Melawan Fitnah, Hoax dan Penghinaan, Bolehkah?

Allah Swt berfirman dalam surah As-Syura’: 39,

(وَٱلَّذِینَ إِذَاۤ أَصَابَهُمُ ٱلۡبَغۡیُ هُمۡ یَنتَصِرُونَ)

dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim, mereka membela diri.

Lafad yantashiruun terambil dari kata nashoro yang berarti membantu atau membela. Ar-Râghib al-Ashfahâni mengmahami kata al-intishor dan al-istinshor dalam arti meminta bantuan. Ini mangisyaratkan bahwa jika seorang muslim ditimpa kesulitan atau penganiayaan atau fitnah, kaum muslim lainnya akan tampil membantunya untuk meluruskan.

As-Syarawi dan mufasir lainnya memahami lafaz yantashiruun dalam arti membela diri. Sehingga mengisyartkan bahwa seorang muslim memiliki harga diri yang tinggi, ia tidak akan menerima penganiyaan, kezaliman, fitnah dan akan tampil sendiri melakukan pembelaan. Sehingga Asy-Sya’rawi mengatakan ayat ini melegalkan seseorang melawan bahkan membalas kezaliman terhadap dirinya dengan hal proposional.

Lalu siapakah orang zalim, pemitnah dan penganiaya yang disebutkan ayat tersebut ?

Imam at-Thabari menjelaskan bahwa pelaku zalim disini bisa mengandung dua makna. Pertama, orang yang melakukan kezaliman itu seorang kafir. Kedua, siapapun yang melakukan kezaliman baik itu kafir atau selainyya. Dan menurutnya, pendapat kedua ini lebih utama ketimbang yang pertama.

Lalu apakah melakukan perlawanan itu terpuji ? Imam At-Thabari menjawab,

إن في إقامة الظالم على سبيل الحق وعقوبته بما هو أهل له تقويما له، وفي ذلك أعظم المدح

Perlawanan terhadap orang zalim dengan cara cara yang benar itu sangat terpuji dan baik. Agar penganiayaan, kezaliman, hoax dan fitnah itu tidak berlanjut, pelakunya pun bisa jera.

Bukankah dengan memaafkan pelaku kezaliman, penyebar hoax dan pelaku fitnah itu lebih baik ketimbang harus melawannya ?

Imam al-Qurthubi menjawab anjuran untuk memaafkan itu berlaku bagi orang zalim yang menyadari kesalahannya lalu bertaubat dan meminta maaf , dan anjuran untuk membalas dan melawan adalah terhadap orang yang zalim, penyebar hoax, dan pemitnah yang tetap membangkang, efek kezalimannya besar, dan menyakitkan korban.

BINCANG SYARIAH

Nasihat Nabi untuk Penyebar Hoax dan Ujaran Kebencian

Dunia digital semakin tidak dapat dibendung lagi. Semua orang dapat mengakses berita dengan sangat cepat dari mana pun dan siapa pun. Dan semua orang pun dapat mengomentari dan menyebarkan berita itu dengan leluasanya. Padahal tidak jarang berita itu berisi tentang hoax dan ujaran kebencian. Maka, dalam hal ini sebaiknya kita renungkan Nasihat Nabi untuk penyebar hoax dan ujaran kebencian sebagai berikut.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا. الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَا هُنَا ». وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ « بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ.

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling membelakangi (tidak mau menyapa), dan janganlah sebagian dari kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.

Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya, tidak mau menolongnya, dan menghinanya. Taqwa itu di sini, (beliau sambil menunjuk ke dadanya hingga tiga kali). Cukuplah seseorang dikatakan jelek jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Darah, harta, dan kehormatan setiap muslim adalah haram bagi muslim yang lain.” (HR. Muslim)

Berdasarkan hadis tersebut, Rasulullah saw. mengingatkan kita agar selalu berakhlak yang baik dengan orang lain. Khususnya kepada sesama muslim. Bahkan beliau menegaskan bahwa seorang muslim dengan muslim lainnya adalah saudara. Di mana sangatlah tidak pantas jika sesama saudara sendiri saling mendengki, menipu, membenci, tidak mau saling sapa, menzalimi, tidak mau saling tolong menolong, dan malah saling hina menghina.

Rasulullah saw. juga mengingatkan kita bahwa orang yang taqwa, yang takut kepada Allah swt. itu tidak akan melakukan hal-hal yang hal-hal buruk tersebut. Karena pastinya orang yang bertaqwa senantiasa diawasi oleh Allah swt. sehingga ia tidak akan berani melakukan tindakan yang dilarang oleh Allah swt. Khususnya menyebarkan berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian. Wa Allahu A’lam bis Shawab.

