Khutbah Jumat: Tiga Poin Penting Ajaran Islam Urusan Pangan

Potensi sampah dari makanan yang terbuang di Indonesia capai 23-48 juta ton/tahun, ajaran Islam memperhatikan urusan pangan

Khutbah Jumat Pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد

قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah,

Islam sebagai ajaran yang sempurna mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal urusan pangan.  Allah Ta’ala telah memberikan petunjuk dalam kitab suci-Nya tentang bagaimana manusia bersikap dan bertindak dalam urusan makan dan minum.

Allah juga telah mengutus para nabi dan rasul untuk memberikan contoh dan teladan bagaimana sikap dan tindakan terbaik dalam urusan makan dan minum. Ada banyak ajaran Islam tentang urusan pangan. Namun karena keterbatasan waktu, pada kesempatan ini kita hanya akan membahas beberapa poin saja.

Pertama, memakan makanan yang halal dan thayyib

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّ اتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْۤ اَنْـتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ

“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 88)

Makanan halal artinya bukan bahan pangan yang Allah larang untuk memakannya. Halal ini mencakup halal zatnya dan halal cara mendapatkannya.

Sadarilah bahwa Allah telah menyediakan makanan dan minuman halal yang sangat banyak jenisnya dan berlimpah kuantitasnya. Adapun yang haram jenisnya tidak banyak.

Karena itu merasa cukuplah dengan makanan dan minuman halal yang berlimpah itu. Tak usah serakah dengan merambah ke makanan dan minuman haram.

Ingatlah pelajaran dari kakek kita, Nabi Adam a.s. Ketika beliau tinggal di surga, Allah menyediakan amat sangat banyak pohon buah di sana. Allah hanya mengharamkan satu pohon, untuk tidak didekati, apalagi dimakan buahnya.

Namun Nabi Adam tidak merasa cukup dengan rezeki halal yang  berlimpah. Beliau penasaran terhadap sebuah pohon yang dilarang.

Karena terus memelihara rasa penasaran itu akibatnya beliau terpedaya tipu daya Iblis, hingga akhirnya beliau memakan buah dari pohon terlarang itu, dan mendapat hukuman dari Allah. 

Makanan thayyib artinya menyehatkan, tidak membuat mudharat. Ditandai dengan kandungan zatnya baik, kondisinya baik, dan takarannya tepat.

  • Kandungan zatnya baik: Bergizi tinggi, tidak berdampak negatif terhadap kesehatan. Di zaman modern ini kita dimanjakan dengan berbagai jenis makanan. Di berbagai sudut jalan ada saja penjaja makanan yang menawarkan berbagai makanan dan kudapan. Tapi sayangnya banyak yang tidak sehat, karena mengandung bahan pengawet,  bahan pewarna, dan bahan penyedap yang berdampak negatif terhadap kesehatan.
  • Kondisi baik: tidak basi, tidak kadaluarsa.
  • Takaran tepat: tidak melewati ambang batas kesehatan. Bagi orang yang memiliki penyakit tertentu, diabetesnya misalnya, harus menakar asupan makanannya agar tidak kelebihan zat gula. 

Kedua, tidak berlebihan (sederhana dalam urusan makanan)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يٰبَنِيْۤ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَا شْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا ۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: Ayat 31)

Allah menciptakan manusia dengan settingan bahwa tubuh manusia membutuhkan makanan dan minuman untuk kelangsungan hidupnya dan untuk berkemampuan menjalankan aktivitas harian.

Ditinjau dari hal itu maka manusia itu makan untuk hidup. Tapi karena kasih sayang Allah kepada manusia, Dia telah melengkapi manusia dengan alat pengecap, sehingga manusia memiliki keinginan untuk memakan makanan yang lezat.

Sayangnya banyak manusia yang terlalu memperturutkan hawa nafsunya untuk makan makanan yang lezat dan banyak, sehingga menjadi berlebih-lebihan dalam mengonsumsi makanan. Orientasinya jadi berubah: bukan lagi makan untuk hidup, tapi hidup  untuk makan.

Rasulullah ﷺ sebagai suri teladan telah menjelaskan bagaimana sikap yang benar terhadap makanan:

عن المقدام بن معدي كرب اَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قال: مَا مَلاَءَ اَدَمِيُّ وِعَاءَ شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ, بِحَسْبِ ابْنِ اَدَمَ لُقَيْمَةٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَاِنْ كَانَ لاَمحَاَلةَ فَاعِلًا فَثُلُثٌ لِطَعَامِه وثُلُثٌ لِشَرَا بِه وثُلُثٌ لِنَفْسِه   ( رواه الترمذى وابن حبان )

Dari Miqdam bin Ma’dikariba, sesungguhnya Rasulullah ﷺ  bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sesuatu yang lebih buruk dari perutnya sendiri.  Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang dapat  menegakkan tulang punggungnya. Jika pun ingin berbuat lebih, maka sepertiga untuk makanan dan sepertiga untuk minum dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” ( HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Sikap demikian bukan berarti kita tidak  boleh memakan makanan lezat. Boleh, tapi hendaknya dapat menahan diri.

Tidak rakus terhadap makanan. Tidak berambisi menjamah semua makanan yang terhidang. Cukup mengambil makanan dari bagian yang paling dekat dengan posisi kita berada.

كُنْتُ غُلاَمًا فِى حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَكَانَتْ يَدِى تَطِيشُ فِى الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِى بَعْدُ

“Aku dahulu seorang ghulam (antara usia lahir hingga sebelum baligh) dalam pengasuhan Rasulullah , pernah tanganku berseliweran (mondarmandir) dalam baki (makan mulai dari pinggir). Rasulullah saat itu menegurku, “Wahai bocah, ucapkanlah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah yang di dekatmu.” ‘Umar bin Abi Salamah mengatakan, “Seperti itulah cara makanku setelah itu.”  (HR: Bukhari dan Muslim).

Cara lain untuk mengendalikan diri agar tidak serakah terhadap makanan  adalah dengan berhenti makan sebelum kenyang.

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila telah lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.“

Ketiga, hemat, tidak boros/tabdzir

Larangan tabdzir/boros dalam Islam bersumber dari Al-Qur`an, seperti di dalam Surah Al-Isra ayat 26-27:

وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُور

Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Hemat bisa ditinjau dari harganya atau dari tata laksana pengolahannya dan pengonsumsiannya.

Dari sisi harganya, kita perlu makan yang sehat dan bergizi tapi tidak harus mahal. Carilah makanan bergizi tapi terjangkau harganya. Sehingga kita bisa menghemat anggaran belanja.

Jamaah shalat Jumat yang mulia,

Masalah penghematan makanan itu perlu mendapat perhatian serius, karena ternyata masyarakat Indonesia termasuk pelaku paling mubazir di dunia dalam hal makanan.

Menurut penelitian Barilla Center for Food & Nutrition, sebuah LSM yang berpusat di Italia, nilai indeks kehilangan dan kemubaziran pangan Indonesia masuk kategori buruk. Setiap tahun orang Indonesia membuang sampah makanan 300 kilogram, sehingga Indonesia masuk dalam peringkat tiga besar negara (setelah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab) paling mubazir dalam hal makanan.

Menurut penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2021, potensi sampah yang dihasilkan dari makanan yang terbuang di Indonesia mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara dengan 115-184 kg per kapita per tahun.

Jika dinilai dengan rupiah, menurut perhitungan Bappenas, makanan yang terbuang menjadi sampah di negeri ini nilanya mencapai lebih dari Rp 213 trilyun per tahun.

Dengan demikian, jika masyarakat Indonesia dapat memperbaiki perilakunya, maka kita bisa menghemat dana minimal Rp 213 trilyun per tahun.  Kalau dana itu dialihkan untuk beasiswa, maka akan ada 213.000 anak yang mendapatkan beasiswa masing-masing Rp 1 milyar per tahun. Subhanallah.

بَرَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ وَ لِ سأِرِالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَتِ وَاسْتَغْفِرُاللهَ اِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُالرَّحِيْمِ

Khutbah Jumat kedua

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Jamaah shalat Jumat yang dikasihi Allah,

Kita tidak boleh membiarkan Indonesia terus menjadi juara kemubaziran pangan. Kondisi ini harus terus diperbaiki, dimulai dari diri kita masing-masing.

Bisa dimulai dengan cara mengambil makanan secukupnya dan semampu menghabiskannya. Jangan mengambil lebih dari kemampuan untuk menghabiskannya, sehingga makanan yang ada di piring dapat ditandaskan, tidak ada makanan tersisa lalu terbuang.

Jika ada makanan terjatuh, jangan dibiarkan hingga terbuang. Tapi ambillah, bersihkan, jika perlu cucilah, kemudian kita makan, sebagaimana panduan Rasulullah.

Dari Anas ra, Rasulullah ﷺ  bersabda;

إِذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ، فَلْيُمِطْ عَنْهَا اْلأَذَى، وَلْيَأْكُلْهَا، وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ

“Apabila makanan salah seorang dari kalian terjatuh, maka ambil dan bersihkanlah kotoran yang terdapat padanya dan kemudian makanlah, dan jangan biarkannya untuk setan.”  (HR. Muslim, Abu Dawud).

Terakhir, apabila di rumah terdapat kelebihan makanan, janganlah sampai dibuang. Tapi berikanlah kepada saudara atau tetangga.

Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ

“Perbuatan apa yang terbaik di dalam Islam?” Rasulullah ﷺ  menjawab, “Kamu memberi makan kepada orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Abu Dzar meriwayatkan, bahwa Rasulullah ﷺ pernah berpesan, “Jika engkau memasak masakan berkuah, perbanyaklah kuahnya, kemudian lihatlah anggota keluarga dari tetanggamu, maka berikanlah kepada mereka dengan baik’”

Semoga kita termasuk orang-orang yang mensyukuri nikmat Allah dengan memanfaatkan karunia-Nya dengan sebaik-baiknya, sebagaimana teladan Rasulullah.

الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.

 أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم. إنَّ اللهَ وملائكتَهُ يصلُّونَ على النبِيِّ يَا أيُّهَا الذينَ ءامَنوا صَلُّوا عليهِ وسَلّموا تَسْليمًا

اللّـهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيم وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيمَ إنّكَ حميدٌ مجيدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَ ذُنُوْبَ وَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًاtin

Penyusun: Saiful Hamiwanto, redaktur majalah Suara Hidayatullah. Arsip khutbah Jumat lain bisa di KLIK di SINI

HIDAYATULLAH

Anjuran Nabi Muhammad untuk Mengganti Nama yang Buruk dengan yang Baik

Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan kepada umatnya agar mengganti nama yang buruk menjadi panggilan yang lebih baik.

Dikutip dari buku Sunnah-sunnah yang Telah Ditinggalkan karya Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Lukman, Sering kali Rasulullah ﷺ merubah nama-nama yang jelek maknanya agar menjadi bagus. Di antara contohnya yakni:

Dari Ibnu Umar d bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengubah nama ‘Ashiyah (wanita yang durhaka). Beliau berkata kepada pemilik nama; “Nama kamu adalah Jamiilah (wanita yang cantik).HR. Muslim:

Demikian pula Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seseorang; siapa namamu? Dia menjawab; Huzn (sedih), beliaupun merubahnya: “Nama kamu adalah Sahl (mudah). Orang tersebut malah berkata: “aku tidak akan mengubah nama pemberian bapakku!” perowi hadits berkata; setelah kejadian tersebut, kesedihan selalu menimpanya”. (HR. Bukhari, Abu Dawud)

Inilah sebagian contoh sunnah-sunnah yang telah ditinggalkan oleh kebanyakan manusia.

Di samping itu Rasulullah ﷺ juga mengajarkan untuk tahnik. Dari Abu Musa al-As’ari Radhiyallahu Anhu dia berkata: “Telah lahir seorang anak bayiku kemudian aku membawanya kepada Rasulullah ﷺ, maka beliau memberinya nama Ibrahim lalu mentahniknya dengan kurma serta mendoakan keberkahankepadanya kemudian memberikannnya kepadaku. Dan dia adalah anak sulung Abu Musa. HR. Bukhari dan Muslim

Rossi Handayani

IHRAM

Peringatan dari Hal-Hal yang Menghapus Pahala Amal

Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْٓا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah meninggikan suaramu melebihi suara Nabi dan janganlah berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain. Hal itu dikhawatirkan akan membuat (pahala) segala amalmu terhapus, sedangkan kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al-Hujurat: 2)

Di dalam ayat tersebut terdapat faedah ilmu:

Petunjuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ayat ini,

وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَآ اٰتَوْا وَّقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ

Dan orang-orang yang melakukan (kebaikan) yang telah mereka kerjakan dengan hati penuh rasa takut.’(QS. Al-Mukminun: 60)”

‘Aisyah bertanya, “Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamr dan yang mencuri?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak, wahai putri Ash-Shiddiq. Akan tetapi, mereka adalah orang-orang yang berpuasa, melaksanakan salat, dan bersedekah dalam keadaan takut bahwa amal-amal tersebut tidak diterima. Mereka adalah orang-orang yang berlomba-lomba di dalam kebaikan.” (HR. At-Tirmidzi dan dinyatakan sahih oleh beliau)

Mengetahui apa-apa yang merusak amal pada saat melaksanakannya dan (mengetahui) apa-apa yang membatalkannya dan menghapusnya setelah pelaksanaannya merupakan di antara perkara yang sangat penting bagi seorang hamba untuk memperbaikinya dan bersemangat untuk mengamalkannya dan memperhatikannya. (Al-Wabil Ash-Shayyib, Ibnu Al-Qayyim rahimahullah)

Ada riwayat sahih dari tiga orang sahabat. Pertama, Fadhalah bin ‘Ubaid sebagaimana di dalam kitab At-Taqwa karya Ibnu Abi Ad-Dunya. Kedua, Abu Ad-Darda’ sebagaimana di dalam Tafsir Ibnu Abi Hatim.  Ketiga, Abdullah bin Umar sebagaimana di dalam Tarikh Ibnu ‘Asakir. Semoga Allah meridai mereka semua. Mereka semua mengatakan, “Seandainya aku tahu bahwa Allah menerima dariku satu ruku’ atau satu sujud ataupun satu sedekah, maka hal itu lebih aku cintai dari pada dunia dan isinya.” Lalu, membaca ayat,

اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menambahkan di dalam asar yang dinukil dari beliau. Setelah beliau bersedekah satu dirham, beliau berkata, “Seandainya aku tahu bahwa Allah menerima dariku satu sedekah atau satu sujud karena hal itu perkara gaib, maka hal itu lebih aku cintai daripada kematian.” Lalu, membaca ayat,

اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27)

Allah Ta’ala berfirman,

وَقُلْ رَّبِّ اَدْخِلْنِيْ مُدْخَلَ صِدْقٍ وَّاَخْرِجْنِيْ مُخْرَجَ صِدْقٍ وَّاجْعَلْ لِّيْ مِنْ لَّدُنْكَ سُلْطٰنًا نَّصِيْرًا

Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Ya Tuhanku, masukkan aku (ke tempat dan keadaan apa saja) dengan cara yang benar, keluarkan (pula) aku dengan cara yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(-ku).’” (QS. Al-Isra’: 80)

“Shidq (benar) di dalam perkataan adalah lurusnya lisan di dalam perkataan seperti lurusnya bulir di atas tangkainya. Shidq (benar) di dalam perbuatan adalah lurusnya perbuatan di atas perintah dan mutaba’ah seperti lurusnya kepala di atas badan. Shidq (benar) di dalam keadaan adalah lurusnya amalan hati dan anggota badan di atas ikhlas dan pemaksimalan tenaga dan kemampuan. Maka dari itu, seorang hamba mengamalkan shidq (benar) dengan menyempurnakan hal-hal ini. Dan proses menegakkannya menjadi proses menjadi shiddiq (orang yang benar).” (Ibnu Al-Qayyim)

Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَلَا تُبْطِلُوْٓا اَعْمَالَكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul serta jangan batalkan amal-amalmu!” (QS. Muhammad: 33)

Allahu a’lam.

(Ditulis oleh Fadhilatusysyaikh Abdullah bin Shalih Al-‘Ubailan, 7-12-1443 H)

***

Penerjemah: Ahmad Fardan

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78014-peringatan-dari-hal-hal-yang-menghapus-pahala-amal.html

Menyibukkan Diri dengan Berita

Diriwayatkan dari sahabat Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

إِنِّي سَمِعْتُهُ يَقُولُ عِنْدَ انْصِرَافِهِ مِنَ الصَّلاَةِ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، قَالَ: وَكَانَ يَنْهَى عَنْ قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةِ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةِ المَالِ، وَمَنْعٍ وَهَاتِ، وَعُقُوقِ الأُمَّهَاتِ، وَوَأْدِ البَنَاتِ

“Sesungguhnya aku pernah mendengar beliau selalu mengucapkan doa selesai shalat, yaitu;

LAA ILAAHA ILLALLAAH, WAHDAHU LAA SYARIIKA LAHU, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QADIIR 

(Tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah segala kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia maha berkuasa atas segala sesuatu)

Beliau mengucapkannya hingga tiga kali. Dan beliau juga melarang “qiila wa qaala”; banyak bertanya [1]; menghambur-hamburkan harta [2]; tidak mau melaksanakan kewajiban; meminta sesuatu yang bukan haknya; mendurhakai ibu; dan mengubur hidup-hidup anak perempuan.” (HR. Bukhari no. 6473)

Terdapat beberapa penjelasan tentang makna “qiila wa qaala”, yaitu [3]:

Pertama, mengutip atau menyebar semua berita yang dia dengar, dia mengatakan, “Katanya demikian sih” atau “Si fulan mengatakan ini” atau “Denger-denger kabarnya begitu”. Padahal dia tidak mengetahui apakah itu informasi (berita) yang valid ataukah tidak. Dan dia sendiri tidak bisa (atau belum bisa) memastikan apakah berita itu berita yang valid ataukah tidak. Orang semacam ini disebut sebagai pendusta oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah seseorang itu sebagai pendusta (pembohong), ketika dia menceritakan semua (berita) yang dia dengar.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahih Muslim no. 5, Abu Dawud no. 4992 dan An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra no. 11845)

Model pertama ini misalnya sibuk dengan berita gosip, desas-desus, atau hoax yang tidak benar. Apalagi jika berita gosip itu berkaitan dengan kehormatan ustadz, ulama, atau pemimpin (pemerintah) kaum muslimin. Tentu lebih parah lagi bahaya yang bisa ditimbulkannya.

Kedua, seseorang menyibukkan diri dan menghabiskan waktunya dengan membahas dan mengutip berita. Sebagaimana yang kita jumpai saat ini, yaitu orang-orang yang mengisi majelis mereka dengan sibuk mencermati, mengutip, dan mengomentari berita yang memang benar (valid). Sibuk harus merasa tahu semua berita yang viral hari ini, entah di media online atau media sosial, padahal berita benar itu tidak ada manfaat dan kepentingannya untuk dirinya. 

Di antara model pengertian kedua ini adalah sibuk mencari berita tentang kehidupan artis, entah si artis menikah (lagi), atau bercerai, atau belanja, atau sedang wisata ke suatu tempat, atau sedang ke salon, dan seterusnya, yang tidak ada manfaatnya kita mengetahui seluk beluk dan detil kehidupan mereka.

Jika orang awam sibuk membicarakan artis, bisa jadi kalangan penuntut ilmu (thalibul ‘ilmi) sibuk membicarakan ustadznya. Entah sang ustadz yang menikah (lagi), entah sang ustadz beli barang baru, dan kabar-kabar pribadi lainnya yang tidak ada manfaatnya kita menghabiskan waktu untuk membahas dan membicarakan kehidupan pribadi beliau dan keluarganya. Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa selalu ingin tahu tentang kehidupan pribadi seseorang jika tidak ada kaitannya dengan suatu kewajiban yang harus kita kerjakan sebagai sesama kaum muslimin. 

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/50908-menyibukkan-diri-dengan-berita.html

Kisah 3 Crazy Rich Masuk Islam

Kisah perpindahan keyakinan seseorang menjadi mualaf selalu menarik disimak. Sebab, proses mereka sebelum akhirnya mantap berhijrah selalu tak mudah. Banyak pertentangan dalam diri sendiri, keluarga dan lingkungan hingga akhirnya mereka bersyahadat.

Apalagi jika berhijrah ke Islam itu dialami para pengusaha crazy rich (super kaya), tentu akan menjadi sorotan media dan masyarakat seperti yang dialami Johar Zein, Herman Wijaya dan Fitria Yusuf.

Johar lahir di Medan, Sumatera Utara pada 1954 dari keluarga pedagang Tionghoa. Meski berasal dari keluarga yang menganut agama Budha, Johari pernah disekolahkan di sekolah Katolik.

Setelah masuk Islam, Johar berobsesi membangun 99 masjid. Untuk itu ia mendirikan lembaga Johari Zein Foundation. Dari 99 masjid, Johari Zein Foundation telah membangun masjid Zeinurrahim di desa Medana Lombok Utara.

Herman Wijaya. Dia adalah pengusaha terkenal di Palembang, Sumatera Selatan. Herman yang keturunan Tionghoa ini bersyahadat di Masjid Raya Citra Grand City,3 tahun lalu.

Namanya kemudian berubah menjadi Muhammad Hermanto Wijaya.

Prosesi syahadat Herman dihadiri tokoh besar seperti Gubernur Sumsel Herman Deru dan Gubernur periode 2003-2008 Syahrial Oesman. Juga dihadiri tokoh masyarakat Kemas H Halim, Ketua MUI Sumsel Aflatun Muchtar, Ustad Sodikun dan lainnya.

Fitria Yusuf. Sama dengan herman Wijaya, Fitria juga keturunan Tionghoa. Dia putri pengusaha yang dikenal sebagai raja jalan tol, Jusuf Hamka.

Fitria mengucap dua kalimat syahadat pada 12 Maret 2020 pukul 10.00 WIB. Bertempat di Masjid Lautze, Jakarta Pusat dibimbing langsung oleh Wasekjen MUI Pusat, KH Zaitun Rasmin.

Selain pengusaha jalan tol, Yusuf Hamka dikenal sebagai tokoh Muslim Tionghoa Indonesia. Juga dikenal sebagai pengusaha yang banyak melakukan kegiatan sosial.

Dia bikin Pojok Halal, warung murah meriah. Dia juga membangun 1000 masjid di mana-mana. “Semua itu yang ngurus dia,” kata Yusuf menunjuk Fitria, dikutip dari Instagram @jusufhamka, (24/4/2020).

Mengapa para crazy rich itu memilih masuk Islam? Jawabannya ada di sini

HIDAYATULLAH

Rua Al Madinah Ditargetkan Tampung 30 Juta Jamaah Umroh

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) meresmikan rencana induk proyek Rua al Madinah yang terletak di sebelah timur Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi.

Saudi Press Agency melaporkan pada Rabu (24/8) bahwa proyek tersebut akan meningkatkan kapasitas penghuni hingga dapat menampung 30 juta jamaah umroh. Proyek ini sejalan dengan tujuan Visi 2030 yang dicanangkan oleh kerajaan. 

Proyek ini sedang dikembangkan dan dilaksanakan oleh Rua al Madinah Holding Company sebuah perusahaan PIF Saudi yang punya spesialisasi dalam pengembangan, operasi, dan investasi real estat di Madinah.

“Proyek ini akan dilaksanakan dengan standar internasional tertinggi sebagai indikasi dukungan berkelanjutan dari kepemimpinan Kerajaan ke Madinah untuk mengkonsolidasikan posisinya sebagai tujuan Islam dan budaya modern,” lapor SPA seperti dilansir Al Arabiya pada Kamis (25/8).

Pembangunan proyek Rua al Madinah akan menambah 47.000 kamar hotel, dengan beberapa diantaranya memiliki tingkat kemewahan tersendiri.

Ada 63 persen dari total luas 1,5 juta meter persegi lahan Rua al Madinah yang didedikasikan untuk ruang terbuka  hijau.

Proyek ini akan menampilkan berbagai pusat transportasi termasuk sembilan halte bus, stasiun metro, trek untuk kendaraan tanpa pengemudi, dan parkir bawah tanah bagi mereka yang bepergian dengan kendaraan pribadi. 

IHRAM

Cara Rasulullah Membendung Islamofobia

Bagaimana cara Rasulullah membendung Islamofobia? Islamofobia merupakan sebuah term atau istilah baru yang digunakan sebagai sebutan kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan, dan kebencian terhadap agama Islam dan umat Islam secara umum.  

Hal ini muncul dari pandangan mereka yang sudah menganggap agama Islam sebagai ajaran terorisme yang di dalamnya hanya mengajarkan kekerasan dan pertumpahan darah antarmanusia.

Meski istilah islamofobia muncul beberapa tahun terakhir, pada dasarnya istilah ini sudah menjadi salah satu ciri orang-orang sejak zaman Rasulullah. Mereka yang belum tersentuh hidayah dalam dirinya, seolah sangat membenci ajaran dan dakwahnya, bukan karena dakwah Rasulullah keras, tidak! Namun mereka belum bisa melepaskan diri dari ajaran nenek moyangnya.

Berbeda dengan islamofobia yang ditampakkan zaman ini. Semua muncul dan lahir memang disebabkan oleh beberapa kelompok yang berlagak paham ajaran Islam, padahal kenyataannya tidak, kemudian berdakwah sesuai pemahamannya dan mengklaim dirinya sebagai kelompok yang paling benar, sementara yang lain, salah! Kafir! Bid’ah! Murtad!

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak dan latar belakang ormas yang juga sangat banyak, sangat mungkin di dalamnya marak islamofobia. Satu agama dengan aliran yang berbeda, bisa sangat mungkin untuk memandang Islam dengan cara yang berbeda pula. Nah, dari sinilah celah maraknya Islamofobia di Indonesia.

Orang yang belum pernah mengenal Islam, kemudian melihat interaksi dan perbuatan umat Islam yang menampakkan Islam tidak sesuai dengan ajaran suci Islam itu sendiri, seperti moderat, lembut, toleransi, seimbang, dan adil, akan menganggap bahwa ajaran ini adalah agama terror dan pertumpahan darah. 

Cara Rasulullah Membendung Islamofobia; Keteladanan 

Jika membaca dan menelaah teks-teks hadis dan penjelasan-penjelasan para ulama dalam hal ini, sebetulnya Rasulullah sangat mewanti-wanti umat Islam untuk selalu berpegang teguh pada ajaran Islam yang mudah dan lembut, termasuk dalam mengaplikasikan ajarannya, agar orang-orang yang belum mengenal Islam tidak akan takut, membenci, dan tidak mengira sebagai agama terror.

Di antara teks-teks hadis yang memerintahkan umat Islam agar selalu menampakkan Islam dengan cara yang mudah nan lembut adalah sabda Rasulullah dalam riwayat Anas bin Malik, yaitu:

يَسِّرُوا وَلاَ تعَسِّرُوا، وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا

“Mudahkanlah, jangan mempersulit. Sampaikanlah kabar gembira, dan jangan membuat orang lain lari.” (HR. Anas bin Malik)

Imam Nawawi dalam kitab Fathu al-Bari Syarah Shahih al-Bukhari menjelaskan bahwa faedah adanya lafal “wala tu’aasiru” yang artinya jangan mempersulit adalah sebagai penegasan. Sebab, jika redaksi hadisnya sebatas “yassiru” yang berarti mudahkanlah, maka umat Islam hanya akan memberikan kemudahan dan juga akan sering mempersulit orang lain.

Selain itu, hadis ini juga menjadi sebuah pedoman bagi para pendakwah-pendakwah Islam khususnya, dan semua kaum muslimin pada umumnya agar tidak memberatkan dan menakut-nakuti orang lain agar mereka tidak membenci dan lari dari ajaran Islam,

لَا تُشَدِّدُوْا عَلَيْهِمْ وَلَا تُلْقُوْهُمْ بِمَا يَكْرَهُوْنَ لِئَلَّا يَنْفِرُوْا مِنْ قَبُوْلِ الدِّيْنِ

“Janganlah kalian memberatkan mereka, dan jangan menjerumuskan mereka pada hal-hal yang mereka benci, agar tidak menjauh dari menerima agama Islam.” (Imam al-Manawi, Faidhu al-Qadir, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1994], juz IV, halaman 433).

Demikian apa yang Rasulullah ajarkan kepada para pejuang Islam saat itu. Para sahabat dituntut untuk benar-benar menyampaikan ajaran Islam dengan penuh kelembutan. Tujuannya? Agar tidak muncul Islamofobia sebagaimana yang marak diperbincangkan saat ini.

Selain hadis Rasulullah, Al-Qur’an juga memberikan sebuah peringatakan kepada umat Islam tentang hal ini, Allah berfirman:

فَبِما رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah engkau (Muhammad) dapat berprilaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka.” (QS. Ali Imran: 159).

Demikian tulisan perihal Islamofobia yang sedang ramai dibahas di media sosial, serta cara terbaik agar Islamofobia tidak muncul. Pun cara Rasulullah membendung Islamofobia.  Wallahu A’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH

Ini Doa Agar Terhindar dari Kejahatan Dajal di Akhir Zaman

Dajal merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang diprediksikan Nabi akan muncul di akhir zaman. Dajal akan membawa pengaruh buruk terhadap manusia. Ulama berbeda pendapat mengenai sosok Dajal, apakah ia makhluk fiktif yang menyimbolkan akan sebuah kejahatan atau memang nanti benar-benar ada pada akhir zaman. (Baca: Dajal itu Makhluk Fiktif atau Nyata?)

Terlepas dari perbedaan itu, Nabi menganjurkan umatnya untuk membaca doa agar terselematkan dari fitnah dan bujukan menyesatkan Dajal. Terkait doa tersebut, Imam Muslim dalam kitab sahihnya menyebutkan riwayat Abu Hurairah yang mendengar Rasulullah saw. bersabda:

 إذا فرغ أحدكم من التشهد ‏الآخر فليتعوذ بالله من أربع من عذاب جهنم، ومن عذاب ‏القبر ومن فتنة المحيا والممات، ومن شر المسيح الدجال” رواه مسلم

Jika kalian selesai melakukan tasyahud akhir, berlindunglah pada Allah dari empat hal, azab neraka Jahanam, azab kubur, fitnah hidup dan mati, dan keburukan Dajal yang terhapus dari rahmat Allah.

Dari hadis ini, ulama berpendapat bahwa membaca doa tersebut disunahkan setelah selesai membaca taysahud akhir pada setiap salat dan sebelum salam. Adapun doanya adalah sebagaimana berikut.

اللهم إني أعوذ بك من عذاب القبر ومن عذاب النار ومن فتنة المحيا والممات ومن فتنة المسيح الدجال

Allohumma inni a’udzu bika mina ‘adzabil qabri wa min ‘adzabin nari wa min fitnatil mahya wal mamati wa min fitnatil masihid dajjal.

Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari azab kubur, azab neraka, cobaan hidup dan mati, dan fitnah Dajal yang terhapus dari rahmat Allah.

BINCANG SYARIAH

Mengenal Tiga Orang Penyebar Hoaks di Zaman Rasul dan Berbagai Motif

Setelah perang Bani Musthaliq pada tahun ke lima Hijriah usai, seperti halnya peperangan-peperangan sebelumnya, Rasul selalu meminta salah satu sahabat untuk berinspeksi akhir memantau jikalau ada korban yang tidak sempat tertolong maupun ada barang yang tertinggal.

Shafwan ibn Mu’atthal lah yang saat itu mendapat jadwal inspeksi, sesuai intruksi yang didapatkan langsung dari Rasul, ia menyusuri setiap celah dan mendapati Aisyah tertinggal oleh rombongan. Dengan segala pertimbangan, sampailah ia pada keputusan mengantarkan Aisyah dengan untanya kembali ke Madinah. Kejadian ini menggegerkan kota Madinah, para munafik, terutama Abdullah ibn Ubay ibn Salul sang pionir, mengambil kesempatan untuk mengotori rumah tangga Nabi dengan berita yang dilebih-lebihkan.

Termasuk dari orang-orang yang gencar menyebarkan hoax ini adalah Hassan ibn Tsabit, Hamnah binti Jahsy dan Misthah ibn Utsatsah. Hassan ibn Tsabit, menurut Sulaiman an-Nadawi dalam kitabnya Sirah as-Sayyidah ‘Aisyah Umm al-Mukminin menuturkan “Tampaknya, Hassan memiliki permusuhan pribadi dengan Shafwan ibn al-Mu’aththal. Hassan cemburu sebab kaum Muhajirin mendapat kedudukan yang lebih mulia dibanding kaum Anshar di Madinah.

Sedang Hamnah, ia adalah saudari kandung Zainab binti Jahsy, salah seorang istri Nabi yang pernikahannya langsung disahkan oleh Allah swt dan para Malaikat. Ketika peristiwa itu terjadi, Hamnah tinggal di kota Madinah dan tidak ikut dalam peperangan Bani Musthaliq. Sesaat setelah kabar burung itu beredar, ia percaya begitu saja tanpa melakukan tabayyun/klarifikasi. Ia melakukannya karena hal itu akan membawa keberuntungan bagi keluarganya. Zainab kakaknya, jika memang kabar itu benar adanya, akan menjadi istri yang paling dicintai Rasul menggantikan kedudukan Aisyah ra.

Zainab sendiri terjaga dari fitnah itu, ketika Rasulullah meminta pendapatnya, ia menjawab “Adapun aku wahai Rasul, selalu ku upayakan untuk menjaga penglihatan dan pendengaranku. Demi Allah, tak ada yang kulihat pada diri Aisyah kecuali kebaikan.” Atas perangainya ini, Aisyah pernah berkata suatu hari “Sungguh yang paling bisa membuatku cemburu adalah Zainab. Aku cemburu oleh ibadahnya, sedekahnya, dan akhlaknya yang terpuji.”

Sedang Misthah ibn Utsatsah yang bahkan ibunya adalah pelayan Aisyah dan kehidupannya ditanggung Abu Bakar as-Shiddiq, tidak diketahui apa motif dia menyebarkan hoax ini. Tetapi hikmahnya, dari Ummu Misthah-lah ‘Aisyah tahu hoax yang sedang beredar di Madinah saat itu.

“Aku keluar Bersama Ummu Misthah menuju tempat menunaikan hajat,” kata Aisyah berkisah. “Kami hanya melaakukannya di malam hari. Ketika Ummu Misthah tergelincir dan nyaris jatuh, diapun mengumpat “Celakalah Misthah!”

“Sungguh buruk ucapanmu pada sahabat yang mengikuti perang Badar wahai Ummu Misthah!” Aisyah menegurnya. “Wahai Putri Abu Bakar,” Misthah menyela, “Belumkah engkau mendengar kabar bohong yang telah melebar itu sedang Misthah juga ikut menyebarkannya?”

“Kabar apa?” Aisyah terlonjak kaget. Ummu Misthah pun menceritakan kabar dusta itu. Aisyah berulangkali memastikan “Apakah mereka benar menuduhku begitu?” Tubuhnya lunglai, matanya berkaca-kaca, wajahnya pucat pasi.

Sejak saat itu, setelah kabar tentangnya mulai beredar luas di Madinah, Aisyah kembali ke rumah orang tuanya dan tinggal di sana. Rasulullah sedih dan gelisah. Keadaan Madinah kacau tak terkendali. Maka ketika Rasul melontarkan keluhannya di atas mimbar. Sa’d ibn Mu’adz, pemimpin Aus bangkit dari duduknya “Wahai Rasul, demi Allah kamilah yang akan membelamu dari lelaki itu. jika dia dari kabilah Aus, aku sendiri yang akan memenggal lehernya. Dan jika dia berasal dari kabilah Khazraj, lalu engkau perintahkan kami membunuhnya, niscaya kami juga yang akan membunuhnya.”

Begitulah, para sahabat dengan bijaksana mencoba menenangkan hati Rasul. Rasulullah turun dari mimbar. Kesedihan beliau makin dalam. Peristiwa ini tidak hanya mencederai rumah tangga Nabi, namun juga menghancurkan ikatan persaudaraan kaum muslimin.

BINCANG SYARIAH

Mengenal Tauhid dan Syirik Lebih Dekat

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Apakah tauhid itu?

Pengertian tauhid adalah sebagai berikut,

إفراد الله سبحانه بما يَخْتَصُ به من الربوبية، والألوهية و الأسماء و الصفات

“Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kekhususan-Nya, yaitu perbuatan (rububiyyah) Allah, hak Allah untuk diibadahi (uluhiyyah), serta nama dan sifat Allah (al-asma` was-shifat).”

Maksudnya adalah meyakini hal itu dan melaksanakan tuntutannya, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Jadi, “mengesakan Allah” cakupannya adalah dengan hati dan anggota tubuh zahir (dengan keyakinan, ucapan, maupun perbuatan).

Cakupan tauhid

Pertama: Tauhid rububiyyah

إفراد الله بأفعاله

Mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya.

Maksudnya adalah meyakini dan melaksanakan tuntutannya bahwa hanya Allahlah yang bisa melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan kekhususan-Nya, seperti menciptakan makhluk, mengatur makhluk, memberi rezeki, memberi manfaat, menimpakan musibah/ keburukan, menghidupkan, mematikan, dan lainnya yang merupakan kekhususan Allah.

Dalil:

Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

“Segala pujian (kesempurnaan) hanya bagi Allah, Tuhan (Rabb) seluruh alam.” (QS. Al-Fatihah: 2)

Kedua: Tauhid uluhiyyah

إفراد الله بالعبادة

Mengesakan Allah dalam beribadah kepada-Nya.”

Maksudnya adalah meyakini dan melaksanakan tuntutannya bahwa hanya Allahlah yang berhak diibadahi, tidak boleh mempersembahkan peribadahan kepada selain-Nya dalam bentuk ibadah lahiriah maupun yang batin, ucapan maupun perbuatan.

Dalil:

Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ

“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah saja, dan jauhilah sesembahan selain Allah.” (QS. An-Nahl: 36)

Ketiga: Tauhid al-asma` was-shifat

إفراد الله بأسمائه الحسنى وصفاته العلى

Mengesakan Allah dalam nama-nama-Nya yang terindah dan sifat-sifat-Nya yang termulia, (yaitu dengan menetapkan seluruh nama dan sifat Allah dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah dan tuntutannya, serta meniadakan kesamaan Allah dengan makhluk dalam nama dan sifat-Nya.

Maksudnya adalah meyakini dan melaksanakan tuntutannya bahwa hanya Allahlah yang berhak bernama dengan nama-nama-Nya yang terindah dan sifat-sifat-Nya yang termulia (paling sempurna) dan meyakini selain Allah itu tidaklah berhak bernama dan bersifat dengannya.

Dalil:

Di antaranya adalah Allah berfirman,

وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى

“Dan hanya milik Allahlah Al-Asma’ul Husna (nama-nama yang terbaik).” (QS. Al-A’raf: 180)

Baca Juga: Antara Nadzar Tauhid, Syirik, Maksiat dan Makruh

Apakah syirik itu?

Syirik ada dua macam:

Pertama, syirik besar, yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam kekhususan-Nya (dalam rububiyyah, uluhiyyah, dan al-asma` dan shifat).

Definisi di atas berdasarkan firman Allah Ta’ala,

اِذْ نُسَوِّيْكُمْ بِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

“Karena kami mempersamakan kalian (berhala-berhala) dengan Tuhan seluruh makhluk.”  (QS. Asy-Syu’ara’: 98)

Syirik besar ini mengeluarkan pelakunya dari Islam. Dinamakan “besar”, karena adanya syirik yang di bawahnya, yang tingkat keburukannya tidak sampai sepertinya, yaitu syirik kecil.

Contoh: berdoa kepada mayit dan ibadah isti’adzah (meminta perlindungan) kepada jin, ibadah pengaliran darah binatang (menyembelih) untuk makhluk halus.

Kedua, syirik kecil, yaitu segala yang dilarang dalam syari’at sedangkan dalam nash disebut dengan nama syirik, dan menjadi sarana menghantarkan kepada kesyirikan besar.

Syirik kecil ini tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam karena tidak sampai ada unsur menyamakan selain Allah dengan Allah dalam kekhususan-Nya (dalam rububiyyah, uluhiyyah, dan al-asma` was-shifat).

Contoh: memakai jimat dari benda-benda sepele seperti, gelang akar tertentu, tulang, cincin akik yang dibacakan mantra. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من علق تميمة فقد أشرك

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat kalung manik-manik), maka ia telah melakukan kesyirikan.” (HR. Imam Ahmad, sahih)

Kedudukan dan keutamaan tauhid

Tauhid memiliki kedudukan yang tinggi dalam bangunan Islam dan keutamaan yang besar bagi pelakunya, di antaranya:

  • Tauhid adalah tujuan diciptakannya jin dan manusia.
  • Tauhid adalah tujuan pengutusan para rasul ‘alaihish shalatu wassalam.
  • Tauhid adalah perintah pertama.
  • Tauhid adalah hak Allah terbesar.
  • Tauhid adalah kewajiban dan perintah terbesar.
  • Tauhid adalah hak Allah yang wajib ditunaikan.
  • Lawan dari tauhid adalah dosa terbesar, yaitu syirik.
  • Tauhid adalah materi dakwah pertama kali.
  • Tauhid adalah dasar dan inti ajaran Islam.
  • Tauhid adalah keimanan yang terbaik dan tertinggi.
  • Ahli tauhid mendapatkan keamanan dan petunjuk di dunia dan akhirat.
  • Ahli tauhid pasti masuk surga.
  • Ahli tauhid pasti terbebas dari kekekalan di neraka.
  • Timbangan tauhid mengalahkan timbangan langit dan bumi.
  • Ahli tauhid berpeluang diampuni seluruh dosanya.
  • Ahli tauhid yang sempurna masuk surga tanpa hisab tanpa azab.
  • Ahli tauhid bahagia di dunia dan akhirat.
  • Ahli tauhid diterima amal salehnya.
  • Ahli tauhid mendapatkan syafa’at di akhirat.
  • Ahli tauhid merdeka dari penghambaan kepada selain Allah.

Ahli tauhid adalah sosok hamba Allah yang mengesakan-Nya subhanahu dalam kekhususan-Nya dan menghindari menyekutukan-Nya (syirik) dalam kekhususan-Nya, baik dalam keyakinan ucapan maupun perbuatan.

Apakah perbedaan syirik besar dan syirik kecil?

Perbedaan syirik besar dan syirik kecil dapat terlihat dari beberapa tinjauan, yaitu:

Diampuni atau tidaknya

Pelaku syirik akbar tidak diampuni oleh Allah, kecuali jika bertobat. Adapun syirik kecil, ulama berselisih pendapat jika pelakunya meninggal tidak bertobat. Jumhur ulama berpendapat bahwa pelakunya tergantung kehendak Allah. Sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa pelakunya tidak diampuni, dan seandainya harus diazab, tidak kekal di neraka.

Menggugurkan amal atau tidaknya

Syirik akbar mengugurkan seluruh amal saleh pelakunya, sedangkan syirik kecil hanya menggugurkan amal yang menyertainya.

Mengeluarkan dari Islam atau tidaknya

Syirik besar mengeluarkan pelakunya dari Islam, sedangkan syirik kecil tidak.

Kekal di neraka atau tidaknya

Jika pelaku syirik akbar meninggal dunia, maka kekal selamanya di neraka, sedangkan syirik kecil tidak.

Status dosanya

Syirik besar termasuk pembatal keislaman (kekafiran), sedangkan syirik kecil (secara jenis dan secara umum) termasuk dosa besar yang terbesar sesudah syirik akbar. Wallahu a’lam.

Macam-macam syirik besar

Ditinjau dari sisi kekhususan Allah yang dilanggar, maka syirik besar terbagi menjadi tiga:

Pertama: Syirik besar dalam rububiyyah (perbuatan Allah)

Dalam masalah keyakinan

Contoh:

Meyakini ada selain Allah yang mampu menciptakan, atau menghidupkan, atau mematikan, atau memiliki sesuatu dengan kepemilikan mutlak, hakiki dan sempurna, atau mengatur alam semesta.

Dalam masalah ucapan

Contoh:

Mengingkari adanya Sang Pencipta dengan ucapan, baik dalam teori evolusi makhluk yang meyakini tidak ada pencipta, atau ucapan menyatunya Tuhan dengan makhluk, bahwa makhluk itulah Tuhan.

Dalam masalah perbuatan

Contoh:

Memakai jimat gelang dengan keyakinan bahwa gelang tersebut yang menyelamatkan dan menentukan nasib pemakainya dengan sendirinya, di luar kekuasaan Allah.

Kedua: Syirik besar dalam uluhiyyah (ibadah)

Dalam masalah keyakinan

Contoh:

Meyakini ada selain Allah yang berhak ditaati dengan ketaatan yang mutlak sebagaimana ketaatan kepada Allah. Sehingga mengikuti dalam menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah atau sebaliknya sebagaimana dalam surah Asy-Syura ayat 21. Contoh lainnya, mencintai selain Allah sebagaimana mencintai Allah, sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 165.

Dalam masalah ucapan

Contoh:

Berdoa kepada selain Allah, ibadah istighatsah kepada selain Allah, ibadah isti’adzah kepada jin atau “penunggu” pantai selatan.

Dalam masalah perbuatan

Contoh:

Salat atau sujud menyembah selain Allah, atau ritual menyembelih hewan untuk mengagungkan mayit/ jin, atau mempersembahkan ibadah nazar untuk selain Allah.

Ketiga: Syirik besar dalam nama dan sifat Allah

Dalam masalah keyakinan

Contoh:

Meyakini ada selain Allah yang tahu perkara gaib hakiki, atau meyakini ada selain Allah yang menyayangi makhluk sebagaimana kasih sayang Allah, yaitu mampu mengampuni dosa makhluk dan memasukkannya ke dalam surga.

Dalam masalah ucapan

Contoh:

Memberi nama selain Allah dengan nama khusus Allah disertai makna husna yang terkandung di dalamnya, seperti memberi nama patung dengan nama Allah yang husna: Al-Ahad, Ar-Rahman, dan Ash-Shamad.

Dalam masalah perbuatan

Contoh:

Mengagungkan diri dan menyombongkannya sebagaimana mengagungkan Allah serta mengajak orang lain untuk tunduk kepadanya secara mutlak, menggantungkan rasa harap, tawakal, dan takut kepadanya secara totalitas.

Macam-macam syirik kecil

Ditinjau dari dengan apa syirik kecil dilakukan, maka syirik kecil terbagi menjadi tiga:

Syirik kecil dalam keyakinan

Contoh:

Pemakai jimat gelang yang meyakini bahwa Pencipta sebab adalah hanya Allah semata, namun jimat gelang itu diyakini hanya sebagai sebab yang hakikatnya bukan sebab (sebab palsu). Namun karena disangka sebagai sebab, hati pemakainya ada ketergantungan terhadap jimat tersebut. Berdasarkan dalil, hal ini divonis syirik, meski tingkatan syiriknya tidak sampai syirik besar.

Syirik kecil dalam ucapan

Contoh:

Bersumpah dengan nama selain Allah dikatakan syirik kecil. Hal ini karena ada dalam dalil penyebutan nama syirik untuknya dan tidak sampai derajat syirik besar, hanya sebagai sarana penghantar kepada syirik besar.

Syirik kecil dalam perbuatan

Contoh:

Riya` yang sedikit dalam beribadah. Dikatakan syirik kecil karena ada dalam dalil penyebutan nama syirik untuknya dan menjadi sarana menghantarkan kepada syirik besar.

Wallahu a’lam.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

***

Penulis: Sa’id Abu ‘Ukkasyah

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77952-mengenal-tauhid-dan-syirik-lebih-dekat.html