Mengenal Ibnu Abi Dawud rahimahullah

Bismillah.

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa mengenali para ulama akan memberi pengaruh besar bagi seorang muslim. Karena seorang muslim wajib beribadah kepada Allah dengan landasan ilmu dan petunjuk. Maka, mengenali para ulama sang pembawa ilmu akan lebih mendorong dan memotivasi kita dalam belajar dan mendalami Islam.

Salah satu di antara ulama terdahulu yang patut dijadikan teladan dan panutan oleh kaum muslimin adalah seorang ulama yang bernama Abdullah bin Sulaiman bin al-Asy’ats yang lebih terkenal dengan sebutan Ibnu Abi Dawud. Hal itu disebabkan beliau adalah anak dari seorang ulama hadits yang populer yaitu Imam Abu Dawud sang penulis Sunan Abu Dawud.

Perjalanan menuntut ilmu

Ibnu Abi Dawud lahir di daerah Sijistan pada tahun 230 H. Sejak belia, Allah telah berikan taufik kepadanya untuk menimba ilmu agama. Beliau menceritakan, “Pertama kali aku ikut menulis hadits pada tahun 241 H dari Muhammad bin Aslam ath-Thusi. Hal itu terjadi di daerah Thus. Beliau adalah seorang yang salih. Ayahku -Abu Dawud- merasa senang mengetahui bahwa aku menulis hadits darinya. Beliau pun berkata kepadaku, “Pertama kali kamu menulis hadits ini adalah dari seorang lelaki yang salih.”.”

Ibnu Abi Dawud juga menuturkan, “Aku pun sempat melihat jenazah Ishaq bin Rahawaih -beliau adalah ulama ahli hadits besar salah satu guru dari Imam Bukhari- dan beliau, yaitu Ishaq bin Rahawaih, meninggal pada tahun 238 H. Sedangkan aku ketika itu bersama dengan anaknya belajar di sekolah/madrasah kuttab.”

Ayahnya -yaitu Imam Abu Dawud- pun mengirim putranya itu untuk menimba ilmu ke berbagai wilayah dari Sijistan untuk mengembara ke daerah timur dan barat. Dan beliau pun mengajak putranya itu untuk mendengar hadits dari para ulama di masanya. Sehingga beliau pun ikut hadir dalam majelis para ulama hadits di Khurasan, Ashbahan, Naisabur, Bashrah, Baghdad, Kufah, Mekkah, Madinah, Syam, Mesir dan yang lainnya hingga menetap di Baghdad.

Guru dan murid beliau

Ibnu Abi Dawud adalah seorang yang sangat bercita-cita tinggi dalam mencari ilmu semenjak usia belia. Beliau mendengar hadits dari para ulama di antaranya:

  • Ishaq bin Manshur al-Kusaj
  • Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli -salah satu guru dan rekan Imam Bukhari-
  • Muhammad bin Basyar Bundar
  • Muhammad bin al-Mutsanna
  • Ya’qub ad-Dauraqi, dan lain-lain

Adapun murid-muridnya adalah para penimba ilmu tulen yang kemudian tumbuh menjadi para ulama rujukan, di antaranya adalah :

  • Abu Bakr asy-Syafi’i
  • Imam ad-Daruquthni
  • Imam Abdurrahman bin Abi Hatim
  • Imam al-Ajurri
  • Imam Ibnu Baththah, dan lain-lain 

Ulama pembela aqidah ahlus sunnah

Ibnu Abi Dawud yang juga dikenal dengan panggilan Abu Bakr bin Dawud adalah salah satu ulama pemuka dan pembela Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Beliau sosok yang mengikuti dan berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, walaupun secara fikih furu’ beliau adalah seorang penganut madzhab Hambali. Namun dalam hal pokok-pokok agama beliau konsisten mengikuti jalan Ahlus Sunnah sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, yang terkenal dengan julukan Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Walaupun sebutan ini tidak berarti hanya Imam Ahmad yang menjadi satu-satunya tokoh pemuka Ahlus Sunnah. Karena pada hakikatnya, Ahlus Sunnah adalah para pengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Dan di antara para ulama Ahlus Sunnah yang terkenal adalah para imam yang empat; Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad, semoga Allah merahmati mereka semuanya.   