BINCANG SYARIAH

Adab Al-Qur’an dalam Menghadapi Hoax yang Beredar

Gosip adalah sesuatu yang sangat berbahaya dan selalu membuat kegaduhan di tengah masyarakat. Dan urusan gosip menggosip ini bukanlah hal baru, sejak dulu hal ini telah menjadi sumber masalah apalagi setelah teknologi semakin maju yang mempermudah penyebarannya.

Bahkan Nabi Muhammad Saw telah menghadapi masalah ini dalam banyak kejadian.

Tapi tenang saja, Al-Qur’an telah memberi kita tuntunan dan cara yang jelas agar kita tidak terperangkap dalam gosip. Semua itu terangkum dalam “Adab Menghadapi Sebuah Kabar”.

1). Melakukan tabayun ketika mendengar sebuah berita.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS.Al-Hujurat:6)

Rasulullah Saw bersabda :

كَفَى بِالمَرء كَذِبًا أَن يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah kebohongan seseorang dengan mengatakan semua apa yang ia dengar.”

Dan poin yang tak kalah penting adalah kita harus menyadari bahwa semua yang kita sampaikan akan dimintai pertanggung jawaban. Karenanya, berhati-hatilah dalam menyampaikan sebuah berita.

2). Tidak tergesa-gesa dalam menyebarkan berita. Konsultasikan dulu kepada orang-orang yang lebih berilmu dan lebih bijaksana.

وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ

“Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya. (Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya.” (QS.An-Nisa’:83)

Ayat ini ingin mengajarkan agar kita jangan terburu-buru merespon sebuah kabar. Biasakan untuk konsultasi terlebih dahulu terhadap orang yang lebih mengerti, kira-kira bagaimana baiknya kita menghadapi kabar ini. Dalam ayat ini digambarkan rujukan kepada Rasul, ulil amr, ulama’ atau orang yang bijaksana.

3). Mendahulukan baik sangka (Husnudzon).

لَّوۡلَآ إِذۡ سَمِعۡتُمُوهُ ظَنَّ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمۡ خَيۡرٗا وَقَالُواْ هَٰذَآ إِفۡكٞ مُّبِينٞ

Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata, “Ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata.” (QS.An-Nur:12)

4). Menutupi aib orang lain.

Rasulullah Saw bersabda :

“Siapa yang menutupi aib saudara muslimnya, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat. Dan siapa yang menyingkap aib saudara muslimnya, maka Allah akan menyingkap aibnya sampai tampak jelas di rumahnya.”

Maka jika kita simpulkan, adab dalam menghadapi sebuah kabar yang di ajarkan oleh Al-Qur’an adalah :

1. Tabayun atau cek kebenarannya.
2. Tidak keburu dan konsultasikan kepada orang yang lebih memahami.
3. Mendahulukan husnudzan.
4. Menutupi aib saudaranya.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Inilah Doa untuk Mendapatkan Jodoh

Jodoh memang rahasia Allah Swt. Meski begitu, sebagai manusia, kita juga mesti mengusahakannya. Menikah bersama orang yang kita dambakan menjadi keinginan hampir setiap orang. Kita perlu memanjatkan doa untuk mendapatkan jodoh agar dipermudah oleh Allah untuk mencapai keinginan tersebut.

Sudah menjadi fitrahnya bagi manusia untuk saling mencurahkan kasih sayang. Selain itu tidak pula manusia bisa berdiri sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Oleh karenanya Allah menciptakan Hawa untuk menemani Adam yang lebih dulu lahir di muka bumi.

Dorongan menikah hadir karena dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah ketika sudah menginjak usia yang sudah matang, seseorang bermaksud untuk mencari pendamping hidup. Guna membersamai dalam suka dan duka.

Dorongan menikah semakin mantap, jika ruhani telah siap, mengikut dengan finansialnya. Ada pula dari faktor eksternal. Misalnya anjuran orangtua untuk segera mengikat ‘benang merah’ dengan seseorang karena dianggap sudah terlalu ‘tua’ untuk tetap melajang.

Atau, bisa saja karena sudah bosan melihat kawan silih berganti meminang dan menuju pelaminan. Tidak sedikit sahabat yang saban hari membawa ‘bedongan’.

Namun menikah, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Terkadang hati sudah mantap, tapi finansial tidak mendukung. Keuangan dan Ruhani telah siap, jodoh pula yang tak nampak.

Memang kalau bicara soal jodoh, siapa yang tahu kecuali Allah SWT. Persoalan memang menjadi misteri Illahi. Tidak ada yang bisa menebak kapan dan bagaimana cara ia akan datang.

Walau begitu, jangan merasa putus asa dan langsung berhenti di tengah jalan saat berikhtiar. Setelah berusaha sekuat tenaga, mari memanjatkan puja kepada Allah SWT. Semoga dikabulkan pinta kita.

Berikut ini doa yang tertulis dalam Kitab Dalailul Khoirat, karya Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli, doa ini yang diulang-ulang pula oleh Nabi Adam untuk bertemu Siti Hawa. Doa sapu jagat itu berbunyi;

اَللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ سِرِّيْ وَعَلاَنِيَتِيْ فَاقْبَلْ مَعْذِرَتِيْ، وَتَعْلَمُ حَاجَتِيْ فَأَعْطَنِيْ سُؤْلِيْ، وَتَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا دَائِمًا يُبَاشِرُ قَلْبِيْ، وَأَسْأَلُكَ يَقِيْنًا صَادِقًا حَتَّى أَعْلَمَ أَنَّهُ لَنْ يُصِيْبَنِيْ إِلاَّ مَا كَتَبْتَهُ عَلَيَّ، وَالرِّضَا بِمَا قَسَمْتَهُ لِيْ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ.

Artinya:  Ya Allah,  sesungguhnya  engkau Maha tahu segala hal yang tersembunyi dan yang tak  terlihat dariku,  untuk itu terimalah penyesalanku. Engkau tahu hajat dan keinginan ku, maka segeralah kabulkanlah permintaanku. Engkau tahu apa yang ada dalam diriku, maka ampunilah dosaku. Ya Tuhan  meminta  kepada Mu,  sikap keimanan yang datang dari diri.  Dan aku jua meminta keyakinan yang benar, sehingga aku mengetahui bahwa tidak akan menimpaku kecuali telah Engkau tetapkan atasku. Ya Allah berikanlah rasa rela terhadap apa yang Engkau bagi untuk diriku.”

Selain itu, doa untuk mendapatkan jodoh juga ada berupa doa sapu jagat Nabi Yusuf untuk memikat Zulaikha:

نُوْرُ يُوْسُفَ عَلَى وَجْهِي فَمَنْ رَ اَنِى يُحِبُّنِي مَحَبَّتَنْي

Artinya: “Cahaya cinta yusuf atas wajah ku. barang siapa yang melihat ku, maka ia akan mencintaiku.”

Sebagai pelengkap, jangan lupa membaca doa penutup ini:

ربي لا تزرني فردا و انت خيرالوارثين

Artinya: “Ya Allah, jangan engkau biarkan daku sendirian. Engkaulah yang maha pemberi.”

BINCANG SYARIAH

Transaksi Dinar-Dirham dalam Bingkai Hukum Wadh’i

Secara hukum taklifi, dinar-dirham menduduki maqam ‘urudl al-tijarah (komoditas barang niaga) di negara Indonesia. Transaksi dengan obyek yang dibeli berupa dinar-dirham, hukumnya adalah boleh. Masalahnya kemudian, adalah bagaimana bila dinar-dirham diperankan sebagai alat tukar di wilayah hukum Indonesia secara syara’?

Ketentuan Rupiah sebagai Alat Tukar di Indonesia

Indonesia memiliki mata uang yang diakui secara resmi sebagai media tukar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang berlaku semenjak diterbitkan (28 Juni 2011).

Di dalam Berikut Pasal 21 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 tersebut, disampaikan bahwa: “Rupiah wajib digunakan dalam: a) setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, b) penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang,  dan/atau c)  transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun mengenai penggunaan mata uang asing, atau mata uang negara lain, di wilayah hukum Indonesia, dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 5 ayat 2 dari UU tersebut, membolehkan penggunaan mata uang asing dengan catatan: “Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

Alhasil, berdasarkan bunyi Pasal 5 ayat 2 UU tentang Keuangan Negara ini, maka secara tidak langsung disampaikan bahwa mata uang asing hanya bisa dibakai yang ada kaitannya dengan APBN atau APBD.

Sementara, dalam kegiatan-kegiatan  yang bersifat transaksional masyarakat, di wilayah hukum Indonesia, maka hal itu ditegaskan sebagai yang dilarang dengan alasan menjaga kedaulatan mata uang negara. Penegasan ini diperkuat dengan terbitnya UU Nomor 7 Tahun 2011, yang secara umum memuat ketentuan regulasi sebagai berikut:

  1. pengaturan mengenai Rupiah secara fisik, yakni mengenai macam dan harga, ciri, desain, serta bahan baku Rupiah;
  2. pengaturan mengenai Pengelolaan Rupiah sejak Perencanaan, Pencetakan, Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Rupiah;
  3. pengaturan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah, penukaran Rupiah, larangan, dan pemberantasan Rupiah Palsu; dan
  4. pengaturan mengenai ketentuan pidana terkait masalah penggunaan, peniruan, perusakan, dan pemalsuan Rupiah.

Karena kesepakatan penggunaan rupiah tersebut merupakan amanat UU, dan disusun serta disahkan oleh para wakil rakyat yang duduk dalam sistem legislasi Indonesia, maka secara tidak langsung patuh dan berpedoman pada hasil kesepakatan yang sudah ada , merupakan sikap terpuji dan tidak menselisihi amanat rakyat lewat wakil-wakil yang sudah ditunjuknya.

Imbas Kesepakatan terhadap Status Hukum Uang Dinar-Dirham dalam Bingkai Negara Indonesia

Allah SWT memerintahkan kita untuk senantiasa menepati akad. Allah SWT juga memerintahkan kita agar senantiasa taat kepada-Nya, Rasul-Nya dan Ulil al-Amri (pemegang hak ri’ayah) kaum muslimin.

Indonesia yang dibangun di atas dasar asas musyawarah mufakat atau perwakilan, maka secara tidak langsung apa yang sudah disepakati para wakil rakyat, menjajdi amanat yang harus dikerjakan oleh lembaga eksekutif selaku pelaksana mandat kesekapatan tersebut. Pedoman yang harus diemban oleh lembaga eksekutif adalah berdasarkan kemaslahatan.

تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة

“Wilayah gerak pemimpin terhadap yang dipimpin adalah mengacu pada terbitnya kemaslahatan.”

Tanpa adanya pihak yang diangkat sebagai pemimpin untuk melaksanakan amanat, maka sulit untuk mewujudkan kemaslahatan dan keteraturan. Sahabat Ibnu Abbas ra. meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasululllah saw. bersabda:

الْإِسْلَامُ وَالسُّلْطَانُ أَخَوَانِ تَوْأَمٌ، لَا يَصْلُحُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا إِلَّا بِصَاحِبِهِ، فَالْإِسْلَامُ أُسُّ وَالسُّلْطَانِ حَارِسٌ، وَمَا لَا أُسَّ لَهُ مُنْهَدِمٌ، وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ ضَائِعٌ»

“Islam dan Pemerintahan adalah ibarat saudara kembar. Tiada kemaslahatan bagi salah satunya melainkan saudaranya yang lain juga turut merasakan kemaslahatan. Islam ibarat sebuah pondasi, dan pemerintah adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak memiliki landasan maka akan mudah dirobohkan. Sebaliknya, sesuatu yang sudah berdiri, namun tiada yang merawatnya, maka akan berubah menjadi sesuatu yang sia-sia.” (Abu Nu’aim al-Asybahany, Fadilatu al-’Adilin mina al-Wulat li Abi Nuaim, halaman 153).

Menyimak dari penjelasan ini, maka menjaga kokohnya rupiah sebagai media tukar yang secara legal dan resmi diakui sebagai sarana medai tukar di Indonesia, merupakan pangkal penjagaan. Mengapa? Sebab bagaiamanapun juga, perintah mewujudkan kedaulatan, berarti perintah pula mengambil segala tindakan yang bersifat merugikan kedaulatan itu sendiri.

Alhasil, keberadaan komoditas lain  yang berada di luar rupiah, jika diindikasikan mengganggu kedaulatan rupiah maka menghendaki pula ditertibkan.

Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan Syekh Bujairimy dalam Kitab Hasyiyahnya, sebagai berikut:

إذا أمر بواجب تأكد وجوبه وإن أمر بمندوب وجب وإن أمر بمباح فإن كان فيه مصلحة عامة كشرب الدخان وجب بخلاف ما إذا أمربمحرم أو مكروه أو مباح لا مصلحة فيه عامة إهـ

“Saat seorang pemimpin memerintahkan suatu kewajiban, maka kewajiban itu menjadi semakin kuat. Jika ia memerintahkan sesuatu yang sunnah, maka hal itu menjadi wajib. Dan, jika ia memerintahkan sesuatu yang mubah, selama mendatangkan kemaslahatan umum, seperti larangan merokok, maka menjadi wajib menjauhi merokok. Lain halnya bila pemimpin memerintahkan suatu keharaman, atau hal-hal yang bersifat makruh atau suatu perkara mubah, akan tetapi tidak memuat unsur maslahah umum di dalamnya, (maka tidak wajib mengikuti perintah tersebut).” (Hasyiyat al-Bujairimi ‘alal Khatib, juz II, halaman 238).

Kesimpulan

Mengikuti aturan perundangan yang berlaku atas suatu mata uang merupakan perkara yang memiliki hubungan sebab akibat dengan perintah ketaatan pada pemimpin.

Bagaimanapun juga, hasil kesepakatan yang sudah dituangkan dalam bentuk peraturan tentang mata uang, adalah sebuah amanat dari mayoritas bangsa Indonesia agar terlaksana kemaslahatan hidup beragama, berbangsa dan bernegara. Konsistensi menjaga amanat UU tersebut, bukanlah hal yang bertentangan dengan syariat.

Sebaliknya, memaksakan dinar-dirham untuk berlaku di Indonesia, juga bukan merupakan inti dasar dari ajaran Islam itu sendiri. Sebab, Islam menghendaki adanya kemaslahatan, dan bukan kehancuran.

Menggunakan dinar-dirham untuk bermuamalah sehingga bertentangan dengan aturan yang sudah dibuat oleh para wakil rakyat, adalah merupakan tindakan menyalahi amanat itu sendiri. Wallahu a’lam bi al-shawab

BINCANG SYARIAH

Wanita AS Jadi Mualaf Usai Nonton Resurrection: Ertugrul

Rasa ingin tahunya tentang sejarah Islam menuntunnya menjadi mualaf.

Seorang wanita Amerika Serikat (AS) yang berusia 60 tahun menjadi Muslim setelah menonton serial televisi Turki, Resurrection: Ertugrul. Penduduk Wisconsin memanggilnya Khadijah setelah dia menjadi mualaf.

“Saya menemukan serial Resurrection: Ertugrul di Netflix. Setelah saya membaca detailnya, saya mulai menonton. Dari beberapa episode saja sudah membuat saya tertarik pada Islam,” kata Khadijah kepada Anadolu Agency.

Dia menyebut dialog tokoh Muhyiddin ibn Arabi memberi makna baru pada hidupnya. Kata-katanya itu membuat Khadijah berpikir dan terkadang menangis. Saat ini, dia menonton serial itu untuk kelima kalinya.

“Saya suka mempelajari sejarah baru. Serial ini membuka mata saya tentang agama dan mencoba menelusuri lebih banyak,” kata dia.

Dilansir Anadolu Agency, Ahad (7/2), rasa ingin tahunya tentang sejarah Islam dalam serial itu menuntunnya menjadi mualaf. Sebelumnya, Khadijah menganut agama Katolik.

Khadijah mulai membaca Alquran dalam bahasa Inggris agar mengetahui lebih banyak tentang Islam. Dia juga mulai mencari masjid di dekat rumahnya.

“Saat saya menemukan masjid, saya masuk dan jamaah terkejut melihat saya. Saat itu juga saya menjadi Muslim,” ujar dia.

Mengetahui Khadijah menjadi mualaf, teman-temannya berpikir dia telah dicuci otak. Namun, Khadijah tak mau ambil pusing.

Dia tidak lagi membicarakan hal itu dengan siapa pun. Menurut Khadijah, selama dia tidak mengganggu keyakinan teman-temannya, seharusnya mereka tidak mempunyai alasan mengganggu keyakinannya.

Sampai saat ini, anak-anak Khadijah belum ada yang tahu ia telah memeluk Islam. Mereka hanya mengetahui Khadijah sering menonton serial Turki itu. Hanya putra bungsunya yang mengetahui Khadijah telah menjadi mualaf.

Sering digambarkan sebagai ‘Game of Thrones’ ala Turki, Resurrection: Ertugrul menceritakan kisah sebelum berdirinya Kesultanan Ottoman di Anatolia pada abad ke-13. Serial ini menggambarkan perjuangan Ertugrul Gazi, ayah dari pemimpin pertama kesultanan. https://www.youtube.com/embed/5fJXATpIiUQ 

https://www.aa.com.tr/en/americas/us-woman-becomes-muslim-after-watching-turkish-series/2135444

KHAZANAH REPUBLIKA

Pejabat Harus Beri Contoh Menunaikan Kewajiban Agama

Pejabat Harus Beri Contoh Menunaikan Kewajiban Agama

Pengamat Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor (IPB), Irfan Syauqi Beik berpandangan bahwa pejabat harus memberikan contoh dalam menunaikan kewajiban agama. Misalnya dalam melaksanakan zakat dan melakukan wakaf.

Ia juga mengapresiasi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno yang mendonasikan semua gajinya ke Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). “Saya sangat mengapresiasi yang dilakukan oleh Bang Sandi yang mendonasikan gajinya,” kata Irfan kepada Republika, Rabu (10/2).

Menurutnya, yang dilakukan Menparekraf adalah contoh. Tapi tentu donasi yang dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing pejabat.

Meski demikian, Irfan berpandangan bahwa pejabat itu harus memberi contoh bahwa mereka memiliki komitmen untuk menunaikan kewajibannya terutama kewajiban agama. Sehingga kemudian bisa meyakinkan masyarakat bahwa meraka memang layak untuk diteladani.

“Jadi saya berharap mudah-mudahan ini (yang dilakukan Menparekraf) bisa jadi contoh yang baik dengan mendonasikan semua (gajinya),” ujarnya.

Irfan juga berharap apa yang dilakukan Menparekraf tidak hanya berhenti sebatas membayar zakat. Tapi juga bisa ikut mendorong pengebangan wakaf karena bagaimanapun zakat dan wakaf adalah sektor yang harus dikembangkan.

“Dan mudah-mudahan ini (zakat dan wakaf) bisa menjadi alternatif untuk kemudian kita memperkuat perekonomian dan bangsa,” jelasnya.

Sebelumnya, disampaikan Baznas telah menerima seluruh gaji Menparekraf. Ini bentuk komitmen dan kepedulian Sandiaga untuk menyerahkan seluruh gajinya sebagai menteri kepada para mustahik yang memerlukan bantuan di Indonesia.

Ketua Baznas, Prof KH Noor Achmad menyambut baik dan berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan Sandiaga. Menurutnya, hal ini merupakan bentuk kepedulian dari Sandiaga kepada mustahik dan masyarakat terdampak pandemi Covid-19 serta bencana yang terjadi di Indonesia.

KHAZANAH REPUBLIKA

Contoh Syirik Akbar dalam Tauhid Rububiyyah

Di antara bentuk syirik akbar dalam rububiyyah adalah:

Pertama: Tidak meyakini bahwa Allah itu ada, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang ateis.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ

“Mereka berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja. Kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa’” (QS. al-Jatsiyah: 24).

Kedua: Meyakini tritunggal atau trinitas, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani, yaitu meyakini bahwa Tuhan itu satu tetapi memiliki tiga pribadi: Tuhan Bapa, Tuhan Putra, dan Roh Kudus. Ketiganya itu sama secara esensi dan kedudukan (Bapa sama dengan Putra, dan keduanya sama dengan Roh Kudus), tetapi sebenarnya berbeda satu sama lain (Bapa adalah yang beranak, Putra adalah yang diperanakkan, dan Roh Kudus adalah yang dihembuskan).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّـهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَـٰهٍ إِلَّا إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sungguh Allah itu salah satu dari yang tiga.’ Padahal sekali-kali tidak ada tuhan yang berhak diibadahi selain Tuhan yang Satu” (QS. al-Ma’idah: 73).

قُلْ هُوَ اللَّـهُ أَحَدٌ * اللَّـهُ الصَّمَدُ * لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Katakanlah, ‘Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah ash-Shamad (Dzat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu). Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu apa pun yang setara dengan-Nya’” (QS. al-Ikhlash: 1-4).

Ketiga: Meyakini bahwa tuhan itu ada dua, yaitu Ahura Mazda dan Ahriman. Hal ini sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Majusi, di mana kebaikan semuanya berasal dari tuhan kebaikan yaitu Ahura Mazda, sedangkan keburukan semuanya berasal dari tuhan keburukan yaitu Ahriman.

Keempat: Meyakini bahwa manusia menciptakan perbuatan mereka sendiri, sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Qadariyyah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَاللَّـهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat” (QS. ash-Shaffat: 96).

Para ulama berkata,

من قال إن أفعال العباد غير مخلوقة فهو بمنزلة من قال إن السماء والأرض غير مخلوقة.

“Barangsiapa yang berkata, ‘Perbuatan manusia itu tidak diciptakan,’ maka dia sama derajatnya dengan orang yang berkata, ‘Langit dan bumi itu tidak diciptakan.’”

Kelima: Meyakini bahwa syaikh mereka telah mencapai derajat bisa mengatur seluruh apa yang ada di alam semesta ini dengan kalimat “Kun” (“Jadilah!”), baik ketika mereka masih hidup maupun setelah matinya, sebagaimana ini adalah yang diyakini oleh orang-orang Sufi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu maka Dia berkata, ‘Jadilah!’ maka terjadilah” (QS. Yasin: 82).

Keenam: Meyakini bahwa yang menurunkan hujan itu adalah bintang-bintang, bukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini sebagaimana yang diyakini oleh kaum musyrikin jahiliyyah.

Dari Abu Malik al-Asy’ariy Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أربع في أمتي من أمر الجاهلية لا يتركونهن: الفخر في الأحساب، والطعن في الأنساب، والاستسقاء بالنجوم، والنياحة.

“Empat perkara dalam umatku yang termasuk perkara jahiliyyah yang tidak mereka tinggalkan: berbangga diri dengan keturunan, mencela nasab, menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang, dan meratapi orang yang meninggal dunia” (HR. Muslim no. 934).

Demikian pula, menisbatkan hal-hal lainnya seperti masalah rezeki, untung-rugi, jodoh, sehat-sakit, dan sebagainya kepada bintang-bintang, juga adalah kesyirikan.

Referensi utama: Syarh Tashil al-’Aqidah al-Islamiyyah, karya Syaikh ‘Abdullah ibn ‘Abdil-’Aziz al-Jibrin.

@almaaduuriy / andylatief.com

***

Penulis: Dr. Andy Octavian Latief, M.Sc.

Artikel: Muslim.or.id

Berbagai Sunnatullah dalam Surat Ar-Ra’d

Seluruh alam semesta ini berdiri di atas Sunnatullah. Seperti Firman Allah Swt :

سُنَّةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلُۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ ٱللَّهِ تَبۡدِيلٗا

“(Demikianlah) hukum Allah, yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu.” (QS.Al-Fath:23)

Dalam kajian kali ini kita akan membahas sebagian Sunnatullah di alam penciptaan ini yang terangkum dalam Surat Ar-Ra’d.

Apa saja Sunnatullah yang disebutkan dalam Surat Ar-Ra’d ?

1). Sunnatullah berupa hukum perubahan, yakni Allah tidak akan merubah sesuatu jika tidak ada usaha dari manusia untuk merubah kondisi mereka.

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (QS.Ar-Ra’d:11)

Sunnatullah ini bersandar pada ikhtiyar manusia dan seberapa besar tekadnya dalam memperbaiki akhlak. Apabila manusia meninggalkan akhlak yang buruk lalu berpegang pada kebaikan akhlak maka pasti peradabannya akan semakin naik. Artinya, perubahan itu harus dimulai dari dalam bukan dari luar.

Dan sebaliknya apabila jiwa masyarakat telah sakit dan buruknya akhlak telah membuatnya buta serta terjerumus dalam kegelapan maka pasti peradaban masyarakat itu akan hancur. Hasilnya, kenikmatan akan berubah menjadi bencana, tiada keamanan disana dan masyarakat yang sebelumnya kuat akan menjadi rapuh.

Sebagaimana Allah berfirman dalam ayat lainnya :

ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ لَمۡ يَكُ مُغَيِّرٗا نِّعۡمَةً أَنۡعَمَهَا عَلَىٰ قَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡ وَأَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ

“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS.Al-Anfal:53)

2). Sunnatullah bahwa sesuatu yang memberi manfaat akan kekal.

Sesuatu yang membawa bahaya bagi manusia, menghalangi ketentraman hidup dan berlawanan dengan fitrah pasti akn sirna dan habis. Dan sesuatu yang memberi manfaat itu yang akan kekal.

Al-Qur’an mencontohkan seperti air yang memberi manfaat namun pada air yang mengalir itu ada buih-buih yang tidak memberi manfaat apa-apa. Air itu akan tetap kekal namun buih itu akan sirna.

Allah Swt Berfirman :

أَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَسَالَتۡ أَوۡدِيَةُۢ بِقَدَرِهَا فَٱحۡتَمَلَ ٱلسَّيۡلُ زَبَدٗا رَّابِيٗاۖ وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيۡهِ فِي ٱلنَّارِ ٱبۡتِغَآءَ حِلۡيَةٍ أَوۡ مَتَٰعٖ زَبَدٞ مِّثۡلُهُۥۚ كَذَٰلِكَ يَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡحَقَّ وَٱلۡبَٰطِلَۚ فَأَمَّا ٱلزَّبَدُ فَيَذۡهَبُ جُفَآءٗۖ وَأَمَّا مَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ فَيَمۡكُثُ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ كَذَٰلِكَ يَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ

“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah ia (air) di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti (buih arus) itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan.” (QS.Ar-Ra’d:17)

Nah, menurut Sunnatullah ini terkadang kebatilan itu seakan tampak hebat dan berjaya mengalahkan kebenaran. Namun nyatanya, kebatilan itu hanyalah buih yang hanya lewat sementara dan kebenaran hakikatnya bagai air yang akan selalu ada dan memberi manfaat.

3). Sunnatullah berupa berubahnya takdir disebabkan karena amal baik atau amal buruk seseorang.

Allah Swt berfirman :

يَمۡحُواْ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ وَيُثۡبِتُۖ وَعِندَهُۥٓ أُمُّ ٱلۡكِتَٰبِ

“Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS.Ar-Ra’d:39)

Artinya, terdapat hubungan antara takdir yang ditentukan oleh Allah dan takdir yang terjadi disebabkan oleh amal manusia.

Konsepnya adalah :

“Jika manusia tunduk dan patuh dengan aturan syariat Allah maka Allah akan menjadikam hukum alam ini tunduk kepadanya.”

Contohnya seperti Istighfar yang menjadi sebab turunnta hujan dan anugerah dari Allah Swt. Seperti dalam Firman-Nya :

فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا – يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا – وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا

Maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” (QS.Nuh:10-12)

Begitu pula dalam sebuah ayat disebutkan bahwa Iman dan Takwa kepada Allah adalah sebab dari turunnya rahmat dari langit dan bumi.

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.Al-A’raf:96)

Dan di sisi lain amal-amal yang buruk juga mengundang musibah dan bencana.

وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا قَرۡيَةٗ كَانَتۡ ءَامِنَةٗ مُّطۡمَئِنَّةٗ يَأۡتِيهَا رِزۡقُهَا رَغَدٗا مِّن كُلِّ مَكَانٖ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ

“Dan Allah memberikan permisalan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (pen-duduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat.” (QS.An-Nahl:112)

Inilah beberapa Sunnatullah yang terangkum dalam Surat Ar-Ra’d dan masih banyak lagi Sunnatullah yang lainnya yang dapat kita temukan dalam Al-Qur’an.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Dianjurkan Sedekah Subuh?

Sekarang sedang marak gerakan sedekah subuh. Bentuknya adalah seseorang menyerahkan sedekah saat hendak shalat subuh. Bisa tepat di waktu adzan memasukkan uang ke kotak infak di rumah atau saat ke masjid ketika shalat subuh. Apakah ini dibenarkan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Bersedekah termasuk amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut sedekah sebagai burhan (bukti). Karena sedekah merupakan bukti iman seseorang terhadap adanya hari kiamat. Dalam hadis dari Abu Malik al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالصَّلاَةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ

Shalat adalah cahaya, sedekah itu burhan, dan sabar itu sinar. (HR. Muslim 556 & Ahmad 22902)

Dalil-dalil tentang sedekah yang kami ketahui, berisi motivasi untuk bersedekah, dan itu bersifat umum, artinya tidak menyebutkan waktu khusus untuk bersedekah.

Bagaimana dengan sedekah subuh?

Kami tidak menjumpai satupun dalil dalam al-Quran maupun hadis yang menyebutkan istilah ‘sedekah subuh’. Lalu apakah ada anjuran untuk bersedekah di waktu subuh?

Terdapat sebuah hadis yang menganjurkan untuk bersegera dalam bersedekah.

Hadisnya menyatakan,

بَاكِرُوا بِالصَّدَقَةِ، فَإِنَّ الْبَلَاءَ لَا يَتَخَطَّى الصَّدَقَةَ

“Segeralah untuk bersedekah sepagi mungkin, karena bencana tidak bisa melangkahi sedekah.”

Hadis ini secara makna menunjukkan anjuran untuk mensegerakan sedekah. Bisa juga dipahami sebagai anjuran untuk bersedekah sepagi mungkin. Hanya saja, hadis ini statusnya sangat lemah.

Hadis ini diriwayatkan at-Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath dan statusnya dhaif jiddan (lemah sekali). Ada perawi yang bernama Sulaiman bin Amr an-Nakha’i dan dia pemalsu hadis. (al-Maudhu’at, 2/153).

Kemudian ada hadis shahih yang semakna, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Setiap datang waktu pagi yang dialami para hamba, ada 2 malaikat yang turun, yang satu berdoa: “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Sementara yang satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang kikir.” (HR. Bukhari 1442 & Muslim 2383).

Hanya saja hadis ini tidak menunjukkan anjuran untuk mengkhususkan sedekah di waktu subuh. Hadis ini hanya menyebutkan bahwa ada 2 malaikat yang berdoa di waktu pagi, bagi orang yang bersedekah di hari itu. Sehingga tidak hanya berlaku bagi orang yang sedekah di waktu subuh.

Dan terdapat riwayat yang lain bahwa ada 2 malaikat yang berdoa dengan kalimat yang sama saat matahari terbenam. Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلَا آبَتْ شَمْسٌ قَطُّ إِلَّا بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ يُسْمِعَانِ أَهْلَ الْأَرْضِ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ: اللهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَأَعْطِ مُمْسِكًا مَالًا تَلَفًا

Tidaklah matahari terbenam kecuali diutus 2 malaikat yang mengiringinya. Malaikat itu berdoa, didengar oleh seluruh penduduk bumi kecuali jin dan manusia: “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq. Dan berikanlah kehancuran bagi orang yang kikir harta.” (HR. Ahmad 21721 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)

Kesimpulannya, anjuran untuk bersedekah berlaku umum, tidak hanya di waktu subuh. Sehingga kita bisa bersedekah kapanpun, di manapun.

Demikian.

Allahu  a’lam

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH