Kendaraan yang Mendatangkan Pahala Berlipat Ganda

Dalam kitab at Targhib wat Tarhib menukil hadits nabi Muhammad ﷺ :

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلْخَيْلُ ثَلَاثَةٌ: فَرَسٌ يَرْتَبِطُهُ الرَّجُلُ فِى سَبِيْلِ اللَّهِ عَزَّوَجَلَّ فَثَمَنُهُ أَجْرٌ وَرُكُوْبُهُ أَجْرٌ وَعَارِيَتُهُ أَجْرٌوَفَرَسٌ يُقَامِرُعَلَيْهِ الرَّجُلُ وَيُرَاهِنُ فَثَمَنُهُ وِزْرٌوَرَكُوْبُهُ وِزْرٌوَفَرَسٌ لِلْبَطِيْئَةِ فَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ سَدَادًامِنَ الْفَقْرِإِنْ شَاءَاللَّهُ.

Rasulullah ﷺ bersabda: Kuda itu ada tiga macam. Kuda yang diikat orang laki-laki untuk kepentingan membela jalan Allah. maka harga (uang membeli kuda itu) menjadi pahala, dan menaikinya menjadi pahala, dan meminjamkannya juga menjadi pahala.

Dan kuda yang diperjudikan oleh orang laki-laki serta mempertaruhkan atasnya, maka harganya (uang membeli kuda itu) menjadi dosa dan menaikinya juga merupakan dosa. Dan kuda yang dipelihara untuk memperoleh keuntungan  maka bisa menutup kefakiran, Insya Allah (HR. Ahmad).

Artinya, setiap kendaraan apapun yang dimiliki oleh seorang Muslim yang digunakan untuk berjuang dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala maka akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda.

Semisal seorang Muslim membeli sepeda motor dengan tujuan agar bisa digunakan untuk pulang pergi untuk ke majelis taklim, atau untuk mengajar mengaji dan lainnya maka ia memperoleh pahala dari harta yang dikeluarkannya untuk membeli kendaraan itu, ia juga memperoleh pahala ketika menaiki kendaraan itu, dan ia juga memperoleh pahala ketika meminjamkannya pada orang lain. 

Sementara orang yang menggunakan kendaraan yang dimilikinya untuk berbuat maksiat misalnya untuk berjudi maka akan mendatangkan dosa yang berlipat-lipat. Contohnya seseorang membeli sepeda motor dengan tujuan bisa mengikuti balap liar yang terdapat judi di dalamnya, maka uang yang digunakan membeli sepeda motor itu mendatangkan dosa baginya. Dan ketika  menaikinya untuk berjudi ia juga akan mendapatkan dosa.

Maka lebih baik kendaraan itu digunakan untuk yang bermanfaat. Semisal untuk bekerja, berdagang, maka itu akan mendatangkan rezeki yang menjauhkan orang dari kefakiran. Dan akan mendekatkan seseoang pada pahala yang berlipat. Sebab ia telah memperoleh rezeki dari pekerjaan yang halal, dan rezekinya digunakan untuk kebaikan dan untuk menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungannya.

IHRAM

Tabungan dalam Rekening Haji Wajib Dizakati?

Apakah tabungan haji apabila telah mencapai nisab zakat harus dizakati? Sekretaris Jenderal Majelis Ahli Hukum Muslim di Amerika (AMJA), Salah Al-Sawi mengatakan haji merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki keutamaan dan pahala yang besar. 

Nabi Muhammad (saw) telah mengatakan, 

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Abdullah bin Mas’ud berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Lakukanlah haji dan umrah dalam waktu yang berdekatan, karena keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan menghapus dosa sebagaimana al kir menghilangkan karat besi, emas dan perak. Tidak ada balasan haji mabrur kecuali syurga.”  (At-Tirmidzi)

Setiap muslim diharuskan untuk mengedepankan rencananya untuk menjalankan rukun Islam yang fundamental ini. Sebagaimana dinyatakan, Nabi (saw) menyatakan,

 عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadlan”. (Al Bukhari)

Oleh karena itu, kita diharapkan untuk mematuhi lima pilar, dan tidak ada satu pun dari mereka yang memengaruhi yang lain. Artinya, seorang muslim wajib untuk berzakat dan menunaikan haji.

Sehingga uang simpanan untuk haji ini harus ditambahkan ke kekayaan lain yang dimiliki, dan muslim harus membayar zakatnya jika telah mencapai nisab selama satu tahun. Itu harus dilakukan sampai kita benar-benar menghabiskan uang untuk perjalanan haji.n

IHRAM

Fikih Nikah (Bag. 5)

BEBERAPA HUKUM TERKAIT POLIGAMI

Agama Islam bukanlah agama yang pertama kali membolehkan poligami. Poligami sudah ada sejak umat-umat sebelumnya, bahkan telah ada sejak peradaban Babilonia. Agama Yahudi bahkan membolehkan poligami tanpa batas. Seluruh nabi yang tercantum dalam kitab Taurat, tanpa terkecuali memiliki istri yang jumlahnya banyak. Profesor Abbas Mahmud AL-Uqqad berkata dalam kitabnya Haqaiqul Islam wa Abaatilu Khusuumihi, “Tidak ada larangan poligami di dalam kitab Taurat maupun Injil, namun hal tersebut dibolehkan dan ada riwayatnya dari para nabi, dari zaman nabi Ibrahim hingga nabi Isa…”

Adapun agama Islam ketika mensyariatkan poligami, tentu karena hikmah dan tujuan yang sangat mulia dan demi kemaslahatan bersama. Di antara faedah poligami dari sisi kemasyarakatan adalah jumlah pertambahan wanita yang lebih banyak dari laki-laki, serta berkurangnya jumlah laki-laki yang pesat akibat peperangan.

Poligami di dalam syariat Islam dilandasi dengan akhlak dan kemanusiaan, berbeda dengan poligami yang dilakukan oleh nonmuslim yang mana mereka lakukan tanpa ajaran agama dan tanpa undang-undang. Dari sisi akhlak, agama Islam melarang seorang laki-laki untuk melakukan kontak dengan wanita, kecuali itu adalah istrinya dan dengan syarat jumlah istrinya tidak lebih dari 4. Dari sisi kemanusiaan, poligami di dalam Islam meringankan problem dan permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat yang mana poligami menolong para wanita yang tidak bersuami dan merubah status mereka menjadi istri yang terjaga kehormatannya. Sehingga, dengan pernikahan ini, anak-anak yang lahir darinya mendapatkan pengakuan dan suaminyalah yang akan memenuhi hak-hak anaknya serta menjaga mereka. Dan jika ada seorang laki-laki yang menikahinya, maka tentu saja ia diwajibkan membayar mahar, memberikan tempat tinggal yang layak, dan menafkahinya, bukan dibiarkan begitu saja.

Hukum Berpoligami

Allah Ta’ala berfirman,

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.” (QS. An-Nisa: 3)

Para ulama menjelaskan bahwasannya perintah pada (فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ) adalah untuk menunjukkan kebolehan bukan mewajibkan. Jika demikian, maka seorang laki-laki memilih antara mencukupkan hanya menikahi satu orang wanita saja atau berpoligami. Hal ini merupakan ijma’ dan kesepakatan para ulama sepanjang zaman, tidak ada seorang pun dari mereka yang mengingkarinya.

Di dalam poligami seorang laki-laki dilarang menikahi lebih dari 4 wanita dalam waktu bersamaan. Hal ini berdasarkan ayat yang sudah kita sebutkan dan juga berdasarkan hadis nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَنَّ غَيْلاَنَ بْنَ سَلَمَةَ الثَّقَفِىَّ أَسْلَمَ وَلَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَأَسْلَمْنَ مَعَهُ فَأَمَرَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يَتَخَيَّرَ أَرْبَعًا مِنْهُنَّ

“Bahwasanya Ghoylan bin Salamah Ats-Tsaqofiy baru masuk Islam dan ia memiliki sepuluh istri di masa Jahiliyyah. Istri-istrinya tadi masuk Islam bersamanya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar ia memilih empat saja dari istri-istrinya.” (HR. Tirmidzi)

Sehingga, bisa kita ketahui bahwa hukum asal poligami dalam syariat Islam adalah mubah (dibolehkan) dan bisa berubah menjadi wajib, sunah, atau bahkan haram tergantung keadaan setiap individunya. Batas maksimal jumlahnya adalah 4. Dan tentu saja agar seorang muslim bisa melakukannya, haruslah memenuhi syarat-syaratnya terlebih dahulu. wallahu a’lam.