Imam Ibnu Abi Dawud adalah seorang panutan dalam aqidah dan manhaj Islam. Beliau memiliki kemuliaan akhlak dan ketegasan sikap terhadap kaum yang menyimpang. Beliau pernah mengatakan, “Semua orang yang pernah menceritakan keburukan atau menggunjing diriku maka dia telah aku maafkan kecuali orang yang menuduhku membenci Ali bin Abi Thalib.” Hal ini karena ada sebagian orang yang menuduh beliau membenci Ahlul Bait, padahal itu adalah kedustaan.

Beliau telah menyusun sebuah sajak atau pantun manzhumah yang menjadi rujukan para ulama sesudahnya dalam memaparkan Aqidah Islam. Kitab itu terkenal dengan nama Manzhumah Haa-iyah. Disebut dengan “Haa-iyah” karena akhir dari setiap baitnya diakhiri dengan huruf haa’ (tipis). Karena saking berpegang teguhnya dengan dalil dan pemuliaannya kepada para ulama maka sebagian ulama Syafi’iyah pun memasukkan beliau dalam kelompok ulama pembela madzhab Syafi’I, sementara sebagian ulama lain memasukkan beliau dalam jajaran ulama pembela madzhab Hambali. Dan hal ini menunjukkan kedudukan beliau yang tinggi di hadapan para ulama.

Pujian para ulama

Para ulama memuji dan memuliakan Abu Bakr bin Dawud. Berikut ini di antara pujian dan penghormatan mereka kepada sosok ulama ini :

  • Abu Abdirahman as-Sulami berkata : Aku bertanya kepada ad-Daruquthni mengenai Abu Bakr bin Dawud. Maka beliau mengatakan, “Dia adalah orang tsiqah/terpercaya.”
  • Al-Hafizh Abu Muhammad al-Khallal berkata : “Ibnu Abi Dawud adalah seorang imam penduduk Iraq, bahkan penguasa pada saat itu telah memberikan untuknya mimbar khusus untuk berbicara dan memberikan pelajaran …” 
  • Al-Khatib al-Baghdadi berkata : “Beliau adalah seorang fakih/ahli agama, alim, dan hafizh/penghafal hadits yang handal.”
  • Imam adz-Dzahabi berkata : “Beliau termasuk pembesar ulama kaum muslimin dan tergolong hafizh/juru hafal hadits yang paling tsiqah/kredibel.”

Beliau wafat pada tahun 316 H dan meninggalkan delapan orang anak. Semoga Allah merahmati belliau dan membalas kebaikannya terhadap kaum muslimin dengan ilmu yang telah beliau ajarkan dan faidah yang beliau curahkan. 

Di antara bukti ketinggian karya beliau yaitu Manzhumah Haa-iyah ini adalah para ulama pun mengupas faidah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya, di antaranya adalah :

  • Ulama besar Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam pelajaran yang diadakan di masjid Pangeran Mut’ib bin Abdul Aziz di kota Riyadh, Saudi Arabia
  • Ulama besar Syaikh Abdul Karim al-Khudhair hafizhahullah
  • Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah, dan lain-lain

Demikian sedikit kumpulan faidah yang kami rangkum untuk menggambarkan kepada kita tentang kemuliaan Imam Ibnu Abi Dawud. Semoga bisa menjadi inspirasi dan penyemangat bagi para penimba ilmu dalam menempuh perjuangan di jalan ilmu dan amal. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57227-mengenal-ibnu-abi-dawud-rahimahullah.html

Tiga Hal yang Bisa Membuat Daging Qurban Menjadi Haram

Hewan qurban bisa berubah menjadi haram.

Kepala Pusat Penelitian Halal Fakultas Peternakan UGM Nanung Danar Dono mengatakan ulama ahli fiqih telah bersepakat bahwa daging hewan halal tidak serta-merta halal.

“Tidak semua daging sapi halal dikonsumsi. Tidak semua daging kambing halal dikonsumsi. Tidak semua daging ayam halal dikonsumsi. Daging hewan halal hanya halal jika ia berasal dari hewan hidup yang disembelih secara syar’i,”ujar dia dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (30/6)

Ada beberapa sebab daging sapi, kerbau, kambing, maupun domba yang diqurbankan menjadi haram.Pertama, daging hewan qurban bisa menjadi haram jika saat disembelih tidak dibacakan Asma Allah (Basmallah) atau disembelih dengan menyebut nama selain Asma Allah Swt.

Allah Swt. juga berfirman, “Katakanlah, ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, atau hewan yang disembelih atas nama selain Allah’.” (Al An’aam: 145)

“Seringkali kita tidak dapat mengetahui dan tidak dapat memastikan si penyembelih membaca Basmallah saat menyembelih, maka Rasulullah memberikan solusi untuk membaca Basmallah sesaat sebelum menyantap masakan daging qurban tersebut,”tutur dia.

Dari Aisyah ra., sesungguhnya ada seseorang yang berkata, “Ya Rasullah, ada suatu kaum yang memberi kami daging, tapi kita tak tahu apakah mereka menyebut nama Allah (saat menyembelihnya) atau tidak,” Rasulullah kemudian mengatakan, “Bacalah Basmallah kemudian makanlah.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ibnu Majah, Daruqudni, dan Ad Darimi)

Kedua, Rasulullah  memerintahkan kita berbuat baik kepada seluruh makhluk. Tidak boleh kita berbuat aniaya (dzolim), begitu pula kepada hewan qurban.

Maka, pada saat akan menyembelih hewan qurban, kita diwajibkan mengasah pisau setajam mungkin untuk meringankan beban hewan yang akan kita sembelih. Kita tidak diperkenankan menyembelih menggunakan pisau yang tumpul, apalagi pisau yang bergerigi. Menyembelih menggunakan pisau yang bergerigi saja tidak boleh, apalagi menggunakan gergaji. Jika pisau yang kita pakai bergerigi, maka hewan qurban bisa mati bukan karena disembelih, namun karena kesakitan yang luar biasa.

Dari Syadad bin Aus ra., Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat ihsan (baik) terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih (hewan), maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisau kalian untuk meringankan beban hewan yang akan disembelih.”

Ketiga, daging yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka diharamkan memakannya. Rasulullah menyebutnya sebagai bangkai.

Abu Waqid al-Laitsi berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Bagian tubuh bahiimah (hewan ternak) yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka ia adalah bangkai.” (HR. Ibnu Majah no. 2606 dan II/1072, no. 3216; Abu Dawud VIII/60, no. 2841).

Maka sangat penting untuk kita pahami betul bahwa hewan qurban itu tidak boleh dipotong kakinya, tidak boleh dipotong ekornya, dan tidak boleh dikuliti, kalau hewannya belum mati sempurna, karena jika hewan belum mati namun sudah dipotong kakinya, atau dipotong ekornya, atau malahan dikuliti.

“Artinya kita memotong kaki binatang atau memotong ekornya, atau mengulitinya dalam keadaan hewannya masih hidup. Tentu itu sakit sekali. Hewan bisa mati bukan karena disembelih, namun karena kesakitan yang luar biasa! Dagingnya bisa haram,”ujar dia.

Ada beberapa cara untuk memastikan hewan yang telah disembelih sudah mati atau belum. Hewan bisa dipastikan mati dengan cara mengecek salah satu dari 3 refleknya, reflek mata, kuku dan ekor.

Pertama, setelah disembelih dan tidak bergerak lagi, gunakan ujung jari kita untuk menyentuh pupil mata alias orang-orangan mata. Jika masih ada bereaksi atau berkedip, maka artinya saraf-sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika sudah tidak bereaksi lagi, maka artinya hewan telah mati.

Kedua, ekor sapi adalah salah satu tempat berkumpulnya ujung-ujung saraf yang sangat sensitif. Setelah hewan disembelih dan tidak bergerak lagi, coba kita tekan batang ekornya. Jika masih bereaksi, maka artinya sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika ditekan-tekan batang ekornya diam saja dan tidak bereaksi, maka artinya ia sudah mati.

Ketiga, sapi, kerbau, unta, kambing, dan domba adalah hewan berkuku genap atau ungulata. Di antara kedua kuku kakinya terdapat bagian yang sangat sensitif. Tusuk pelan bagian tersebut dengan menggunakan ujung pisau yang runcing. Jika masih bereaksi, artinya hewannya masih hidup. Namun, jika sudah tidak bereaksi alias diam saja, artinya hewannya telah mati.

“Semoga ibadah qurban kita tahun ini diterima oleh Allah SWT dan daging hewan qurban yang kita persembahkan halal dikonsumsi,”pungkas dia.

IHRAM

Hukum Profesi Wartawan

Saya punya 1 pertanyaan yang mengganjal. Bolehkah bekerja menjadi wartawan seperti saya dalam Islam. Menjadi wartawan yang juga host untuk talkshow. Dimana kami melakukan proses penjernihan informasi (clearing house) untuk mencari kebenaran kebanyakan dari sisi sosial yang insyaa Allah bermanfaat bagi banyak warga.

Namun, terkadang ada perdebatan dalam proses pencarian ini dengan narasumber. Ada yang ringan adapula yang sengit, meski hampir tidak pernah sampai menimbulkan efek permusuhan diantaranya. Selama ini dalam proses jurnalistik, kami berpegang pada kode etik.

Kali ini saya ingin bertanya kepada Ustadz, halalkah pekerjaan saya, apakah Allah Ta’ala dan Islam meridhoi pekerjaan seperti ini?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Bapak penanya yang kami hormati – semoga Allah menjaga bapak dan keluarga, serta seluruh kaum muslimin –

Anggap saja apa yang saya sampaikan ini hanya sebagai saran. Jika benar, itu semata dari Allah, dan sekiranya ada yang tidak sesuai, itu karena keterbatasan saya.

Kondisi saya sama sebagaimana yang lain, sama-sama baru belajar. Semoga Allah melimpahkan taufiq bagi kita.

Pertama, Kita sama-sama sepakat bahwa menyampaikan informasi yang tidak sesuai realita termasuk perbuatan tercela bahkan dosa besar. Apalagi ketika informasi itu tersebar ke semua penjuru melalui media.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan beberapa kejadian luar biasa dalam mimpinya.

Salah satunya beliau melihat ada orang yang mulutnya disobek ke samping kanan dan kiri hingga ke tengkuk, demikian pula hidungnya dirobek ke atas hingga ke tengkuk. Ketika beliau bertanya kepada malaikat yang mendampingi beliau, mereka menjawab,

فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ الْكَذْبَةَ تَبْلُغُ الآفَاقَ

Itu adalah orang yang berangkat dari rumahnya lalu menyebarkan kedustaan hingga menyebar ke ufuq (seluruh penjuru dunia). (HR. Ahmad 20094 & Bukhari 7047)

Hadis ini berlaku bagi siapapun, terutama yang paling berkepentingan adalah mereka yang berprofesi menyebarkan berita dan informasi. Karena itu, jika ada nara sumber yang menghendaki dilakukan penyimpangan kebenaran, tentu saja tidak boleh dilayani. Karena kita dilarang untuk saling tolong menolong dalam maksiat.

Hanya saja, ada 2 hal yang perlu dibedakan:

1. Menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai realita

2. Tidak menyampaikan sesuatu yang sesuai realita

Nomor 1 statusnya dusta, sementara nomor 2 bukan dusta. Karena diam saja, tidak bs dinilai dusta maupun tidak. Ada kaidah yang dinisbahkan kepada Imam as-Syafi’i,

لا يُنسَب إلى ساكت قولٌ

“Orang yang diam tidak bisa disebut bicara.” (al-Asybah – as-Suyuthi, 142)

Artinya, tidak menyampaikan apapun, tidak bisa dinilai dusta atau tidak dusta. Jujur atau tidak jujur. Karena diam saja. Kecuali dalam kondisi tertentu, dimana diam dianggap sama seperti pernyataan. Terutama untuk kasus di peradilan.

Karena itu, jika dalam proses clearing house ada permintaan untuk menyampaikan yang tidak sesuai realita, maka sebaiknya tidak disampaikan.

Kedua, Pekerjaan sebagai penyebar warta bukan termasuk profesi yang ditekankan dalam agama kita.

Di masa sahabat, profesi ini kebanyakan dilakuakan oleh orang yang imannya lemah. Termasuk orang-orang munafiq. Karena melalui berita, mereka bisa mengacaukan suasana madinah.

Allah berfirman,

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ

“Apabila datang kepada mereka suatu berita yang menyangkut tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyebarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka..” (QS. an-Nisa: 83)

Artinya, andaikan mereka tidak langsung menyebarkan berita itu, namun dikosultasikan dulu ke ulama atau pemerintah, tentu suasana di masyarakat akan lebih bisa dikondisikan.

Di ayat lain, Allah memberikan ancaman,

لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا

Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar yang membuat gempar di Madinah, niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar. (QS. al-Ahzab: 60).

Ayat-ayat ini memberikan pelajaran, tidak semua berita layak untuk disebarkan. Apalagi ketika berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat. Termasuk ketegangan antara rakyat dengan pemerintah. Dan saya kira, ini sudah menjadi kode etik jurnalistik.

Ketiga, semakin jauh dari zaman kenabian, potensi terjadinya penyimpangan dalam bekerja sangat besar. Hampir semua profesi dan sumber pendapatan tidak lepas dari masalah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Sungguh akan datang satu zaman di tengah manusia, seseorang tidak lagi peduli dengan harta yang dia ambil, apakah dari harta halal ataukah dari harta haram.” (HR. Ahmad & Bukhari)

Kalau sudah berurusan dengan pekerjaan, umumnya orang sulit untuk diajak peduli terhadap masalah halal haram. Karena itu, ketika ada orang yang bertanya mengenai status pekerjaan, saya berharap semoga ini tanda bahwa penanya dikecualikan dari kondisi umumnya masyarakat seperti yang disinggung dalam hadis di atas.

Penjelasan di atas bukan mengarahkan Anda untuk serta merta meninggalkan profesi wartawan. Namun setidaknya dengan memahami pertimbangan di atas, kita bisa memahami potensi resikonya. Sehingga perlu kehati-hatian, agar tidak menjadi sumber masalah di akhirat.

Untuk itu, sekiranya potensi di atas bisa diminalisir, dan Anda bisa memberikan pengaruh baik terhadap lingkungan kerja maupun masyarakat pada umumnya, tidak salah jika profesi ini tetap dipertahankan.

Dan sebagai saran, Anda bisa lebih banyak fokus pada berita yang bermuatan edukasi, seperti sains, teknologi, peluang bisnis, dokumentasi, dan semacamnya. Saya yakin Anda lebih paham dalam urusan ini.

Keempat, kita perlu ingat bahwa sengketa dan permusuhan itu sangat melelahkan. Dan itupun jika belum selesai akan dilanjut di akhirat. Karena itu, ketika terjadi ketegangan, upayakan sebisa mungkin tidak meninggalkan masalah sebelum berpisah.

Semoga Allah memberkahi Anda dan keluarga.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com dan KPMI Pusat)

Read more https://konsultasisyariah.com/36436-hukum-profesi-wartawan.html

Empat Syarat Ini Harus Dipenuhi Ketika Buka Toko Online

Dibolehkan membuka toko online asalkan memenuhi beberapa syarat berikut.

Pertama: Barang yang akan dijual adalah barang yang halal untuk diperjualbelikan.

Barang-barang haram tidak boleh diperjualbelikan, seperti jual beli alat musik, juga patung berhala dan semacamnya, atau jual beli barang yang mendukung dalam hal maksiat.

Kedua: Yang menjual benar-benar telah memiliki barang secara hakiki.

Jangan hanya menyatakan barang itu ada di tangan orang lain. Penawaran baru bisa dilakukan pada pelanggan setelah barang itu dimiliki dan menjadi tanggungannya

Aturan ini berdasarkan hadits dari Hakim bin Hizam, di amana ia pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِي الرَّجُلُ فَيَسْأَلُنِي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي أَبِيعُهُ مِنْهُ ثُمَّ أَبْتَاعُهُ لَهُ مِنْ السُّوقِ قَالَ لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Wahai Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku lalu ia meminta agar aku menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan terlebih dahulu aku membelinya untuk mereka dari pasar?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. Abu Daud, no. 3503; An-Nasai, no. 4613; Tirmidzi, no. 1232; dan Ibnu Majah, no. 2187. Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini sahih).

Harus diingatkan bahwa ketika mengisi aplikasi hanyalah sebatas memesan atau memohon, belum sepakat membeli. Baiknya pemilik toko online berhati-hati karena sebagian konsumen berjanji membeli, setelah itu mereka membatalkan. Sebagai bentuk waspada, baiknya ada kesepakatan dengan supplier atau perusahaan berupa perjanjian dengan menentukan khiyar syarat selama seminggu atau dua minggu agar barang tersebut dikembalikan ketika konsumen tidak jadi membeli.

Ketiga: Barang tersebut boleh diperjualbelikan secara tidak tunai. Dari sini, jual beli emas, perak, atau mata uang tidak diperbolehkan. Karena barang-barang ini harus dijual dengan hulul dan taqabudh, tunai di tempat.

Keempat: Tidak boleh pedagang online mengambil barang dari suatu situs web untuk ia promosikan kecuali setelah mendapatkan izin, terserah ada syarat bayar ataukah tidak bayar untuk promo tersebut.

Referensi: Penjelasan Islamweb di Youtube


Selesai disusun Malam Selasa, 9 Dzulqa’dah 1441 H, 30 Juni 2020

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/25131-empat-syarat-ini-harus-dipenuhi-ketika-buka-toko-online.html

Jangan Biarkan Kesedihan Menggerogotimu!

Saat ini kita bersama-sama sedang menghadapi masa krisis yang cukup sulit. Tapi jangan biarkan kesedihanmu semakin panjang, hatimu semakin sempit dan jalanmu terasa semakin gelap. Kita tak pernah tau apa yang akan terjadi besok, lantas mengapa kita gelisah dengan nasib kita di masa depan?

Yang perlu kita ingat adalah bahwa hanya Allah Swt yang mengetahui semua ini dan Dia lah Yang memiliki kasih sayang tertinggi bagi hamba-Nya.

Ingatlah selalu bahwa kesedihan adalah senjata setan untuk melemahkanmu dan membuatmu putus asa. Bukankah Allah Swt Berfirman :

إِنَّمَا ٱلنَّجۡوَىٰ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ لِيَحۡزُنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ

“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang yang beriman itu bersedih hati.” (QS.Al-Mujadilah:10)

Maka jangan izinkan dirimu menjadi tawanan bagi kesedihan. Jangan izinkan setan menanamkan keputus asaan dalam hatimu. Karena itu bangkitlah dan berusahalah semaksimal mungkin, lalu pasrahkan semua urusanmu kepada Allah Swt.

Bila engkau bersedih, ingatlah musibah yang menimpa Nabi Yunus as dan bandingkan kondisimu dengan kondisi beliau!

Nabi Yunus as berada dalam perut ikan, ditengah gelapnya malam dan dalamnya lautan, namun dalam kondisi sesulit ini beliau tidak pernah putus harapan.

فَنَادَىٰ فِي ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ – فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَنَجَّيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡغَمِّۚ وَكَذَٰلِكَ نُـۨجِي ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

Maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ”Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zhalim.”

Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.

(QS.Al-Anbiya’:87-88)

Lalu apakah kita akan kehilangan harapan padahal kita dalam kondisi yang jauh lebih baik dan jauh lebih mudah ? Kita tidak terjebak dalam perut ikan atau di dasar lautan !

Tumbuhkan selalu harapanmu pada Allah Swt. Karena Dia lah satu-satunya tempat kembali dan tiada kasih sayang yang lebih besar dari kasih sayang-Nya.

Allah Swt selalu melihat kondisi dan kelemahanmu. Lalu kenapa kita tidak segera kembali dan bersandar kepada-Nya?

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN