Mengapa Allah SWT Terkadang tak Kunjung Kabulkan Doa Kita?

Allah SWT menjanjikan akan mengabulkan doa yang kita panjatkan

 Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa Allah SWT tak kunjung mengabulkan doa yang Anda panjatkan? 

Tentang pertanyaan ini, pernah dibahas Lembaga Fatwa Mesir Dar Al Ifta melalui jejaring resmi media sosial Facebook. 

Sebagaimana dilansir elbalad pada Jumat (24/9) anggota Lembaga Fatwa Mesir Dar Al Ifta, Syekh Mahmud Syalabi, menjelaskan sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi Muhammad ﷺ:

أن الدعاء قد يغير من القدر “Sesungguhnya doa itu terkadang dapat mengubah dari takdir.” 

Jadi doa itu benar-benar bisa mengubah takdir kecuali yang diinginkan itu buruk atau jahat. Dan doa benar-benar dapat mengubah takdir menjadi baik. 

Karena itu seyogianya jangan tergesa-gesa bagi seorang manusia dalam memutuskan doa itu diterima atau tidak.  

Syekh Mahmud menekankan bagi seseorang yang berdoa itu harus memenuhi tiga hal yaitu, mengambil langkah atau berusaha terlebih dahulul, berdoa, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.  

Begitu juga dijelaskan Syekh Ahmad Mamduh. Dia mengatakan, Allah itu mengabulkan doa baik itu cepat atau pun lambat. Sebagaimana Allah telah berfirman:  

ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ “Berdoalah kepadaKu niscaya Aku kabulkan doamu.” (QS Gafir ayat 60).   

“Yakinlah bahwa Allah akan menjawab doamu, dan ketahuilah bahwasanya keyakinanmu dengan akan dikabulkannya doa oleh Allah SWT itu adalah syarat doa bisa diijabah. Dan kamu harus bersungguh-sungguh dalam berdoa, dan bersabar, karena Allah itu mencintai hamba yang gigih dalam berdoa lebih dari sekali.” 

Selain itu syekh Mamduh juga menyebutkan syarat untuk doa agar diijabah adalah jaga selalu makanan dan minuman yang kita konsumsi halal murni. Maksudnya jauhkan diri dari dari perkara haram sebab itu bisa menghambat terkabulnya doa. Selain itu bersihkan hati sehingga doa dapat cepat diijabah.  

Sumber: elbalad 

KHAZANAH REPUBLIKA

4 Amalan yang Bisa Melapangkan Rezeki hingga tak Terhingga

Terdapat sejumlah amalan sederhana yang bisa lapangkan rezeki

Rezeki berlimpah yang berupa kekayaan hingga kesehatan adalah dambaan bagi banyak orang. 

Setiap berdoa, baik setelah sholat atau di waktu yang lain, permohonan ini jadi salah satu yang sering diminta seorang Muslim.

Lembaga fatwa Mesir, Dar Al Ifta bahkan menjelaskan beberapa cara agar rezeki seseorang bisa bertambah. Setidaknya ada empat tips amalan yang disebut dapat membuka pintu rezeki lebih banyak lagi:

Pertama, bertakwa kepada Allah SWT

Cara pertama yang dijelaskan Dar Al Ifta, bukan dengan amalan yang dikerjakan dengan peluh seperti membaca tasbih ratusan kali. Saran pertama lembaga tersebut adalah dengan menanamkan ketakwaan dalam diri. 

Ketakwaan, seperti yang disebutkan dalam Alquran akan memberikan kemudahan bagi setiap kesulitan yang dihadapi. Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS At Talaq 2).

Kedua, silaturahim

Amalan lain yang disebutkan Dar Al Ifta adalah dengan menjalin tali silaturahim. Silaturahim dikatakan bisa membuka pintu rezeki seseorang dan membuat mudah segara urusan. Rasulullah SAW Bersabda: 

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ  “Barang siapa yang ingin diperbanyak rezekinya dan dipermudah segala urusannya, maka jalinlah tali silaturahim,” (HR. Bukhari).

Ketiga, memperbanyak istighfar

Amalan lain yang mudah dilakukan tapi manfaatnya besar adalah dengan memperbanyak meminta ampun kepada Allah SWT atau beristighfar. Alquran sendiri telah menjelaskan khasiat dari memperbanyak istigfar. Allah SWT berfirman :

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا . يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

Artinya : “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Mahapengampun. niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh 10–12) 

Keempat, memperbanyak doa

Memohon kepada Allah SWT atas hajat kita terkait rezeki yang banyak tentunya adalah keharusan. Hal ini karena Allah SWT yang Maha Kaya dan Maha Pengasih dan satu-satunya tempat seorang hamba bisa menggantungkan harapan.  

Kendati demikian, ada satu doa yang dianjurkan dibaca saat menginginkan rezeki berupa harta yang banyak:

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ مُكَاتَبًا جَاءَهُ فَقَالَ إِنِّي قَدْ عَجَزْتُ عَنْ كِتَابَتِي فَأَعِنِّي قَالَ أَلَا أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ عَلَّمَنِيهِنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ جَبَلِ صِيرٍ دَيْنًا أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْكَ قَالَ قُلْ اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Artinya: “Dari Ali RA bahwa seorang budak mukatab (yang mengadakan perjanjian pembebasan dengan tuannya) datang kepadanya dan berkata; aku tidak mampu membayar pembebasanku, maka tolonglah aku! Ali berkata, “Maukah aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang telah Rasulullah SAW ajarkan kepadaku, yang seandainya engkau memiliki hutang sebesar gunung Shir niscaya Allah akan membayarkannya untukmu? Ali berkata, “Ucapkanlah:

Allaahummakfinii bihalaalika ‘an haraamik, wa aghninii bifadhlika ‘amman siwaak (Ya Allah, cukupkanlah aku dengan kehalalanMu sehingga tidak memerlukan keharaman-Mu, dan jadikanlah aku kaya sehingga tidak butuh kepada selain-Mu).” (HR Tirmidzi) 

Anggota Fatwa Dar Al Ifta Mesir, Syekh Muhammad Wissam juga menganjurkan untuk membiasakan membaca:

سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم

Latin: Subhanallahu wa bihamdihi, subhanallahil Adzim

أستغفر الله العظيم

Latin: Astagfirullahal Adzim

Menurutnya, dua kalimat itu dibaca sebanyak 100 kali antara adzan subuh dan iqamah. Amalan ini akan membantu membuka pintu rezeki seseorang. Alkhaledi kurnialam

Sumber:elbalad  

KHAZANAH REPUBLIKA

Khutbah Panjang Sayyidina Ali yang Tanpa Huruf Alif

 Sayyidin Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah keempat yang berkuasa dalam sejarah awal Islam. Secara silsilah, Sayyidina Ali merupakan sepupu dari Nabi Muhammad SAw. Pernikahannya dengan Fatimah az-Zahra juga menjadikannya sebagai menantu Rasulullah.

Selama hidupnya, Sayyidina Ali juga kerap menyampaikan pesan atau nasihat kepada umat Islam. Namun, uniknya Sayyidina juga pernah menyampaikan sebuah khutbah cukup panjang, yang di dalamnya tidak terdapat satu pun huruf alif.

Dalam potongan khutbah yang fenomenal ini memang tidak menyampaikan pesan khusus. Akan tetapi, nilai sastra dalam khutbah Sayyidina Ali sangat luar biasa. Dalam ilmu sastra bahasa Arab, susunan kalimat dalam khutbah Sayyidina Ali ini disebut “badi’ hadzf” atau suatu kalimat yang penyusunnya berkomitmen untuk tidak menggunakan huruf tertentu.

Berikut kutipan khutbah Sayyidina Ali:

حَمِدْتُ مَنْ عَظُمَتْ مِنَّتُهُ وَسَبَغَتْ نِعْمَتُهُ وَتَمَّتْ كَلِمَتُهُ وَنَفَذَتْ مَشِيَّتُهُ وَبَلَغَتْ حُجَّتُهُ وَعَدَلَتْ قَضِيَّتُهُ وَسَبَقَتْ غَضَبَهُ رَحْمَتُهُ حَمِدْتُهُ حَمْدَ مُقِرٍّ بِرُبُوبِيَّتِهِ مُتَخَضِّعٍ لِعُبُودِيَّتِهِ مُتَنَصِّلٍ مِنْ خَطِيئَتِهِ مُعْتَرِفٍ بِتَوْحِيدِهِ مُسْتَعِيذٍ مِنْ وَعِيدِهِ مُؤَمِّلٍ مِنْ رَبِّهِ مَغْفِرَةً تُنْجِيهِ يَوْمَ يَشْغَلُ كُلٌّ عَنْ فَصِيلَتِهِ وَبَنِيهِ وَشَهِدْتُ لَهُ شُهُودَ عَبْدٍ مُخْلِصٍ مُوقِنٍ ، وَفَرَّدْتُهُ تَفْرِيدَ مُؤْمِنٍ مُتَيَقِّنٍ، وَوَحَّدْتُهُ تَوْحِيدَ عَبْدٍ مُذْعِنٍ لَيْسَ لَهُ شَرِيكٌ فِي مُلْكِهِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ فِي صُنْعِهِ، جَلَّ عَنْ مُشِيرٍ وَوَزِيرٍ وَعَوْنٍ وَمُعِينٍ وَنَظِيرٍ عَلِمَ فَسَتَرَ وَبَطَنَ فَخَبَرَ وَمَلَكَ فَقَهَرَ وَعُصِيَ فَغَفَرَ وَعُبِدَ فَشَكَرَ وَحَكَمَ فَعَدَلَ وَتَكَرَّمَ وَتَفَضَّلََ لمْ يَزَلْ وَلَنْ يَزُولَ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْ‏ءٌ وَهُوَبَعْدَ كُلِّ شَيْ‏ءٍ ، رَبٌّ مُتَعَزِّزٌ بِعِزَّتِهِ مُتَمَكِّنٌ بِقُوَّتِهِ مُتَقَدِّسٌ بِعُلُوِّهِ مُتَكَبِّرٌ بِسُمُوِّهِ ، لَيْسَ يُدْرِكُهُ بَصَرٌ وَ لَمْ يُحِطْ بِهِ نَظَرٌ ، قَوِيٌّ مَنِيعٌ بَصِيرٌ سَمِيعٌ رَءُوفٌ رَحِيم عَجَزَ عَنْ وَصْفِهِ مَنْ وَصَفَهُ وَضَلَّ عَنْ نَعْتِهِ مَنْ عَرَفَهُ ، قَرُبَ فَبَعُدَ وَبَعُدَ فَقَرُبَ ، يُجِيبُ دَعْوَةَ مَنْ يَدْعُوهُ وَيَرْزُقُهُ وَيَحْبُوهُ ، ذُو لُطْفٍ خَفِيٍّ وَبَطْشٍ قَوِيٍّ وَرَحْمَةٍ مُوسَعَةٍ وَعُقُوبَةٍ مُوجِعَةٍ ، رَحْمَتُهُ جَنَّةٌ عَرِيضَةٌ مُونِقَةٌ ، وَعُقُوبَتُهُ جَحِيمٌ مَمْدُودَةٌ مُوبِقَةٌ

“Aku memuji Dzat yang anugerah-Nya agung, nikmat-Nya sempurna, Kalimat-Nya purna, dan kehendak-Nya selalu terjadi. Dzat yang bukti-bukti-Nya nyata, keputusan-Nya adil, dan Dzat yang rahmat-Nya selalu mendahului murka-Nya. Aku memuji-Nya dengan pujian orang yang mengakui ketuhanan-Nya, yang tunduk karena kehambannya, yang meminta maaf katena kesalahannya, yang mengakui ketauhidan-Nya, yang berlindung dari ancaman-Nya, serta memuji seperti orang yang senantiasa mengharap ampunan-Nya pada hari di mana semua orang tidak peduli kepada keluarga dan anaknya.

Dan aku bersaksi untuk-Nya sebagaimana kesaksian seorang hamba yang ikhlas dan yakin. Mengesakan-Nya sebagaimana pengesaan orang beriman nan mantap. Serta mentauhidkan-Nya sebagaimana tauhid hamba yang taat. Dia tak memiliki sekutu di kerajaan-Nya, serta tidak memiliki pembantu dalam ciptaan-Nya.

Maha agung Dia dari segala penunjuk, wazir, pertolongan, pembantu, serta sekutu. Ia mengetahui namun Ia menutup Dzat-Nya. Ia tersimpan namun Ia menunjukkan. Ia menguasai lalu Ia perkasa. Ia didurhakai namun Ia memaafkan. Ia disembah namun Ia menerima syukur. Ia memutuskan namun Ia tetap adil. Ia mulia dan Ia tetap memberi anugerah. Dia tidak sirna dan tidak akan sirna. Tidak ada yang menyerupai-Nya.

Dia akan tetap ada setelah segala sesuatu sirna. Dia adalah Tuhan yang mulia karena memang Dia mulia. Dia Maha Mampu dengan kekuatan-Nya. Maha Suci karena keluhuran-Nya. Maha Sombong karena kebesaran-Nya. Tidak ada penglihatan yang bisa mengetahuinya. Tidak pula pandangan mampu meliputinya. Dia Maha Kuat, Maha Mencegah, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.

Orang yang mendeskripsikannya akan kesulitan menjelaskan. Dan orang yang mengetahuinya akan tersesat dari sifatnya. Dia dekat namun jauh dan ia jauh namun dekat. Dia mengabulkan sesiapa yang berdoa; Dia memberinya rizki dan menganugerahkannya nikmat. Dia memiliki kelembutan yang samar, namun siksa yang juga besar. Dia memilki rahmat yang luas namun juga memliki siksa yang menyakitkan. Rahmatnya adalah surga yang lebar dan indah, siksanya adalah neraka yang panjang dan merusak.”

IHRAM

Mengapa Malaikat Selalu Taat Kepada Allah?

Di dalam Al-Quran, Allah menegaskan dalam banyak ayat bahwa para malaikat adalah para hamba-Nya yang mulia. Mereka senantiasa mengikuti perintah-Nya, selalu taat dan tidak pernah maksiat kepada-Nya. Mereka hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah.

Ini sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Anbiya’ ayat 26-27 berikut;

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمٰنُ وَلَدًا سُبْحٰنَهٗ بَلْ عِبَادٌ مُّكْرَمُوْنَ لَا يَسْبِقُوْنَهٗ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِاَمْرِهٖ يَعْمَلُوْنَ

Dan mereka berkataTuhan Yang Maha Pengasih telah menjadikan (malaikat) sebagai anak. Mahasuci Dia. Sebenarnya mereka (para malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak berbicara mendahului-Nya dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.

Juga dalam surah Al-Tahrim ayat 6, Allah berfirman sebagai berikut;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Para ulama telah menjelaskan mengenai sebab mengapa para malaikat selalu taat kepada Allah dan tidak pernah maksiat kepada-Nya. Salah satu sebabnya adalah karena para malaikat hanya dibekali akal semata, dan tidak dibekali syahwat. Para malaikat tidak memiliki syahwat sehingga tidak ada potensi di dalam diri mereka untuk bermaksiat kepada Allah.

Ini berbeda dengan manusia. Selain dibekali akal, manusia juga dibekali syahwat. Sehingga selain berpotensi melakukan taat dengan akalnya, manusia juga berpotensi melakukan maksiat dengan syahwatnya.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Thariq Al-Hijratain berikut;

فإن الله سبحانه خلق خلقَه أطواراً ، فخلق الملائكة عقولاً لا شهوات لها ولا طبيعة تتقاضى منها خلاف ما يراد من مادة نورية لا تقتضي شيئاً من الآثار والطبائع المذمومة

Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam bentuk yang bermacam-macam. Dia menciptakan malaikat dengan dibekali akal dan tidak dibekali syahwat dan watak yang memungkinkan menyelisihi maksud tujuan mereka yang diciptakan dari cahaya yang tidak mungkin memiliki tabiat-tabiat yang tercela.

Dalam kitab Majmu Al-Fatwa, Ibnu Taimiyah menyebutkan sebagai berikut;

خُلقَ للملائكة عقولٌ بلا شهوة وخُلق للبهائم شهوة بلا عقل وخُلق للإنسان عقل وشهوة فمَن غلب عقلُه شهوتَه : فهو خير من الملائكة ومَن غلبت شهوتُه عقلَه : فالبهائم خير منه

Diciptakan untuk malaikat akal tanpa syahwat, dan diciptakan untuk hewan syahwat tanpa akal, serta diciptakan untuk manusia akal dan syahwat. Siapa saja yang mendayagunakan akalnya dibanding syahwatnya, maka dia lebih baik dari malaikat, dan siapa saja yang mendayagunakan syahwatnya dibanding akalnya, maka hewan lebih baik darinya.

BINCANG SYARIAH

Mengapa Allah Menciptakan Malaikat?

Di antara makhluk ciptaan Allah yang wajib diimani keberadaannya adalah para malaikat. Malaikat adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dari cahaya, tidak makan dan tidak minum, dan mereka senantiasa taat melakukan segala yang diperintahkan oleh kepada mereka. Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran, setidaknya ada tiga alasan mengapa Allah menciptakan para malaikat ini.

Di antara tujuan mengapa Allah menciptakan malaikat itu pertama, untuk beribadah kepada Allah, bersujud dan bertasbih kepada-Nya, dan mengagungkan-Nya. Ini sebagaimana disebutkan dalam surah Al-A’raf ayat 206 berikut;

اِنَّ الَّذِيْنَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِهٖ وَيُسَبِّحُوْنَهٗ وَلَهٗ يَسْجُدُوْنَ

Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nyalah mereka bersujud.
Kedua, menjalankan perintah Allah untuk mengurus makhluk-makhluk-Nya. Misalnya, malaikat Hamalatul ‘Arsy yang bertugas memikul ‘Arsy. Jumlah malaikat Hamalatul ‘Arsy adalah delapan. Ini sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Haqqah ayat 17 berikut;

وَالْمَلَكُ عَلَىٰ أَرْجَائِهَا ۚوَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ

Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas mereka.

Selain malaikat Hamalatul ‘Arsy, terdapat beberapa malaikat yang mendapatkan tugas mengurus makhluk-makhluk Allah yang lain. Misalnya, Malaikat Ridhwan yang bertugas menjaga surga, Malaikat Malik yang bertugas menjaga neraka, dan lainnya.

Ketiga, menjalankan perintah Allah untuk mengurus manusia secara khusus. Misalnya, Malaikat Maut yang bertugas mencabut ruh manusia, Malaikat Rokib dan Atid yang bertugas mencatat amal baik dan buruk manusia, dan para malaikat yang bertugas mendoakan ampunan untuk orang-orang beriman.

Para malaikat yang bertugas mendoakan ampunan atas orang-orang beriman sebagaimana disebutkan dalam surah Ghafir ayat 7 berikut;

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

Para malaikat yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhan mereka dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan); Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.

BINCANG SYARIAH

Memperingatkan Neraka, tapi Malah Masuk Neraka

“Ada duta anti-korupsi, malah dia korupsi. Ada duta anti-narkoba, malah pengguna dan pengedar narkoba. Semoga kita yang memperingatkan dari masuk neraka, tidak masuk neraka kelak. Terlihat alim di depan manusia, tapi banyak bermaksiat saat sendiri. Wal ‘iyadzu billah.”

Kaum muslimin dan para aktivis dakwah yang semoga dimuliakan oleh Allah. Semoga kita tidak termasuk yang sering memperingatkan manusia akan neraka, akan tetapi kita sendiri yang masuk neraka. Kita banyak menasihati orang lain, tetapi malah kita sendiri yang melanggarnya. Wal ‘iyadzu billah.

Allah Ta’ala berfirman,

أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Al-Quran)?  Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. al-Baqarah: 43)

Adakah yang demikian? Jawabannya, ada. Sebagaimana hadis tentang orang yang selalu melakukan amal ahli surga, tetapi di akhir hayatnya justru ia masuk neraka dengan su-ul khatimah.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﻟَﻴَﻌْﻤَﻞُ ﻋَﻤَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﻳَﺒْﺪُﻭ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﻫُﻮَ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭ

“Sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan amalan surga – menurut yang tampak bagi masyarakat – padahal ia termasuk penduduk neraka.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Mengapa bisa demikian? Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan alasannya dikarenakan hal buruk  yang tersembunyi dalam hatinya. Dia selama ini menyembunyikan keburukan dan ia tidak sabar beramal sampai sempurna. Beliau Rahimahullah berkata,

قال ابن القيم رحمه الله في “الفوائد” ص 163: لما كان العمل بآخره وخاتمته ، لم يصبر هذا العامل على عمله حتى يتم له ، بل كان فيه آفة كامنة ونكتة خُذل بها في آخر عمره

“Karena amal itu dilihat dari penutupnya. Dia tidak sabar mengamalkan sampai sempurna, bahkan ada yang tersembunyi berupa penyakit hati dan noda yang nampak pada akhit hayatnya.” (al-Fawaid, hal. 163)

Semoga Allah menjaga kita dari hal seperti ini karena ancamannya sangat keras. Dalam hadis disebutkan bahwa manusia yang pertama kali diadili oleh Allah pada hari kiamat salah satunya adalah orang yang mengajarkan agama dan Al-Quran, tetapi tidak ikhlas. Akhirnya ia termasuk yang pertama kali masuk neraka.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ

“Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas. Allah bertanya, ‘Apa yang telah kamu perbuat? ‘ Dia menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur’an demi Engkau.’ Allah berfirman, ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur’an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca. Dan kini kamu telah dikatakan seperti itu. Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 3527)

Ada beberapa sebab mengapa hal ini bisa terjadi. Akan kami sebutkan beberapa saja dan semoga Allah menjaga kita dari hal ini. Beberapa sebabnya antara lain sebagai berikut:

1. Berdakwah tanpa ilmu

2. Tidak ikhlas dan menginginkan dunia

3. Ingin ketenaran dan pujian manusia

4. Banyak bermaksiat tatkala sendiri

Berikut ini penjelasannya.

Pertama, berdakwah tanpa ilmu

Berdakwah tanpa ilmu sangat berbahaya karena mendahului Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujuraat: 1)

Sebagian ulama menjelaskan bahwa ada dosa yang lebih besar dari dosa kesyirikan, yaitu berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala,

قُلْ إنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah, ‘Rabbku hanya mengharamkan: (1) perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi; (2) perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan); (3) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan); (4) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu).” (QS. Al A’raf: 33)

Mengapa dosanya di atas dosa kesyirikan? Karena dosa syirik sumbernya adalah berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata menjelaskan ayat ini,

فرتب المحرمات أربع مراتب، وبدأ بأسهلها وهو الفواحش، ثم ثنى بما هو أشد تحريما منه وهو الإثم والظلم، ثم ثلث بما هو أعظم تحريما منهما وهو الشرك به سبحانه، ثم ربع بما هو أشد تحريما من ذلك كله وهو القول عليه بلا علم، وهذا يعم القول عليه سبحانه بلا علم في أسمائه وصفاته وأفعاله وفي دينه وشرعه

“Allah mengurutkan keharaman menjadi empat tingkatan. Allah memulai dengan menyebutkan tingkatan dosa yang lebih ringan yaitu al fawaahisy (perbuatan keji). Kemudian Allah menyebutkan keharaman yang lebih dari itu, yaitu melanggar hak manusia tanpa jalan yang benar. Kemudian Allah beralih lagi menyebutkan dosa yang lebih besar lagi, yaitu berbuat syirik kepada Allah. Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua, yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama, dan syari’at-Nya.” (I’lamul Muwaqqi’in, hal. 31, Dar Kutubil ‘Ilmiyah)

Kedua, tidak ikhlas dan menginginkan dunia

Sebagaimana hadis yang kita bawakan sebelumnya, ia menjadi orang pertama yang dicampakkan ke dalam neraka karena tidak ikhlas kepada Allah.

Rasa ikhlas harus senantiasa kita perhatikan. Sufyan Ats-Tsauri Rahimahullah mengatakan,

ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي

“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.” (Jami’ Al-‘ulum wal hikam, hal. 18, Darul Aqidah)

Ketiga, ingin ketenaran dan pujian manusia

Para aktivis dakwah dan dai bisa jadi terjerumus dalam hal ini.

Asy-Syathibi Rahimahullah berkata,

آخر الأشياء نزولا من قلوب الصالحين : حب السلطة والتصدر

“Hal yang paling terakhir luntur dari hati orang-orang salih adalah cinta kekuasaan dan cinta eksistensi (popularitas).” (Al-I’tisham, karya Asy-Syatibiy)

Keempat, banyak bermaksiat tatkala sendiri

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺃَﻣَﺎ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﺇِﺧْﻮَﺍﻧُﻜُﻢْ ﻭَﻣِﻦْ ﺟِﻠْﺪَﺗِﻜُﻢْ ﻭَﻳَﺄْﺧُﺬُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺄْﺧُﺬُﻭﻥَ ﻭَﻟَﻜِﻨَّﻬُﻢْ ﺃَﻗْﻮَﺍﻡٌ ﺇِﺫَﺍ ﺧَﻠَﻮْﺍ ﺑِﻤَﺤَﺎﺭِﻡِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻧْﺘَﻬَﻜُﻮﻫَﺎ

“Sesungguhnya mereka adalah saudara kalian dan dari golongan kalian. Mereka salat malam sebagaimana kalian. Akan tetapi, mereka adalah kaum yang jika bersendirian, mereka menerjang hal yang diharamkan Allah.” (HR. Ibnu Majah, sahih)

Semoga Allah menjaga ketakwaan kita di saat sendiri. Tidak lupa kita juga memperbanyak melakukan amal kebaikan saat sendiri, seperti sedekah sembunyi-sembunyi, salat sunnah, salat malam, dan lain-lainnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup, dan yang suka menyembunyikan amalannya.” (HR. Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ خَبْءٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ

“Barang siapa di antara kalian yang mampu untuk memiliki amal salih yang tersembunyi, maka lakukanlah.” (Lihat As-Shahihah, no. 2313)

Seorang ulama, Salamah bin Dinar Rahimahullah berkata,

اُكْتُمْ مِنْ حَسَنَاتِكَ كَمَا تَكْتُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكَ

“Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu, sebagaimana Engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu.” (Hilyah auliya, no. 12938)

Demikian, semoga bemanfaat.

***

Penulis: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/68893-memperingatkan-neraka-tapi-malah-masuk-neraka.html

Islam, Kontrol Diri, dan Perbaikan Sosial

Sejumlah santri serempak menutup telinga, saat terdengar suara musik mengalun di aula tempat mereka duduk dalam rangka mengantre vaksinasi. Mereka adalah santri-santri dari sebuah pondok pesantren tahfidz Al-Qur’an. Peristiwa ini menjadi viral, saat seorang tokoh nasional mengunggah video tersebut di Instagram, dan  dilengkapi dengan caption yang terkesan memojokkan aktivitas tersebut. Tokoh tersebut menyayangkan, karena santri-santri tersebut telah diberikan pendidikan yang salah.

Posting tokoh tersebut memicu kontroversi. Ada yang pro, namun banyak pula yang kontra. Kalangan yang pro dengan tokoh tersebut, bahkan mengaitkan perilaku menolak musik itu sebagai bibit radikalisme. Sementara, kalangan yang kontra, membela para santri itu dengan mencoba mengajukan argumen, bahwa para penghafal Al-Qur’an memang memiliki pola hidup yang sangat berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Menjaga hafalan Al-Qur’an adalah pekerjaan yang sangat sulit. Karena itu, mereka berusaha keras untuk menghindari berbagai hal yang diyakini mampu menghilangkan hafalan tersebut, salah satunya musik.

Lepas dari kontroversi tersebut, penulis ini mengemukakan satu hal yang menurut hemat penulis cukup menarik untuk didiskusikan. Yaitu bagaimana Islam memandang proses kontrol diri (personal control). Tangney (2004), mendefinisikan kontrol diri sebagai kemampuan untuk mengesampingkan atau mengubah keinginan pada seseorang untuk tidak melakukan perilaku yang tidak diinginkan, serta menahan diri dari perbuatan yang dapat berefek negatif. Ada 3 aspek personal control menurut Averill (1973), yaitu kontrol perilaku (behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control) dan kontrol keputusan (decision control).

Kontrol diri adalah salah satu soft skill yang sangat dibutuhkan seseorang, khususnya dalam kehidupan bermasyarakat, yang tentunya akan bertemu dengan beraneka ragam karakter serta kecenderungan. Orang yang sudah memiliki kontrol diri bagus, atau berhasil mengendalikan dirinya, baik dalam perilaku, kognitif/pemikiran, maupun keputusan, sebenarnya merupakan orang-orang yang mampu menempatkan diri secara baik di ruang publik.

Pada kasus di atas, tampak bahwa santri-santri tersebut sebenarnya sudah melakukan proses kontrol diri dengan baik. Mereka memiliki keyakinan (belief) bahwa musik merupakan salah satu sebab rusaknya kegiatan menghapal Al-Qur’an. Tentu ini suatu hal yang debatable. Penulis sendiri termasuk yang meyakini bahwa dalam batasan-batasan tertentu, misalnya syairnya edukatif, musik diperbolehkan untuk didengarkan. Banyak pula pendapat ulama yang menyatakan hal tersebut, salah satunya pendapat dari Dr. Yusuf Al-Qardhawi, yang banyak dianut oleh kaum muslimin di dunia.

Akan tetapi, memang ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa musik, dalam segala bentuknya, adalah haram. Dan bagi penghafal Al-Qur’an, tentu lebih eksklusif lagi, karena mereka akan meminimalisir sedikit mungkin berbagai hal yang bisa mendistraksi fokus mereka dalam memasukkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam memori mereka.

Justru dari perbedaan pandangan inilah, penulis menilai bahwa santri-santri tersebut memiliki kontrol diri yang cukup kuat. Saat itu, mereka berjumlah banyak. Bahkan, jika dilihat dari video yang viral di media sosial, sepertinya hampir seluruh ruangan dipenuhi oleh mereka. Alih-alih melakukan proses unjuk kekuatan (show of force) misalnya dengan memaksa petugas mematikan musik, atau justru merusak sound system, mereka memilih menutup kuping mereka sendiri.

Akhir-akhir ini, kita sering melihat sekelompok orang yang merasa berkuasa, memaksakan kehendak dengan cara paksa, terlebih jika merasa sebagai mayoritas. Apakah santri-santri tersebut kurang beradab, karena tidak menghormati tuan rumah dan melecehkan “suguhan” tuan rumah yang berupa musik? Penulis berpendapat, justru tuan rumahlah yang sebenarnya harus memahami siapa tamu yang akan berkunjung, dan memberikan suguhan yang hendak dihidangkan.

Konsep Kontrol Diri Dalam Islam

Cukup menarik jika kita menelaah beberapa hadist Rasulullah yang memiliki hubungan dengan personal control. Salah satu hadist yang cukup relevan adalah perintah tentang menundukkan pandang (ghadul bashar). Dalam sebuah hadist disebutkan, “Setiap Muslim yang melihat kecantikan seorang perempuan, kemudian dia menundukkan dan memejamkan matanya, Allah mengganti sebagai suatu ibadah” (Riwayat Ahmad dari Abu Umamah).

Ajaran Islam menekankan, bahwa ketika kita mendapatkan stimulus dari luar, yang dianggap bisa melunturkan keimanan, atau mendekatkan para perilaku maksiat, adalah sebisa mungkin kita mengelola indera kita. Sebagaimana kita tahu, indera merupakan organ yang menerima stimulus dari orang lain. Rasulullah SAW, juga pernah menutup telinga ketika mendengar suara seruling yang ditiup seorang penggembala. Bukan kapasitas penulis untuk membahas peristiwa tersebut dalam tinjauan fiqih. Penulis hanya ingin menegaskan, bahwa—lagi-lagi—dalam Islam, memutus stimulus dengan cara mengendalikan diri, adalah sebuah ajaran yang sangat jelas.

Rasulullah tidak mencari si peniup seruling dan memarahinya, atau merebut serulingnya, tetapi lebih memilih menutup telinga. Rasulullah juga tidak menyuruh seorang lelaki menghardik perempuan cantik yang lewat untuk menjauh, tetapi meminta untuk menundukkan pandangan.

Belum lama ini, viral juga di media sosial, tentang curhat seorang perempuan cantik yang merasa dipersekusi oleh warga di kompleks rumahnya, hanya gara-gara dia senang berdandan dan sering berlari pagi melintas di jalan. Para lelaki yang berada di kompleks tersebut merasa terganggu dengan sosoknya yang dianggap “terlalu menggoda” dan membuat para perempuan cemburu. Curhat tersebut viral setelah diunggah di sebuah akun Selebtwit (pesohor di Twitter).

Kembali ke kasus di atas. Jadi, patut dihargai, karena para santri tersebut lebih memilih mengendalikan diri dengan menutup telinga, daripada melakukan aktivitas destruktif. Padahal, saat itu mereka berjumlah mayoritas.

Perbaikan Sosial

Kecenderungan penulis untuk lebih menekankan proses kontrol diri dalam kehidupan sosial masyarakat bukan berarti penulis tidak sepakat dengan upaya-upaya perbaikan sosial. Dalam konsep psikodinamika sendiri, kita mengenal adanya id, ego dan superego. Menurut Purwanto (2007: 94)[1]instink atau gharaiz, merupakan bagian dari struktur id, di mana perwujudan psikologisnya disebut sebagai hasrat (wish), dan rangsang jasmaniahnya disebut sebagai kebutuhan (need). Freud sendiri, sebagai tokoh yang mempopulerkan konsep tersebut, tidak menganjurkan manusia untuk berhenti di elemen id, tetapi harus ditarik ke dalam reality menjadi ego, dan kemudian dimasukkan dalam aspek morality yang disebut superego.

Id sendiri, adalah elemen paling primitif. The id is the primitive and instinctive component of personality[2]. Manusia adalah sosok pembelajar, yang harus diarahkan kepada derajat keadaban yang lebih tinggi. Meski Freud termasuk tokoh yang  menganggap Tuhan sebagai imajinasi schizoprenik (Purwanto, 2017: 115), dengan adanya konsep ego dan superego, Freud tentu tidak menginginkan manusia terus menjadikan the id sebagai  semata  pegangan dalam hidup.  Tak semua ilmuwan seperti Freud. Beberapa ilmuwan seperti Albert Einstein, Max Planck atau Karen Amstrong, merupakan tokoh-tokoh yang secara keras menyerang paham atheistik.

Perbaikan sosial merupakan suatu hal yang disepakati oleh siapapun. Personal control hanya salah satu sarana manusia saat berhadapan dengan sesuatu yang dianggap tidak ideal atau tidak sesuai dengan apa yang menjadi prinsip hidupnya. Namun, jika seseorang memiliki sebuah keyakinan (belief), maka secara alamiah, dia akan berusaha menularkannya kepada orang lain. Dalam Islam, ini disebut sebagai dakwah, atau amar ma’ruf nahy munkar.

Namun, dakwah tentu ada aturan-aturannya, yang sering disebut sebagai fiqih dakwah. Islam menekankan pada pendekatan persuasif, retorika yang baik, dengan berbasis keteladanan. Prinsip-prinsi dakwah sering disebutkan meliputi (1) al hikmah (hikmah); (2) al mau’izah al hasanah (pelajaran yang baik), dan (3) al mujadalah billati hiya ahsan (mendebat dengan cara yang baik)[3].

Sebagian kalangan, sering berkilah, bahwa ketika melakukan pemaksaan kehendak, adalah dalam rangka perbaikan sosial, atau nahy munkar. Misal, ada seorang perempuan tak berjilbab melintas di suatu kompleks yang dianggap religius, lalu perempuan tersebut dipakaikan jilbab secara paksa. Atau, pernah terjadi di suatu daerah, ketika ada beberapa anak muda menyetel musik keras-keras, lalu sejumlah kalangan yang religius mendatanginya dan memaksa untuk mematikan musik dengan disertai ancaman.

Kontrol diri atau personal control memang tidak bisa berdiri sendiri, harus didukung dengan upaya-upaya lain seperti perbaikan sosial, dan juga aturan hukum dari penguasa yang melindungi seluruh lapisan masyarakat. Akan tetapi, kontrol diri merupakan salah satu ajaran penting dari Islam, yang semestinya diterapkan oleh semua pemeluk agama ini. []


[1] Purwanto, Yadi, 2017, Psikologi Kepribadian, Bandung: Refika Aditama

[2] https://www.simplypsychology.org/psyche.html

[3] https://republika.co.id/berita/pnozfj458/mengenal-metodemetode-dakwah-islam

BERSAMA DAKWAH

Imam Ahmad: Tegas pada Ahlul Bid’ah Tawadhu’ dengan Ulama Ahlus Sunnah

 IMAM Ahmad Bin Hambal (164-241 H), salah satu ulama madzhab 4, berasal dari Bagdad, karya beliau antara lain, Musnad Ahmad, Ar Radd ilal Jahmiyah Waz Zanadiqah, dll.  Beliau memang amat tegas terhadap para ahlul bid’ah, akan tetapi amat tawadhu terhadap sesama ulama ahlu sunnah, berikut ini beberapa nukilan yang menunjukkan kearifan Ahmad bin Hambal terhadap mereka yang berbeda pendapat dengannya.

Dalam Siyar ‘Alam An Nubala’, dalam tarjamah, Ishaq bin Rahuyah, berkata Ahmad bin Hafsh As Sa’di, Syaikh Ibnu ‘Adi: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: Tidak ada seorang pun yang pernah pergi ke Khurasan menyerupai Ishaq (kelebihannya), walaui dia telah menyelisihi kita dalam beberapa hal, sesungguhnya manusia masih berselisih satu sama lain. (Siyar ‘Alam An Nubala’ hal. 16, vol. 10).

Juga diriwayatkan oleh Al Hafidz Abu ‘Umar bin ‘Abdul Barr, dalam Jami’ Bayan Al ‘Ilmi, dalam bab Itsbat Al Munadharah Wal Mujadalah Wa Iqamati Al Hujjah, dari Muhamad Bin ‘Attab bin Al Murba’, dia berka, aku mendengar Al ‘Abbas bin Abdi Al Al Adzim Al Ambari mengabarkan kepadaku: “Aku bersama Ahmad bin Hambal dan datanglah ‘Ali bin Madini dengan mengandarai tunggangan, lalu keduanya berdebat dalam masalah syahadah, hingga meninggi suara keduanya, samapi aku takut terjadi apa-apa diantara keduanya. Ahmad berpendapat adanya syahadah sedangakan ‘Ali menolak dan menyanggah, akan tetapi ketika Ali hendak meninggalkan tempat tersebut Ahmad bangkit dan menaiki kendaraan bersamanya (dalam Jami’ Bayan Al ‘Ilmi hal. 968, vol.2).

Juga diriwayatkan bahwa Ahmad bin Hambal juga pernah berdebat dengan guru beliau Imam Syaf’i dalam masalah hukum meninggalkan shalat, maka berkata kepada dia Imam Syafi’i: “Wahai Ahmad, apakah engkau mengatakan dia (yang meninggalkan shalat) kafir?” Ahmad menjawab: “Iya.” Imam Syafi’i lantas bertanya: ” Jika sudah kafir bagaimana cara untuk berislam?”, Ahmad menjawab: “Dengan mengatakan La ilaha ila Allah”. Dijawab Syafi’i: “Dia masih memegang kata itu dan tidak meninggalkannya (syahadat)”. Ahmad berkata: “Dengan menyerahkan diri untuk mau mengerjakan shalat”. Syafi’i menjawab: “Shalat orang kafir tidak sah, dan tidak dihukumi sebagai muslim dengan hanya shalat”. Maka Ahmad berhenti berbicara dan diam ( dalam Thabaqat As Syafi’iyah, hal. 61, vol.2).

Walau terjadi perselisihan dalam beberapa masalah, Imam Ahmad tetap bersikap tawadhu’, bahkan banyak memuji untuk Syafi’i.

Berkat Ishaq bin Rahuyah: “Aku bersama Ahmad di Makkah, dia berkata: “Kemarilah! Aku tunjukkan kepadamu seorang lelaki yang kamu belum pernah melihat orang seperti dia!” Ternyata laki-laki tersebut adalah Syafi’i. (Shifatu As Shofwah, hal. 142, vol. 2).

Berkata Ahmad bin Al Laits: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: “Aku akan benar-benar mendo’akan Syafi’i dalam shalatku selama 40 tahun, aku berdoa:” Ya Allah, ampunilah diriku dan orang tuaku, dan Muhammad bin Idris Asyafi’i.” (dalam Manaqib As Syafi’i lil Baihaqi, hal. 254, vol. 2).

Dari Abu Dawud As Sijistani, bahwa Ahmad bin Hambal mendengar kabar bahwa Ibnu Ma’in menisbatkan Syafi’i kepada tasyayu’. Maka berakata Ahmad: “Apakah engkau mengatakan hal ini terhadap para imam umat Islam?” Yahya menjawab: “Aku melihat di bukunya tentang hukum memerangi ahlu al bagha (pemberontak), dari awal hingga akhir dia berdalil dengan ‘Ali bin Abi Thalib.”

Imam Ahmad berkata: “Engkau sungguh mengherankan! Dengan siapa lagi Syafi’i berhujjah dalam hukum memerangi ahli al bagha? Dan seorang yang pertama dari umat ini yang diuji dengan pemberontakan adalah ‘Ali bin Abi Thalib, dan dia yang telah menghukumi, tidak didapati dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasslam, juga tidak pula dari para khalifah selainnya, lalu dengan siapa dia (Syafi’i) mengambil hujjah? Maka malu lah Yahya bin Ma’in (Manaqib As Syafi’i, hal 450-451, vol. 1).*

HIDAYATULLAH

Jangan Kecewa Rasulullah Pernah Batal Berangkat Haji Umrah

Jamaah haji diminta tidak berkecil hati sudah dua kali gagal berangkat untuk melaksanakan ibadah haji. Pada masanya Rasulullah SAW pernah membatalkan berangkat ke Tanah Suci untuk ibadah haji dan umrah karena Makkah belum kondusif.

“Melihat sejarah kehidupan Rasulullah, di mana perjalanan umroh pernah diurungkan,” kata Subordinator Pembimbingan dan Penyuluhan Pusat Kesehatan Haji Muhammad Imran Saleh Hamdani, seperti dikutip situs Puskeshaji, dalam kegiatan Sosialisasi Haji Sehat dan Vaksinasi COVID-19 di Makassar, Sabtu (18/9).

 Imran mengatakan ketika itu ada perjanjian Hudaibiyah, saat itu Rasulullah dengan para sahabatnya melakukan perjalanan dari Madinah ke Makkah, dengan berpakaian ihram. Menurut catatan sejarah ketika itu rombongan membawa hewan kurban 70 ekor unta.

Di mana perjalanannya kata dia butuh waktu 10 hari. Rombongan tertahan karena kaum Quraisy menghalangi, sehingga lewat jalan lain tetapi tertahan di Hudaibiyah. Di mana posisi Hudaibiyah sekitar 20 km di luar Mekkah atau perjalanan setengah hari lagi.

“Betapa sahabat kecewa, tapi Rasul membawa kabar gembira bahwa pahala umrah tetap mereka dapatkan,” katanya.

 Batalnya perjalanan ibadah umrah Rasulullah mesti menjadi pelajaran jamaah untuk tidak kecewa telah dua kali batal berangkat haji. Jamaah harus yakin bahwa Allah SWT telah mencatat niatnya untuk melaksanakan ibadah haji.

 “Karena jamaah sudah memiliki niat dan melaksanakan niat,” katanya.

 Imran mengatakan bahwa sampai saat ini pemerintah Arab Saudi belum membuka umrah haji untuk warga luar negeri termasuk Indonesia. Alasannya karena, kondisi pandemi Covid-19 yang belum reda di semua negara.

“Namun pemerintah Indonesia tidak berhenti berusaha untuk menguatkan diplomasi. Misal dengan terus meningkatkan cakupan vaksinasi COVID-19 dan saat ini telah melewati pandemi Covid-19 dengan baik, di mana positivity rate di bawah 5 persen, yaitu 4,49 persen,” katanya.

 Imran mengatakan, kegiatan Sosialisasi Haji Sehat ini juga digelar Vaksinasi Covid-19. Tujuannya adalah menguatkan diplomasi kita bahwa vaksinasi kita naik.

 “Namun tetap jaga protokol kesehatan dan selalu berdoa semoga kita tetap sehat dan dapat melakukan ibadah haji tahun depan,” katanya.

 Kegiatan Sosialisasi Haji Sehat ini diikuti oleh 200 calon jemaah haji Kota Makassar. Kegiatan ini kerjasama Pusat Kesehatan Haji dengan Komisi IX DPR RI dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota Makassar.

 Kegiatan Sosialisasi Haji Sehat dan Vaksinasi COVID-19 dihadiri Anggota Komisi IX DPR RI Hj Aliyah Mustika Ilham, SE. Ia mengatakan target vaksinasi Indonesia belum tercapai, sehingga negara kita tidak dipercaya masuk negara lain termasuk Arab Saudi. Oleh karena itu agar kita bisa berumroh dan haji maka ayo kita ajak saudara-saudara kita ikut vaksinasi COVID-19. Tetap patuhi protokol kesehatan dan berdoa semoga pandemi COVID-19 cepat berakhir.

 Sementara vaksinasi COVID-19 akan diberikan sebanyak 1.000 dosis Sinovac untuk pelajar usia 12-17 tahun dan jemaah haji dan masyarakat umum.

Menurut Prof Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar, pada tahun kesembilan Rasulullah batal naik haji. Dan memerintahkan Abu Bakar as-Shiddiq menjadi Amirul-Hajj. 

Kemudian beliau usulkan dengan memerintahkan Ali bin AbuThalib membacakan Surat Baraah (at-Taubah), meyampaikan beberapa perintah.  “Di antaranya ialah bahwa tahun depan tidak boleh lagi ada orang yang tawaf keliling Ka’bah dengan bertelanjang,” katanya.

 Menurut informasinya kata Buya Hamka, karena beliau tidak mau melihat orang telanjang bertawaf itulah maka beliau tidak naik haji tahun itu. Dan akhirnya memerintahkan Abu Bakar memimpin haji.

 “Baru tahun depannya, di tahun kesepuluh beliau memimpin sendiri naik haji, setelah Ka’bah benar-benar bersih,” katanya.Dan haji beliau yang terakhir itulah yang dinamai Haji Wada’ Haji Selamat Tinggal atau haji perpisahan. Setelah beberapa bulan dari itu Rasulullah wafat.

IHRAM

Cerita Muslimah Amerika Kesulitan Cari Pasangan

Seorang pengacara dan penulis Muslim Afro-Latina yang tinggal di Bay Area, Tahirah Nailah Dea (29) mengungkap kesulitan wanita muslim mencari suami yang seiman di Amerika Serikat (AS). Dean baru dua tahun lulus dari sekolah hukum ketika dia mulai serius mencari suami.

Dia meminta teman-teman dan imam komunitas Muslim setempat untuk membantu menghubungkannya dengan prospek yang baik. Akan tetapi berulang kali, dia diberitahu bahwa setiap pria Muslim yang memenuhi syarat yang dia temui hanya mencari istri dari latar belakang etnisnya sendiri.

“Saya mendengar, ‘Pasangan mereka harus orang Mesir,’ atau ‘Mereka hanya mencari istri Palestina,'” kenang Dean, dilansir dari laman the Lily pada Selasa (21/9).

“Mereka bahkan tidak bisa mengajukan saya sebagai kandidat. Saya bahkan tidak bisa masuk ke pintu,” lanjutnya.

Pada tahun-tahun sejak itu, Dean telah mencatat perjuangan berat yang dihadapi wanita Muslim, sering kali berusia akhir 20-an dan lebih. Mereka kesulitan dalam menemukan suami Muslim di AS.

Sekarang, dalam seri foto berjudul “The ISMs Project,” Dean mendokumentasikan prasangka yang dia dan banyak wanita Muslim lainnya hadapi. Itu disebut sebagai “krisis pernikahan”: ageisme, seksisme, rasisme, dan warna kulit.

Dean bekerja dengan fotografer Qamara El-Amin dan videografer Hauwa Abbas untuk mengabadikan pengalaman wanita Muslim lajang di seluruh negeri. Setiap model digambarkan dalam dua foto. Satu yang menunjukkan dia berjuang dengan bentuk prasangka, dilambangkan dengan barang seperti jam, teko atau cermin. Satu lagi yang menunjukkan perlawanannya terhadap rintangan ini. 

“Sejak 2018, saya telah menulis tentang kesulitan menemukan suami Muslim yang taat dan budaya kencan Muslim di AS. Saya sedang bekerja untuk menerbitkan memoar, tetapi sementara itu, saya ingin mendapatkan memoar pengalaman saya dan wanita lain ke dalam ruang publik. Saya ingin menunjukkan para wanita yang mengalami kesulitan menemukan pasangan di usia berkencan di masyarakat Amerika, mencoba untuk mempertahankan nilai-nilai Islam mereka, tetapi menemukan “isme” ini di jalan mereka. Saya pikir serangkaian foto akan membantu menempatkan wajah pada masalah dan memanusiakan masalah tersebut,” kata dia.

 “Ini kata yang berat, krisis, tapi saya merasa kita berada dalam situasi seperti itu. Saya pernah mendengar istilah yang digunakan oleh para ulama dan pemimpin Muslim dalam dua hal. Salah satunya adalah meningkatnya angka perceraian di masyarakat. Banyak konselor pernikahan Muslim dan imam menanggapi hal ini dan bekerja pada inisiatif untuk membantu menjaga pernikahan tetap bersama. Aspek lain, yang tidak banyak Anda temukan dalam penelitian apa pun, adalah meningkatnya jumlah lajang Muslim. Tampaknya jumlah wanita yang belum menikah lebih tinggi daripada pria. Sebagian karena laki-laki Muslim diperbolehkan menikahi seseorang dari luar agama, menurut banyak ulama Islam. Tetapi wanita tidak diizinkan melakukan hal yang sama,” lanjut dia.

Dean mengatakan, kesulitan menemukan pasangan Muslim ini terutama di kalangan wanita berusia antara 25 hingga 35 tahun, seringkali berpendidikan tinggi dan berprestasi. Banyak juga yang berkulit hitam atau berkulit gelap. Inilah wanita yang dia fokuskan.

Ketika Dean mulai mewawancarai orang-orang untuk bukunya, ia menyadari bahwa ia bukan satu-satunya yang berjuang untuk menemukan seseorang yang cocok. 

“Semuanya diperbesar dalam komunitas Muslim, di mana ada penekanan pada pernikahan sebagai bagian dari iman, menikah muda, dan persetujuan atau fasilitasi orang tua. Ada beban budaya dengan ibu terutama memiliki gagasan tentang siapa anak laki-laki mereka harus menikah, ingin menantu perempuan mereka untuk mengambil tugas yang lebih tradisional, tinggal di rumah, kurang menghargai istri yang berprestasi, memiliki gagasan bahwa wanita “kedaluarsa” jika dia tetap tidak menikah melewati usia 27. Ini adalah kata-kata yang sebenarnya diucapkan kepada wanita: Anda sudah kadaluarsa, waktu Anda hampir habis,” ucap Dean.

IHRAM