KH. Ghazali Ahmadi: Pendidik Umat Yang Tidak Kenal Lelah

Bagi masyarakat Kangean, Kiai Ghazali tidak sekadar dikenal sebagai seorang kiai, ulama, pendidik, intelektual dan tokoh masyarakat. Tetapi juga dikenal sebagai sosok yang sederhana, santun, toleran dan egaliter sekaligus panutan/teladan bagi masyarakat. Sebab dalam kesehariannya, Kiai Ghazali tidak menampakkan sifat “ketokohannya” melainkan menunjukkan kebiasaan beliau, yakni gemar bekerja, membantu masyarakat, membersihkan halaman rumahnya hingga ruas jalan, dan lain-lain.

Meskipun demikian, kapasitas serta kepakarannya di bidang ilmu agama tidak ada seorang pun yang meragukannya. Dari saking “alimnya” di bidang ilmu agama, Kiai Ghazali menjadi rujukan utama bagi masyarakat Kangean tak terkecuali para da’i, pejabat dan lain-lain. Terbukti, dalem (rumah) beliau tak pernah sepi didatangi para tamu, mulai dari tamu kelas papan atas hingga akar rumput (masyarakat kelas bawah) dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda.

Yang menarik dari Kiai Ghazali dalam mempelajari ilmu, beliau tidak sekadar mendalami ilmu agama melainkan juga ilmu-ilmu umum, seperti; ilmu politik, pemikiran Islam kontemporer, sejarah Indonesia, kajian orientalis, dan lain sebagainya. Maka tidaklah berlebihan, jika Kiai Ghazali dijuluki sebagai “raksasa genius” dari Pulau Kangean. Bahkan lebih dari itu, beliau adalah seorang filosof dan intelektual Islam kontemporer.

Selain itu, Kiai Ghazali juga termasuk ulama yang produktif dalam menghasilkan karya. Di antara karya yang lahir dari jari-jemari beliau, kurang lebih 10 kitab. Salah satunya adalah; Sabilul Jannah, kitab fiqih ibadah praktis dan mudah untuk dipahami. Menariknya, kitab ini ditulis berbentuk Arab pegon meskipun bahasanya menggunakan bahasa Madura. Tentu, tujuannya tidak lain dan tidak bukan; untuk mempermudah bagi para pemula yang hendak belajar kitab kuning, khususnya masalah ibadah. Dalam kolofonnya, kitab ini dianggit pada waktu Kiai Ghazali berada di Pondok Pesantren Sukorejo, Situbondo bersanding dengan karya K.H.R. As’ad Syamsul Arifin, bertajuk Isra’ Mi’raj.

Sebagai seorang yang alim khususnya di bidang ilmu agama, tentu Kiai Ghazali memahami betul bahwa ilmu yang dimilikinya bukan sekadar untuk pribadinya (tidak disebarkan). Tetapi, bagaimana bermanfaat terhadap orang lain. Karena, hakikat dari ilmu sendiri adalah untuk diamalkan dan disebar-luaskan kepada seluruh umat manusia.

Pun dalam menyebarkan ilmu (memberikan pendidikan) kepada masyarakat, tentu memerlukan suatu metode atau strategi yang tepat agar tujuan yang dikehendaki bisa tercapai. Begitu pula dengan Kiai Ghazali, beliau mencoba merumuskan metode yang layak digunakan sebagai strategi untuk menyebarkan ilmu disesuaikan dengan kehidupan masyarakat. Di antara metode tersebut adalah; ceramah (Bil Lisan) dan keteladanan atau praktik (Bil Hal).

Dengan Bil Lisan, Kiai Ghazali memberikan pengajian kitab kuning (karya-karya ulama klasik) terhadap masyarakat. Di antara kitab yang diajarkan adalah; Safinatu an-Najah, Sulamu al-Taufik, Syarah al-Hikam, dan lain sebagainya. Selain melalui pengajian, beliau juga menempuh jalur “ceramah” dalam menyebarkan ilmu.

Yang tak kala menariknya dalam menyebarkan ilmu, Kiai Ghazali tidak melulu sekadar menempuh jalur “ceramah” dan “pengajian kitab kuning”. Tetapi, beliau juga memberikan keteladanan atau praktik konkret (Bil Hal) kepada masyarakat. Bahkan, Kiai Ghazali mengaksentuasikan praktik daripada ucapan. Sebab, menurut beliau, praktik lebih efektif dan mudah diterima ketimbang ucapan. Apalagi, objeknya masyarakat Kangean yang notabene masyarakatnya adalah pekerja-keras.

Namun, dalam menyebarkan ilmu tentu seseorang akan menemui pelbagai rintangan, ancaman dan cacian dari masyarakat begitu-pun dengan Kiai Ghazali. Bagi beliau, rintangan, ancaman dan cacian tersebut sudah menjadi “makan setiap harinya”. Bukan sedakar fisik melainkan juga psikis dan bahkan tak jarang beliau diserang melalui ilmu gaib. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw. dalam mendakwakan agama Islam kepada Masyarakat Arab.

Akan tetapi, hal tersebut tidak menggoyahkan sedikit-pun girah Kiai Ghazali untuk menyebarkan ilmu. Karena, beliau memahami betul bahwa; mendidik umat bukanlah sesuatu hal yang mudah; tetapi memerlukan keteguhan, kesabaran, pengorbanan, dan ketabahan dengan disertai konsistensi yang kuat dalam diri seseorang.

Kegigihan yang kuat dengan ditopang sifat kesabaran dan ketabahannya, lambat laun masyarakat Kangean sudah mulai menerima kehadiran Kiai Ghazali. Alhasil, masyarakat yang awalnya ‘jahiliyah’ berubah menjadi masyarakat yang beradab, berakhlak serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan bahkan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya hingga saat ini.

ISLAM KAFFAH

Gemuk Ternyata Dilarang Agama

ari al Hasan, dari Hindi, ia berkata, “Rasulullah itu berdada lebar. Antara perut dan dada berukuran sama”. (HR. Thabrani dan al Zabidi).

Dari Ummu Hani’, ia menuturkan, “Saya tidak melihat bentuk perut Rasulullah, kecuali saya ingat lipatan-lipatan kertas yang digulung antara satu dengan yang lainnya”. (HR. Thabrani). Dalam riwayat lain menggunakan redaksi “Perutnya bagai batu-batu yang tersusun”.

Istilah “batu-batu yang tersusun” adalah ungkapan untuk bentuk tubuh yang atletis. Dengan demikian, Rasulullah memiliki tubuh atletis. Tidak gemuk, tidak terlalu kurus.

Apakah hadis ini ada hubungannya dengan tema “Gemuk ternyata dilarang agama”?

Rasulullah bersabda, “Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi setelahnya. Sesungguhnya, pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiannya, bernadzar tapi tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka kegemukan”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Imam al Qurthubi menjelaskan, hadis ini adalah celaan untuk mereka yang memiliki tubuh gemuk karena banyak makan, banyak minum, santai, berfoya-foya dan selalu memperturutkan hawa nafsu berupa kesenangan duniawi. Ia, menjadi budak bagi dirinya sendiri, bukan seorang hamba Tuhan. Model manusia seperti ini bisa dipastikan akan terjerumus kepada perbuatan haram.

Penjelasan ini disampaikan oleh al Qurthubi dalam tafsirnya (II/67), tradisi yang dicela oleh Allah adalah kebiasaan makan dengan porsi jumbo dan hobi kuliner. Kebiasaan makan banyak merupakan kebiasaan orang kafir. Karena, siapa yang makannya banyak akan membuatnya rakus dan tamak, malas dan banyak tidur di malam hari. Siang hari hanya untuk makan, minum dan berfoya-foya, dan malam hanya untuk tidur.

Tapi, bukankah Allah tidak memandang bentuk fisik?

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta kalian, Dia hanya melihat pada hati dan amal kalian” (HR. Muslim).

Seakan-akan, hadis ini membantah hadis sebelumnya. Gemuk dan kurus bukan persoalan. Sebab, yang menjadi barometer kemuliaan seseorang dihadapan Allah adalah ketulusan hati dan ketakwaan.

Mula Ali Qori dalam Jam’u al Wasail fi Syarhi al Syamail 1/34), menjelaskan, “Allah membenci orang gemuk” dipahami kalau yang menjadi penyebab kegemukan adalah kelalaian, dan kesenangan berlebihan terhadap kesenangan duniawi. Makan dan minum yang berlebihan.

Telah jelas, kegemukan akibat terlalu banyak makan dan minum merupakan aktivitas yang sangat dicela oleh Allah. Beda halnya kalau kegemukan itu terjadi karena faktor alami, tidak masalah karena terjadi bukan karena banyak makan, minum dan foya-foya. Sekali lagi, gemuk yang dilarang adalah karena banyak makan dan minum.

Sebagai penutup, dalam kitab Taurat termaktub kalimat yang menegaskan Allah membenci tokoh agama yang gemuk karena faktor banyak makan. Rasulullah mengingatkan, “Siapa yang penuh perutnya tidak akan pernah masuk ke dalam kerajaan langit”.

ISLAM KAFFAH

Kalimat Pertama Nabi Muhammad Sesampainya di Kota Madinah

Inti dari pesan Nabi Muhammad adalah kesejahteraan masyarakat.

bdullah bin Salam rahimahullah meriwayatkan ketika Nabi Muhammad tiba untuk pertama kalinya di Madinah. Abdullah bin Salam tidak melihat Nabi SAW seperti seorang pembohong, seperti yang dikabarkan orang-orang kafir.

Abdullah bin Salam merupakan seorang kepala Pendeta Yahudi di Madinah yang kemudian masuk Islam. Ia bersama orang-orang di Madinah datang untuk melihat kedatangan Nabi Muhammad.

Dengan seksama, Abdullah bin Salam terus memperhatikan Nabi Muhammad. Ia bahkan menyimak kalimat pertama yang disampaikan Nabi setibanya di Madinah.

“Wahai manusia: Beri makan orang yang lapar, tebarkan salam, jagalah hubungan dengan saudaramu, dan sholatlah di malam ketika orang- orang sedang tidur. Niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR Al-Bukhari).

Nabi Muhammad SAW adalah orang yang tulus, memiliki keyakinan yang teguh dan jelas dalam menyampaikan pesan. Nabi Muhammad selalu menerapkan dan mengamalkan kepada dirinya sendiri sebelum menyampaikan kepada orang lain.

Dilansir dari About Islam, Senin (1/11), Hazem Said dan Maha Ezzeddina mengatakan, inti dari pesan Nabi Muhammad adalah kesejahteraan masyarakat. Kata-kata pertamanya saat ia hijrah ke Madinah menekankan hal itu. Berikut penjelasannya.

Memberi makan yang lapar

Makanan adalah kebutuhan bertahan hidup dan prasyarat perdamaian. Kita tidak bisa mengharapkan komunitas dan negara bisa mengatasi masalah lain sebelum membantu mereka mengurangi rasa lapar tersebut. Dengan memastikan setiap orang dapat menemukan makanan mereka untuk hari itu merupakan langkah penting menuju perdamaian dunia.

Kita dapat mulai memberi makan mereka yang lapar dengan menciptakan kesempatan bagi orang-orang untuk menikmati makanan sehat melalui acara-acara sosial, outlet khusus atau perhatian pribadi pada tingkat individu.

Memberi salam

Saat kita bertemu satu sama lain di jalan, saat menunggu dalam antrean, di ruang kelas, di tempat kerja atau dalam pertemuan sosial, saling menyapa dengan hangat sangat membantu menciptakan kasih sayang dan kesadaran di antara satu sama lain. Karena ketidaktahuan justru sering mengarah pada kebencian.

Saling menyapa membuka pintu untuk belajar tentang satu sama lain. Ini meredakan ketegangan dan mendorong dialog.

Menjaga hubungan dengan kerabat

Keluarga dan kerabat adalah unit penting bagi perdamaian di dunia. Ketika keluarga tumbuh dan berkembang, koneksi dan ikatan lainnya tidaklah terlalu penting. Memperbaharui dan memelihara ikatan keluarga secara teratur, bahkan dengan kerabat jauh, menciptakan peluang untuk saling menghargai satu sama lain.

“Di dunia sekarang ini, kita beruntung teknologi telah menyediakan sarana komunikasi. Kita dapat dengan mudah tetap berhubungan dengan anggota keluarga lainnya,” kata dia.

Sholat saat orang lain tertidur

Nabi Muhammad mengatakan sholat di malam hari sama halnya dengan memberi makan orang yang lapar, saling menyapa, dan menjaga ikatan keluarga. Begitu juga hubungan antara spiritual dan fisik manusia dihidupkan dengan mendirikan sholat malam.

“Ketika kita sendirian di saat-saat tenang di malam hari, itu adalah waktu yang kuat untuk membangun hubungan kita dengan Allah,” kata dia.

Hubungan spiritual dengan Allah adalah reaktor yang memberi kita energi untuk mempertahankan hubungan kita dengan orang lain dan pelayanan kita kepada mereka. Dengan menyeimbangkan kekuatan batin kita dan menerapkan peran kita terhadap orang lain, kita tidak hanya memetakan jalan menuju kedamaian di dunia kita, tetapi juga jalan damai menuju surga.

KHAZANAH REPUBLIKA

Persiapan Ibadah Haji dan Umroh Dilakukan Profesional

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief memastikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sangat konsen menyiapkan penyelenggaraan haji dan umroh. Persiapan ini dilakukan secara profesional, inklusif, terbuka, dan tidak diskriminatif.

“Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mendorong percepatan persiapan ibadah haji dan umrah 1443 H secara profesional, terbuka, inklusif, dan tidak diskriminatif,” kata Hilman melalui keterangan tertulisnya, kemarin.

Selain itu kata Hilman, Menag juga minta persiapan dilakukan dengan sigap dan cermat  baik persiapan terkait jemaah, PPIU dan PIHK. Hal ini juga berlaku bagi persiapan protokol kesehatan, serta persiapan lainnya.

Hilman menegaskan, keterbukaan dan profesionalitas penting karena ibadah haji dan umrah menjadi ajang silaturahim antar umat Islam dari berbagai latar belakang. Mulai dari ormas, golongan, daerah, dan lain sebagainya.

“Arahan Menag jelas dan tegas, pengelolaan dan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah harus lebih inklusif karena ibadah ini milik semua umat Islam Indonesia dari berbagai kalangan, tanpa ada diskriminasi dan perbedaan, baik prioritas jemaah, penyelenggara maupun para pembimbing haji dan umroh,” terangnya.

Menurutnya, jamaah memiliki latar belakang tradisi keagamaan yang bermacam-macam yang semua harus dilayani dengan baik. Ia menegaskan, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah betul-betul disiapkan dan dilaksanakan.

“Kami akan  mempersiapkan penyelenggaraan haji dan umrah secara profesional, termasuk dengan memperhatikan perbedaan karakter, baik pembimbing, petugas, serta jamaah,” katanya.

IHRAM

Menunaikan Hak Tetangga Sebagian dari Iman, Bagaimana jika Bertetangga dengan Non Muslim?

Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwasanya tetangga itu berhak atas segala sesuatu yang menjadi hak seluruh muslim.

Dalam Islam, status tetangga mempunyai hak yang sedikit lebih dari lainnya. Bahkan tetangga non muslim sekalipun mempunyai hak dalam kapasitas sebagai tetangga saja atau untuk menegakkan hak bertetangga. Dalam kitabnya, Imam Ghazali kemudian menukil hadis berikut ini

عَن رسول الله -عليه الصلاة والسلام- أنه قال: (الجيرانُ ثلاثةٌ: جارٌ له حقٌّ واحدٌ وهو أدنَى الجيرانِ حقًّا، وجارٌ له حقَّان، وجارٌ له ثلاثةُ حقوقٍ وهو أفضلُ الجيرانِ حقًّا؛ فأمَّا الجارُ الَّذي له حقٌّ واحدٌ فالجارُ المُشرِكُ لا رحِمَ له وله حقَّ الجِوارِ، وأمَّا الَّذي له حقَّان فالجارُ المُسلمُ لا رحِم له وله حقُّ الإسلامِ وحقُّ الجِوارِ، وأمَّا الَّذي له ثلاثةُ حقوقٍ فجارٌ مسلمٌ ذو رحِمٍ له حقُّ الإسلامِ وحقُّ الجوارِ وحقُّ الرَّحِمِ، وأدنَى حقِّ الجِوارِ ألَّا تُؤذيَ جارَك بقُتارِ قِدرِك إلَّا أن تقدَحَ له منها)

Rasulullah Saw bersabda, “Tetangga ada tiga macam, yaitu: 1) tetangga yang mempunyai satu hak, itu hak tetangga paling dasar. 2) Tetangga yang mempunyai dua hak dan 3) tetangga yang mempunyai tiga hak yaitu tetangga yang memiliki hak paling utama. Tetangga yang mempunyai satu hak adalah non muslim yang bukan kerabat ia hanya mendapat hak tetangga saja. Tetangga yang punya dua hak adalah tetangga muslim ia mendapatkan hak sebagai tetangga dan hak sebagai muslim. Tetangga yang mempunyai tiga hak ialah tetangga muslim yang masih kerabat, ia mendapatkan hak sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat. Termasuk Hak tetangga yang paling dasar adalah jangan sampai engkau menyakiti tetanggamu dengan bau harum pancimu kecuali engkau memberinya sebagian darinya” (HR. Abu Nu’aim).

Dalam kitab Takhrij Ahaadist Ihya ‘Ulumuddin, Mustadha Az-Zabidi menjelaskan bahwa menurut Imam al-Iraqi hadis ini dhaif dan ditemukan dalam beberapa riwayat di antaranya dalam kitab Makarimi al-Akhlaq karya al-Kharaithi, kitab al-Kamil karya Ibn ‘Adi.

Selain itu hadis ini diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya, dimana kandungan hadis ini termasuk dalam fadhail al-A’mal, maksudnya adalah hal yang dianjurkan syariat untuk diamalkan. Menurut Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar, boleh mengamalkan hadis dhaif  dalam fadhail al-a’mal. Apalagi jika kandungan hadis tersebut tidak bertentangan dengan hadis shahih lainnya.

Seperti dalam hadis lainnya yang disebutkan oleh Imam Ghazali dari riwayat berikut ini

قال مجاهد كنت عند عبد الله بن عمر رضي الله عنهما وغلام له يسلخ شاة فقال يا غلام إذا سلخت فابدأ بجارنا اليهودي حتى قال ذلك مراراً فقال له كم تقول هذا فقال إن رسول الله – صلّى الله عليه وسلم – لم يزل يوصينا بالجار حتى حسبنا أنَّهُ سيورِّثُهُ

Mujahid berkata, “Aku berada disamping Abdullah bin Umar, sedangkan seorang hamba sahayanya menguliti kambing miliknya. Lalu ia berkata: “Hai nak, apabila kamu telah selesai menguliti, dahulukan tetangga kita yang Yahudi”, sehingga ia berkata begitu berulang-ulang. Lalu anak itu berkata: “Berapa kali tuan berkata begitu pada saya?” Lalu ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Saw selalu berwasiat kepada kami tentang tetangga sehingga kami mengira bahwa tetangga termasuk dalam kelompok yang berhak menerima harta waris..” (HR. Abu Daud)

Menurut Imam al-‘Iraqi, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Tirmidzi tersebut hasan gharib. Berdasarkan hadis ini pula, para ulama berpendapat bahwa boleh memberikan tetangga Yahudi dan Nasrani hewan kurban yang kita sembelih sebagai bentuk muamalah yang baik.

Apa Hak Tetangga yang Wajib Kita Tunaikan?

Hak tetangga yang paling dasar yaitu bersikap baik dan tidak menyakiti mereka. Rasulullah melarang seseorang menyakiti tetangga bahkan menjadikan sifat itu sebagai tanda dari kurangnya iman seseorang. Sebagaimana dalam hadis riwayat Imam Bukhari, Rasulullah bersabda,

فقال -عليه الصلاة والسلام: (واللَّه لا يؤمِنُ، واللَّه لا يؤمنُ، واللَّه لا يؤمنُ. قيلَ: ومن يا رسولَ اللَّه؟ قالَ: الَّذي لا يأمنُ جارُه بوائقَه

Rasulullah Saw bersabda, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Beliau ditanya (oleh seorang sahabat),”Siapa gerangan wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yang tetangganya tidak aman dari keburukan-keburukannya.” (HR. Bukhari)

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa maksud dari keburukan disini diartikan dari kata bawaaiq yaitu bentuk plural dari kata baaiqah yang artinya adalah kelicikan-kelicikan yang dapat merusak dengan tiba-tiba.

Dalam hadis ini, Rasul sampai mengulang kalimat sumpah hingga tiga kali secara tegas tentang alpanya keimanan seseorang jika sampai berbuat buruk pada tetangganya. Kecaman ini dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Malik disebutkan dengan tambahan redaksi laa yadkhul al-Jannah, tidak akan masuk surga.

Setiap tetangga berhak diperlakukan baik oleh tetangganya, dan sebagai tetangga kita wajib memperlakukan tetangga kita dengan baik. Inilah yang dimaksud sebagai hak dan kewajiban bertetangga menurut Imam Ghazali.

Dari hadis-hadis serta penjelasan ulama yang telah disebutkan di atas, dapat kita simpulkan bahwa serendah-rendahnya menunaikan hak tetangga adalah dengan berbuat baik dan tidak menyakitinya. Tidak ada perbedaan, baik itu kepada muslim ataupun non muslim. Wallahu’alam.

BINCANG MUSLIMAH

Tiga Keutamaan Surat Al-Fatihah

Surat al-Fatihah merupakan surat yang terus menerus dibaca ketika melaksanakan shalat. Oleh karenanya, surat al-Fatihah disebut juga sebagai Sab’ul Matsani, yang bermakna tujuh ayat dalam surat Fatihah yang selalu diulang-ulang oleh orang-orang Muslim. Karena keistimewaannya, surat ini diletakkan dalam deretan awal pada kitab suci Al-Qur’an. Di samping menjadi rukun shalat, ternyata surat Fatihah memiliki beberapa keutamaan (fadhilah). Berikut penjelasan tiga keutamaan surat al-Fatihah.

Surat Al-Fatihah menyimpan hikmah yang sangat besar jika terus menerus diamalkan. Di dalam berbagai dalil disebutkan mengenai keutamaan-keutamaan membaca surat Al-Fatihah yang begitu besar. Sampai-sampai para sahabat Nabi sangat memuliakan surat Fatihah. Termasuk keutamaan surat Al-Fatihah yaitu:

Pertama, Permintaannya mudah diijabah oleh Allah

Termasuk salah satu Fadhilah Surat Fatihah ialah apabila ia mempunyai permohonan atau hajat, maka Allah akan mudah untuk mengabulkannya. Namun tentunya harus dilandasi dengan kesungguhan berdoa dan keihklasan dalam beribadah.

Oleh karena itu, Allah akan memberikan hadiah berupa terkabulnya doa kita. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang disebutkan betapa dahsyatnya doa ketika dibarengi dengan Surat Al-Fatihah.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ فَقَالَ هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَسَلَّمَ وَقَالَ أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِىٌّ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلاَّ أُعْطِيتَهُ

Dari Ibnu Abbas beliau berkata: Tatkala Jibril duduk disamping Nabi mendengar suara dari atasnya maka dia menengadahkan kepalanya dan berkata: -suara- ini merupakan salah satu pintu langit yang dibuka hari ini, belum pernah dibuka kecuali hari ini. Maka turunlah seorang malaikat , dia berkata: ini adalah seorang malaikat yang turun kebumi, dimana dia sama sekali belum pernah kebumi kecuali hari ini, kemudian malaikat itu mengucap salam dan berkata: berilah dengan kabar gembira dengan dua cahaya ini yang telah diberikan padamu, yang tidak pernah diberikan kepada nabi sebelummu, surat Al-Fatihah dan akhir ayat al-Baqarah, tidaklah engkau membacanya kecuali akan diberikan. (HR. Muslim)

Kedua, Mengundang rezeki dengan keberkahannya

Terkadang Allah menguji hambanya dengan cara menyulitkan rezekinya. Tak tanggung-tanggung, biasanya ada yang sampai mengakhiri hidupnya karena tak jua mendapatkan rezeki untuk mengisi kekosongan perutnya. Maka disinilah fungsi dari Surat Al-Fatihah sebagai pelancar rezeki seseorang.

Karena sebab membaca Surat Al-Fatihah seseorang bisa dipermudah untuk mendapatkan rezeki lengkap dengan keberkahan yang mengikutinya. Hal ini sebagaimana bunyi salah satu teks hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Bukhari.

عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَ: كُنْتُ أُصَلِّي فِي الْمَسْجِدِ فَدَعَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ أُجِبْهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أُصَلِّي فَقَالَ أَلَمْ يَقُلْ اللَّهُ اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ  ثُمَّ قَالَ لِي لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ السُّوَرِ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ الْمَسْجِدِ ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِي فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ قُلْتُ لَهُ أَلَمْ تَقُلْ لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ

Dari Abu Said bin Al-Mu’alla Ra berkata: Aku pernah shalat dimasjid, kemudian Rasulullah  memanggilku namun aku tidak menjawabnya, aku berkata: wahahi Rasulullah sesungguhnya tadi aku sedang shalat, beliau berkata: bukankan Allah berfirman (penuhilah seruan Allah dan Rasul saat menyeru kalian sesuatu yang memberi kalian kehidupan) kemudian beliau bersabda: aku akan mengajarkan kepadamu sebuah surat yang paling agung dalam Al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid, kemudian beliau memegang tanganku, dan tatkala beliau hendak keluar masjid aku berkata kepadanya: bukankan engkau berkata aku akan mengajarkanmu sebuah surat yang paling agung dalam Al-Qur’an, beliau berkata: alhamdulillahi rabbil’alamin, ini adalah sabu’lmatsaniy dan Al-Qur’an yang agung yang didatangkan kepadaku. (HR Ahmad dan Bukhari).

Katiga, Sebagai obat menyembuhkan (syifa’)

Di dalam metode Ruqyah, Surat Al-Fatihah biasanya selalu dibaca berulang-ulang. Hal ini disebabkan surat Al-Fatihah mampu menyembuhkan seseorang dari penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu, dalam pengobatan teknik Ruqyah Al-Fatihah selalu salah satu surat yang tidak pernah ditinggalkan.

Meskipun surat Al-Fatihah memiliki keutamaan yang sangat besar, akan tetapi pada dasarnya semua ayat di dalam Al-Qur’an mempunyai keutamaan yang ssangat luar biasa. Kita tak boleh menganggap remeh satu ayatpun dalam Al-Qur’an. Sebab, Al-Qur’an diciptakan dalam keadaan yang sempurna, maka ayat yang ada di dalamnya mempunyai kesempurnaan juga. Oleh karenanya, kita harus terus mengkaji semua ayat dalam Al-Qur’an untuk mengetahui kandungan dan fungsi yang ada didalamnya.

Semoga bermanfaat. Wallahua’lam.

BINCANG MUSLIMAH

Membahas Agama Tidak Boleh dengan Perkataan Cabul

Perkataan vulgar, jorok, dan cabul tidak diperbolehkan sama sekali dalam membahas apa pun. Dan dalam masalah agama, lebih terlarang lagi. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ليسَ المؤمنُ بالطَّعَّانِ ولا اللَّعَّانِ ولا الفاحشِ ولا البَذيءِ

“Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela atau suka melaknat atau suka berkata kotor atau suka berkata-kata cabul” (HR. Tirmidzi no. 1977, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Al bazi’ dalam hadits di atas maknanya orang yang suka mengungkapkan masalah-masalah vulgar dengan kata-kata yang lugas. Al Kafawi rahimahullah mengatakan,

البذاء هو التعبير عن الأمور المستقبحة، بالعبارات الصريحة

Al baza’ adalah mengungkapkan perkara-perkara yang dianggap tabu (untuk diungkapkan), dengan bahasa yang lugas (terang-terangan)” (Al Kulliyat, hal. 243).

Seperti mengungkapkan urusan ranjang, membahas urusan kemaluan dan aurat, dengan bahasa yang terang-terangan.

Walaupun pembahasan yang dibahas isinya benar sekalipun, jika menggunakan kata-kata atau gestur yang cabul, tetap terlarang berdasarkan hadits di atas. Al Munawi rahimahullah mengatakan,

البذاء هو الفحش والقبح في المنطق، وإن كان الكلام صدقًا

Al baza’ adalah ucapan kotor dan dianggap tabu, walaupun isinya benar” (At Tawaqquf ‘ala Muhimmatit Ta’arif, hal. 73).

Setiap orang harus memiliki rasa malu yang mencegah dia untuk melakukan perkara-perkara cabul. Karena malu adalah bagian dari iman. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

الإيمانُ بِضعٌ وستونَ شُعبةً ، والحَياءُ شُعبةٌ منَ الإيمانِ

“Iman itu enam puluh sekian cabang, dan malu adalah salah satu cabang dari iman” (HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35).

Sebaliknya, sifat suka perkara cabul dan suka berkata cabul adalah ciri kemunafikan. Dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الحياءُ والعِيُّ شعبتانِ منَ الإيمانِ، والبذاءُ والبيانُ شعبتانِ منَ النِّفاقِ

“Malu adalah cabang dari keimanan, dan sifat al baza’ (cabul), dan bayan (retorika untuk membenarkan kekeliruan) adalah cabang dari kemunafikan” (HR. Tirmidzi no. 2027, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Baca Juga: Mendakwahkan Akhlak dan Muamalah Saja, Lalu Melupakan Dakwah Tauhid

Bukan berarti tidak boleh membahas fikih yang terkait dengan urusan ranjang dan kemaluan, tetapi harus memperhatikan adab-adabnya. Di antaranya,

* Dengan bahasa yang sopan dan berwibawa.

* Berusaha menggunakan bahasa yang tidak lugas.

* Memperhatikan audiens, apakah layak untuk mendengarkan masalah tersebut?

* Dibahas sesuai kebutuhan bukan menjadi dagangan utama.

Sebagaimana hadits dari Ummu Sulaim radhiallahu ’anha, beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam,

يا رسولَ اللهِ ، إنَّ اللهَ لا يَستَحِي منَ الحقِّ ، فهل على المرأةِ غُسلٌ إذا احتَلَمَتْ ؟ فقال : ( نعمْ ، إذا رأتِ الماءَ

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah itu tidak merasa malu dari kebenaran. Apakah wajib mandi bagi wanita jika dia mimpi basah? Rasulullah bersabda, “Ya, jika dia melihat air (mani)” (HR. Bukhari no. 6121 dan Muslim no. 313).

Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu berkata kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha,

يا أماه ! ( أو يا أم المؤمنين ! ) إن أرد أن أسألك عن شيء . وإن أستحييك . فقالت : لا تستحي أن تسألني عما كنت سائلا عنه أمك التي ولدتك . فإنما أنا أمك . قلت : فما يوجب الغسل ؟ قالت : على الخبير سقطت . قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” إذا جلس بين شعبها الأربع ، ومس الختان الختان ، فقد وجب الغسل “

“Wahai Ibu (ibunya kaum mukminin), aku ingin bertanya kepadamu tentang sesuatu, tapi aku malu. ‘Aisyah lalu berkata, ‘Jangan Engkau malu bertanya, jika Engkau bertanya kepada ibu yang melahirkanmu. Dan sesungguhnya aku ini ibumu juga. Abu Musa lalu berkata, ‘Bagaimana batasan jima’ yang mewajibkan mandi?’ ‘Aisyah berkata, ‘Engkau bertanya kepada orang yang tepat. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, ‘Jika seseorang lelaki duduk di antara empat anggota badan istrinya, lalu dua khitan saling bertemu, maka wajib mandi‘” (HR. Muslim no. 349).

Perhatikan, dalam hadits-hadits di atas dibahas masalah-masalah ranjang dan kemaluan. Namun, kata-kata yang digunakan semisal “jika ia melihat air”, “lelaki duduk di antara empat anggota badan istrinya”, atau “dua khitan saling bertemu”. Ini adalah bahasa-bahasa yang sopan dan halus serta tidak lugas.

‘Ala kulli haal, seorang yang berdakwah wajib memiliki adab yang tinggi dalam dakwahnya. Tidak sembarang menyampaikan, tidak sekedar yang penting isinya benar. Bukankah Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih bagus perkataannya daripada orang yang mendakwahkan manusia kepada Allah dan beramal shalih serta mengatakan bahwa aku adalah bagian dari orang-orang muslim” (QS. Fushilat: 33).

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

***

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/69760-membahas-agama-tidak-boleh-dengan-perkataan-cabul.html

Tipu Daya Iblis untuk Memperbanyak Sholat Malam

Ini adalah kejahilan terhadap syariat dan akal sehat.

Iblis mengaburkan hakikat, talbisnya atas ahli ibadah sehingga mereka memperbanyak sholat malam. Di antara mereka bahkan sholat sepanjang malam. Dia lebih senang sholat malam dan sholat dhuha daripada sholat wajib.

Dia tertidur saat menjelang fajar hingga luput dari sholat wajib. Dikutip dari buku Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi dengan pentahqiq Syaikh Ali Hasan al-Halabi, pernah ada seorang syaikh ahli ibadah yang bernama Husain al-Quzwaini.

Saat siang hari, dia sering berjalan kaki di Masjid Jami al-Manshur. Kemudian ditanyakan kepadanya alasan rutinitas itu. Lalu dijawab: “Agar dia tidak tidur.” Maka dapat ditegaskan: Ini adalah kejahilan terhadap syariat dan akal sehat. 

Kejahilan terhadap syariat, karena Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya dirimu memiliki hak yang harus engkau penuhi. Karena itu, bangunlah dan tidurlah.”

Dan dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa beliau SAW pernah bersabda: “Hendaknya kalian mengikuti petunjuk dengan bersahaja. Karena siapa saja yang berlebih-lebihan dalam agama ini, niscaya dia akan terkalahkan.” (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Abi Ashim).

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwasanya dia menuturkan apa yang dialaminya: “Rasulullah SAW masuk ke dalam masjid, dan saat itu ada tali yang membentang di antara dua tiang masjid. Beliau lalu bertanya: ‘Apa ini?’ Para Sahabat pun menjawab: ‘Tali milik Zainab untuk sholat. Saat malas atau lelah dia berpegangan dengannya (tali tersebut).’ Maka beliau memerintahkan: ‘Lepaskanlah tali ini. Hendaklah masing-masing dari kalian mengerjakan sholat ketika bersemangat. Jika dia malas atau lelah, hendaknya dia duduk.”

Dari Aisyah, dia menuturkan; Bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian mengantuk, hendaknya dia tidur sampai hilang kantuknya. Sebab apabila dia sholat  dalam keadaan mengantuk, boleh jadi dia ingin memohon ampun, tetapi (dikarenakan mengantuk) dia malah mencela dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).

Adapun kejahilan terhadap akal sehat karena tidur itu merupakan cara mengembalikan kebugaran tubuh yang telah melemah disebabkan aktivitas rutin. Tatkala seseorang tidak mau tidur padahal dia pasti membutuhkannya, maka dia akan berdampak buruk terhadap badan dan akalnya. 

Kalau ada yang menanggapi: “Engkau meriwayatkan kepada kami bahwasanya beberapa ulama Salaf menghidupkan seluruh malamnya untuk beribadah.”

Sanggahan dapat dijawab dengan argumen: “Benar, tapi mereka melakukannya setahap demi setahap, hingga mereka mampu melakukan amalan tersebut. Pada saat yang sama, mereka pun yakin bisa tetap melaksanakan sholat shubuh berjamaah. Di sisi lain, mereka mendukung usaha mereka untuk bisa seperti ini dengan cara tidur pada siang hari dan dengan hanya sedikit makan sehingga mereka pun bisa menghidupkan seluruh malam dengan beribadah. Di samping itu, belum pernah mendengar bahwa Nabi SAW menghidupkan seluruh malam untuk sholat sehingga sunnah beliaulah yang wajib dikuti.”

Iblis melancarkan talbisnya pada beberapa orang yang gemar sholat malam dengan membicarakan amalannya ini di siang harinya. Misalnya, perkataan salah seorang mereka: “Muadzin mengumandangkan adzan tepat waktu.” Dia berkata demikian agar orang-orang tahu kalau saat itu dia sudah bangun. 

Sikap seperti ini, andaikan pelakunya selamat dari riya, setidaknya akan mengubah catatan amalan tersebut, yakni dari amalan yang pada awalnya dikerjakan secara rahasia menjadi amalan yang dikerjakan secara terang-terangan. Sehingga, pahalanya pun berkurang. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Meneladani Nabi Muhammad yang Menyayangi Anak-anak

Dalam Islam termaktub ajaran bahwa anak adalah suatu anugerah yang besar bagi kedua orang tuanya. Tak jarang, kehadiran mereka bagaikan pelipur lara bagi orang tua. Pengobat dari yang sakit, sedih, kecewa dan lain sebagainya. Anak-anak berbeda jauh dengan orang dewasa. Mendidik anak pun membutuhkan kelembutan, kasih sayang, dan perhatian dengan porsi lebih banyak. Hal tersebut sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad yang menyayangi anak-anak.

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari, dari sahabat Anas seorang sahabat Nabi, anas bercerita terkait kasih sayang Nabi pada anak-anak. suatu hari Nabi sedang menjadi imam Sholat berjamaah. Tiba-tiba terdengar suara anak menangis, Lalu Nabi segera memendekkan bacaan sholatnya. Karena beliau tidak ingin membuat ibunya menjadi risau.

سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلاَةً وَلاَ أَتَمَّ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فيخفف مخافة أن تفتن أمه

“Aku mendengar Sahabat Anas bin Malik berkata “Aku tidak pernah shalat di belakang imam yang lebih cepat dan lebih sempurna shalatnya dari Nabi Muhammad. Saat Nabi Muhammad mendengar tangisan bayi, ia mempercepat (shalatnya) khawatir ibunya merasa tertekan” (HR. Bukhari)

Pada hadis lain, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi bersabda;

إِنِّي لاَقُومُ فِي الصَّلاَةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلاَتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّه

Saat Aku sedang shalat, aku ingin memperlama shalatku, lalu aku mendengar tangisan bayi, aku pun mempercepat shalatku khawatir akan memberatkan (perasaan) ibunya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada kisah yang lain sebagaimana termaktub dalam kitab  Durratun Nashihin halaman 264-265, karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir, diceritakan, saat tengah melaksanakan perayaan Hari Ied, Rasulullah keluar rumah untuk menunaikan Hari Raya. Di tengah jalan, perhatian beliau terarhkan pada anak-anak yang tengah berkumpul. Nabi melihat banyak sekali anak kecil sedang bermain dengan riang gembira sambil tertawa ria. Para anak-anak ini bahagia sebab mengenakan pakaian baru; baju baru, celana baru, sandal mereka pun kelihatan mengilap.

Di tengah asyik melihat anak-anak yang bermain ria, tetiba pandangan Nabi tertuju pada seorang anak yang tengah duduk menyendiri di pojokan. Ia tak ada teman, hanya sendiri. Nabi melihat anak-anak sedang menangis tersedu-sedu. Nabi kian prihatin, melihat baju bocah kecil itu yang  kusut dan lusuh. Kakinya pun tak ada sandal untuk mengalas.

Di tengah  kesedihan anak  itu Nabi pun mendekatinya, lalu beliau mengusap-usap anak itu, selanjutnya dan mendekap ke dada. “Mengapa kau menangis, nak?” tutur lirih Nabi.   Mendengar perkataan itu, anak itu menjawab, “Biarkanlah aku sendiri”. Tampaknya bocah kecil itu tak mengenali dan mengetahui bahwa yang bertanya Nabi.

Anak itu belum tahu orang yang ada dihadapannya adalah Rasulullah saw yang terkenal sebagai pengasih.

“Ada apa dengan mu,“ Rasul melanjutkan.  “Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama Nabi, kemudian ibuku nikah lagi dengan pria lain. Kini hartaku habis dimakan suami ibuku, dan nasib ku kini terlantar. Aku diusir dari rumahnya. Sekarang, di hari raya ini aku tak mempunyai baju baru dan makanan yang enak. Aku sedih melihat kawan-kawanku bermain dengan riangnya itu.” Cerita anak itu terkait nasibnya.

Mendengar itu, Rasullullah lantas membimbing anak tersebut seraya menghiburnya, dan berkata;  “Sukakah kamu bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu?” Anak itu menyadari bahwa yang tengah berbicara itu adalah Nabi.

Ia pun segera menjawab “Mengapa aku tak suka, ya Rasulullah?”. Selepas itu, Rasulullah pun membawa anak itu ke rumah. Anak itu diangkat sebagai anak angkat Nabi. Di rumah, diberinya pakaian yang paling indah, memandikan, dan memberikannya perhiasan agar ia tampak lebih gagah, lalu mengajaknya makan.

Pada kisah lain termaktub kasih dan cinta nabi pada cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husein bin Ali. Kisah ini termaktub dalam Sunan Tirmidzi, Nasa’i, Musnad Ahmad diceritakan nabi  tengah berkhutbah, kemudian lewat dua cucunya, yang anak Ali dan Fatimah yakni Hasan dan Husein. Lalu baginda berhenti sejenak dari khutbah, menggendong dan membawa mereka ke mimbar.

عن أَبِى بُرَيْدَةَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُنَا إِذْ جَاءَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ عَلَيْهِمَا قَمِيصَانِ أَحْمَرَانِ يَمْشِيَانِ وَيَعْثُرَانِ فَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنَ الْمِنْبَرِ فَحَمَلَهُمَا وَوَضَعَهُمَا بَيْنَ يَدَيْهِ (سنن الترمذي، سنن النسائي، ومسند أحمد).

Artinya : Dari Abu Buraidah, bercerita: Bahwa suatu saat Rasulullah saw. sedang berkhutbah di hadapan kami, lalu datang Hasan dan Husein berbaju merah berjalan dan terjatuh. Nabi saw. turun dari mimbar, menggendong dan membawa mereka di pangkuan baginda.

Bahkan dalam hadis lain diceritakan tatkala Nabi shalat dipundaknya biasa dinaiki oleh Hasan dan Husein. Lebih lagi, suatu waktu ketika shalat jamaah Nabi lama sekali dalam sujud. Salah satu jamaah sampai bangun dari sujud khawatir terjadi suatu hal pada Nabi. Kemudian sahabat itu menyadari  Hasan dan Husein sedang menaiki pundak Nabi yang tengah sujud.

Untuk itu, menyayangi anak adalah perintah agama. Memberikan kasih sayang pada anak telah lama dicontohkan oleh Nabi. Seyogianya setiap orang tua menyayangi anak-anaknya. Pun orang dewasa, agar memberikan rasa kasih sayang pada anak-anak. Dengan memberikan cinta dan kasih sayang, maka kekerasan terhadap anak-anak akan bisa diatasi. Kita cukup prihatin dengan nasib anak-anak yang marak mengalami pelbagai kekerasan di luar sana. Islam dan Nabi sudah memberikan contoh konkrit untuk menyayangi dan memberikan cinta pada anak-anak.

BINCANG MUSLIMAH

Yang Dikatakan Iblis saat Menggoda Umat Manusia

Iblis akan senantiasi menyesatkan manusia sampai hari kiamat

Seorang hamba hendaknya senantiasa mewaspadai fitnah dan tipu daya iblis yang datang dengan berbagai cara.  

Dikutip dari buku Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi dengan pentahqiq Syaikh Ali Hasan al-Halabi, perlu diketahui bahwa Iblis yang selalu sibuk mengacaukan pikiran anak Adam ternyata adalah korban pertama dari kekacauan pribadinya.

Pasalnya, dia tidak patuh atas ungkapan verbal yang memerintahkannya bersujud kepada Adam, dan justru Iblis lebih memilih membandingkan asal usulnya dengan asal usul manusia pertama ini. 

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ۖ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ “(Iblis) berkata: ‘Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah’.” (QS Shad ayat 76).  

Tak cukup sampai di situ, Iblis juga mengemukakan bantahannya terhadap Allah SWT, Raja Yang Mahabijaksana: 

قَالَ أَرَأَيْتَكَ هَٰذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ 

“Dia (Iblis) berkata: ‘Terangkanlah kepadaku, inikah yang lebih Engkau muliakan daripada aku? ….'” (QS Al Isra  ayat 62)

Maksudnya, jelaskanlah kepadaku mengapa Engkau lebih memuliakan Adam atas diriku?

Sanggahan Iblis ini membuatnya teperdaya, sebab dia menilai bahwa apa yang Allah lakukan sama sekali tidak bermanfaat. Parahnya, dia melanjutkan sikap tersebut dengan kesombongan: “… Aku lebih baik daripada dia ….” (QS. Shad ayat 76) 

Iblis menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam semata-mata demi mengagungkan dirinya sendiri. Namun yang terjadi justru sebaliknya, dia malah menghinakan dirinya dengan mendapatkan laknat dan siksa Allah SWT.  

Oleh karena itu, saat Iblis menawarkan sesuatu kepada seseorang, maka hendaklah dia benar-benar waspada terhadapnya. Ketika Iblis menggodanya agar melakukan perbuatan dosa, katakanlah: “Kamu menyuruhku melakukan itu agar aku bisa mewujudkan keinginanku. Tetapi, bagaimana mungkin orang yang tak mampu menasihati diri sendiri bisa memberi nasihat yang baik kepada orang lain? Bagaimana mungkin aku akan mempercayai nasihat musuhku sendiri? Enyahlah kamu dari hadapanku, karena rayuanmu itu sama sekali tidak akan menggoyahkan jiwaku!”

Tatkala seorang hamba melakukan tindakan tersebut, maka tidak ada yang dapat dilakukan Iblis selain meminta pertolongan nafsu. Karena nafsu selalu mendorong untuk meraih apa yang diinginkannya.  

Maka dari itu, hendaklah seseorang mengarahkan akalnya supaya mau merenungkan akibat buruk dari perbuatan dosa. Dengan cara seperti ini, mudah-mudahan pertahanan berupa taufik-Nya berkenan mengirimkan bala tentaranya sehingga mengalahkan bala tentara hawa nafsu dan syahwat. 

Dari Iyadh bin Himar, dia menuturkan, Rasulullah ﷺ  pernah bersabda, “Hai sekalian manusia! Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan aku agar mengajarkan sesuatu yang tidak kalian ketahui, yakni dari apa yang Dia ajarkan kepadaku hari ini: ‘Sungguh semua harta yang Aku berikan kepada hamba-Ku, maka itu adalah halal baginya. Dan sungguh, Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus semuanya. Namun, syaitan mendatangi dan memalingkan mereka dari agama mereka. Aku juga telah memerintahkan mereka agar tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak Aku turunkan keterangan sedikit pun mengenainya.’ Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat penduduk bumi, lalu Dia memurkai mereka, baik Arab maupun non-Arab, terkecuali sebagian dari Ahlul Kitab ….”  

KHAZANAH REPUBLIKA