Kemunculan Muhammad SAW yang Diakui Kitab dan Nabi Terdahulu

Nabi Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman diabadikan kitab terdahulu

Nabi Muhammad SAW adalah pesan terbesar yang telah disampaikan kepada para nabi sebelumnya. 

Allah SWT memberi tanda dan kabar baik terkait akan munculnya seorang nabi di masa mendatang, yaitu Nabi Muhammad SAW. 

Alquran menjelaskan bahwa Allah SWT menyampaikan kabar baik munculnya Nabi Muhammad dalam kitab-kitab ilahi kepada para nabi sebelumnya.

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Alquran), mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS Al-Araf: 157)

Allah SWT memberi tahu semua Nabi tentang akan datangnya Nabi Muhammad SAW. Allah SWT juga memerintahkan mereka untuk menyampaikan kabar tersebut kepada para pengikut mereka tentang perlunya percaya kepadanya dan mengikutinya jika mereka menyadarinya. 

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman, “Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, “Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu.” (QS Ali Imran: 81)

Imam al-Mawardi dalam kitab A’laam al-Nubuwah menjelaskan, kabar gembira yang disampaikan para nabi terdahulu tentang kenabian Muhammad menjadi bukti dan keajaiban untuk membantu para rasul terdahulu dari apa yang telah diwahyukan Allah SWT saat Nabi Muhammad belum ada.

Setelah dikabarkan kepada pengikuti nabi terdahulu, sebagian ada yang menyebut dirinyalah yang akan menjadi sosok nabi itu. Sebagian ada yang menganggap kapasitasnya pantas untuk menjadi nabi. Ada pula yang mengaitkan kedatangan Nabi kelak berasal dari bangsanya atau negerinya.

Dalam Dari Salamah bin Waqash, dia berkata, “Dulu kami punya tetangga Yahudi di Madinah dan dia pergi menemui kami. Dia mengatakan soal pengusiran, surga dan neraka. Lalu kami bertanya, “Apa tandanya?” Dia menjawab, “seorang nabi akan diutus dari negara-negara ini (dia menunjuk ke Makkah)…” (HR Ahmad)

Sumber: islamweb

KHAZANAH REPUBLIKA

Anda Seorang Pemimpin? Siapakah Penasehat Anda?

الحمد لله حمد الشاكرين ، وأثني عليه ثناء الذاكرين ، وأشهد أن لا إله إلا الله إله الأولين والآخرين ، وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله سيد ولد آدم أجمعين ؛ صلى الله وسلَّم عليه وعلى آله وصحبه أجمعين ،أما بعد :

Pemimpin – dengan sekecil apapun wilayah kepemimpinannya – akan mempertanggung-jawabkannya kelak di akherat. Sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa setiap pemimpin dalam memutuskan keputusan besar, mendengar masukan dari penasehat dan orang-orang dekatnya,agar keputusannya tepat.

Keputusan yang tepat adalah keputusan yang diridhai dan dicintai oleh Allah, sehingga jika Allah cinta maka akan menolong pemimpin tersebut sukses dunia akhirat. Sungguh seorang pemimpin sangat membutuhkan penasehat yang memberi masukan tentang keputusan yang diridhai oleh Rabbul’Alamin.

Sosok penasehat yang tidaklah berbicara kecuali dengan dasar Kitabullah dan Sunnah Nabiصلى الله عليه وسلم . Mereka adalah profil pendamping terbaik,berilmu dan beramal. Dengan penuh adab mereka bermusyawarah, dengan etika tinggi mereka mengingatkan, dengan kesabaran yang baik mereka mendampingi. Akhlak mulia menghiasi ucapan dan perbuatan mereka,terlebih lagi di zaman fitnah (kerusakan), mereka tahu bahwa di zaman fitnah :

ليس كل ما يعلم يُقال ، ولا كل ما يريد يُفعل

“Tidak setiap yang diketahui, harus diucapkan, dan tidak setiap yang diinginkan harus dilakukan”

semua dengan pertimbangan yang matang. Inilah sifat-sifat mereka!

Umar bin Khathab bermusyawarah dengan Al Qurra’

Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan dalam Shahih-nya, sebuah atsar:

وكان القراء أصحاب مشورة عمر كهولا كانوا أو شبانا، وكان وقّافا عند كتاب الله عز وجل.

Dan dahulu orang-orang yang diajak musyawarah Umar رضي الله عنه mereka adalah Al-Qurra`, baik tua maupun muda, dan mereka benar-benar berpegang teguh dengan Al-Qur`an

Dijelaskan oleh Ibnu Hajar رحمه الله bahwa makna Al-Qurra‘ adalah ulama shli Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ahli ibadah.

وشاور علياً وأسامة فيما رمى به أهلُ الإفك عائشة

Dan Nabi صلى الله عليه وسلم bermusyawarah dengan Ali dan Usamah رضي الله عنهما dalam masalah berita dusta yang disebarkan oleh ahlul ifki tentang ‘Aisyah رضي الله عنها “

Kedua atsar ini disampaikan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya ketika beliau menyebutkan :

كتاب: «الاعتصام بالكتاب والسنة»

Berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah

Apa artinya ini?

Disebutkannya kedua atsar ini dalam bab tentang “Berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah”, hal ini menunjukkan bahwa bermusyawarah dengan orang-orang yang berilmu syar’i termasuk bentuk berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Sebab di tengah masyarakat, merekalah yang paling tahu tentang kedua wahyu tersebut. Di tengah masyarakat, merekalah yang menjelaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka dari itu bermusyawarah dengan mereka hakekatnya merupakan bentuk berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang merupakan solusi di dalam menghadapi fitnah.

Kemudian, marilah kita simak bersama dua buah riwayat Imam Muslim di bawah ini,

Suatu hari Amirul Mukminin (Umar bin Al Khattab) رضي الله عنه bertemu dengan نافع بن عبد الحارث  di daerah ‘Usfan (saat itu Umar tengah mempercayakan kepemimpinan Mekah kepada Nafi’).

فقال من استعملت على أهل الوادي ؟ فقال ابن أبزى قال :

 ومَنْ ابن أبزى ؟قال مولى من موالينا قال فاستخلفت عليهم مولى ؟

قال إنه قارئ لكتاب الله عـز وجل ، وإنه عالـم بالفرائض قال عمر

:أما إن نبيكم صلى الله عليه وسلم قد قال إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ،

 ويضع به آخرين.

“Umar bertanya, “Siapa yang engkau tunjuk menjadi pemimpin daerah lembah?”
Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.”
Umar bertanya, “Siapa Ibnu Abza?”
Nafi’ menjawab, “Seorang bekas budak dari budak-budak kami yang telah dimerdekakan.”
Umar bertanya kembali, “Engkau telah memberikan kepercayaan tersebut kepada seorang bekas budak [?]“
Nafi’ mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah seorang Ahlul-Qur’an (yang hafal, paham dan mengamalkannya) dan pakar ilmu Syari’at Islam”

Kemudian Umar berkata, “Sungguh Nabi kalian صلى الله عليه وسلم  telah bersabda: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat sebagian manusia dengan Al-Qur`an dan merendahkan sebagian yang lain karena sebab sikap yang salah terhadap Al-Qur`an.” (Shahih Muslim: 817).

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bermusyawarah dengan Abu Bakar dan Umar

Adapun riwayat yang kedua yang diriwayatkan pula oleh Imam Muslim adalah sebuah kisah yang agak panjang dari Ibnu Abbas, yang ringkasnya sebagai berikut :

Ketika itu Kaum Muslimin menawan beberapa tawanan perang, kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajak musyawarah 2 orang sahabat yang terbaik. Terbaik dari sisi ilmunya dan terbaik dari sisi amalnya, paling berilmu dan paling bertakwa. Siapa 2 orang tersebut? Mereka adalah : Abu Bakar dan Umar رضي الله عنهما.

Maka, sungguh indah tafsiran Ibnu Abbas -yang beliau dikenal sebagai pakar tafsir di kalangan shahabat- ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala :

وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ} (آل عمران: 159)

“…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (QS. Al Imran: 159)

Kata beliau: “yaitu : (Musyawarahlah dengan) Abu Bakar dan Umar رضي الله عنهما“.

Mengapa demikian? Karena kedua Sahabat tersebut adalah orang yang paling berilmu dan bertakwa di tengah Umat Rasulullah صلى الله عليه وسلم .

Umar رضي الله عنه memilih 6 sahabat Nabi untuk memilih khalifah

Sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya, bahwa Umar رضي الله عنه ketika menyampaikan pandangan tentang siapakah yang paling berhak menjadi tim formatur pemilihan Khalifah sepeninggal beliau, beliau berkata :

ما أجد أحق بهذا الأمر من هؤلاء النفر أو الرهط الذين توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو عنهم راض فسمى علياً وعثمان والزبير وطلحة وسعداً وعبد الرحمن

Tidaklah saya dapatkan orang yang lebih berhak mengurus masalah ini daripada beberapa orang atau sekelompok orang yang Rasulullah صلى الله عليه وسلم wafat dalam keadaan ridho kepada mereka, kemudian beliau menyebut nama : Ali, ’Utsman Az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdur Rahman رضي الله عنهم “

Dari atsar ini dapat kita ketahui bahwa bagaimana Umar menilai 6 orang ini adalah orang-orang yang paling berhak mengurus masalah besar, masalah politik negara. Yaitu memilih Khalifah sepeninggal beliau. Mereka orang-orang yang termasuk paling berilmu dan bertakwa. Mereka ini yang walaupun jumlahnya hanya 6 orang, namun dinilai sudah cukup mewakili jumlah Shahabat, yang ketika itu jumlahnya lebih dari 10 ribu orang.

Perhatikan Umar رضي الله عنه -yang merupakan orang kedua terbaik diantara seluruh para sahabat- tidaklah mengambil pendapat seluruh rakyat untuk menyelesaikan masalah besar Umat tersebut. Beliau memilih 6 orang saja yang memiliki kriteria termasuk paling berilmu dan paling bertakwa.

Demikian pentingnya permasalahan ini,hingga Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya menyusun sebuah bab :

باب بطانة الإمام و أهل مشورته

Bab orang dekat seorang pemimpin dan orang yang diajak musyawarah olehnya”.

Penutup

Demikianlah beberapa atsar yang menggambarkan kedudukan tinggi ulama dan orang-orang yang berilmu di tengah masyarakat, yang dengan taufik Allah kemudian peran mereka, tercapailah kejayaan umat ini.

Semoga Allah merahmati Imam Malik, beliau berkata :

لن يصلح آخر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها

Tidak akan bisa baik akhir umat ini, kecuali dengan sesuatu yang menyebabkan baik awal dari Umat ini (Salaf)

نسأل الله -عز وجل- أن يرزقنا وإياكم العلم النافع والعمل الصالح، وأن يجعلنا وإياكم هداة مهتدين، ويغفر لنا ولكم ولجميع المسلمين.

و صلى الله و سلم على نبينا محمد وآخــر دعــوانا أن الحـــمد للــه رب العالمــين.

***

[Diolah dari beberapa referensi, terutama: Madarikun Nazhor fis Siyasah dan Sittu Duror karya Syaikh Abdul Malik Ar Ramadhani serta As-Siyasah Asy-Syar’iyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.Or.Id

Bagaimana Seorang Muslim Mengantre?

Kata orang, menunggu adalah aktivitas yang paling membosankan. Sayangnya, menunggu seakan telah menjadi sebuah keharusan dalam hidup kita. Menunggu yang begitu menjemukan terasa begitu dekat dalam kehidupan kita. Bahkan ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rutinitas kita. Jika kita perhatikan lebih jauh, ternyata siapa pun kita dan apa pun profesi kita, kita selalu dihadapkan pada situasi yang mengharuskan menunggu. Karena menunggu telah menjadi sebuah keharusan yang harus kita jalani, maka sudah selayaknya kita mampu menghadapinya dengan bijak. Ahli hikmah mengatakan,

Orang bijak adalah orang yang selalu bisa mampu mengambil faedah dari setiap kondisi

Antre adalah salah satu bentuk aktivitas menunggu yang kerap kali kita jumpai dalam rutinitas kehidupan. Ketika kita mengadakan sebuah transaksi di bank, kita mendapati antrean yang panjang. Ketika kita hendak makan malam di ruang makan asrama, ketika masyarakat di perkampungan hendak mengambil beras raskin, ketika ingin membayar di kasir supermarket, ketika ingin membeli tiket di loket, kaum muslimin yang hendak menunaikan ibadah haji, dan yang lainnya, antre selalu menjadi pilihan tunggal. Inilah fenomena masa kini yang terpampang di hadapan kita.

Karena itu, dalam tulisan sederhana ini, saya akan bahas masalah antre dalam pandangan syar’i dan bagaimana sikap bijak dalam menghadapi aktivitas antre ini agar ia bisa menjadi ladang kebaikan bagi kita.

Tidak Boleh Menyerobot Antrean

Bicara soal antre, ternyata para ulama terdahulu telah menggariskan sebuah kaidah yang berkaitan dengan masalah ini. Kaidah itu berbunyi:

كل من سبق إلى مباح فهو أحق به

/kullu man sabaqa ila mubah fahuwa ahaqqu bihi/

atau dengan lafal serupa. Maknanya, dalam perkara mubah, orang yang terlebih dahulu memperolehnya maka dia yang paling berhak terhadap hal tersebut. Yang dimaksud dengan mubah dalam kaidah di atas adalah sesuatu yang tidak dimiliki oleh personal tertentu, seperti lahan kosong, dan lain sebagainya. Termasuk juga sesuatu yang menjadi milik bersama atau tempat-tempat umum. Maka yang paling berhak memanfaatkan sesuatu yang mubah tersebut adalah orang yang terlebih dahulu memperolehnya daripada orang setelahnya, selama ia masih memanfaatkannya.

Kaidah ini dirumuskan berdasarkan beberapa hadis. Di antaranya, hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Siapa yang memanfaatkan lahan yang tidak ada pemiliknya maka dia paling berhak atasnya.” Lalu Urwah pun berujar, “Umar menerapkan hal ini di masa pemerintahannya” (HR. Bukhari: 2335)

Dari Said bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menghidupkan lahan yang mati maka lahan itu menjadi miliknya, dan tidak ada hak bagi usaha yang zalim.” (HR. Abu Dawud: 3073)

Termasuk saat mengantre, maka yang didahulukan adalah yang pertama datang untuk mengantre, lalu yang setelahnya. Tidak berhak bagi seorang pun menyerobot antre karena tindakan itu adalah perbuatan zalim, merebut hak orang lain tanpa rida darinya, berdasarkan kaidah di atas.

Bahkan secara tegas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang menyuruh orang lain pindah dari tempat duduknya lantas duduk menempatinya, karena itu adalah hak orang lain tersebut, bukan haknya. Begitu juga dalam masalah antre. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalllam, beliau bersabda, “Tidak boleh bagi seseorang menyuruh orang lain berdiri atau pindah dari tempat duduknya lalu ia duduk di tempatnya” (Muttafaqun ‘alaih)

Bijak Dalam Berantre

Setelah kita mengetahui hukum mengantre, berikut ini beberapa tips agar menjadi orang yang bijak dalam berantre. Menjadikan aktifitas antre bukan aktifitas yang sia-sia belaka:

  1. Hendaklah antre dianggap sebagai ajang untuk melatih kesabaran dan pengendalian diri. Manusia senantiasa dihadapkan pada salah satu di antara dua kondisi: susah dan senang atau sedih dan gembira. Seorang muslim menghadapi kedua keadaan ini dengan bijak sesuai tuntunan yang telah digariskan syariat. Kesenangan dihadapi dengan bersyukur dan kesusahan disikapi dengan kesabaran. Dalam kedua situasi ini, ia selalu mampu mengendalikan diri dan mengikat hati serta badannya dengan tuntunan yang telah Allah gariskan kepadanya.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan kondisi ini dalam sabdanya,عَجَبًا لِأَمْرِ، الْمُؤْمِنِ فَإِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْر،ٌ وَلَيْسَ ذَاكَ إِلَّا لِمُؤْمِنٍ، إِذَا أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِذَا أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ“Sungguh menakjubkan urusan seorang muslim karena semua urusannya baik baginya dan tidaklah hal itu terjadi kecuali pada diri orang mukmin. Apabila ia mendapatkan sebuah kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya. Apabila ia ditimpa kesusahan maka ia bersabar dan kesabaran itu baik pula baginya.” (HR. Muslim).Pertanyaan yang mungkin penting, bagaimana caranya agar kita bisa bersabar? Caranya adalah dengan membiasakan diri bersabar. Pepatah mengatakan, ala bisa karena biasa. Seberat apa pun sebuah pekerjaan, apabila seseorang telah terbiasa menghadapinya maka ia akan terasa begitu ringan untuknya. Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi kita bimbingan,وَمَنْ يَتَصَبَّر يُصَبِّرهُ اللهُ“Barang siapa yang terus berlatih bersabar maka Allah akan menjadikannya penyabar.”(Muttafaqun ‘alaih).Cara lainnya yang bisa membantu kita bersabar menghadapi antrean adalah dengan menyadari bahwa ini merupakan bagian dari takdir Allah yang harus kita terima. Sikap menerima apa adanya ini akan membantu kita bersabar.Demi menambah keefektifan dua kiat di atas, maka seorang muslim hendaknya memaknai aktivitas antrenya itu dari sudut ubudiah. Dalam hal ini, ia mengharapkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kesabaran merupakan sifat terpuji yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka, ketika seseorang menghadapi sebuah kesusahan atau situasi yang sulit maka hendaklah ia bersabar. Dengan itu sangat diharapkan pahala dari Allah akan mengalir untuknya.
  2. Manfaatkan waktu menunggu giliran Anda untuk memperbanyak tabungan akhirat. Pergunakanlah waktu menunggu itu untuk berzikir, membaca Al Qur’an, membaca buku-buku yang bermanfaat, berdialog dengan sesama pengantre tentang masalah-masalah agama yang penting dan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat lainnya.Setiap muslim harus menyadari bahwa waktu luang yang ia punya di dunia ini merupakan nikmat Allah sekaligus amanah yang dibebankan kepadanya. Pada hari kiamat kelak, Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya atas apa yang Dia berikan kepada mereka. Maka, setiap muslim hendaknya mempergunakan waktu yang ia punya dalam rangka bertakarub mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Perbuatan menyia-nyiakan waktu adalah sebuah kerugian yang besar bagi seorang muslim yang mengharap perjumpaan dengan Allah dalam keadaan bahagia dan sentosa. Karena ia tidak pernah tahu kapan malaikat maut akan datang menjemput dan juga karena waktu yang telah pergi tak akan pernah kembali. Sayangnya, banyak kaum muslimin terjebak dalam angan-angan dan mimpi-mimpi kosong sehingga waktunya banyak terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَ الْفَرَاغُ“Ada dua nikmat yang kerap kali dilalaikan oleh banyak manusia: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).Sekiranya waktu luang ini bisa dipergunakan dengan baik, berapa juta kebaikan yang akan disaksikan peradaban?! Bayangkan seandainya waktu menunggu giliran itu selama 30 menit. Dalam kurun waktu 30 menit itu, berapa ayat Al Quran yang bisa dibaca, berapa lembar buku yang bisa dibaca, berapa kalimat untaian nasihat yang bisa disumbangkan bagi kaum muslimin?! Bagi seorang penulis buku, berapa lembar buku yang bisa ia tulis dalam waktu itu?! Sungguh menakjubkan hasilnya apabila perkara ini bisa dipahami oleh setiap muslim. Barangkali, ini juga yang menjadikan keberkahan yang begitu melimpah pada umur para pendahulu kita yang saleh. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua!
  3. Patuhilah aturan yang berlaku dan tertiblah saat menunggu giliran. Ketika mengantre, hendaklah Anda menyadari bahwa Anda memiliki hak dan hak Anda adalah nomor antrean Anda. Demikian pula para pengantre di depan Anda, mereka memiliki hak yang tertera dalam nomor antrean mereka. Jika ini kita sadari, maka tidak selayaknya bagi seorang yang beriman kepada keadilan dan ke-Mahabijaksanaan Allah untuk merampas hak orang lain. Kita diperintahkan untuk selalu berbuat adil kepada sesama. Tidak halal bagi seorang muslim mengambil hak orang lain tanpa seizinnya.Jika Anda terjepit sebuah kebutuhan yang mengharuskan Anda mendahului para pengantre di depan Anda, maka mintalah izin kepadanya. Jika ia mengizinkan, maka silakan Anda mendahuluinya. Jika tidak, maka bersabarlah dan itulah yang terbaik untuk Anda. Jika rambu-rambu ini Anda langgar, maka kekacauanlah yang akan terjadi dan Andalah pemicu kekacauan itu.
  4. Jadikanlah proses menunggu Anda tersebut sebagai sebuah perenungan besar. Dengan mengantre ini Anda jadi mengetahui bahwa Anda tidak lebih baik dari orang lain. Anda mempunyai hak yang sama dengan para pengantre lainnya. Ini akan mengikis noda-noda kesombongan yang bercokol di dalam hati. Dengan mengantre pula Anda menyadari eksistensi Anda di alam fana ini. Sekarang Anda masih sehat dan bisa menghirup udara segar, sementara orang-orang yang Anda kasihi yang bisa jadi beberapa waktu yang lalu masih bercanda dan tertawa ceria bersama Anda, kini mereka telah tertutup tanah kuburan. Mereka telah pergi dan Anda pun akan segera menyusul, tinggal menunggu giliran. Ini akan memotivasi kita untuk lebih tekun beribadah dan mengumpulkan bekal perjalanan ke akhirat. Dengan mengantre juga Anda menyadari betapa susahnya menunggu. Lantas Anda memikirkan bagaimana sekiranya anda menunggu pengadilan Al-Hakim Al-Jabbar, Allah Yang Mahabijaksana lagi Mahaperkasa di padang mahsyar kelak. Di sana nanti, matahari didekatkan sedekat-dekatnya. Setiap orang akan bermandikan keringat sesuai dengan amal mereka masing-masing. Seluruh manusia dikumpulkan di tempat yang sama dalam waktu yang sama, mulai dari manusia pertama hingga manusia terakhir. Bagaimanakah kiranya kondisi pada hari itu?! Perenungan ini tentunya akan membawa kita kepada sebuah pemahaman akan ubudiah tertinggi sekaligus menjadi motivator besar kita untuk bersiap sedia menghadapi hari yang besar itu.

Inilah sedikit yang bisa saya bagi kepada saudara-saudara. Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Di akhir tulisan ini, saya hendak mengingatkan bahwa dalam setiap situasi ada hikmah indah yang bisa diambil oleh seorang muslim apabila ia renungkan. Maka, marilah kita semua menjadi muslim yang cerdas!

Wallahu a’lam bish- shawab. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penulis: Muhammad Halid

Artikel Muslim.Or.Id

Dunia Hanya Sesaat!

Ketika kita bertanya kepada Al-Qur’an tentang dunia. Apa itu dunia dan apa hakikat sebenarnya? Apa itu akhirat dan apa hakikat sebenarnya?

Al-Qur’an menjawab kita dengan jelas dan tanpa basa-basi bahwa dunia itu :

وَمَا هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَهۡوٞ وَلَعِبٞۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ لَهِيَ ٱلۡحَيَوَانُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ

“Dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” (QS.Al-Ankabut:64)

Dan hakikat dunia menurut Al-Qur’an adalah :

ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan.” (QS.Al-Hadid:20)

Itulah dunia, tiada makna lain selain permaian dan senda gurau. Sedangkan akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya.

Apabila dunia adalah “tempat permainan dan senda gurau” sementara akhirat adalah “kehidupan yang sebenarnya”, maka seorang yang berakal harusnya berusaha untuk kehidupan akhiratnya karena itulah kehidupan yang sebenarnya.

Sedangkan jika dunia adalah tempat permainan dan senda gurau, maka tugas kita adalah mempersiapkan kehidupan yang riil di akhirat baru kemudian kita menikmati kenikmatan-kenikmatan semu di dunia ini.

وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS.Al-Qashash:77)

Bukan sebaliknya ! Seakan kita menganggap akhirat hanyalah senda gurau dan memfokuskan seluruh hidup kita untuk kehidupan dunia. Seakan dunia ini adalah kehidupan sebenarnya yang kekal dan abadi.

Manusia tidak diciptakan untuk kehidupan dunia sehingga ia harus terikat dengannya. Kesalahan pola pikir kebanyakan manusia membuat mereka lupa jika mereka sebenarnya sedang dalam perjalanan dan dunia hanya tempat transit saja. Masih banyak pos-pos lain yang akan di lalui. Perjalanannya dimulai dari Allah dan akan berakhir kepada Allah.

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ

“sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.” (QS.Al-Baqarah:156)

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda :

الدُّنيَا سَاعة فاجعَلهَا طَاعة

“Dunia itu sesaat, maka jadikanlah ia dipenuhi ketaatan.”

Yang dimaksud sesaat disini adalah kesempatan singkat yang diberikan oleh Allah Swt agar engkau membuktikan usaha dan nilaimu dalam mencapai kesempurnaan.

وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS.An-Najm:39)

Artinya jadilah engkau seorang yang berakal ! Manfaatkan kesempatan yang sangat singkat ini dalam ketaatan kepada Allah Swt.

Umur manusia tidaklah panjang. Mungkin hanya mentok di angka 100 tahun atau lebih. Kita tidak akan menyamai Ashabul Kahfi yang Allah tidurkan selama 300 tahun. Itupun setelah mereka bangun, salah satu di antara mereka bertanya (seperti yang diceritakan dalam sebuah ayat).

قَالَ قَآئِل مِّنۡهُمۡ كَمۡ لَبِثۡتُمۡۖ قَالُواْ لَبِثۡنَا يَوۡمًا أَوۡ بَعۡضَ يَوۡمٖۚ

Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” (QS.Al-Kahfi:19)

Mereka ditidurkan selama 300 tahun tapi bagi mereka hanya terasa sehari dua hari. Begitulah waktu di dunia yang sangat singkat dan berlalu begitu cepat. Kita hanya akan sadar ketika kehilangan waktu tersebut.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Miras dan Hilangnya Akal

Mengapa Kedewasaan tidak diukur pada bagusnya selera? Karena ia sangat subjektif dan lebih emosional.

Kedewasaan terkait dengan kemampuan dan ketrampilan menggunakan akal, untuk membedakan yang benar dan buruk. Jika Undang-undang Dasar Negara mengamanatkan pada pemerintah, bahwa mencerdaskan warga negara adalah tugas konstitusional, maka sungguh aneh jika apa yang dijalankan justru sebaliknya.

Apa yang hilang dan lepas pada orang yang minum khamr (miras) dan mabuk? Tentu yang hilang adalah akal!

Bahkan akal tersebut bukan tanpa sengaja atau tidak dimaksudkan agar hilang, justru mereka yang minum khamr sengaja menutupi dan menghilangkannya.

Maka mengapa ada orang yang sengaja membuat ia kehilangan akal, atau ada orang-orang yang terencana  mengizinkan agar khamr dibuat, dijual, dan dikonsumsi orang banyak?

Jelas dan tak mungkin bisa dipungkiri, ini terkait dengan rencana besar dan strategis bagi pemusnahan potensi akal suatu bangsa, terutama generasi mudanya.

Mengapa generasi muda?Karena generasi muda adalah tak cuma sekedar potensi sumber daya manusia, tapi asset suatu bangsa.

Orang yang mabuk dan kehilangan akalnya, ia memasuki sebuah pintu yang terbuka lebar tanpa ada lagi aturan dan hukum, maka tak ada lagi yang harus ditakuti dan ditaati.

Hukum baginya adalah memenuhi hawa nafsu dan syahwatnya.

Apapun yang dapat memuaskan keduanya, adalah dambaannya, dan yang menghalangi pemuasan keduanya adalah musuh besar yang harus dilenyapkan.

Tak ada lagi milik orang lain, bukan masalah jika itu tak ada pada dirinya, karena apa yang ada di benak dan dadanya mengatakan dan menegaskan, bahwa jika engkau mau pasti akan bisa. Jika kau bisa, maka engkau akan terpuaskan dan menemukan kenikmatan yang tiada tara.

Raih dan rampaslah apa pun yang di luar sana, dari siapa pun yang memiliki dan menguasainya.

Istri, anak, saudara, sahabat, bahkan orang tuamu tak pernah akan memahami, cuma engkau dan aku yang kini mengalir deras dalam darahmu yang patut kau dengar dan patuhi.

Hartakah, atau bahkan kehormatan, jika engkau suka dan akan memuaskanmu, karena mereka tak tahu bahwa engkau bisa dan itu akan memuaskanmu.

Begitulah dunia tanpa akal, ya itu ketika akal dibenamkan dalam gejolak syahwat yang dimanjakan dalam lautan miras.

Inikah cita-cita dan masa depan bangsa yang diidamkan?

Seriuskah ini dicanangkan sebagai ‘kearifan  lokal’? Masyarakat yang tak lagi mampu membedakan mana benar dan salah, karena bagaimana mungkin itu bisa mereka lakukan, sedangkan pada dirinya pun mereka tak lagi mengenali.

Sungguh… ini alasan dan logika yang penuh aura pembodohan. Inilah koalisi antara semangat menghancurkan masa depan bangsa dan nafsu serakah para pengusaha yang dibenaknya tak ada yang lain selain meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Jika legalisasi miras ini diteruskan dan dikembangkan, satu atau dua dekade kedepan, bangsa ini tak punya lagi masa depan.

Kita bersama akan saksikan tubuh-tubuh lunglai, nanar tatap mata kosong, bergerak tanpa ruh. Kriminalitas akan merajalela baik kualitas maupun kuantitasnya, tak mengenal batas usia dan strata sosial.

Naudzubillah mindzalik!

Oleh: Hamid Abud Attamimi

Penulis adalah Aktivis Pendidikan, tokoh Al-Irsyad Al-Islamiyyah, tinggal di Cirebon

HIDAYATULLAH

Ini Bacaan Shalawat Agar Kuat Menghadapi Kesulitan

Setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan hidup. Dalam kehidupan, selalu ada kesulitan dan kemudahan. Jika kita mampu melewati kemudahan hidup dengan baik, mengapa kita tak bisa melewati kesulitan hidup dengan baik pula? Seharusnya juga kita harus kuat menghadapi kesulitan.

Islam mengajarkan jalan keluar bagi kesulitan hidup yang dialami manusia, terutama umat Islam. Dalam setiap kesulitan, pasti ada jalan keluarnya. Berikut adalah beberapa cara untuk menghadapi kesulitan sesuai dengan anjuran dalam ajaran agama Islam. Di antaranya kita dianjurkan membaca shalawat agar kuat menghadapi kesulitan.

Dalam kitab Abwab Al-Farj, Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan beberapa redaksi shalawat atas Nabi Saw, di antaranya adalah shalawat Al-Farj untuk agar kita kuat menghadapi kesulitan. Redaksi shalawat Al-Farj ini adalah sebagai berikut;

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ صَلَاةَ عَبْدٍ قَلَّتْ حِيْلَتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ وَسِيْلَتُهُ وَ أَنْتَ لَهَا يَا إِلَهِيْ وَ لِكُلِّ كَرْبٍ عَظِيْمٍ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ بِسِرِّ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Allohumma sholli wa sallim wa baarik ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shohbihii sholaata ‘abdin qollat hiilaatuhuu wa rosulullaahi wasiilatuhuu wa anta lahaa ilaahii wa likulli karbin ‘azhiimin fa farrij ‘annaa maa nahnu fiihi bisirri bismillaahir rohmaanir rohiim.

Artinya:

Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan serta berikanlah keberkahan kepada jungjungan kami, Nabi Muhammad, juga keluarganya dan seluruh sahabatnya, melalui doa seorang hamba yang sedikit upayanya dan Rasulullah adalah wasilahnya, dan Engkau adalah pemilik doa itu, wahai Tuhanku, dan pemilik semua kesulitan yang besar, maka dari itu lapangkanlah apa yang menimpa diri kami dengan rahasia ‘bismillaahir rohmaanir rohiim.’

Disebutkan bahwa barangsiapa yang membaca shalawat ini kapan saja dan tanpa dibatasi jumlah tertentu, maka dia akan diberi kekuatan dan daya oleh Allah untuk menghadapi kesulitan yang menimpanya.

Alangkah baiknya jika setelah membaca shalawat ini dilanjutkan membaca Hizb Al-Nawawi. Maka jika keduanya dibaca, maka akan lebih utama dan lebih mujarrab.

BINCANG SYARIAH

Allah Ta’ala yang Lebih Mengetahui

Tempat kesusahan

Langit tak selamanya cerah membiru. Bunga tak selalu mekar sepanjang waktu. Begitu pula dengan lika-liku perjalanan setiap orang di dunia yang berhiaskan kebahagiaan semu. Akan ada kegelisahan, kegundahan dan kegalauan. Inilah dunia.

فإن من طبيعة الحياة الدنيا الهموم والغموم التي تصيب الإنسان فيها، فهي دار الأواء والشدة والضنك، ولهذا كان مما تميزت الجنة به عن الدنيا

“Di antara karakter hidup dunia adalah penuh dengan kegalauan, kecemasan, yang itu akan menimpa orang yang hidup di dunia. Dunia adalah tempat kesusahan, penderitaan, dan kesempitan hidup. Inilah yang membedakan surga dengan kehidupan dunia” (‘Ilājul humūm, hal. 2).

Tidak semua yang dilalui di setiap hari berisi dengan hal-hal yang menyenangkan. Terkadang hati mampu menjalani dengan wajah tersenyum, namun tak jarang menjalani dengan guratan beban di dahi dan hati. Namun yang perlu selalu diyakini ialah semua yang menimpa diri itu semua atas kehendak dari Allah ta’alā.

Allah ta’alā Maha Mengetahui

Tak ada kejadian yang terjadi begitu saja tanpa ada yang mengaturnya. Begitu pun dengan apa yang dirasakan di tiap jiwa hamba. Semua atas kehendak Zat yang telah mencipta alam semesta.

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ 

“Tidaklah sebuah musibah menimpa kecuali dengan izin Allah” (QS. At-Tagābun:11).

وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا

“dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya” (QS. Al-An’ām: 59).

Dan yang harus selalu diyakini, bahwa segala sesuatu yang Allah ta’alā kehendaki pasti ada hikmahnya. Ada yang telah diketahui hikmahnya oleh hamba dan ada yang belum diketahui. Banyak hikmah yang belum bisa langsung terlihat oleh mata saat kesusahan melanda. Namun, Allah ta’alā yang telah mengkehendaki sesuatu terjadi pasti tahu hikmahnya. Allah ta’alā lebih mengetahui, sedangkan manusia tidak mengetahui.

Allah ta’alā berfirman:

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;  Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 216).

Ibnu Katsir rahimahu al-lāhu menjelaskan bahwa sesuatu yang disukai seseorang yang bisa jadi buruk baginya itu bersifat umum dalam setiap perkara. Bisa jadi seseorang menyukai sesuatu namun ternyata tidak ada kebaikan dan kemaslahatannya. Allah ta’alā lebih mengetahui akhir setiap urusan hamba. Allah ta’alā lah yang mengabarkan mana yang mashlahat untuk dunia dan akhirat seseorang.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1:248)

Di dalam ayat tersebut juga berisi kaidah umum bahwa amal kebaikan yang tidak disukai dan menyusahkan jiwa itu pada hakikatnya adalah baik untuk dirinya. Begitu pula sebaliknya, amal keburukan yang dicintai dan dinikmati jiwa itu pada hakikatnya adalah buruk baginya. Apapun yang menimpa seorang hamba itulah yang terbaik baginya. Hendaknya seorang hamba senantiasa bersyukur karena Allah ta’alā mencintai hamba lebih dari seseorang itu mencintai dirinya sendiri. Allah ta’alā berikan maslahat dari perkara yang menimpanya tersebut, dan Dia lah yang paling tahu mana yang maslahat buat hamba Nya. Oleh karena itu hendaknya hamba menerima semua yang Dia takdirkan, baik terasa senang maupun susah (Taisīr Al-Karīm Al-Rahmān, hal. 96)

Belajar lagi tentang nama dan sifat Allah ta’alā

Seseorang akan lebih rida ketika yakin Zat yang telah menakdirkan segala sesuatu itu lah yang paling mengetahui yang terbaik untuk hamba Nya. Semakin kuat keyakinan seseorang bahwa Allah ta’alā Maha Mengetahui, maka semakin kuat pula keridaannya terhadap sesuatu yang menimpanya. Semakin besar tingkat pengenalannya terhadap nama dan sifat Allah ta’alā, semakin lapang pula dadanya dalam menghadapi berbagai hal. Apabila kita merasakan begitu berat dan tidak rida dengan yang menimpa kita, sudah selayaknya kita mengintrospeksi diri, apakah ilmu tentang nama dan sifat Allah ta’alā yang telah dipelajari belum masuk ke dalam hati?

Mungkin selama ini kita lalai untuk kembali mengenal Allah ta’alā. Sudah ‘lupa’ bahwa Allah ta’alā mengetahui yang terbaik untuk hamba, melihat seluruh hiruk pikuk canda tangis hamba, mendengar seluruh doa-doa, menyayangi hamba yang bersabar, memberikan rezeki dari arah yang tak disangka-sangka, memberikan jalan keluar dari berbagai problem, memberikan kesehatan dan kelapangan meskipun seringkali hamba tak memintanya. Semoga kita tidak ‘lupa’ bahwa Dia juga Maha Pengampun, mengampuni hamba-hamba yang bertaubat dan mau berbenah dari kelalaian mengenal-Nya.

وَلاَتَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ

Dan janganlah engkau menjadi seperti orang-orang yang melalaikan Allah, lalu Allah membuat mereka melalaikan diri mereka sendiri” [Al Hasyr : 19].

Penulis: apt. Pridiyanto

Artikel: Muslim.or.id

Khamar Lokomotif Kejahatan

Segala hal tentang minuman keras adalah haram. Termasuk memperjualbelikannya

Ketua Bidang Dakwah Persis, Wawan Sofwan menegaskan, segala hal tentang minuman keras (miras) adalah haram. Termasuk meminum, membuat dan memperjualbelikannya.

“Agama Islam yang sudah jelas menegaskan bahwa meminum miras hukumnya haram, membuatnya haram dan memperjualbelikannya juga haram, dan miras atau khamar adalah lokomotif kejahatan,” terang Wawan dalam keterangan tertulis, Senin (1/3).

Wawan menjelaskan, Indonesia adalah negara beragama dan berbudaya. Dengan kacamata budaya saja, terangnya, bisa dibayangkan jika investasi miras dibuka dan dilonggarkan dengan Perpres No. 10 Tahun 2021 apalagi tanpa batasan bahkan dibuka kerannya sampai ke pengecer, sebagaimana tertuang dalam list 31-32 dan 44-45. “Artinya miras akan ada di mana-mana dan dijual bebas,” kata Wawan.

Saat ini, tambah wawan, kriminalitas yang disebabkan minuman keras sudah banyak terjadi di mana-mana. Wawan mengaku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib generasi muda kedepan dengan dibukanya pintu miras di Indonesia. Belum lagi turunan aturan-aturan lainnya yang akan menyesuaikan perpres tersebut.

“Kemungkinannnya sangat terbuka akan turunnya aturan-aturan yang menyesuaikan dengan dibukanya investasi untuk minuman berjenis alkohol ini oleh perpres. Kalau tidak salah, saat ini sedang digodok di DPR UU Miras ini. Intinya sedang digodok inspirasi dan aspirasi masyarakat, jadi sangat disayangkan ketergesa-gesaan ini,” kata dia.

“Memang Indonesia amat sangat membutuhkan investasi di berbagai bidang, tetapi nasib anak agama, budaya, dan akhlak anak bangsa sekarang dan kedepan, tentu harus menjadi prioritas,” tambah Wawan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Hamba, di antara Dosa dan Ampunan

Adakah yang bisa menjamin dirinya terlepas dari dosa dalam sehari saja? Mulai dari dosa yang muncul dari mata, telinga, mulut, tangan, kaki, badan, hingga hati yang senantiasa berjibaku dengan nafsu dan godaan setan al-rajīm. Nafsu dan godaan setan merupakan tantangan yang niscaya dihadapi bagi setiap anak Adam. Apabila ia sanggup menahan dan mengendalikan setiap keinginan hawa nafsu dan godaan setan, tentu ia akan menang dan memperoleh pahala di sisi Allah. Namun, jika ia kalah dan terjerumus hingga menjadi budak hawa nafsu dan menuruti godaan setan, maka dosa akan menyelimutinya. Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

 “Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat”. (HR Tirmiżi 2499, Ṣahih al-Targīb 3139)

Hadis ini menggambarkan bagaimana kesalahan (dosa) merupakan perkara yang tidak terlepas dari diri manusia. Akan tetapi, Allah Taala memberikan solusi dan jalan keluar bagi hamba-Nya yang berbuat kesalahan yaitu bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya.

Dalam sebuah Hadis Qudsi Allah Taala berfirman:

 يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ

 “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian semuanya melakukan dosa pada malam dan siang hari padahal Aku maha mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)

Senada dengan hadis sebelumnya, hadis qudsi ini  menggambarkan betapa lemahnya sebagian besar manusia dalam menghadapi setiap dorongan syahwat dan godaan setan sehingga kencenderungannya terhadap kesalahan dan dosa begitu tinggi. Karenanya, Allah Taala membuka lebar pintu ampunan-Nya setiap saat bagi hamba-Nya yang ingin bertaubat.

Pemahaman yang Keliru

“Tenang saja, Allah Maha Pengampun”. Kata hati berbisik saat hendak berbuat dosa.

Pengetahuan tentang pengampunan Allah Yang Maha Luas kadangkala disalahartikan oleh sebagian manusia sehingga melakukan dosa-dosa dengan mudahnya disebabkan keyakinannya bahwa Allah akan mengampuni perbuatannya itu.

Terdapat dua kelompok manusia dalam menyikapi dosa dan maksiatnya kepada Allah.

Pertama, Orang awam. Ia tidak mengetahui banyak tentang dalil-dalil yang umum diketahui bahwa Allah maha mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Dengan demikian, ia berputus asa terhadap dosa yang telah ia lakukan. Tidak ada tekad untuk kembali bertaubat bahkan ia semakin dalam terjerumus ke dalam dosa yang lebih parah –wal ‘iyāżu billāh-. Oleh karenanya, mempelajari ilmu agama amatlah penting bagi setiap hamba Allah sebagaimana sabda Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam :

 طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

 “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah)

Dengan mengetahui ilmu agama, seorang hamba memperoleh jalan yang terang untuk menuju Allah. Setiap tantangan duniawi maupun ukhrawi dapat ia hadapi dengan berpedoman pada ilmu yang telah Allah Taala ajarkan melalui Rasul-Nya ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam. Setiap ia melakukan kekeliruan berupa dosa dan maksiat, ia segera sadar dan kembali mengingat hakikat penciptaan dirinya kemudian bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut dan memperbaikinya dengan amalan saleh.

Kedua, Orang yang mengerti namun salah arti. Dalil-dalil yang menjelaskan luasnya ampunan Allah Taala tentu saja diperuntukkan bagi hamba-hambaNya yang ingin kembali ke jalan yang benar dengan bertaubat dengan taubatan naṣuhā. Bukan pula maksud dalil tersebut sebagai alasan bagi pelaku maksiat untuk kembali ke dalam kubangan dosa sebab keyakinannya bahwa Allah Maha Pengampun.

Bukankah banyak kisah nyata yang kita saksikan seorang yang dikenal saleh sepanjang hidupnya namun berakhir tragis di akhir hayatnya dengan kematian yang sū’ulkhātimah . Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا

 “..Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka..” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagaimana jika saat orang tersebut sedang melakukan kemaksiatan tiba-tiba malakulmaut datang menjemputnya? Bukankah setiap amalan seorang hamba tergantung pada akhirnya? Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

 “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari)

Allah Taala  tidak sesaat pun lalai dari pada perbuatan orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Nya sebagaimana firman-Nya:

 وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ

 “ Dan janganlah sekali-kali engkau (Muhammad ) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim…..”  (QS. Ibrahim : 42)

Menggapai Ampunan Allah dengan amalan penghapus dosa

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullāh menyimpulkan tiga hal yang dapat menghapus dosa seorang hamba, yaitu : Taubat, Istigfar dan Amal Saleh. (Lihat Kitab Al-Waṣiyyah Al-Sugrā, Hlm. 31-32)

Mengenai Amal saleh yang dapat menghapus dosa, Allah Taala berfirman :

 إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

 “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)” (QS. Hud: 114).

Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam  bersabda :

 وأتبع السيئة الحسنة تمحها

 “ Iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, karena kebaikan itu dapat menghapusnya “.(HR. Ahmad dan al-Tirmiżi)

Dan banyak dalil-dalil sahih lainnya yang menyatakan jaminan ampunan dari Allah Taala atas hamba-Nya yang bertaubat memohon ampunan-Nya.

Apabila kita merenungi aktivitas kita setiap hari, maka banyak sekali celah untuk melakukan amal saleh yang dapat menghapus dosa dan mendapatkan ampunan Allah Taala.

Amalan Harian Penghapus Dosa

  1. Saat hendak tidur

Dari Abu Hurairah raḍiya al-lāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 مَنْ قَالَ حِينَ يَأْوِيْ إِلىَ فِرَاشِهِ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَه ُلَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ، سُبْحَانَ اللهِ، وَالحَمْدُ للهِ ، وَلَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. غُفِرَتْ لَهُ ذُنُوْبُهُ – أَوْ قَالَ: خَطَايَاه، شكَّ مِسْعَرٌ – وَإِن ْكَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْر)

 “Barangsiapa hendak menuju kasurnya, dan mengucapkan ‘lā ilāha illā al-lāh wahdahū lā syarīkalahū lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alā kulli syai’in qadīr, subhanalāh, wa al-hamdulillāh, wa lā ilāha illā al-lāh wa al-lāhu akbar’, maka Allah ampuni dosa-dosanya meskipun sebanyak buih lautan di dunia ini.” (HR. Ibnu Hibban, Ibnus Sunni)

  1. Ketika terbangun di malam hari

 عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من تعار من الليل فقال : لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير الحمد لله وسبحان الله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله ، ثم قال اللهم اغفر لي أو دعا استجيب له فإن توضأ ثم صلى قبلت صلاته

رواه البخاري وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه

 Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit raḍiya al-lāhu ‘anhu dari Nabi ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam; beliau bersabda, “Barang siapa yang terbangun dari tidurnya pada malam hari, kemudian dia mengucapkan, ‘lā ilāha illā al-lāh wahdahū lā syarīkalahū lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alā kulli syai’in qadīr, al-hamdulillāh wa subhanalāh wa lā ilāha illā al-lāh wa al-lāhu akbar, wa lā haula wa lā quwwata illā billāh kemudian dia berkata ‘Ya Allah, ampunilah aku’ atau dia memanjatkan doa, hal tersebut (istigfar maupun doa itu) akan dikabulkan. Kemudian jika dia berwudu lalu mendirikan salat, maka salatnya tersebut akan diterima (di sisi Allah).” (Hadis sahih; riwayat Al-Bukhari, Abu Daud, Al-Tirmiżi, Al-Nasa’i, dan Ibnu Majah; lihat Ṣahih Al-Targīb wa Al-Tarhīb, 1:149

  1. Langkah Kaki Menuju Masjid

Dari Abu Hurairah raḍiya al-lāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِىَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

 “Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu dia berjalan menuju salah satu dari rumah Allah (yaitu masjid) untuk menunaikan kewajiban dari kewajiban-kewajiban yang telah Allah wajibkan, maka salah satu langkah kakinya akan menghapuskan dosa dan langkah kaki lainnya akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim, no. 666)

  1. Menyempurnakan Wudhu

Dari Abu Hurairah raḍiya al-lāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 «أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟» قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ»

 “Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dengan amal tersebut Allah dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab,”Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda,”(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu salat setelah mendirikan salat. Itulah kebaikan (yang banyak).” (HR. Muslim no. 251)

  1. Melaksanakan Shalat Lima Waktu

Dari sahabat Abu Hurairah raḍiya al-lāhu ‘anhu, Nabi ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 الصَّلَاةُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ

 “Salat lima waktu dan salat jumat ke salat jumat berikutnya adalah penghapus untuk dosa di antaranya, selama tidak melakukan dosa besar.” (HR. Muslim no. 233)

  1. Dzikir setelah Shalat

Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 مَنْ سَبَّحَ اللهَ في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاثاً وَثَلاثِينَ ، وحَمِدَ اللهَ ثَلاثاً وَثَلاَثِينَ ، وَكَبَّرَ الله ثَلاثاً وَثَلاَثِينَ ، وقال تَمَامَ المِئَةِ : لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْر

 “Barangsiapa mengucapkan tasbih (mengucapkan ‘subhānallāh’) di setiap akhir salat sebanyak 33 kali, mengucapkan hamdalah (mengucapan ‘al-hamdu lillāh’) sebanyak 33 kali, bertakbir (mengucapkan ‘Allāhu Akbar’) sebanyak 33 kali lalu sebagai penyempurna (bilangan) seratus ia mengucapkan ‘lā ilāha illā al-lāh wahdahū lā syarīkalahū lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alā kulli syai’in qadīr (tiada Tuhan yang berhak disembah dengan haq selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu)’, maka akan diampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim)

  1. Mencari Nafkah untuk Menghidupi Keluarga

‘Aisyah raḍiya al-lāhu ‘anhā berkata,

 دَخَلَتْ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ

 “Ada seorang ibu bersama dua putrinya menemuiku meminta makanan, akan tetapi ia tidak mendapati makanan sedikit pun yang ada padaku kecuali sebutir kurma. Maka aku pun memberikan kurma tersebut kepadanya, lalu ia membagi sebutir kurma tersebut untuk kedua putrinya, dan ia tidak makan kurma itu sedikit pun. Setelah itu ibu itu berdiri dan pergi keluar. Lalu masuklah Nabi ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam, maka aku pun mengabarkannya tentang ini, lantas beliau bersabda,

 مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ

 “Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka” (HR. Bukhari no 1418 dan Muslim no 2629).

Demikian di antara amalan-amalan harian yang mengandung ampunan dari Allah Taala kepada hamba-hamba-Nya yang cenderung pada kemaksiatan. Apabila aktivitas harian tersebut kita niatkan untuk ibadah kepada Allah Taala sebagaimana yang diajarkan oleh Baginda Nabi ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam, maka insyaallah akan berbuah pahala dan dapat menghapus dosa-dosa. Namun, ada hal yang paling penting untuk diketahui dalam rangka menggapai ampunan Allah Taala Sang Maha Pengampun, yaitu al-tauhīd.

Al-Tauhīd menjadi Syarat Terpenting

Al-Tauhid merupakan syarat mutlak seseorang mendapatkan ampunan dari Allah. Sebab bagaimana bisa seorang hamba menginginkan dosa-dosanya dihapuskan sementara ia masih berada dalam kubangan kesyirikan/menyekutukan Allah Taala. Oleh karenanya, Allah berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)

Dalam sebuah hadis Qudsi Allah Taala juga menegaskan keluasan ampunan-Nya atas hamba-hambaNya selama tidak menyekutukan-Nya. Allah Taala berfirman :

 يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

 “Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540)

Akhirnya, semestinya kita sebagai seorang hamba Allah yang lemah kiranya menyadari bahwa luasnya ampunan Allah Taala tersebut diperuntukkan bagi hamba-hambaNya yang ingin memperbaiki diri dan bertaubat serta tidak mengulangi dosa dan kemaksiatan yang pernah ia lakukan. Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah Taala. Namun demikian, jangan pula remehkan sekecil apapun dosa. Sebab tiada lain yang kita maksiati ketika melakukan perbuatan dosa kecuali Rabb Yang Maha Esa.

Bilal bin Sa’ad berkata,

 لا تنظر إلي صغر المعصية، و لكن انظر من عصيت

 “Janganlah engkau melihat kecilnya maksiat tetapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat.” [Al-Dā’ wa  al-Dawā’ hal. 82]

Wa al-lāhu a’lamu bi al-ṣawāb.

Penulis: Fauzan Hidayat, S.STP., MPA

Artikel: Muslim.or.id

Dirimu, Hanya Dirimu!

Didalam Al-Qur’an banyak ayat yang menyebutkan bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas dirinya masing-masing. Karena itu setiap orang harus menjaga dan memperhatikan dirinya.

مَّنِ ٱهۡتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهۡتَدِي لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيۡهَاۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٞ وِزۡرَ أُخۡرَىٰۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولٗا

“Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS.Al-Isra’:15)

Allah berfirman :

كُلُّ نَفۡسِۭ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ

“Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.” (QS.Al-Muddatstsir:38)

Untuk mengenal dalam tentang tanggung jawab manusia atas dirinya masing-masing, mari kita renungkan ayat-ayat berikut :

(1).

وَمَن يَكۡسِبۡ إِثۡمٗا فَإِنَّمَا يَكۡسِبُهُۥ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦۚ

“Dan barangsiapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan) dirinya sendiri. (QS.An-Nisa’:111)

(2).

إِنۡ أَحۡسَنتُمۡ أَحۡسَنتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡۖ وَإِنۡ أَسَأۡتُمۡ فَلَهَاۚ

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” (QS.Al-Isra’:7)

(3).

مَّنِ ٱهۡتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهۡتَدِي لِنَفۡسِهِۦۖ

“Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri.” (QS.Al-Isra’:15)

(4).

وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ

“Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri.” (QS.An-Naml:40)

(5).

وَمَن جَٰهَدَ فَإِنَّمَا يُجَٰهِدُ لِنَفۡسِهِۦٓۚ

“Dan barangsiapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri.” (QS.Al-Ankabut:6)

(6).

وَمَن تَزَكَّىٰ فَإِنَّمَا يَتَزَكَّىٰ لِنَفۡسِهِۦۚ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلۡمَصِيرُ

“Dan barangsiapa menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri.” (QS.Fathir:18)

(7).

مَّنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا فَلِنَفۡسِهِۦۖ وَمَنۡ أَسَآءَ فَعَلَيۡهَاۗ

“Barangsiapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri.” (QS.Fushilat:46)

(8).

وَمَن يَبۡخَلۡ فَإِنَّمَا يَبۡخَلُ عَن نَّفۡسِهِۦ

“Dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri.” (QS.Muhammad:38)

(9).

فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦ

“Barangsiapa melanggar janji, maka sesungguhnya dia melanggar atas (janji) sendiri.” (QS.Al-Fath:10)

Dari ayat-ayat ini menjadi jelas bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas dirinya masing-masing. Dan setiap perbuatan akan kembali kepada pelakunya.

Keselamatanmu di akhirat ada ditanganmu, tidak bergantung dengan siapa disekelilingmu. Maka mimtalah pertolongan selalu kepada Allah dan jangan merasa lemah.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ عَلَيۡكُمۡ أَنفُسَكُمۡۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا ٱهۡتَدَيۡتُمۡۚ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” (QS.Al-Ma’idah:105)

Memang selain bertanggug jawab atas diri masing-masing, kita juga memiliki tanggung jawab yang terkait dengan orang lain seperti amar ma’ruf mahi munkar dan hak keluarga kita untuk dididik dan dijaga, seperti dalam firman-Nya :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS.At-Tahrim:6)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN