []

ISLAM POS

5 Cara Jitu Meredam Amarah ala Rasulullah SAW

MARAH dan emosi adalah tabiat manusia. Oleh karena itu, agama memerintahkan kita untuk mengendalikan kemarahan itu, agar tak sampai menimbulkan dampak negatif. Salah satu senjata setan untuk membinasakan manusia adalah marah. Dengan cara ini, setan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia. Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, menggugat takdir, ngomong jorok, mencaci habis, bahkan sampai kalimat carai yang membubarkan rumah tangganya.

Karena marah pula, manusia bisa merusak semua yang ada di sekitarnya. Dia bisa banting piring, lempar gelas, pukul kanan-pukul kiri, bahkan sampai tindak pembunuhan. Di saat itulah, misi setan untuk merusak menusia tercapai.

Tentu saja, permasalahannya tidak selesai sampai di sini. Masih ada yang namanya balas dendam dari pihak yang dimarahi. Anda bisa bayangkan, betapa banyak kerusakan yang ditimbulkan karena marah.

Menyadari hal ini, islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk berhati-hati ketika emosi. Banyak motivasi yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar manusia tidak mudah terpancing emosi. Diantaranya, beliau menjanjikan sabdanya yang sangat ringkas,

“Jangan marah, bagimu surga.” (HR. Thabrani dan dinyatakan shahih dalam kitab shahih At-Targhib no. 2749)

Dijelaskan secara medis, marah berlebihan dapat memiliki dampak serius pada kesehatan seseorang. Ketika marah, tubuh seseorang akan melepaskan hormon-hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Bila terlalu banyak, hormon tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan masalah kesehatan.

Dijelaskan secara medis, marah berlebihan dapat memiliki dampak serius pada kesehatan seseorang. Ketika marah, tubuh seseorang akan melepaskan hormon-hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Bila terlalu banyak, hormon tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan masalah kesehatan.

Saat marah, kita akan merasa jantung berdebar dan bernapas lebih cepat. Bila marah tingkat tinggi, akan terjadi ketegangan di bahu atau bahkan hingga mengepalkan tangan. Jika mengalaminya, Anda sebaiknya segera mengendalikan diri agar tidak berlanjut.

Menahan marah itu memang bukan pekerjaan mudah. Karenanya Raulullah SAW mengumpamakan orang yang dapat mengendalikan kemarahan dan emosinya, sebagai orang terkuat. (lihat: Fath al-Bari, 10/520).

Raulullah SAW juga melarang umatnya untuk marah, namun jika marah, Nabi telah banyak mencontohkan bagaimana seharusnya mengendalikan rasa amadalah.  Berikut beberapa cara untuk meredam kemarahan, sesuai petunjuk Rasulullah SAW,

BACA JUGA: Marahnya Singa Allah kepada Musuh Allah

1.Membaca Ta’awwudz

Rasulullah bersabda “Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A’udzu billah minasy syaithaanir rajim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).” (HR. Bukhari Muslim).

2. Berwudlu

Rasulullah bersabda, “Kemarahan itu dari setan, sedangkan setan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah.” (HR. Abu Dawud).

3. Mengubah posisi

Dalam sebuah hadits dikatakan, “Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah.” (HR. Abu Dawud).

4. Diam

Dalam sebuah hadits dikatakan, “Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah.” (HR. Ahmad).

Bawaan orang marah adalah berbicara tanpa aturan. Sehingga bisa jadi dia bicara sesuatu yang mengundang murka Allah. Karena itulah, diam merupakan cara mujarab untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih besar.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW bersabda,

“Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).

Ucapan kekafiran, celaan berlebihan, mengumpat takdir, dst., bisa saja dicatat oleh Allah sebagai tabungan dosa bagi ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat. (HR. Bukhari dan Muslim)

Di saat kesadaran kita berkurang, di saat nurani kita tertutup nafsu, jaga lisan baik-baik, jangan sampai lidah tak bertulang ini, menjerumuskan anda ke dasar neraka.

5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat

Dalam sebuah hadits dikatakan “Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud).” (HR. Tirmidzi).

Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW  bersabda,

“Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)

Hadis dari Ibnu Umar,

Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat. (Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan dinilai hasan oleh Al-Albani). []

ISLAMPOS

Inginkah Kita Merasakan Kemudahan dalam Hidup?

HARI ini marilah kita mengaji salah satu ayat Allah yang memberikan solusi atas kesulitan-kesulitan hidup yang mendera kita selama ini. Problematika hidup dengan beragam bentuknya seringkali membuat kita pusing. Kita sadar bahwa hidup di dunia memang adalah hidup dalam pertarungan dengan ujian dan cobaan. Namun adakah cara jitu melalui semuanya dengan mudah?

Allah memberikan kata kunci (clue/password) untuk kemudahan itu. Bacalah ayat dalam QS al-Lail berikut ini: “Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,” (QS. Al-Lail 92: Ayat 5), “dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga),” (QS. Al-Lail 92: Ayat 6), “maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan).” (QS. Al-Lail 92: Ayat 7).

Jelas sekali kabar solusi dari Allah untuk menggapai kemudahan hidup, bukan? Lakukan dua hal saja: senanglah memberikan apa yang Allah titipkan kepada kita berupa apa saja, senanglah berbagi bahagia, senanglah menyumbang untuk agama Allah; bertakwalah kepada Allah dengan menjauhi segala yang Allah larang. Semakin baik kita melaksanakan dua hal tersebut di atas maka semakin mudahlah hidup kita. Bungkuslah dua hal itu dengan keyakinan yang membenarkan semua sumpah dan janji Allah bahwa semuanya akan diatur mudah dan indah. Mari kita laksanakan pesan ayat itu.

Pertanyaannya adalah mengapa masih banyak di antara kita yang bakhil, berat sekali untuk memberi dan senang sekali untuk menerima? Jawabannya sangatlah panjang dan luas. Ijinkan saya menjawabnya dengan mengutip kalimat sang guru: “Suatu hari ada orang datang ke rumahmu untuk memberikan sesuatu padamu. Pada hari berikutnya, ada juga orang yang datang untuk meminta sesuatu darimu. Jika kamu lebih berbahagia saat engkau menerima ketimbang saat engkau memberi maka kamu adalah ANAK DUNIA. Jika engkau lebih bahagia saat engkau memberi ketimbang saat menerima, maka engkau adalah ANAK AKHIRAT, manusia-manusianya Allah.” Kita masuk yang mana?

Saya bersaksi bahwa firman Allah diatas adalah benar. Ada banyak bukti nyata dalam kehidupan yang bisa saya jadikan bukti nyata. Sebut sebagai misal adalah Habib Umar Abdul Aziz Bakadam, owner Kanomas Group, yang berangkat dari nol menjadi angka berbuntut banyak nol. Sebut lagi satu contoh bernama “Haji Alex” Lampung, owner dan komisaris beberapa perusahaan di berbagai kota besar di Indonesia yang berangkat dari minus menjadi beberapa plus.

Ada banyak contoh lagi yang tak mungkin saya sebutsemua di sini. Kunci mereka adalah persis yang dipesankan ayat di atas: memberi dan menjaga kewajiban agama. Allah tak pernah ingkar janji. Apakah kita percaya? Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

INILAH MOZAIK

Kadang Kita Perlu Menghibur Diri

KADANG kita perlu menghibur diri saat kecewa mengantarkan pada amarah. Menghibur diri ada banyak jalan, salah satunya adalah dengan membaca beberapa kata indah yang pernah dibaca atau ditulis sendiri.

Tak semua orang mampu memahami kecewa kita, karena tak semua orang satu kimia rasa dengan kita. Karenanya, tak perlulah berharap empati dari orang lain. Meski demikian, berikan empati kita semampu kita kepada orang yang tengah menderita. Mampunya kita berempati adalah tanda kita masih masuk katagori manusia sehat.

Salah satu yang menghibur saya saat saya merasa kecewa dan tak nyaman dengan keadaan adalah kata-kata David Richo bahwa “life is not always fair” (hidup tak selalu adil) dan bahwa “people are not loving and loyal all the time” (manusia itu tak selamanya cinta dan setia selamanya). Meski saya senang berpegang pada kata-kata itu, namun saya berupaya untuk selalu bersikap adil sebisa mungkin karena adil adalah sifat yang sangat disuka Allah.

Kalimat lain yang cukup menghibur saya adalah kata-kata indah pujangga Mesir, Anies Mansour: “Kekecewaan terdahsyat adalah datang dari orang-orang yang kepadanya kamu mempersembahkan segala sesuatu.” Berharap kepada manusia memang lebih banyak mengecewakan ketimbang membahagiakan. Maka benar kata-kata pujangga lainnya: “Kau merdeka saat kau tak ada lagi sesuatu yang ditunggu.” Menunggu sesuatu dari orang lain kadangkala bermakna penjara bagi kita dalam makna tertentu.

Tak bisa saya lupakan bahwa saya sering sekali terhibur dengan kata-kata Syekh Mutawalli Sya’rawi: “Tak akan pernah menjadi korban iri hati dan dengki kecuali orang-orang yang tengah mendapatkan nikmat dari Allah.” Ada kata lain yang semakna, yaitu bahwa hanya orang sukseslah yang selalu menjadi obyek iri hati dan dengki. Sambil mengingat kalimat-kalimat itu saya berdoa: “Ya Rabb, tolonglah kami, hanya Engkau Penolong dan Pelindungku.”

Sahabat dan saudaraku yang baik, terimakasih telah bersedia menjadi sahabat dan saudara yang baik untuk saya. Semoga Allah senantiasa bersihkan hati kita. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Empat Hari dan Empat Malam Terbaik dalam Islam

SELURUH hari dalam Islam adalah baik, dan seluruh malam juga baik. Namun ada hari-hari dan malam-malam yang diistimewakan dalam Islam, memiliki keutamaan khusus.

Ada empat hari terbaik dalam Islam. Keempat hari tersebut sesuai urutan kebaikannya adalah sebagai berikut:

1. Hari-hari Arafah

Hari Arafah adalah hari berkumpulnya kebaikan, baik bagi umat muslim yang sedang berhaji atau yang tidak. Pada hari arafah juga disunahkan berpuasa. Bahkan Allah akan mengampuni segala doa kecil yang ada pada manusia selama dosa tersebut bukan dosa yang berhubungan dengan manusia.

2.Hari Jumat

Pada hari Jumat Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa kita selama seminggu belakangan. Dosa-doa itu adalah dosa-dosa yang tidak terampuni dengan salat lima waktu.

3. Hari Raya Idul Adha

Hari Raya Idul Adha adalah hari dimulainya memuliakan tamu Allah SWT dengan berkurban.

4. Hari Raya Idul Fitri

Pada hari ini setiap hamba akan bersih dari segala dosa setelah sebulan penuh berpuasa. Bagi orang-orang terpilih mereka juga akan mendapat gelar muttaqin atau masuk dalam golongan orang-orang yang bertaqwa.

Itulah 4 hari terbaik dalam Islam. Namun menurut Imam Ahmad bin Hambal, kedudukan hari Jumat lebih baik dari hari Arafah. Wallahualam.

Malam Terbaik dalam Islam

Islam juga memiliki empat malam terbaik di antara malam-malam yang lain. Empat Malam terbaik dalam Islam berdasarkan urutannya adalah sebagai berikut:

1. Malam kelahiran Rasulullah SAW

Malam kelahiran Rasulullah SAW tentu adalah malam terbaik di antara malam yang lain. Malam mana yang lebih baik dari malam lahirnya seorang Rasul mulia yang membawa begitu banyak kebaikan untuk seluruh manusia?

2. Malam Lailatul Qadar

Malam lailatur qadar menduduki urutan kedua sebagai malam terbaik dalam Islam. Malam lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. Artinya, pada malam ini begitu banyak kebaikan yang Allah berikan untuk hamba-hambaNya. Balasan yang Allah berikan juga akan dilipatkan berkali-kali lipat bagi hambaNya yang beribadah pada malam tersebut.

3. Malam Jumat

Nilai pahala bagi yang beribadah pada malam Jumat akan dilipatgandakan.

4. Malam Isra Miraj

Pada malam tersebut Rasulullah SAW naik ke sidratul muntaha untuk menerima perintah salat dari Allah SAW. Salat sendiri merupakan merupakan tiang agama.

Empat malam tersebut merupakan yang terbaik pada hak kita umat Nabi Saw. Namun bagi Rasulullah SAW, malam paling baik adalah malam isra miraj, karena pada malam tersebut nabi bertemu dan melihat langsung Allah SWT dengan mata kepala sendiri berdasarkan pendapat kuat.

Menurut Imam Ahmad bi Hambal, kedudukan malam Jumat melebihi malam lailatul qadar.Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam Hasyiyah Bajuri ala Fathul Qarib. Hal. 210.[]

INILAH MOZIK

Apakah Minum Nabeez (Rendaman Kurma) adalah Sunnah Ta’abbud?

Hukum Minum Nabeez Menurut Para Ulama

Para ulama menjelaskan bahwa hukum minum nabeez (rendaman kurma) adalah mubah bukanlah sunnah ta’abbud. Dalam artian apabila kita sengaja ingin minum nabeez untuk mendapatkan pahala dan yakin ini sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dianjurkan, maka ini TIDAK tepat. 

Dasar-Dasar Pendalilan

  1. Dalam pelajaran ushul fikh, tidak semua perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sunnah dalam rangka untuk beribadah mendapatkan pahala disebut juga dengan sunnah ta’abbud), tetapi ada juga perbuatan beliau yang merupakan ‘urf/adat atau perangai beliau sebagai seorang manusia dan beliau melakukan untuk menunjukkan kebolehannya/mubah (disebut dengan sunnah jibillah).
  2. Hadits yang menunjukan Nabi shallallahu ‘alaihi sallam minum nabeez karena memang saat itu minuman favorit dan agar menepis anggapan hukumnya haram membuat nabeez, karena setelah beberapa hari nabeez akan menjadi khamer (sebelum menjadi khamer, ini lah yang diperbolehkan)
  3. Nabeez merupakan minuman bergizi dan bermanfaat, hanya saja hukum meminumnya bukanlah sunnah dan berpahala, akan tetapi kita bisa mendapatkan pahala apabila kita karena rasa cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang minum nabeez kita pun minum nabeez juga (pahalanya karena cinta kepada idolanya)

Penjelasan Terkait Bolehnya Minum Nabeez

Imam Muslim membuat Bab dalam kitab shahihnya dengan judul BOLEHNYA nabeez: 

باب: إباحة النبيذ الذي لم يشتد ولم يصر مسكرا.

“Bab: BOLEHNYA nabeez yang tidak tidak ‘mengeras’ dan tidak menjadi khamer”

Nawawi menjelaskan BOLEHNYA nabeez dari beberapa hadits yang ada di shahih Muslim. Beliau berkata,

في هذه الأحاديث دلالة على جواز الانتباذ ، وجواز شرب النبيذ ما دام حلوا لم يتغير ولم يغل ، وهذا جائز بإجماع الأمة 

“Hadits-hadits ini menunjukkan BOLEHNYA ‘intibadz’ (proses merendam kurma dan sejenisnya) dan bolehnya nabeez selama manis rasanya dan tidak berubah menjadi khamer. Ini BOLEH dengan ijma’ umat.” [syarh an-Nawawi ala shahih muslim, Kitab Asyribah hal. 147]

Demikian juga Ibnu Rusydi menegaskan ijma’ ulama BOLEHNYA nabeez, beliau berkata,

فإنهم أجمعوا على جواز الانتباذ في الأسقية

“Para ulama bersepakat BOLEHNYA ‘intibadz’ (merendam kurma dan sejenisnya) pada minuman.” [Bidayatul Mujtahid hal 432]

Nabeez Tidak Hanya Rendaman Kurma

Perlu diketahui bahwa nabeez bukan hanya dengan rendaman kurma, tetapi bisa juga dengan kismis atau semisalnya. Sebagaimana hadits berikut:

َعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُنْبَذُ لَهُ الزَّبِيبُ فِي السِّقَاءِ فَيَشْرَبُهُ يَوْمَهُ وَالْغَدَ وَبَعْدَ الْغَدِ فَإِذَا كَانَ مَسَاءُ الثَّالِثَةِ شَرِبَهُ وَسَقَاهُ فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ أَهَرَاقَهُ

Dari Ibnu Abbas radhialahu ‘anhu, ia berkata,”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah dibuatkan rendaman kismis dalam satu bejana, kemudian beliau minum rendaman tersebut pada hari itu, juga esok harinya dan keesokannya harinya. Pada sore hari ketiga beliau memberi minuman tersebut kepada yang lain, jika masih ada yang tersisa , beliaupun menuangnya.”. [HR. Muslim] 

Proses ‘intibadz’ ini yaitu  didinginkan semalam dengan bejana kulit, perhatikan hadits berikut

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِاللَّهِ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَىرَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ وَمَعَهُ صَاحِبٌ لَهُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ كَانَ عِنْدَكَ مَاءٌ بَاتَ هَذِهِ اللَّيْلَةَ فِي شَنَّةٍ وَإِلَّا كَرَعْنَا

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumah salah seorang laki-laki Anshar bersama seorang sahabatnya, seraya berkata kepadanya,”Adakah engkau mempunyai air yang telah diinapkan dalam bejana kulit? Jika tidak kami akan minum langsung dari mulut kami” [HR. Bukhari]

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan rendaman ini campuran madu, kurma & kismis, beliau berkata,

وهذا يحتمل أن يريد به الماء العذب كمياه العيون والآبار الحلوة ، فإنه كان يستعذب له الماء

ويحتمل أن يريد به الماء الممزوج بالعسل أو الذي نقع فيه التمر أو الزبيب وقد يقال – وهو الأظهر

“Kemungkinan maksudnya adalah air yang segar seperti mata air dan sumur yang manis, air ini memang segar. Bisa juga maksudnya adalah rendaman air campuran madu, kurma dan kismis -pendapat ini lebih kuat-.” [Tuhfatul Ahwazi bisyarhi Jami’ At-Tirmidzi 6/16]

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah juga menjelaskan bahwa bentuk minuman seperti ini bisa lebih menjaga kesehatan karena segarnya dan membuat tubuh menjadi “fresh”. Beliau berkata,

والمقصود : أنه إذا كان باردا وخالطه ما يحليه كالعسل أو الزبيب أو التمر أو السكر كان من أنفع ما يدخل البدن وحفظ عليه صحته

“Maksudnya adalah air dingin campuran dengan yang bisa membuatnya manis seperti madu, kismis, kurma atau gula. Ini lebih bermanfaat bagi tubuh dan bisa menjaga kesehatan.” [Zaadul Ma’aad 4/205]

Dari penjelasan diatas nabeez adalah minuman sehat dan bermanfaat hanya saja tidak boleh kita katakan hukumnya sunnah dan berpahala serta dinisbatkan menjadi “minuman ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”.

Catatan Terkait Nabeez

  1. Agar lebih paham, kami jelaskan bahwa perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada tiga macam. syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid mejelaskan bahwa perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada tiga macam:

Pertama: perbuatan “jibilliyyah” seperti berdiri, duduk, makan dan minum

Kedua: Perbuatan Khusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti menikahi wanita lebih dari 4

Ketiga: perbuatan dalam rangka ibadah (tasyri’) seperti shalat, puasa dan lain-lain

Kemudian beliau menjelaskan bahwa hukum asal apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka berupa makanan, minuman dan pakaian adalah sebuah adat/perangai sebagai seorang manusia. Beliau berkata:

وبهذا يتبين أن ما أحبّه صلى الله عليه وسلم من الأطعمة أو الأشربة أو الألبسة ونحو ذلك ، الأصل فيه أنه من العادات التي تفعل بمقتضى البشرية ، ولا يراد بها التشريع ، ككونه يحب الدباء ، ويعاف الضب ، ويلبس العمامة والرداء والإزار والقميص ، ما لم يدل دليل على التشريع

“Oleh karena itu jelas bahwa apa yang disukai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa makanan, minuman, pakaian dan lain-lain maka hukum asalnya adalah perkara adat/perangai sebagai seorang manusia. Bukanlah dimaksudnya untuk menjadi syariat ibadah (tasryi’). Misalnya beliau suka labu dan tidak suka dhabb (seperti biawak padang pasir), misalnya juga memakai ‘imaamah (penutup kepala), baju, kain bawahan, gamis dan lain-lain selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa itu disyariatkan.” [https://islamqa.info/ar/answers/149523]

  1. Sebagian orang menyamakan antara infused water dengan nabeez, perlu diketahui prinsip nabeez adalah ‘intibadz’ yaitu ada proses yang mengarah perubahan senyawa yang apabila dibiarkan telalu lama, maka akan menjadi khamer. Nabeez ini adalah proses sebelum menjadi khamer dan inilah yang diperbolehkan. Apabila prinsipnya sama, maka infused water sama dengan nabeez, apabila prinsipnya berbeda maka tidak boleh disamakan. Tentu hukumnya juga sama yaitu BOLEH dan bukanlah sunnah serta berpahala, serta kurang bijak apabila mengatakan “ini minuman sunnah berpahala dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” atau dinisbatkan sunnahnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52081-apakah-minum-nabeez-sunnah-taabbud.html

Imam ath-Thabrani

Imam ath-Thabrani adalah seorang imam dalam ilmu hadits. Selain menguasai ilmu hadits, beliau juga pakar dalam bidang tafsir. Ia memiliki usia yang panjang dan ilmu yang tersebar ke penjuru dunia. Bagi umat Islam adalah suatu kelayakan mengenal ulama mereka sendiri. Mengenal orang-orang yang berada di lingkungan dalam mereka. Meskipun telah wafat ratusan tahun lalu, namun namanya masih hidup bersama waktu.

Nasab dan Kelahirannya

Ath-Thabrani adalah seorang imam, hafizh, dan perawi terpercaya. Ia adalah Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthir al-Lakhmi asy-Syami ath-Thabrani (Adz-Dzahabi: as-Siyar, 16/119). Dinisbatkan pada daerah yang Thabariyah. Ia adalah seorang ahli tafsir dan tokoh rijalul hadits di zamannya.

Ath-Thabrani dilahirkan pada tahun 260 H/873 M (Ibnu Khallikan: Wafayat al-A’yan, 2/407). Disebutkan bahwa ia dilahirkan di Kota Acre (di wilayah Israel sekarang). Artinya, ia dilahirkan di wilayah Syam. Umurnya panjang. Hampir 100 tahun. Dan hadits-haditsnya tersebar ke penjuru dunia.

Perjalanan Mencari Hadits

Di antara tradisi ahli hadits adalah bersafar dalam mencari hadits. Demikian juga dengan ath-Thabrani. Ia memulai perjalanan mencari hadits pada tahun 273 H (Adil Nuwaihidh: Mu’jam al-Mufassirin, 1/214). Saat itu usianya baru menginjak 13 tahun (ash-Shufdi: al-Wafi bil Wafayat, 15/213).

Perjalanan di usia beliau ini ia mulai dari negerinya Syam menuju Baghdad, Kufah, Bashrah, dan Isfahan (Ibnu Abdul Hadi: Thabaqat Ulama al-Hadits, 3/107). Kemudian menuju Hijaz, Yaman, Mesir, negeri-negeri di Jazirah Arab, dan lain-lain. Perjalanan belajar ini beliau tempuh selama 33 tahun, masyaallah. Luar biasa perjalanan para ulama kita dalam belajar.

Dari perjalanan ini, ia mendengar dan belajar dari banyak guru dan ulama. Sampai-sampai jumlah gurunya mencapai 1000 orang (Ibnu Khallikan: Wafayat al-A’yan, 2/407). Di antara gurunya adalah Abu Zur’ah ad-Dimasyqi an-Nasai. Ath-Thabrani pernah ditanya tentang banyaknya hadits yang ia riwayatkan, ia berkata, “Dulu aku tidur di atas al-Bawari (tikar yang terbuat dari jalinan rumput) selama 30 tahun (Ibnu Abdul Hadi: Thabaqat Ulama al-Hadits, 3/108).

Dari susah payah perjuangannya untuk menjaga kemurnian agama Allah ini, Allah kekalkan namanya hingga sekarang.

Pujian Para Ulama

Di antara pujian tersebut adalah ucapan Imam adz-Dzahabi rahimahullah, “Dia adalah seorang hafizh yang masyhur. Seorang musnad dunia.” (Adz-Dzahabi: Tarikhul Islam, 8/143). Beliau juga mengatakan, “Ath-Thabrani ibarat ahli penunggang kuda dalam permasalahan hadits ini. Bersamaan dengan kejujuran dan amanahnya.” (Adz-Dzahabi: Tadzkirotul Huffazh, 3/85). Di kesempatan lain, adz-Dzahabi mengatakan, “Dia adalah imam, al-hafizh, seorang pengembara dalam ilmu, dan seorang ahli hadits Islam. Senantiasa hadits-haditsnya diharapkan, bernilai sedekah, dan dicintai.” (Adz-Dzahabi: as-Siyar, 16/119).

Ibnul Jauzi berkata, “Atht-Thabrani termasuk salah seorang pemuka hafizh. Ia memiliki karya-karya yang bagus.” (Ibnul Jauzi: al-Hatstsu ‘ala Hifzhil Ilm wa Dzikru Kibaril Huffazh, Hal: 68). Ibnu Uqdah mengatakan, “Aku tak mengetahui ada orang yang lebih mengetahui hadits melebih ath-Thabrani. Dan juga tidak ada yang lebih hafal sanad melebihi dirinya.” (Ibnu Qathlubagha: ats-Tsiqat min man lam Yaqo’ fi Kutubis Sittah. 5/90).

Seorang Menteri Ibnu al-Amid berkata, “Aku tidak mengetahui di dunia ini ada yang lebih manis dan lebih lezat dibanding kekuasaan dan jabatan Menteri yang aku jabat sekarang sampai akhirnya aku melihat pengajian Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani dan Abu Bakr al-Ju’abi. Ath-Thabrani mengalahkan al-Ju’abi dalam banyaknya hafalan. Sementara al-Ju’abi mengalahkan ath-Thabrani dalam kecerdasannya dan kepintaran. Kemudian terjadi dialog antara mereka hingga tak diketahui mana yang lebih unggul di antara keduanya. Al-Ju’abi mengatakan, ‘Aku meriwayatkan hadits yang tidak ada orang yang meriwayatkannya di dunia ini kecuali aku’. Ath-Thabrani menanggapi, ‘Coba tunjukkan’. Al-Ju’abi mengatakan, ‘Abu Khalifah telah menyampaikan kepadaku. Sulaiman bin Ayyub telah menyampaikan kepadaku…’ Kemudian dia sampaikan isi haditsnya. Ath-Thabrani mengatakan, ‘Akulah Sulaiman bin Ayyub. Dan aku mendengar hadits itu dari Abu Khalifah’. Al-Ju’abi pun merasa malu. Ath-Thabrani mengunggulinya.” Ibnu al-Amid melanjutkan, “Aku berandai kalau saja kementrian dan jabatan ini tidak diberikan padaku. Dan aku berandai menjadi ath-Thabrani. Pastilah aku bahagia sebagaimana bahagianya ath-Thabrani karena hadits.” (Ibnu Manzhur: Mukhtashor Tarikh Dimasyqi, 10/104).

Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Abdurrahman mengatakan, “Ath-Thabrani sudah dikenal walaupun tidak disebut keutamaan dan kontribusinya. Ia menyampaikan hadits di Isfahan selema 60 tahun. Yang mendengar darinya adalah seorang bapak, kemudian nanti anaknya, kemudian nanti cucunya. Bahkan sampai ke cicit mereka. Ia adalah seorang yang luas ilmunya dan banyak karya tulisnya. Dan di akhir usianya ia mengalami kebutaan.” (Ibnu Qathlubagha: ats-Tsiqat min man lam Yaqo’ fi Kutubis Sittah. 5/91).

Karya-Karyanya

Ath-Thabrani melahirkan banyak karya ilmiah berupa buku-buku yang bagus dan bermanfaat. Yang paling terkenal dari karya-karyanya adalah mu’jamnya. Baik Mu’jam al-Kabir, Mu’jam al-Awsath, dan Mu’jam ash-Shaghir (Ibnu al-Mustafi: Tarikh Irbil, 2/53). Dalam Mu’jam al-Awsath-nya ia mengatakan, “Buku ini adalah ruhku.” Karena begitu lelahnya ia dalam menyelesaikannya. Karyanya yang lain adalah pembahasan tentang Kitab ad-Du’a, Kitab ‘Isyratin Nisa, Kitab al-Manasik, Kitab al-Awail, Kitab as-Sunnah, Kitab an-Nawadir, Musnad Abu Hurairah, Kitab at-Tafsir, Kitab Dala-il an-Nubuwah, Musnad Syu’bah, Musnad Sufyan, Kitab Hadits asy-Syamiyyin, dll (adz-Dzahabi: Tarikh al-Islam, 8/144).

Wafat

Setelah perjalanan panjang mencari hadits, Imam ath-Thabrani bermukim di Kota Isfahan. Ia menghabiskan sebagian besar usianya di kota Persia itu. Hingga ia wafat di kota itu pada tahun 360 H/971 M. Saat itu usianya kurang lebih 100 tahun (Ibnu Khallikan: Wafayat al-A’yan, 2/407). Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas.

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6402-imam-ath-thabrani.html

Mengenal Imam Ibnu Majah

Imam Ibnu Majah adalah salah seorang ulama ahli hadits. Pemilik Sunan Ibnu Majah. Salah satu kitab hadits yang dimasukkan dalam kelompok kutubus sittah. Ibnu Majah alhir tahun 209 H dan wafat 273 H.

Nasab dan Daerah Asal

Ibnu Majah adalah seorang imam dan tokoh di bidang hadits. Beliau adalah Abu Abdullah, Muhammad bin Yazid bin Maja har-Rabi’I al-Qazwini. Ia dilahirkan di Qazvin -salah satu propinsi di Iran sekarang- pada tahun 209 H. Ibnu Khalikan mengatakan, “Kata ماجه dengan memfathahkan huruf mim dan jim. Dan di antara kedua huruf itu ada alif. Dan huruf Ha yang terakhir dibaca sukun.”

Pendidikan

Ibnu Majah tumbuh di lingkungan yang penuh ilmu. Di saat itu, umumnya para pemuda memiliki kecintaan yang besar dengan ilmu agama. Khususnya ilmu hadits. Ibnu Majah kecil memulai langkah belajarnya dengan runut. Pertama-tama ia menghafal Alquran yang merupakan sumber utama hukum-hukum Islam. Kemudian ia mondar-mandir di halaqoh ahli hadits yang saat itu mudah didapatkan di masjid-masjid Qazvin. Hingga di masa mendatang ia memetik hasil dan tingkatan besar dalam ilmu hadits.

Pada tahun 230 H, Ibnu Majah mulai bersafar mencari ilmu. Menemui banyak guru yang tersebar di berbagai penjuru. Ia menyambangi Khurosan, Bashrah, Kufah, Baghdad, Damaskus, Mekah, Madinah, Mesir, dll. Ia mengunjungi berbagai madrasah hadits. Dan perjalanan safar inilah yang mempertemukannya dengan banyak guru di neger-negeri yang ia kunjungi.

Guru-Gurunya

Dengan banyaknya negeri yang ia kunjungi, Ibnu Majah pun memiliki banyak guru. Di antara gurunya adalah Ali bin Muhammad ath-Thanasafi. Beliau adalah seorang hafizh dan Ibnu Majah banyak mengambil riwayat darinya. Kemudian Ibrahim bin al-Mundzir al-Hizami. Beliau adalah salah seorang murid Imam al-Bukhari. Ibnu Munzdir wafat pada tahun 236 H.

Ada juga nama Muhammad bin Abdullah bin Numair, Jabbaroh bin al-Mughlis, Abdullah bin Muawiyah, Hisyam bin Ammar, Muhammad bin Rumh, Dawud bin Rasyid, dll.

Setelah menempuh perjalanan belajar selama lebih dari 15 tahun, Ibnu Majah kembali ke Qazvin dan menetap di sana. Mulailah ia menulis buku dan menyampaikan riwayat hadits. Ia pun dikenal banyak pelajar. Kemudian mereka mendatangi Qazvin untuk belajar darinya.

Murid-Muridnya

Semangat Ibnu Majah dalam menyebarkan ilmu tidak hanya terbatas dengan karya tulis saja, ia juga membuka halaqah ilmu. Ia mendermakan waktunya dengan mengadakan pelajaran dan muhadoroh. Di antara murid-muridnya yang paling masyhur adalah Ali bin Said bin Abdullah al-Ghudani, Ibrahim bin Dinar al-Jarsyi al-Hamdani, Ahmad bin Ibrahim al-Qazwini, Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ruh al-Masy’arani, Ishaq bin Muhammad al-Qazwini, Ja’far bin Idris, Muhammad bin Isa ash-Shafar, Abul Hasan Ali bin Ibrahim bin Salamah al-Qazwini, dll.

Karya Tulis

Di antara karya tulis Ibnu Majah adalah Sunan Ibnu Majah. Sebuah kitab legendaris yang hingga sekarang mudah kita temukan. Ia juga memiliki buku tafsir yang dipuji oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah dengan pujian Tafsir Hafil (Arab: تفسير حافل), tafsir yang kaya faidah. Buku lainnya adalah buku sejarah. Memuat sejarah sejak zaman sahabat sampai kejadian di zamannya. Ibnu Katsir juga memujinya dengan ungkapan Tarikh Kamil (Arab: تاريخ كامل), buku sejarah yang sempurna.

Kemuliaan Kitab Sunan Ibnu Majah

Ketenaran kitab Sunan Ibnu Majah tak lekang oleh zaman. Dengan kitab inilah nama Ibnu Majah abadi hingga saat ini. Kitab ini juga yang membuat namanya didudukkan bersama para pemuka ulama hadits. Inilah kitabnya yang paling berharga. Kitab Sunan Ibnu Majah termasuk empat kitab sunan yang dikenal kaum muslimin: Sunan Abu Dawud, Sunan at-Turmudzi, Sunan an-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah. Karyanya ini dikelompokkan bersama Shahih al-Bukhari dan Muslim dan dinamai dengan kelompok kutubus sittah. Keenam buku hadits ini menjadi rukukan utama hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Metode Ibnu Majah dalam menulis bukunya ini adalah dengan merunutkan bab-babnya. Terdiri dari muqoddimah, 37 kitab (pembahasan), 1500 bab, dan mencakup 4341 hadits. 3002 hadits di antaranya adalah hadits-hadits yang juga diriwayatkan di lima buku hadits yang lain. Dan 1329 hadits lagi ia sendiri yang meriwayatkan. Tidak ada di lima buku hadits yang lain. Terdapat 428 hadits yang shahih dan 119 hadits hasan. Ibnu Hajar mengatakan, “Ia bersendirian meriwayatkan banyak hadits yang shahih.” Maksudnya, hadits yang diriwayatkan darinya saja banyak sekali hadits yang shahih.

Ibnu Majah memulai sunannya dengan bab mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam bab ini tercantum hadits-hadits tentang sunnah adalah hujjah dan wajib mengikutinya serta beramal dengannya. Tentu metode yang digunakan Ibnu Majah ini adalah metode yang sangat baik.

Para Ulama Memandang Ibnu Majah

Ibnu Majah mencapai kedudukan yang luar biasa. Ia menjadi salah seorang ulama besar di bidang hadits. Ibnu Khallikan berkata, “Dia adalah seorang imam dalam hadits. Seorang yang berpengetahuan tentang ilmu hadits dan semua hal yang berkaitan dengan hadits.” Adz-Dzahabi berkata, “Ibnu Majah adalah seorang hafizh, pakar kritik hadits, seorang yang jujur, dan luas ilmunya.”

Wafat

Setelah mencurahkan usaha besar di bidang hadits selama usianya, baik ilmu dirayah maupun riwayat, belajar, mengajar, dan menulis, Ibnu Majah rahimahullah wafat. Yaitu pada tahun 273 H. Semoga Allah membalas jasanya atas Islam dan kaum muslimin.

Diterjemahkan dari: https://islamstory.com/ar/artical/21830/ابن_ماجه_المحدث

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6399-mengenal-imam-ibnu-majah.html

Imam Muslim, Imam Para Ahli Hadits

Salah satu ulama dan imam yang terkenal di kalangan kaum muslimin adalah Imam Muslim penyusun Shahih Muslim. Umat Islam banyak membaca hadits-hadits yang beliau riwayatkan. Walaupun tidak semua orang merasa ingin tahu lebih jauh tentang nama yang mereka baca itu. Berikut ini biografi singkat dari Imam Muslim, mudah-mudahan menambah rasa cinta kita pada beliau.

Nasab dan Kelahiran

Nama beliau adalah Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Ward bin Kusyadz al-Qusyairi an-Naisaburi. Qusyair adalah kabilah Arab yang dikenal. Sedangkan Naisabur adalah sebuah kota yang masyhur di wilayah Khurasan. Kota ini termasuk kota terbaik di wilayah tersebut. Kota yang terkenal dengan ilmu dan kebaikan.

Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H/821 M. Kun-yahnya adalah Abu al-Husein. Dan laqob (panggilan) atau digelari dengan al-Hafizh, al-Mujawwid, al-Hujjah, ash-Shadiq.

Masa Kecil

Imam Muslim dibesarkan di rumah yang penuh dengan ketakwaan, keshalehan, dan ilmu. Ayahnya, Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi, adalah seorang yang mencintai ilmu. Sang ayah rajin hadir di majelisnya para ulama. Ayahnya mendidiknya dengan semangat keshalehan dan cinta ilmu yang ia miliki itu.

Imam Muslim rahimahullah memulai perjalanan belajarnya di usia belia. Safar pertama ia lakukan saat ia berusia tidak lebih dari 18 tahun. Mulai saat itu, sang imam muda mulai serius mempelajari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Imam adz-Dzahabi mengatakan, “Kali pertama ia mendengar kajian sunnah (hadits) adalah saat usianya menginjak 18 tahun. Ia belajar dari Yahya bin Yahya at-Tamimi.”

Guru-Guru Imam Muslim

Imam Muslim memiliki guru yang banyak. Jumlahnya mencapai 120 orang. Di Mekah, ia belajar kepada Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi. Ialah gurunya yang paling senior. Ia mengunjungi Kufah, Irak, al-Haramain (Mekah dan Madinah), dan Mesir untuk mempelajari hadits.

Di antara guru-gurunya adalah Yahya bin Yahya an-Naisaburi, Qutaibah bin Said, Said bin Manshur, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb, Abu Kuraib Muhammad bin al-‘Ala, Abu Musa Muhammad bin al-Mutsanna, Hunad bin as-Sirri, Muhammad bin Yahya bin Abi Umar, Muhammad bin Yahya adz-Dzuhali, al-Bukhari, Abdullah ad-Darimi, dll.

Murid-Muridnya

Kedudukan yang tinggi dalam keilmuan membuat pelajar dari segala penjuru datang untuk belajar kepada Imam Muslim. Di antara mereka adalah Ali bin al-Hasan bin Abi Isa al-Hilali, beliau adalah murid seniornya. Kemudian Husein bin Muhammad al-Qabani, Abu Bakr Muhammad bin an-Nadhar bin Salamah al-Jarudi, Ali bin al-Husein bin al-Juneid ar-Razi, Shalih bin Muhammad Jazrah, Abu Isa at-Turmudzi, Ahmad bin al-Mubarak al-Mustamli, Abdullah bin Yahya as-Sarkhasi al-Qadhi, Nashr bin Ahmad bin Nashr al-Hafizh, dll.

Warisan Imam Muslim

Imam Muslim meninggalkan banyak karya tulis, ilmu yang luas, yang tak layak disia-siakan. Dari sekian banyak karya beliau, ada yang masih ada hingga sekarang. Ada pula yang telah hilang. Di antara karya tulis beliau adalah:

  1. Ash-Shahih (Shahih Muslim). Inilah karya beliau yang paling mashur di tengah kaum muslimin;
  2. At-Tamyiz,
  3. Al-‘Ilal,
  4. Al-Wuhdan,
  5. Al-Afrad,
  6. Al-Aqran,
  7. Su-alatihi Ahmad bin Hanbal,
  8. Kitab Amr bin Syu’aib,
  9. Al-Intifa’ bi Uhubi as-Siba’,
  10. Kitab Masyayikh Malik,
  11. Kitab Masyayikh ats-Tsauri,
  12. Kitab masyayikh as-Su’bah,
  13. Man Laysa Lahu Illa Rawin wa Ahadin,
  14. al-Mukhadhramin,
  15. Awlad ash-Shahabah,
  16. Awham al-Muhadditsin,
  17. ath-Thabaqat,
  18. Afrad asy-Syamiyyin.

Metodologi Imam Muslim Dalam Meriwayatkan hadits

Imam Malik rahimahullah menulis kitab al-Muwaththa. Sebuah kitab yang menjadi landasan hukum-hukum dari kitab ash-Shahih al-muttafaq ‘alaih. Buku hadits ini disusun berdasarkan bab-bab fikih. Imam Muslim meneliti kembali jalur sanad hadits-haditsnya yang berbeda-beda. Menyusun hadits-hadits dari beberapa jalur dan dari periwayat yang berbeda-beda. Demikian juga, beliau susun hadits-hadits dalam bab yang berbeda-beda sesuai dengan makna yang dikandungnya.

Kemudian datang Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Imamnya para ahli hadits. Ia memilah hadits-hadits, dan meriwayatkannya di dalam shahihnya dengan cara mengelompokkan jalur periwayatan dari kalangan penduduk Hijaz, Irak, dan Syam. Imam al-Bukhari memilih hadits-hadits yang disepakati keshahihannya dan meninggalkan hadits-hadits yang ke-shahihannya masih diperdebatkan. Ia mengelompokkan hadits-hadits dengan kandungannya masing-masing.

Setelah itu Imam muslim bin al-Hajjaj al-Qurasyiri rahimahullah menyusun pula kitab shahih. Beliau meniru langkah yang dilakukan Imam al-Bukhari. Yaitu hanya menukil hadits-hadits yang disepakati saja ke-shahihannya. Berbeda dengan Imam al-Bukhari, Imam Muslim menghapus riwayat yang berulang. Kemudian mengumpulkan jalan-jalan sanadnya di tempat yang sama. Dan mengelompokannya dengan bab fikih.

Imam Muslim menghabiskan waktu15 tahun untuk menyusun kitab Shahih-nya. Ahmad bin Salamah mengatakan, “Aku pernah bersama Muslim saat penulisan Shahih-nya. Lama penulisannya 15 tahun.” Ia menulis di negerinya. Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam muqaddimah Fathul Bari. Ibnu Hajar mengatakan, “Muslim menulis kitabnya di kampung halamannya. Dengan menghadirkan inti kitabnya saat sebagian besar gurunya masih hidup. Muslim sangat menjaga lafadz hadits dan meneliti redaksinya.”

Pujian Para Ulama

Abu Quraisy al-Hafizh mengatakan, “Aku mendengar Muhammad bin Basyar mengatakan, ‘Di dunia ini, orang yang benar-benar ahli dalam bidang hadits ada empat orang: Abu Zur’ah di Kota Ray, Muslim di Naisabur, Abdullah ad-Darimi di Samarkand, dan Muhammad bin Ismail (Imam al-Bukhari) di Bukhara.”

dinukil dari Abu Abdullah al-Hakim bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab al-Farra mengatakan, “Muslim bin al-Hajjaj adalah ulamanya seluruh kalangan. Ia seorang yang paling memahami ilmu.”

al-Hafizh Abu Ali an-Naisaburi mengatakan, “Tidak ada di kolong langit ini sebuah kitab dalam ilmu hadits yang lebih shahih dari kitabnya Muslim.”

Shiddiq bin Hasan al-Qanuji memuji Imam Muslim dengan mengatakan, “al-Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Baghdadi adalah salah seorang imam dan hafizh. Salah seorang imamnya para ahli hadits. Imam masyarakat Khurasan dalam ilmu hadits setelah al-Bukhari.”

Ahmad bin Salamah mengatakan, “Aku melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim lebih mengunggulkan Muslim dalam pengetahuan ash-shahih dibanding ulama-ulama di zamannya.”

Wafat

Usia Imam Muslim bisa dikatakan tidak panjang. Hanya 55 tahun. Beliau wafat dan dimakamkan di Naisabur pada tahun 261 H/875 M, rahimahullah rahmatan wasi’atan. Semoga Allah membalas jasa-jasa beliau terhadap umat Islam dengan sebaik-baik balasan.

Diterjemahkan secara bebas dari: http://islamstory.com/-مسلم_بن_الحجاج_المحدث

Read more https://kisahmuslim.com/5818-imam-muslim-imam-para-ahli-hadits.html