Syarat-Syarat Poligami

Pertama: Adil terhadap Seluruh Istri

Allah Ta’ala berfirman,

فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

“Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.” (QS. An-Nisa: 3)

Maka, apabila ia tidak merasa yakin untuk berbuat adil terhadap semua istrinya, syariat ini tentu saja tidak memperbolehkannya untuk menikah lebih dari satu. Adapun apabila ia melaksanakan akad, maka akadnya tersebut sah namun ia berdosa. Hal ini berdasarkan sabda nabi,

مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ

“Barangsiapa yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, maka pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.” (HR. Abu Dawud)

Rasulullah juga bersabda,

إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا

“Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di sisi Allah berada di atas mimbar (panggung) yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar-Rahman ‘Azza Wajalla -sedangkan kedua tangan Allah adalah kanan semua-, adalah orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga, dan adil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.” (HR. Muslim)

Para ulama telah bersepakat bahwa adil yang dimaksud di sini adalah di dalam perkara harta benda dan sesuatu yang nampak, baik itu tempat tinggal, pakaian, makanan, minuman, dan menggilir malam, serta apa-apa yang berkaitan dengan mempergauli istri-istri yang mana keadilan bisa terealisasi di dalamnya.

Kedua: Kemampuan Finansial

Beberapa ulama yang kita percayai termasuk di antaranya Imam Syafi’i menyaratkan hal ini jika seorang laki-laki hendak berpoligami. Karena Allah Ta’ala telah menggantungkan dan mengaitkan perkara nikah dengan hal ini. Terlebih ketika seseorang melakukan poligami, yang mana hal tersebut berpotensi terjadinya masalah dalam hubungan rumah tangga yang bersumber dari kurangnya kemampuan finansial. Allah Ta’ala berfirman,

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتّٰى يُغْنِيَهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ

Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. (QS. An-Nur: 33)

Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah!”

Perintah di dalam hadis ini dikaitkan dengan kemampuan. Al-Ba’ah di dalam hadis maksudnya adalah kemampuan di dalam berhubungan badan dan di dalam pembiayaan nikah sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hajar di dalam kitab Al-Fath.

Beberapa Nasihat Bagi Yang Menghendaki Poligami

Nasihat pertama

Pernikahan poligami apabila tidak dilandasi keadilan, maka akan menjerumuskan suami ke dalam berbagai problematika kehidupan berkeluarga, yang mana sangat berpotensi munculnya keributan, permusuhan, dan pertikaian di antara keluarga. Permusuhan ini terkadang akan berlanjut di antara anak-anak, istri-istrinya, membuat hubungan persaudaraan mereka tumbuh di dalam rasa marah dan dendam, dan berujung pada perpecahan, saling mendiamkan, dan tidak tenangnya kehidupan. Padahal, nabi melarang semua hal itu. Di antaranya adalah

لايحلّ لمسلم ان يهجر اخاه فوق ثلاث

“Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (HR. Malik, Bukhari, dan Muslim)

Bahkan, terdapat larangan khusus dari memutus tali persaudaraan. Rasulullah bersabda,

لا يدخل الجنة قاطع

“Tidak masuk surga orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nasihat kedua

Ketahuilah bahwasanya adil di dalam rasa cinta terhadap para istri itu tidak akan bisa kita lakukan. Karena hal itu bukanlah kemampuan manusia. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوْٓا اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَاۤءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۗوَاِنْ تُصْلِحُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Karena itu, janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. Annisa: 129)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memahami bahwa yang dimaksud ayat ini adalah adil di dalam masalah kecondongan dan kecintaan, yang mana hal ini di luar kemampuan manusia, sehingga telah kita ketahui bahwa rasa cintanya terhadap Aisyah radhiyallahu ‘anha lebih besar dari cintanya terhadap istri-istri beliau yang lain.

Lalu bagaimana? Yang harus dilakukan seorang suami sebagaimana yang diajarkan ayat di atas adalah tidak terlalu cenderung dan condong terhadap istri yang paling ia cintai, sehingga tidak membiarkan yang lainnya terkatung-katung, dan mengusahakan agar adil di dalam masalah harta benda, yang mana hal ini masih menjadi kemampuannya.

Hendaklah seorang mukmin bertakwa kepada Allah Ta’ala, berhati-hati di dalam mengambil keputusan dan tidak menjadikan poligami hanya sebatas pemenuhan hawa nafsu saja, sehingga hal tersebut akan menimbulkan madharat/ bahaya untuk dirinya dan keluarganya. Wabillahi Attaufiiq.

Sumber:

  1. Kitab Ta’addudu Az-Zaujaat Wa Hikmatu Ta’adudi Zaujaati An-Nabi karya Al-Ustadz Abdullah Naasih Ulwaan
  2. Sumber-sumber lain.

Penulis: Muhammad Idris

Sumber: https://muslim.or.id/72128-fikih-nikah-bag-5.html

Fatwa: Apa Makna Ikhlas dalam Beramal?

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu

Pertanyaan:

Bagaimana seseorang mengikhlaskan niatnya dalam beramal saleh?

Jawaban:

Niat yang ikhlas dalam beramal saleh, yaitu seorang seorang hamba meniadakan tujuan-tujuan lain selain mengharap rida Allah Ta’ala saat beramal. Tidaklah seseorang melakukan suatu ibadah, kecuali dalam rangka menaati perintah Allah Ta’ala, mengharap pahala dari-Nya, serta mencari wajah Allah Azza wa Jalla. Hendaknya seseorang saat melakukan suatu ibadah melupakan perkara-perkara terkait dunia, tidak memperhatikan penilaian makhluk yang lain, baik mereka melihat atau tidak melihat, mendengar ataupun tidak (saat kita beramal-pent), juga tidak memperdulikan pujian atau celaan dari makhluk.

Yang juga menjadi penyebab seseorang untuk bisa ikhlas yaitu dengan menghadirkan perasaan bahwa ibadah yang sedang dilakukan merupakan perintah Allah Azza wa Jalla, serta menghadirkan ittiba’ (yaitu melakukan ibadah sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah ﷺ-pent). Semisal ketika seseorang hendak berwudu saat akan salat, maka kita katakan agar seseorang tersebut menghadirkan perasaan bahwa wudu yang dia kerjakan dalam rangka menaati perintah Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki).” (QS. Al Maidah:6)

Sehingga, saat seseorang tersebut berwudu, seolah-olah dia mengatakan, saya mendengar dan taat, maka dia akan menemukan rasa manis, lezat, dan kecintaan dari ibadah wudu tersebut karena Allah Ta’ala yang memerintahkan hal tersebut. Juga hendaknya saat seseorang tersebut berwudu untuk menghadirkan ittiba’ ﷺ, seolah-olah Nabi ﷺ ada di depanmu dan Engkau mengikuti beliau ﷺ dalam wudu yang sedang dikerjakan. Maka, bagi orang tersebut akan terealisasi pahala dan ganjaran dari ikhlas dan ittiba’. Dan kedua hal ini (ikhlas & ittiba’-pent) adalah realisasi yang sesungguhnya dari kalimat syahadatain, bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasannya Muhammad ﷺ adalah utusan-Nya

Wallahu a’lam.

  • Penerjemah: Dimas Setiaji
  • Sumber: Kitab Fatawa Nuur ‘Ala Ad-Darb (Juz 4 halaman 2)

Sumber: https://muslim.or.id/72076-apa-makna-ikhlas-dalam-beramal.html

Dua Surah dalam Alquran yang Paling Dicintai Allah SWT

Allah SWT mencintai dua surat dalam Alquran.

Dalam Alquran terdapat dua surah yang memiliki keutamaan bagi seorang Muslim. Bahkan surah ini dapat melindungi seorang Muslim dari perbuatan jahat seperti perasaan dengki dari orang lain dan keburukan-keburukan lainnya.

Ulama dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Syekh Muhammad Abu Bakar menjelaskan, dua surah yang dimaksud ialah Surah Al-Falaq dan An-Nas. Dua surah ini akan memberikan perlindungan kepada seorang Muslim dari perbuatan jahat seperti dengki, rasa benci maupun kejahatan manusia.

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, dia berkata bahwa ia datang kepada Rasulullah SAW yang sedang naik kendaraan. Lalu ia meletakkan tangannya di telapak kakinya. Uqbah pun meminta Rasulullah SAW untuk membacakan Surat Hud dan Surat Yusuf.

Lalu Nabi SAW bersabda kepada Uqbah bahwa dia tidak akan membaca suatu surat yang lebih baik di sisi Allah SWT selain Qul a’udzu birabbil falaq (Surah Al-Falaq).

Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Uqbah bin Amir, engkau tidak akan membaca surat yang lebih Allah cintai dan lebih bermanfaat di sisi-Nya dibandingkan engkau membaca ‘qul a’uudzu bi rabbil falaq’ (Surat Al-Falaq), maka jika engkau mampu untuk tidak luput dari membacanya dalam sholat, maka lakukanlah.”

Dalam riwayat lain, demikian penjelasan Syekh Muhammad Abu Bakar, Nabi SAW bersabda, “Aku mengajarimu dua surah yang paling dicintai Allah SWT, maka bacalah suratku ini, katakanlah ‘qul a’uudzu bi rabbil falaq’ (Surat Al-Falaq) dan katakanlah ‘qul a’uudzu bi rabbinnaas’ (Surat An-Naas).”

Surat An-Nas merupakan serangkaian dari surat sebelumnya, Al-Falaq. Surah An-Nas diturunkan sesudah surat Al-Falaq. Tema surat ini sebagaimana surat Al-Falaq, ialah permohonan perlindungan kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah menurunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak ada bandingannya, qul a’udzu bi rabbinnaas dan qul a’udzu bi rabbil falaq.” (HR Muslim dan Tirmidzi dari Uqbah bin Amir)

sumber

KHAZANAH REPUBLIKA

Kasus Positif Covid-19 Jamaah Umroh Alami Penurunan

Jumlah kasus positif Covid-19 terhadap jamaah umrah mengalami penurunan. Kepala Sub Direktorat Pemantauan dan Pengawasan Umroh dan Haji Khusus, M Noer Alya Fitra, menyebut hal ini terlihat dalam data yang disajikan Kementerian Kesehatan.

“Betul. Angkanya (jamaah umroh terkonfirmasi positif Covid-19) terus menurun,” kata dia saat dihubungi Republika, Selasa (1/2).

Berdasarkan data yang didapat Republika, positivity rate pada 30 Januari sebesar 7,74 persen. Dari 801 jamaah yang tiba, 62 orang di antaranya dikonfirmasi positif Covid-19.

Pada kedatangan 27 Januari, 61 jamaah terdetekai positif dari total keseluruhan 161 jamaah umroh. Kedatangan sebelumnya, pada  26 Januari, 16 dari 40 jamaah terkonfirmasi terpapar virus ini.

Sehari sebelumnya, 29 dari 436 jamaah yang kembali dari Tanah Suci dikonfirmasi positif Covid-19. Positivity rate dari kedatangan tanggal 25 Januari ini sebesar 18,81 persen.

Nafit, panggilan akrabnya, menyebut sampai saat ini karantina kepulangan jamaah umroh masih dilakukan di hotel-hotel yang terdaftar di Satgas Covid-19.

Terkait keberangkatan jamaah umrah, ia menyebut Kemenag masih memberlakukan sistem satu pintu atau One Gate Policy (OGP). Namun, karantinya h-1 keberangkatan tidak lagi terpusat di Asrama Haji Pondok Gede.

“Saat ini sudah dapat dipilih, antara asrama haji atau hotel, tapi tetap menggunakan skema OGP,” ujarnya.

Ia menekankan, harus dilakukan screening atau pantauan kesehatan jamaah umroh satu hari sebelum berangkat. Tak hanya itu, keberangkatan mereka wajib dilaporkan di Siskopatuh Kemenag.

Untuk keberangkatan umroh di Februari ini, ia menyebut sudah ada jadwal keberangkatan setiap harinya. Jumlah jamaahnya pun bervariasi.

Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Eko Hartono, menyampaikan sampai saat ini ada 16 negara yang mengirimkan jamaah umrohnya. Jika dihitung, total jamaah yang masuk sampai awal Januari 2022 sekitar 176ribu jamaah.

“Sampai sekarang ada 16 negara yang mengirim jamaah umroh. Jumlahnya sampai awal Januari 2022 sekitar 176.000 jamaah. Masih jauh dari target Saudi, sekitar 1 juta per-bulan,” ucap dia.

Jika dalam kondisi normal, ia menyebut jamaah umrah dalam setahun mencapai angka 19juta. Arab Saudi memiliki target pada 2030 menerima sekitar 30 juta Muslim dalam satu tahun.

Terkait aturan pelaksanaan umroh, Eko menyebut ada pengetatan menyusul munculnya varian Omicron. Salah satunya dengan dikembalikannya aturan jaga jarak dan wajib menggunakan masker di dalam Masjid Suci.

“Sejak adanya Omicron memang diperketat lagi dengan jaga jarak dan wajib masker. Tapi tidak ada batasan jumlah jamaah per-harinya,” katanya.

Terkait aturan karantina saat kedatangan jamaah umroh, ia menyebut hal ini masih sesuai dengan aturan otoritas penerbangan Saudi atau GACA. Jamaah umroh yang tiba harus menjalani karantina selama lima hari.

Kepala Kanwil Provinsi Sumatra Barat melepas keberangkatan jemaah umroh untuk kedua kalinya sejak pandemi Covid-19, Senin (31/1). Rombongan jamaah umrah berjumlah 70 orang ini dari Bandara Internasional Minangkabau menuju hotel karantina di Jakarta.

Kepala Bidang Penyelenggara Haji Umrah (PHU) Sumbar, Joben, mengungkapkan pengawasan pemberangkatan umrah dimasa pandemi ini merupakan tugas Kementerian Agama. Karena itu, ia mengingatkan jamaah umrah agar selalu mematuhi protokol kesehatan.

“Kepada bapak ibu jamaah umroh, diharapkan selalu mematuhi protokol kesehatan selama menjalankan prosesi ibadah umrah, seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan menjaga kesehatan,” ujar dia.

Kementerian Agama disebut tetap memproses keberangkatan jamaah umrah dan menerapkan skema kebijakan satu pintu atau OGP.

Kepala Penyelenggara Perjalanan Ibadah  Umrah (PPIU), Joben mengingatkan agar manajemen PPIU dapat memberikan kepastian dalam setiap pemberangkatan jamaah umrohnya.   

IHRAM

Bulan Rajab Jatuh pada 2 Februari 2022, Ini Niat Puasa Sunnah Rajab

Rajab termasuk salah satu di antara empat bulan haram (suci).

Dalam Kalender Islam Global menurut Kriteria Kongres Turki 2016 yang diterbitkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah, tanggal 1 Rajab 1443 Hijriyah jatuh pada Rabu (2/2).

Kalender yang dapat diunduh di laman Tarjih.or.id dijelaskan awal bulan baru dimulai apabila terjadi imkan rukyat dengan tinggi bulan minimal lima derajat. Kemudian elongasi minimal delapan derajat pada saat matahari terbenam di belahan bumi manapun, serta konjungsi terjadi sebelum pukul 24.00  waktu Greenwich. 

Jika syarat konjungsi tidak terpenuhi (konjungsi lewat dari pukul 24.00 waktu Greenwich) bulan baru tetap dimulai dengan syarat konjungsi terjadi sebelum fajar di Selandia Baru dan telah imkan rukyat di daratan benua Amerika atau di kawasan benua lain di luar benua Amerika. Jika tidak ada kawasan imkan rukyat pada hari konjungsi, bulan baru dimulai lusa setelah hari konjungsi. 

Saat pemantauan imkan dilakukan di kota Dallas. Konjungsi terjadi pada Selasa (1/2) pukul 05:45:57. Dengan tinggi bulan diatas tujuh derajat dan elongasi diatas sembilan derajat. Sedangkan fajar di Selandia Baru terjadi pukul 03:35:12.

Dalam buku Rajab Keutamaan dan Hukumnya tulisan Ustadz Ahmad Zarkasih, terkait puasa Rajab, sebagian besar ulama (jumhur) di luar mazhab Hanbali umumnya justru menghukumi sunnah berpuasa pada bulan Rajab. Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Harits yang bertanya kepada beliau SAW tentang puasa sunnah.

  يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَقْوَى قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا بَعْدَهُ قُلْتُ إِنِّي أَقْوَى قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمَيْنِ بَعْدَهُ قُلْتُ إِنِّي أَقْوَى قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ أَشْهُرَ الْحُرُمِ

Beliau bersabda: “Berpuasalah pada bulan sabar (ramadlan) dan dua hari setelahnya. ” Aku menjawab, “Sesungguhnya aku masih kuat. “Beliau bersabda: “Berpuasalah pada bulan ramadhan dan dua hari setelahnya. ” Aku menjawab, “Sesungguhnya aku masih kuat. ” Beliau bersabda: “Puasalah pada bulan Ramadhan, tiga hari setelahnya, dan pada bulan-bulan haram. “

Bulan-bulan haram itu adalah Dzul-Qa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rajab yang menyendiri. Tetapi jelas sekali bahwa Rajab termasuk salah satu di antara empat bulan haram. Sehingga dasar berpuasa di bulan Rajab adalah hadits shahih di atas. Adapun para ulama yang membolehkan atau malah menyunnahkan puasa di bulan Rajab antara lain Ibnu Shalah, Al-Izz Ibnu Abdissalam, As-Sututhi, Ibnu Hajar Al-Haitsami, Ash-Shawi, dan juga Asy Syaukani serta masih banyak lagi yang lainnya. 

“Tidak ada bacaan khusus, cukup niat dalam hati di malam harinya untuk puasa sunnah rajab besok hari. Dengan bahasa indonesia pun tidak masalah,” ujar Ustadz Zarkasih kepada Republika.co.id, Senin (31/1/2022).

KHAZANAH REPUBLIKA

Doa-Doa Khusus di Bulan Rajab

Saat memasuki bulan Rajab, Rasulullah memanjatkan doa khusus. Ketua Dewan Syuro IKADI Prof KH Ahmad Satori Ismail mengatakan doa yang dapat dibaca saat bulan Rajab antara lain

Pertama, meminta berkah

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغنَا رَمَضَانَ

Allahumma barik lana fi rajaba wasya’bana waballighna ramadhana. 

Artinya, Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Syaban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan.

Kedua, memohon ampunan

ربي اغفر لي و ارحمني و تب علي 

“Rabbighfirli warhamni watub ‘alayya” 

Artinya: “Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, dan terimalah taubatku

Ketiga, membaca sayyidul istighfar

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ. أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ. أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ. وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ. فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ

Allahumma anta rabbi, la ilaha illa anta khalaqtani. Wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa‘dika mastatha‘tu. A‘udzu bika min syarri ma shana‘tu. Abu’u laka bini‘matika ‘alayya. Wa abu’u bidzanbi. Faghfirli. Fa innahu la yaghfirudz dzunaba illa anta. 

Artinya: “Hai Tuhanku, Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang kuperbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh tiada yang mengampuni dosa selain Engkau.

Keempat, memperbanyak zikir. Kelima, memperbanyak shalawat.

IHRAM

Fenomena Adopsi Spirit Doll dan Pandangan Islam Terhadapnya

Spirit doll atau boneka yang diyakini diisi arwah saat ini digandrungi beberapa orang, terutama di kalangan artis. Beberapa “mengadopsi” dan meyakini adanya arwah di dalam boneka itu. Fenomena adopsi spirit doll menjadi tren dengan dalih membawa keberuntungan, menemani kesepian, dan alasan-alasan lainnya.

Seperti yang dikutip dari CNN.Com, spirit doll sebenarnya sudah dikenal dalam agama tertentu sebagai meditasi atau media berdoa. Bahkan ia bisa berupa patung yang diyakini diisi oleh dewa-dewi.

Jika mempercayai adanya arwah yang kemudian berpindah ke jasad lain seperti boneka disebut reinkarnasi. Ini adalah suatu kepercayaan yang diyakini oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha. Sedangkan Islam sendiri tidak membenarkan ajara tersebut. Karena setiap manusia yang wafat, ruhnya akan kembali pada Allah dan mempertanggungjawabkan amalnya sendiri. Urusan nyawanya tidak akan kembali ke jasad lain dan mengalami kehidupan yang baru, karena setiap individu dimintai pertanggung jawaban.

Misal pada surat Yasin ayat 65,

اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Artinya: Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.

Jika menilik pada ayat ini, anggota tubuh manusia akan menjadi saksi dari perbuatan tiap jiwa yang melekat padanya. Bagaimana bisa reinkarnasi terjadi jika tiap tubuh menjadi saksi?

Begitu juga meyakini adanya arwah atau ruh pada boneka bukanlah sesuatu yang dibenarkan dalam agama Islam.

Begitu juga seperti yang difirmankan oleh Allah pada surat an-Nur ayat 34,

يَّوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَاَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Artinya: pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.

Adapun mengenai aktivitas memelihara boneka dalam Islam diperbolehkan, selama tujuannya untuk bermain dan koleksi permainan, bukan untuk pemujaan apalagi sampai meyakini adanya ruh yang bersemayam di dalamnya. Sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadis, bahwa Aisyah pernah bermain boneka.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي . [رواه البخاري].

Artinya: Dari Sayyidah Aisyah rahiyallahu ‘anha bahwa ia berkata, “Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. Ketika Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam memasuki rumah, mereka bersembunyi dari beliau, lalu beliau menyerahkan mainan kepadaku satu demi satu, dan mereka pun bermain bersamaku.” (HR. Bukhari)

Dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari disebutkan dalam hadis lain, bahwa boneka yang dimainkan oleh Aisyah, istri Rasul adalah kuda yang memiliki dua sayap. Para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan bermain boneka. Tapi ulama mayoritas membolehkannya. Perbedaan timbul karena ada hadis yang menerangkan bahwa ada larangan memasang gambar dan patung dalam rumah.

Sedangkan para ulama yang membolehkan beralasan selama hanya untuk hiburan, bukan pemujaan dan keyakinan adanya ruh yang masuk tidaklah masalah. Maka fenomena spirit doll yang saat ini mulai tren kembali – karena awalnya ia menjadi media berdoa bagi pemeluk agama tertentu – bukanlah sesuatu yang boleh diyakini oleh seorang muslim.

Demikian penjelasan tentang adopsi spirit doll dan pandangan Islam terhadapnya. Hal yang menjadi masalah adalah keyakinan seseorang akan adanya arwah di dalam boneka tersebut sampai memperlakukannya benar-benar seperti benda hidup.

BINCANG MUSLIMAH

Hukum Melihat Foto Seksi di Media Sosial

Di era sekarang ini banyak sekali orang-orang yang melakukan interaksi atau berkomunikasi melalui media sosial, baik dalam bentuk tulisan, audio maupun foto dan gambar di media sosial. Bahkan tidak sedikit ditemukan konten-konten yang kurang patut dilihat seperti gambar tak senonoh ataupun foto perempuan seksi. Lantas, bagaimana hukum melihat foto seksi di media sosial?

Dalam literatur fikih Syafi’i, ditemukan beberapa ulama yang menjelaskan hukum persoalan semacam ini. Imam Abu Bakr al-Syatha al-Dimyathi tidak mengharamkan melihat aurat perempuan dari semacam cermin atau air. Hal itu dikarenakan yang dilihat laki-laki hanyalah sosok yang semisal dari seorang perempuan, bukan perempuan itu sendiri. Sebagaimana dalam kitab Hasyiyah I’anah al-Thalibin, juz  3 halaman 301 berikut,

قوله: لا في نحو مرآة أي لا يحرم نظره لها في نحو مرآة كماء وذلك لانه لم يرها فيها وإنما رأى مثالها

Artinya : “ Adapun pendapat ulama tidak dalam semisal cermin maksudnya adalah tidak haram melihat aurat perempuan dari semacam cermin atau air. Hal itu dikarenakan yang dilihat laki-laki hanyalah sosok yang semisal dari seorang perempuan, bukan perempuan itu sendiri”.

Hal ini sebagaimana juga dijelaskan dalam kitab Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Quwaitiyah berikut,

عند الشّافعيّة : لا يحرم النّظر – ولو بشهوة – في الماء أو المرآة قالوا : لأنّ هذا مجرّد خيال امرأة وليس امرأة

Artinya : “Menurut mazhab Syafi’i, tidak haram melihat (aurat perempuan) dari pantulan cahaya yang berada di dalam air atau cermin. Mereka beralasan, karena objek yang dilihat bukanlah tubuh (aurat) dari seorang perempuan itu, melainkan hanyalah bayangan atau gambar dari sosok yang berada di balik itu”

Imam Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan lebih lanjut mengenai penjelasan diatas. Menurut beliau Konteks dari kebolehan melihat gambar atau bayangan yang semisal dari aurat perempuan adalah ketika tidak terjadi fitnah dan syahwat. Sebagaimana dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj, juz 7 halaman 192 berikut,

ومحل ذلك أى عدم حرمة نظر المثال كما هو ظاهر حيث لم يخش فتنة ولا شهوة

Artinya : Konteks dari kebolehan melihat gambar atau bayangan yang semisal dari aurat perempuan adalah ketika tidak terjadi fitnah dan syahwat”.

Syekh Zakariya al-Anshari menjelaskan lebih lanjut mangenai keterangan yang dimaksud fitnah dalam kasus diatas. Menurut beliau yang dimaksud fitnah di sini adalah faktor yang mendorong seseorang untuk berzina, bermesraan, dan sejenisnya. Sebagaimana dalam kitab Asna al-Mathalib fi Syarh Raudh al-Thalib juz 3, halaman 110 berikut,

أما النظر والإصغاء لما ذكر عند خوف الفتنة أي الداعي إلى جماع أو خلوة أو نحوهما فحرام

Artinya : “Hukum keharaman melihat dan mendengarkan kepada sesuatu yang telah disebutkan adalah ketika dikhawatirkan fitnah. Yang dimaksud fitnah di sini adalah faktor yang mendorong seseorang untuk berzina, bermesraan, dan sejenisnya”.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa, seseorang diharamkan untuk melihat gambar atau bayangan yang semisal dari aurat perempuan seperti foto perempuan seksi di media sosial disertai dengan adanya syahwat. Dengan kata lain, hukum melihat foto seksi di media sosial adalah haram.

Namun, apabila semisal tidak sengaja melihat foto seksi di media sosial yang tidak sampai menimbulkan syahwat maka tidak diharamkan. (Baca: Saat Terjadi Heboh di Media Sosial, Lebih Baik Diam atau Ikut Bersuara?)

Dengan demikian, jika hal itu karena unsur ketidaksengajaan, maka sebaiknya menundukkan pandangan dan segeralah mengganti konten tersebut dengan konten yang lebih positif. Semoga penjelasan terkait hukum melihat foto seksi di media sosial memberikan manfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH