Anjuran Bergembira Menyambut Bulan Ramadan

Di antara bulan yang diistimewakan oleh Allah adalah bulan Ramadan. Di bulan Ramadan, Allah melimpahkan banyak keutamaan kepada orang yang beriman berupa ampunan, keberkahan, kebaikan dan lain sebagainya. Dengan demikian, bagi orang yang beriman sudah selayaknya bulan Ramadan disambut dengan penuh kegembiraan dan persiapan lahir maupun batin.

Menyambut bulan Ramadan dengan penuh kegembiraan ini sudah pernah dilakukan Nabi saw. di depan para sahabatnya dan mengajak mereka untuk bersama-sama merayakan kedatangan bulan Ramadan. Dalam kitab Al Musnad, Imam Ahmad meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah, dia berkata:

كَانَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُبَشِرُ اَصْحَابَهُ بِقُدُوْمِ رَمَضَانَ يَقُوْلُ : ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ

“Rasulullah saw. memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya tentang kedatangan bulan Ramadan seraya beliau berkata: ‘Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa di dalamnya. Di bulan Ramadan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan seribu bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”

Sebagaimana dikatakan Ibnu Rajab al-Hanbali, berdasarkan hadis ini para ulama menganjurkan untuk saling ber-tahniah atau saling mengucapkan “selamat menyambut kedatangan bulan Ramadan” di antara satu sama lain ketika menjelang bulan Ramadan. Di Indonesia tahniah tersebut biasanya diungkapkan dengan kalimat “ahlan wa sahlan ya ramadan”. Kegembiraan dan kebahagiaan dalam menyambut bulan Ramadan harus ditampakkan satu sama lain.

Selain itu, dianjurkan memperbanyak doa ketika menyambut bulan Ramadan. Imam Nawawi dalam kitab Almajmu mencantumkan sebuah hadis yang berisi doa Nabi saw. ketika menyambut bulan Ramadan. Hadis tersebut diriwayatkan Imam al-Tirmidzi dari Thalhah bin Ubaidillah, dia barkata;

انَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلالَ قَالَ : ” اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالإِيمَانِ  وَالسَّلامَةِ وَالإِسْلامِ  رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ

 “Sesungguhnya Nabi saw ketika telah melihat hilal Ramadan, beliau berdoa; Allahumma ahillahu ‘alaina bil yumni wal imani was salamati wal islam. Rabbi wa rabbukallah (Ya Allah jadikanlah hilal (bulan) ini bagi kami dengan membawa keberkahan, keimanan, keselamatan, dan keislaman. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”    

Wallahu’alam.

BINCANG SYARIAH

Jadilah Hartawan, Gapailah Kemuliaan!

Saudaraku, menjadi seorang hartawan adalah impian setiap orang. Apalagi impian itu disertai dengan tekad untuk menggapai rida Allah Ta’ala. Kita bertekad dengan harta tersebut kita dapat menebar manfaat, merawat orang tua, membiayai keluarga, dan membantu kerabat.

Harta yang banyak itu juga kiranya diniatkan untuk disedekahkan di jalan Allah Ta’ala. Memanfaatkan harta tersebut untuk menunaikan ibadah haji, membangun pusat pendidikan Islam, membangun masjid, dan berbagai amal saleh lainnya yang membutuhkan biaya besar.

Salah kaprah terhadap qana’ah

Sebagian dari kaum muslimin masih salah kaprah tentang memahami qana’ah terhadap kekayaan. Diriwayatkan dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barang siapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga, dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadis ini hasan ghorib).

Berdasarkan hadis di atas, qana’ah adalah mensyukuri apa yang dianugerahkan oleh Allah Ta’ala kepada kita. Itulah kebahagiaan yang hakiki. Semakin banyak kita bersyukur, semakin bertambah pula nikmat yang diberikan oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat’” (QS. Ibrahim: 7).

Syariat tidak memerintahkan hamba-Nya untuk berusaha mengubah hidup dari yang sebelumnya pas-pasan menjadi seorang muslim yang hartawan. Justru Allah Ta’ala menegaskan bahwa keadaan kita sejatinya tergantung pada diri kita sendiri. Apakah kita punya keinginan, tekad, dan ikhtiar yang maksimal dalam mencari kehidupan yang lebih baik? Ikhtiar tentu saja akan selaras dengan hasil yang diperoleh, insyaallah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d: 11).

Mencari jalan menyempurnakan rukun Islam

Sebuah niat mulia kiranya terpatri dalam diri kita untuk menggapai cita-cita kesejahteraan, yaitu agar memiliki kemampuan untuk menunaikan zakat dan melaksanakan ibadah haji ke baitullah. Tanpa karunia harta dari Allah Ta’ala, akan sulit bagi kita untuk menyempurnakan kedua rukun Islam tersebut.

Banyak ayat dan hadis yang memerintahkan kita untuk menunaikan zakat dengan syarat harta yang kita miliki telah sampai haul dan nisab. Apabila sampai hari ini kita belum menunaikan zakat, maka sampai kapankah kita berlepas diri dari membayar zakat dengan alasan ketiadaan harta?

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk” (QS. Al-Baqarah: 43).

Allah Ta’ala berfirman dalam ayat lain,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. At-Taubah: 103).

Saudaraku, dua ayat di atas dikhususkan bagi orang-orang yang berharta. Sehingga jika saat ini kita belum memiliki harta yang berlebih, tidakkah kita punya keinginan suatu saat kita memiliki kelebihan harta untuk dizakatkan?

Begitu pun dengan haji, Allah Ta’ala berfirman,

وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِۚ

“Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah” (QS. Al-Baqarah: 196).

Allah Ta’ala berfirman dalam ayat lain,

وَأَذِّن فِي ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَجِّ يَأۡتُوكَ رِجَالٗا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٖ يَأۡتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٖ

“Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. Al-Hajj: 27).

Saudaraku, Allah Ta’ala memanggil kita untuk melaksanakan ibadah haji. Dahulu manusia bisa berangkat haji dengan biaya yang relatif murah, seperti berjalan kaki atau naik kapal untuk menuju Ka’bah. Sekarang cara itu sulit untuk ditempuh. Oleh karena itu, sarana yang paling memungkinkan adalah dengan menaiki pesawat terbang yang memerlukan biaya besar.

Semestinya kita tidak menyerah agar dapat melaksanakan ibadah yang mulia ini. Meskipun saat ini kita belum mampu, tapi bertekadlah dan berikhtiarlah semaksimal mungkin untuk mencari sumber pendapatan yang halal dan banyak agar dapat melaksanakan ibadah haji. Sampai kapan kita selalu beralasan tidak cukup harta untuk menunaikan haji ke baitullah? Tidakkah kita terdorong untuk lebih giat mencari rezeki yang halal agar dapat menyempurnakan rukun Islam kita?

Harta untuk kebahagian orang-orang tercinta

Saudaraku, sampai kapan pula kita tidak mampu memberikan manfaat dari sisi harta kepada orang tua, anak, istri, kerabat, anak yatim, fakir miskin, dan orang-orang yang membutuhkan? Tidakkah kita menginginkan untuk menjadi bagian dari hamba-hamba Allah Ta’ala yang dapat berbuat kebajikan dengan harta kepada sesama?

Allah Ta’ala berfirman,

لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 177).

Pada zaman yang penuh dengan cobaan dan terpaan ekonomi, maka hal yang dibutuhkan oleh umat manusia adalah perbaikan ekonomi. Sebagai hamba Allah Ta’ala yang memiliki kecerdasan akal dan tubuh yang sehat, selayaknya kita meningkatkan ikhtiar untuk menggapai rezeki Allah Ta’ala dengan kesungguhan dan cara yang sesuai syariat.

Lihatlah perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabat Radhiallahu ‘anhum. Lihat bagaimana mereka berjuang untuk mencari harta dengan cara yang sesuai syariat demi menegakkan kalimat Allah Ta’ala. Oleh karena itu, selayaknya kita sebagai umatnya meniru para sahabat dengan cara mencari harta untuk kemuliaan kaum muslimin.

Apabila kaum muslimin memiliki banyak harta, maka harta tersebut dapat digunakan untuk membangun masjid, lembaga pendidikan Islam, membuka lapangan pekerjaan, menyantuni anak yatim dan fakir miskin, serta berbagai amal saleh lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. An-Nahl: 128).

Peluang untuk berbuat kebaikan sangat banyak. Tapi sekali lagi, dalam situasi krisis ekonomi seperti saat ini, berbuat kebaikan dengan berbagi manfaat dari harta yang banyak kiranya banyak dibutuhkan oleh kaum muslimin. Dengan demikian, mari kita senantiasa memohon kepada Allah Ta’ala dan berikhtiar semaksimal mungkin untuk memperoleh harta sesuai dengan syariat. Mari kita berbagi kepada sesama dalam rangka menggapai predikat khairunnaas dengan menjadi hartawan yang mendapatkan kemuliaan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruquthni. Hadis ini di-hasan-kan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’  no. 3289).

Wallahu a’lam.

***
Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/73259-jadilah-hartawan-gapailah-kemuliaan.html

Sekilas Sejarah Rekam Jejak Majelis Mujahidin Indonesia

Sedari dulu hingga sekarang, tak bisa dipungkiri bahwa permasalahan isu-isu mengenai upaya penegakan syariat Islam di Indonesia tak pernah usai. Walaupun Indonesia sudah mempunyai idelogi final, yaitu pancasila -yang sejatinya sudah selaras dengan nilai keislaman- tetap saja di luar sana masih ada golongan yang tidak mau menerimanya. Golongan-golongan ini berrsikeras dengan pendapat mereka bahwa penegakan syariat Islamlah yang dipandang cocok dan harus diterapkan di Indonesia. Salah satu golongan yang mempunyai cita-cita dan tujuan untuk menegakan syariat Islam di Indonesia ini adalah Majelis Mujahidin Indonesia, atau biasa disingkat menjadi MMI.

Organisasi ini didirikan pada tahun 2000 bertempat di  Gedung Mandala Bhakti Wanitatama Yogyakarta. Pada kongres yang disebut sebagai kongres Mujahidin ini, mereka mendirikan MMI dengan amir (istilah ketua dalam struktur mereka) terpilih yaitu Abu Bakar Baasyir.

Setidaknya ada tiga alasan besar kenapa mereka mendirikan MMI. Yang pertama, belum diberlakukannya syariat Islam secara formal khususnya di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim, karena bagi mereka dengan kuantitas muslim yang besar harusnya dapat diberlakukan syariat Islam. Kedua, menurut mereka umat Islam dewasa ini tidak memiliki tata kepemimpinan yang efektif untuk menciptakan masyarakat yang beradab sesuai dengan anjuran al-Quran.

Kemudian yang ketiga, mereka melihat bahwa umat Islam kini terjebaknya dalam tempurung kebodohan dan kejumudan, serta keterbelakangan padahal umat Islam memiliki pedoman hidup yang sangat komprehensif berupa al-Quran. Hal ini dikuatkan lagi dengan slogan mereka yang berbunyi; “Penegakan syariah melalui institusi negara merupakan satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi kemelut bangsa”.

Namun dengan ketiga alasan tadi, Ahmad Syafii Maarif menepis semua argumen mereka dengan menyebutkan bahwa alasan besar dan mendasar sebenarnya karena rasa kekecewaan sebab kegagalan negara gagal dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Dalam artian tegaknya keadilan sosial dan terciptanya kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi salah satu bukti dari kegagalan ini. Oleh karenanya Syafii Maarif menyebutkan bahwa mereka sebenarnya kecewa, namun pada akhirnya menempuh jalan pintas yang kurang tepat sebab kurangnya pengetahuan mereka mengenai peta sosiologis Indonesia yang memang tak sederhana.

Berbeda dengan Ma’arif, Gus Dur justru lebih pedas menyebut mereka dengan istilah al-nafs al-lawwamah (jiwa yang tegang). Bagi Gus Dur, dengan kedangkalan mereka memahami Islam secara utuh dan gagalnya membaca peta sosiologis dengan menyeluruh, menghasilkan output yang kurang tepat. Mereka tak sadar dengan pergerakan mereka ini, justru sebenarnya secara tidak langsung mereka sedang mengubah Islam dari agama menjadi sebuah ideologi dan alat politisasi. Dan hal ini merupakan hal yang kurang tepat.

Di samping itu semua, tak bisa dipungkiri juga bahwa pergerakan dari Majelis Mujahidin Indonesia ini terhitung cukup masif pada masanya. Hal ini dibuktikan dengan hasil survey yang mengakatan pada tahun 2006 silam, MMI mencapai posisi keempat setelah NU, Muhammadiyah, dan FPI yang mendapat dukungan dari masyarakat akan eksistensi dan peranannya.

Setelah digantinya Baasyir oleh Muhammad Thalib pada tahun 2008, eksistensi MMI mulai menurun. Yang artinya tidak sefenomenal dan semasif zaman Baasyir. Namun di tangan Muhammad Thalib ini, kekuatan MMI di bidang literasi dan intelektual berkembang dengan pesat. Hal ini mungkin dipengaruhi juga dengan pribadi Thalib yang notabennya seorang penulis dan penggiat literasi. Kurang lebih demikianlah peta dan sejarah singkat mengenai perkembangan MMI di Indonesia.

BINCANG SYARIAH

Kontribusi Hafiz Alquran Zaman Now

Hafiz Alquran adalah mereka yang menghafal Alquran dalam ingatan sehingga dapat melafalkan ayat-ayat-Nya tanpa melihat mushaf Alquran. Dengan melihat kedudukan Alquran, maka hafiz Alquran memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dengan memahami dari kedudukan Alquran, keutamaan membaca Alquran, dan yang terpenting adalah berkhidmat kepada agama Allah dalam rangka memelihara kelestarian dan kemurnian sumber utama ajaran Islam.

Para ulama sepakat bahwa hukum menghafal Alquran adalah fardu kifayah. Artinya jika menghafal Alquran telah dilakukan oleh satu orang atau lebih, maka kewajiban itu menggugurkan beban masyarakat lain yang terdapat di suatu kaum, seperti pelaksanaan salat jenazah. Namun jika tidak, maka berdosalah semuanya.

Jaminan tentang pemeliharaan Alquran merupakan janji Allah. Begitupula dengan penjagaannya, Allah menjadikan orang-orang pilihan untuk menghafal dalam hatinya yang mulia dan bersih. Begitulah Allah menjelaskannya dalam QS Al-Hijr ayat 9. Lantas dimanakah urgensi hafiz Alquran di zaman serba modern seperti ini?

Para hafiz Alquran itu menghafal ayat-ayat-Nya dalam rangka menjaga kemutawattiran, yang dimaksudkan untuk memelihara jumlah para penghafal Alquran di setiap masa. Sehingga tidak tercatat dalam sejarah suatu masa dimana manusia tidak menghafal Alquran, mereka menukil dari tangan ketangan, dari hafalan ke hafalan dalam jumlah banyak, sehingga setiap huruf Alquran, kalimat, bahkan dalam harakat dan sukun-sukunnya terpelihara dalam jumlah yang banyak.

Dengan begitu, Allah juga menjaga Alquran dari beberapa usaha adanya tahrif, yaitu perubahan pada teks asli Alquran sehingga tidak sesuai dengan aslinya. Dalam hal ini, Alquran sangat jauh sekali dari adanya tahrif, karena adanya para penghafal Alquran di setiap masanya. Sehingga jika dibandingkan dengan kitab-kitab samawi terdahulu, Alquran jauh lebih sulit untuk dicari kelemahannya. Jiakalau ada kekeliruan, kesalahan ataupun kurang tepat sedikitpun, para penghafal Alquran mampu melihatnya dengan jelas.

Selanjutnya adalah mereka yang berhasil menghafalkan Alquran dengan baik dan sempurna dapat meningkatkan kualitas pribadi dan masyarakat Islam. Karena sejatinya sumber ilmu dan petunjuk terbaik menuju kesuksesan dunia dan akhirat adalah Alquran. Alquran akan menjadi sumber kekuatan untuk meraih cita-cita dan cinta jika dimaksimalkan dalam diri seseorang.

Yang begitu dikarenakan dalam diri seseorang terdapat sebuah kemulian yang difirmankan lansung oleh Allah dalam QS Al-Anbiya’ ayat 10:

لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka Apakah kamu tiada memahaminya?”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada diri manusia terdapat suatu kemuliann yang masih minim diketahui oleh manusia sendiri, sehingga pada akhir ayat tersebut Allah mengisyaratkan “mengapa kalian tidak berfikir”.

Artinya dalam Alquran banyak sekali penyebutan manusia sebagai makhluk hidup, penciptaan manusia, peraturan hidup, dan beberapa undang-undang kepada Allah dan kepada alam. Dengan demikian, Alquran terkandung nilai-nilai yang mencerdaskan kualitas umat Islam dari berbagai aspek keilmuan.

Menghafal Alquran juga dapat meningkatkan kualitas hidup umat Islam dari kebodohan, kemiskinan dan tipu daya orang-orang yang tidak suka Islam untuk menghancurkan agama ini dengan cara-cara halus. Hai ini dapat kita mengerti bahwa setelah kualitas pribadi penghafal berkembang dan maju, maka mereka diberi keyakinan yang mantap dan kepedulian yang tinggi terhadap agama mereka. Secara langsung Allah menegaskan dalam Q.S Al-Isra ayat 9:

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Alquran memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang mengerjakan amal sholeh. Dengan begitu, kualitas pribadi secara kolektif, masyarakat akan terbangun, kepedulian terhadap ajaran-ajaran agama akan semakin meningkat dan terpenting adalah nilai-nilai akidah secara benar-benar tertanam untuk mewujudkan masyarakat madani yang sesuai dengan petunjuk-petunjuk Alquran dan sunah-sunah Rasulullah Saw.

BINCANG SYARIAH

Kalau Sudah Makrifat, Tidak Lagi Perlu Shalat? Buya Arrazy; Kebatilan yang Mutlak

Pada satu kesempatan Buya Arrazy Hasyim ditanya terkait, apakah seseorang kalau sudah makrifat tidak perlu shalat? Pasalnya jamak dijumpai orang yang mengaku telah ma’rifat dengan enteng berkata “Allah kan sudah ada dalam diri kita.  Kalau shalatnya baru  sujud dan rukuk, itu belum shalat,” begitu klaimnya.   

Mendengar pertanyaan tersebut, Buya Arrazy menjawab, lewat video yang dikutip dari Cafe Rumi Jakarta Buya Arrazy bahwa klaim tersebut tidak mendasar. Lebih jauh lagi, itu sikap yang bathil.  Pasalnya, seorang yang sudah makrifat tidak akan meninggalkan shalat. Shalat adalah puncak tertinggi dari makrifat.

Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Q.S Thaha/20; 14;

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ – ١٤

Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.

Menurut Buya Arrazy, dalam Q.S Thaha/;24 di atas, Allah mengenalkan diri-Nya pada orang yang shalat. Maka untuk mengenal Allah, hendaklah shalat.  Untuk itu dari ayat 14 ini, bisa kita ambil istinbat hukum bahwa shalat adalah penghujung makrifat.

“Siapa saja yang bermakrifat, pasti dia mendapatkan puncaknya yaitu shalat. Pengenalan makrifat tanpa ibadah dan shalat adalah kebatilan yang mutlak,” terangnya.

Lebih jauh kata Buya Arrazy, Nabi merupakan orang yang paling makrifat di atas muka bumi imi.  Tak ada orang yang melebihi  Nabi dalam hal mengenal Allah (makrifah fil  Allah). Kendati demikian, kita tak menemukan riwayat, Rasulullah meninggalkan shalat  sampai akhir hayatnya–sepanjang usia Nabi.

Sementara itu, mengutip Tafsir Al Misbah karya Quraish Shihab, ayat tersebut mengandung hikmah di balik perintah melaksanakan shalat. Tak bisa dipungkiri, shalat yang baik benar akan mengantarkan seorang mengingat kebesaran Allah dan mengantarnya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah, serta menjauhi larangan-Nya.

Pada sisi lain, Buya Arrazy menasehati, sebagai seorang hamba, seyogianya kita melaksanakan shalat dengan khusuk dan baik. Pasalnya, banyak orang yang shalat tidak membenarkan niatnya, tidak menyempurnakan shalatnya, sehingga ibadahnya tidak bermakna di sisi Allah.

“Seyogianya seorang muslim memperbaiki amal dan ibadahnya, tidak menuding orang lain. Dan tidak menjadi juri orang lain,” tutupnya.

BINCANG SYARIAH

Makrifatullah dan Urgensinya (Bag. 2)

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Urgensi Makrifatullah

Alasan pentingnya kita mempelajari makrifatullah itu sangat banyak. Namun alasan yang paling pokok adalah sebagai berikut:

Pertama, sebagai tujuan hidup kita.

Hal ini karena kita diciptakan untuk mengenal Allah Ta’ala dan beribadah kepada-Nya semata.

Kedua, sebagai bagian dari rukun iman pertama yang merupakan dasar seluruh rukun iman lainnya.

Makrifatullah itu bagian dari iman kepada Allah. Sedangkan iman kepada Allah itu mendasari seluruh rukun iman lainnya. Padahal, agar seseorang bisa beriman kepada Allah dengan benar, dia perlu mengenal Allah dengan baik. Karena iman kepada Allah itu mencakup beriman kepada keberadaan-Nya dan kemahaesaan-Nya. Dan semua ini butuh ilmu makrifatullah.

Ketiga, makrifatullah adalah dasar peribadatan kepada Allah semata yang berpengaruh pada kesempurnaan ibadah seorang hamba.

Ibadah kepada Allah semata adalah salah satu dari dua tujuan hidup kita, sedangkan kualitas ibadah kita dipengaruhi seberapa besar kita mengenal Allah dengan mengenal nama dan sifat-Nya dan melaksanakan tuntutan ibadah yang terkandung di dalam setiap nama dan sifat-Nya yang kita kenal.

Hamba yang paling sempurna ibadahnya adalah orang yang paling mengenal Allah dan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung di dalamnya. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

وأكمل الناس عبودية المتعبد بجميع الأسماء والصفات التي يطلع عليها البشر

“Dan manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah orang yang beribadah dengan melaksanakan tuntutan peribadahan dari seluruh nama dan sifat Allah yang diketahui oleh manusia.”

Contoh penerapan makrifatullah sebagai dasar peribadatan kepada Allah semata:

Allah Ta’ala adalah Ar-Rahiim (Yang Mahapenyayang).

Dia mencintai orang-orang yang penyayang, sehingga kita pun terdorong untuk menjadi penyayang agar dicintai dan diridai-Nya. Dan ini hakikat ibadah kepada-Nya semata, tatkala mempersembahkan kepada-Nya semata segala yang Dia cintai dan ridai sebagaimana definisi ibadah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Allah Ta’ala adalah Asy-Syakuur (Yang Mahamensyukuri).

Dia mencintai orang-orang yang pandai bersyukur kepada-Nya. Di antaranya dengan berterima kasih kepada manusia dan membalas kebaikannya sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang pandai bersyukur kepada-Nya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah Al-‘Aliim (Yang Mahamengetahui).

Dia mencintai orang-orang yang berilmu syar’i dan mengamalkannya sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang berilmu syar’i dan mengamalkannya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah At-Tawwaab (Yang Mahamenerima taubat).

Dia mencintai orang-orang yang bersegera bertaubat kepada-Nya semata dari segala dosa sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang bersegera bertaubat kepada-Nya semata dari segala dosa sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah Al-Jamiil (Yang Mahaindah).

Dia mencintai orang-orang yang indah ucapannya, perbuatannya, akhlaknya, penampilan fisiknya, barang-barangnya, serta segala sesuatunya. Sehingga, kita pun terdorong untuk menjadi orang yang indah dalam segala sesuatunya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah Ath-Thoyyib (Yang Mahabaik).

Dia mencintai orang-orang yang baik ucapan dan perbuatannya, baik zahir maupun batinnya sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang baik dalam segala sesuatunya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah Ar-Rafiiq (Yang Mahalembut).

Dia mencintai orang-orang yang lembut dalam ucapan dan perbuatannya, sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang lembut dalam ucapan dan perbuatannya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Keempat, pokok dari setiap ilmu yang bermanfaat adalah makrifatullah.

Karena jika kita tahu siapa Allah dengan baik, niscaya kita akan tahu siapa selain-Nya. Dan akan benar sikap kita terhadap Allah dan makhluk serta terhadap semua jenis ilmu yang bermanfaat. Sehingga, kita mempelajari segala jenis ilmu dan mengamalkannya itu sesuai dengan kecintaan dan keridaan Allah.

Contoh penerapan makrifatullah adalah pokok dari setiap ilmu yang bermanfaat:

Pertama, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-Khooliq (Yang Mahamenciptakan), Yang Mahasempurna, maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah ciptaan (makhluk) yang lemah dan membutuhkan kepada-Nya. Sehingga ia pun menghambakan dirinya kepada-Nya semata.

Kedua, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Ar-Razzaaq (Yang Mahamemberi rezeki), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang diberi rezeki, dan bukan pemberi rezeki. Sehingga, ia tidak berdoa meminta rezeki dan bertawakal, kecuali kepada-Nya saja.

Ketiga, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-‘Aliim (Yang Mahamengetahui), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang pada asalnya tidak memiliki ilmu apa-apa. Al-‘Aliim yang mengajarkan berbagai macam ilmu kepada makhluk sehingga ia berusaha senantiasa memohon petunjuk ilmu yang bermanfaat kepada-Nya semata dan tidak sombong.

Keempat, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-Qodiir (Yang Mahakuasa), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang pada asalnya tidak memiliki kuasa apa-apa. Sehingga dia berusaha senantiasa mohon kekuatan dalam menjalani ujian hidup di dunia ini.

Kelima, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Allah Mahaawal, maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah dulunya tidak ada, lalu Allah ciptakan dan adakan. Sehingga dia sadar seluruh kenikmatan dan kebaikan yang ada pada dirinya adalah anugerah dari Yang Mahaawal. Ia pun menyandarkan kenikmatan kepada-Nya semata dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat tersebut.

Barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Allah Mahakekal, maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang akan mati dan bersifat fana. Oleh karena itu, ia tidak ujub dan tidak menyombongkan prestasi ibadah, diri, serta hartanya.

Keenam, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-Ghoniy (Yang Mahakaya), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang fakir. Pada asalnya, ia tidak punya apa-apa dan senantiasa membutuhkan kepada-Nya setiap saat.

Ketujuh, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-Malik (Raja segala sesuatu), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba milik-Nya, di bawah kekuasaan kerajaan-Nya, serta di bawah pengaturan-Nya, sehingga ia rida atas pengaturan-Nya atas diri-Nya sebagai hamba-Nya.

Kesimpulan

Barangsiapa yang mengenal Allah Ta’ala  melalui mengetahui nama-Nya yang husna dan sifat-Nya yang ‘ula, maka niscaya ia tahu bahwa Allah Mahasempurna dari segala sisi dan disucikan dari aib dan kekurangan dari segala sisi, dan niscaya ia pun mengetahui bahwa dirinya lemah, banyak aib dan kekurangan, dan senantiasa membutuhkan petunjuk dan penjagaan dari Allah Ta’ala. Inilah maksud “Makrifatullah adalah pokok dari setiap ilmu yang bermanfaat”. Barangsiapa yang tahu siapa Allah dengan baik, niscaya ia akan tahu siapa selain-Nya!

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/73254-marifatullah-dan-urgensinya-bag-2.html

Pesan Menteri Urusan Islam Arab Saudi untuk Umat Islam di Indonesia

Menteri Urusan Islam, Dakwah, dan Penyuluhan Arab Saudi, Syaikh Dr. Abdullatif bin Abdulaziz Al-Syaikh memberikan pesan kepada umat Islam usai sholat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (25/3/2022). “Sebagainana kita diminta taat kepada Allah dan Rasul, kita juga diperintah untuk taat kepada pemerintah,” ujar Syaikh Abdullatif dalam bahasa Arab yang diterjemahkan oleh Habib Ali.

Pesan ini disampaikan Syaikh Abdullatif saat diminta memberikan pesan kepada umat Islam Indonesia oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Nasaruddin Umar usai Shalat Jumat.

“Kita juga diminta untuk menjaga agama, menjadi teladan yang baik dalam mempersembahkan kebaikan dan memastikan terlaksananya keadilan,” lanjutnya.

Tak hanya itu, ia juga mengajak umat Islam untuk menjalani ajaran agama Islam dengan pemahaman yang moderat.  Menurutnya, Allah meridlai agama Islam. Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang. Untuk itu, umat Islam diminta untuk saling menyayangi sesama dan semua ciptaan Allah.

“Mari kita jalani ajaran Islam dengan moderat, tidak ekstrem kanan dan kiri, untuk menyebarkan kebaikan dan kasih sayang kepada semua,” kata dia.

Kunjungan Syaikh Abdullatif ke Indonesia dilakukan dalam rangka penutupan. Musabaqah Hafalan Al-Qur’an dan Hadis (MHQH) Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Alu Su’ud Tingkat Nasional ke-14. Saat ini, kegiatan itu  sedang digelar di Jakarta.

Menteri Urusan Islam Saudi juga dijadwalkan akan mengadakan pembahasan kerjasama dengan Indonesia terkait kerukunan dalam keragaman.

Sebelumnya, Imam Besar Masjid Istiqlal menyampaikan bahwa secara pribadi Syaikh Abdullatif telah memberikan sumbangan kepada Masjid Istiqlal sebesar 100 ribu riyal Saudi, atau senilai Rp 382 juta. 

IHRAM

Wamenag: Soal Haji Kita Diminta untuk Sabar

Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid mengatakan, masalah haji umat diminta untuk tetap bersabar menunggu kepastian dari Arab Saudi. Hal ini dia sampaikan dalam acara penutupan Musabaqah Hafalan Al-Qur’an dan Al-Hadits (MHQH) Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Alu Su’ud di Jakarta pada Jumat (25/3/2022).

“Dan tentunya keputusan yang terbaik akan disampaikan karena ini menyangkut persoalan kesehatan keselamatan seluruh jamaah haji bukan hanya Indonesia tapi seluruh jamaah haji, jadi pertimbangannya harus betul-betul matang, jadi pak menteri agama (Saudi) urusan agama islam dan penyuluhan menyampaikan kepada pak wakil presiden, dan pak wakil presiden mengapresiasi kementerian Saudi yang sudah menangani penanganan covid dengan baik,” lanjut Zainut. 

Dia mengatakan, penanganan covid dengan baik terlihat dari jamaah umroh yang sekarang semakin leluasa beribadah di Saudi. Umat diminta untuk berdoa dalam menunggu kepastian dari Pemerintah Arab Saudi. 

“Kami dari pemerintah Indonesia tetap terapkan tiga opsi, pertama tidak mungkin dengan kuota penuh, (kedua) kuota terbatas, dan ketiga seperti tahun lalu semoga tidak,” kata Zainut. 

Di samping itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyusun strategi investasi dana haji secara tepat. Wapres mengingatkan, pengelolaan dana haji yang diinvestasikan bisa memberikan manfaat berkelanjutan. 

Wapres mengungkapkan, laporan yang ia terima mengenai saldo dana haji yang dikelola BPKH pada 2021 mencapai Rp 158,8 triliun. Jumlah ini meningkat 9,6 persen dibanding tahun 2020. Hal ini juga diiringi dengan penambahan nilai manfaat, yang mencapai Rp 10,55 triliun atau bertambah 41,9 persen dibanding tahun sebelumnya.

IHRAM

Doa Menyambut Bulan Ramadan, Penuh Syukur dan Kegembiraan

Doa menyambut bulan Ramadan merupakan wujud menyambut bulan ini dengan penuh rasa syukur. Ramadan merupakan bulan paling istimewa bagi umat Islam. Di bulan ini, umat Islam menjalankan ibadah puasa wajib yang penuh berkah.

Doa menyambut bulan Ramadan bisa diamalkan sebagai bentuk suka cita menyapa bulan suci ini. Doa-doa ini telah diamalkan oleh Rasulullah selama menyambut bulan Ramadan. Sebagai umat Islam yang baik, sudah seharusnya mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah.

Dari doa menyambut bulan Ramadan ini, umat Islam senantiasa bersyukur karena telah dipertemukan kembali dengan bulan Ramadan. Berikut doa menyambur bulan Ramadan dan maknanya, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis(24/3/2022).

Bulan penuh kesabaran

Selama berpuasa umat islam diwajibkan untuk menahan segala hawa nafsu, berperilaku sabar, dan tahan akan adanya ujian. Rasulullah SAW bersabda:

“Puasa (Ramadan) merupakan perisai dan benteng yang kokoh dari siksa api neraka.” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi).

Maka dari itu saat bulan Ramadan, dianjurkan untuk banyak beribadah dan mendekatkan diri pada Allah. Dengan begitu segala nafsu, amarah dan emosi yang berlebihan lainnya dapat dapat terhindarkan.

Bulan Turunnya Alquran

Alquran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di bulan Ramadan, tepatnya pada tanggal 17 Ramadan. Alquran merupakan petunjuk dan pedoman hidup yang harus diimani oleh setiap muslim. Malam pertama kalinya diturunkan Alquran kepada Nabi Muhammad SAW disebut juga dengan Nuzulul Qur’an.

Malam Lailatul Qadar

Pada bulan Ramadan terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Itulah malam Lailatul Qadar (QS. 97: 1). Malam Lailatul Qadar ini tentunya menjadi suatu malam yang paling diinginkan oleh semua umat muslim. Hanya orang orang yang beramal shaleh lah yang bisa mendapatkan malam ini.

Bulan yang penuh dengan kedermawanan

Pada bulan Ramadan, Nabi Muhammad SAW memberi keteladan terbaik dengan banyak bersedekah dan menjadi orang yang paling dermawan pada bulan suci ini. Umat islam dianjurkan untuk bersedakah serta di akhir puasa yaitu sebelum hari raya Idul Fitri dengan menunaikan zakat fitrah bagi orang yang mampu.

Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan khusus pada bulan Ramadan atau paling lambat sebelum selesainya salat Idul Fitri. Setiap individu muslim yang berkemampuan wajib membayar zakat jenis ini.

Bulan pengampunan dosa

Rasulullah SAW pun bersabda,

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena keimanan dan hanya mengharap pahala, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. al-Bukhari).

Allah SWT menjanjikan pengampunan segala dosa dan kebebasan dari siksa api neraka terhadap orang orang yang berpuasa karena keimanannya dan semata mata untuk mengharap ridha-Nya.

Doa menyambut bulan Ramadan dari Rasulullah

Berikut doa menyambut bulan Ramadan yang sering dipanjatkan Rasulullah:

Allāhumma sallimnī li Ramadhāna, wa sallim Ramadhāna lī, wa sallimhu minnī.

Artinya:

“Ya Allah, selamatkanlah aku (dari penyakit dan uzur lain) demi (ibadah) Bulan Ramadhan, selamatkanlah (penampakan hilal) Ramadhan untukku, dan selamatkanlah aku (dari maksiat) di Bulan Ramadhan.”

Hilālu rusydin wa khairin (2 kali), āmantu bil ladzī khalaqaka, (3 kali), alhamdulillāhil ladzī dzahaba bi syahri kadzā, wa jā’a bi syahri kadzā.

Artinya:

“Bulan petunjuk dan kebaikan (2 kali). Aku beriman kepada Tuhan yang menciptakanmu (3 kali). Segala puji bagi Allah yang menghilangkan bulan itu, dan mendatangkan bulan ini.” (HR Abu Dawud).

Doa saat melihat hilal

Munculnya hilal merupakan tanda masuknya bulan Ramadan. Ketika melihat hilal, dianjurkan untuk membaca doa. Doa ini berbunyi:

Allahumma ahillahu ‘alaina bil yumna wal imani was salamati wal islami rabbi wa rabbukallahu.

Artinya,

“Ya Allah, tampakkan bulan itu kepada kami dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.”

Ayat Al Qur’an tentang bulan ramadan

Berikut ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang puasa di bulan Ramadan:

Al Baqarah ayat 183

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)

Al Baqarah ayat 184

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 184)

Al Baqarah Ayat 185

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)

Al Baqarah Ayat 187

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Surat Yunus ayat 58

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

LIPUTAN6

Saat Harga Kebutuhan Semakin Melonjak

Harga telor meroket, minyak goreng ganti harga, gula ikut-ikutan naik, harga sayuran pun cenderung melonjak. Tak perlu galau dan cemas kerena rezeki sudah ditentukan Allah ‘Azza wa Jalla. Renungkanlah ucapan menentramkan hati dari Abu Hazim Salamah bin Dinar (wafat 140 H),

يا أبا حازم أما ترى قد غلا السعر

“Wahai Abu Hazim, tidakkah engkau tahu bahwa harga barang semakin mahal?’

Maka beliau menjawab,

وما يغمكم من ذلك؟ إن الذي يرزقنا في الرخص هو الذي يرزقنا في الغلاء

“Lalu apa yang membuat kalian resah dengan hal itu? Sesungguhnya Dzat Yang memberi rizki kepada kita di saat harga murah, Dia juga Yang akan memberi rizki kepada kita di saat harga mahal” (Hilyatul Auliya, 3/239).

Demikianlah, para salafuna shaleh selalu mengembalikan segala kesulitan hidupnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka tak panik dan frustasi dengan harga-harga kebutuhan hidup yang semakin mahal, kerena semua ini tak terlepas dari kehendak Allah ‘Azza wa Jalla yang semua ada hikmahnya. Allah Maha Mengetahui segala yang terjadi serta terbaik untuk hambanya. Tak sepantasnya seorang mukmin mencela kondisi ini meski banyak perkara yang membuatnya sengsara. Saat itulah kita diuji akankah kita beriman dan yakin sepenuhnya akan ketetapan Allah ‘Azza wa Jalla. Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,

مَنْ رَضِيَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَهُ وَسَّعَهُ وَبَارك اللهُ فِيْهِ ,وَمَنْ لَمْ يَرْضَ يَسَعْهُ وَلَمْ يُبَارِكْ فِيْهِ

”Barangsiapa yang ridha terhadap apa yang menjadi suratan hidupnya, maka jiwanya akan merasa lapang menerima hal itu, dan Allah akan memberkatinya, namun barangsiapa yang tidak ridha maka pandangannya menjadi sempit dan juga Allah tidak memberkatinya” (Tazkiyatun Nafs, hal. 107).

Para salaf dahulu sungguh menakjubkan prinsip hidupnya, ujian dunia dengan segala liku-likunya tak membuat goyah imannya, justru lebih memacunya untuk fokus mencari akhirat. Karena dalam pandangan mereka dunia ini medan ujian dan justru perkara-perkara yang menyulitkan akan berbuah pahala. Krisis ekonomi tak menjadikan strees , karena faktor ketawakalan mereka tinggi kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Justru di zaman fitnah saat ini seorang mukmin harus memperkuat kesabaran dan lebih mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla . Dunia bukan segalanya dan yakinlah setelah badai kesulitan akan ada kemudahan. Utsman Ibnu Sammak rahimahullah berkata :

الدُّنْيَا كُلُّهَا قَلِيْلٌ، وَالَّذِي بَقِيَ مِنْهَا قَلِيْلٌ، وَالَّذِي لَكَ مِنَ البَاقِي قَلِيْلٌ، وَلَمْ يَبْقَ مِنْ قَلِيْلِكَ إِلاَّ قَلِيْلٌ، وَقَدْ أَصْبَحتَ فِي دَارِ العَزَاءِ، وَغَداً تَصِيْرُ إِلَى دَارِ الجَزَاءِ، فَاشْتَرِ نَفْسَكَ، لَعَلَّكَ تَنجُو

“Dunia itu seluruhnya sedikit. Dan yang masih tersisa darinya sedikit. Bagianmu dari sisa itu juga sedikit. Dan tidak tersisa dari bagianmu yang sedikit itu melainkan sedikit. Engkau sekarang berada di negeri kesabaran. Besok, engkau akan berada di negeri jazaa‘ (pembalasan). Maka belilah dirimu (dengan melakukan amalan shalih), semoga engkau selamat” (As Siyar, 8/330).

Sesulit apapun kondisi ekonomi terjadi tetaplah optimis dan selalu banyak bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla kita masih bisa menikmati hidayah Islam dan mengenal sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam. Allah ‘Azza wa Jalla memberi kesempatan hidup dan beribadah kepada-Nya meski dalam tekanan ekonomi yang menjerat kuat. Bersyukurlah niscaya akan dimudahkan jalannya menuju kehidupan ekonomi yang lebih baik. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“. (QS. Ibrahim: 7).

Selain itu seorang mukmin agar hatinya lapang dalam setiap situasi hendaklah selalu memperbanyak istighfar. Sebagaimana hadits dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أكْثَرَ مِنَ الاسْتِغْفَارِ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ.

Siapa yang memperbanyak istighfar maka Allah akan menjadikan untuknya kelapangan dari setiap kegundahan, jalan keluar dari setiap kesempitan, dan Dia memberikan rezeki untuknya dari jalan yang tidak terduga.” (HR. Ahmad no.2234, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “sanadnya lemah”).

Sangat mulia dan lengkaplah tuntunan Islam dalam memecahkan segala manusia. Dan keimanan dan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah modal utama agar manusia kuat dan tegar menghadapi badai kehidupan, yang penting jangan karena harga-harga melambung lantas tergoda berbuat dosa dan melakukan larangan-larangan Allah ‘Azza wa Jalla, perbanyak taubat.

Dan hendaknya tawakal hanya kepada-Nya, selalu merasa cukup dengan nikmat dan pemberian-Nya niscaya hati bahagia. Jangan iri dengan kenikmatan yang diberikan kepada orang lain, semua rizki tak akan tertukar. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اَللَّهِ عَلَيْكُمْ

Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu” (HR. Al Bukhari – Muslim).

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan karunia-Nya semangat optimisme, lapang dada, dan tidak mudah mengeluh menghadapi semua kesulitan dunia ini, memberi kemudahan dalam segala situasi. Wallahu a’lam.

***

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi :

1). One Heart, Rumah Tangga Satu Hati Satu langkah, Zainal Abidin bin Syamsudin, Pustaka Imam Bonjol, Jakarta 2013.

2). Mencari Kunci Rizki Yang Hilang, Zainal Abidin bin Syamsudin, Pustaka Abu Hanifah, Jakarta 2008

Artikel Muslimah.or.id

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/14330-saat-harga-kebutuhan-semakin-melonjak.html