Profesi Komedian Dilarang Agama? Ini Batasan Komedi dalam Islam

Saat ini profesi komedi khususnya yang lahir dari acara stand up comedy tengah naik daun. Banyak aktor dan aktris yang mencapai karir mengkilau diawali kegiatan berkomedia. Lalu, apa hukumnya komedi dalam Islam? Bukankah ada larangan tertawa yang keras dalam Islam?

Islam memperbolehkan umatnya untuk tertawa, karena tawa juga salah satu obat mujarab dalam menghilangkan stress. Namun yang perlu diingat adalah, dalam tawa umat muslim dilarang untuk berlebihan. Rasulullah pernah bersabda: “Janganlah kalian banyak tertawa karena banyak tertawa akan mematikan hati” (HR At-Tarmizi).

Banyaknya kasus yang bermula dari sebuah candaan yang pada akhirnya melahirkan sebuah permusuhan dan kebencian. Itulah alasannya untuk lebih berhati-hati dalam bercanda. Syekh Nawawi menjelaskan, sahabat nabi Umar bin Abul Aziz juga pernah berpesan agar umat Islam tidak banyak bercanda. “Hindarilah banyak bercanda karena itu merupakan kebodohan yang dapat menyebabkan dendam”.

Komedian yang Dilarang Islam

Lantas apakah sebuah pekerjaan menjadi seorang komedian merupakan sesuatu yang haram? Karena seorang komedian dituntut untuk mampu membuat para penontonnya tertawa.

Syekh Nawawi juga secara jelas menyebutkan bahwa humor/komedi ataupun kelakar itu diperbolehkan tergantung kepada porsinya. Artinya, sejauh tidak terperosok pada hal yang dilarang seperti merendahkan bahkan menyakiti orang lain. Namun apabila komedi tersebut diarahkan pada dusta ataupun pengecilan terhadap martabat orang lain, agama jelas melarangnya.

Dalam hadistnya, Rasulullah pernah bersabda, “Celakalah orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu kaum tertawa karenanya. Kecelakaan untuknya. Kecelakaan untuknya.” (HR. Abu Daud no. 4990 dan Tirmidzi no. 2315).

Hadist di atas menjelaskan hukum tentang komedi menurut pandangan Islam. Komedi yang hukumnya mubah atau boleh bisa menjadi haram apabila isi dari lawakannya tersebut berupa kebohongan, cerita palsu, atau bahkan mengandung unsur bullying. Terlebih lagi jika materi lawakan tersebut adalah menghina agama Islam, jelas hukumnya lebih keras lagi yakni dianggap kufur. Karena sikap tersebut mencerminkan kaum Quraisy yang selalu menghina dan mengolok-olok Islam.

Komedian Justru Berpahala

Materi komedi jika disampaikan dengan cara yang benar sebenarnya merupakan profesi yang mulia dan berpahala. Seorang komedian akan selalu berusaha menghibur penontonnya yang tengah dilanda kesedihan, beban pikiran yang berat melalui aksinya yang kocak dan menghibur.

Bagi seorang mukmin yang berprofesi sebagai komedian merupakan seorang yang telah menghibur hati saudaranya yang bisa saja mereka sedang terkena musibah dari Allah. Maka bagi mereka, Allah SWT akan memberikan pakaian kehormatan kelak di hari kiamat berupa petunjuk yang mendekatkan seseorang kepada kemuliaan di sisi Allah kelak di hari kiamat.

Sungguh besar balasan bagi mereka yang mampu menghibur saudaranya yang sedang terkena musibah. Beruntunglah orang-orang yang mendapatkan petunjuk Allah SWT kelak di hari kiamat yang di antara amalannya adalah menghibur seorang muslim yang sedang ditimpa musibah.

Bukan hanya itu saja, Nabi Muhammad memberikan pahala bagi orang seorang muslim yang menghibur saudaranya dengan memberikan kepadanya pahala sebagaimana pahala yang diperoleh orang yang tertimpa musibah.

Dari penjelasan di atas, bisa kita lihat seberapa besarnya pahala yang diberikan bagi seorang komedian selama mereka tetap berada di jalan yang benar, atau memberikan isi materi yang tidak melanggar norma keagamaan, berbohong ataupun melakukan pembullyan.

Wallahu alam

ISLAM KAFFAH

Tuntunan Rasulullah, Jika Ada yang Kampanye di Masjid Doakanlah Tidak Terpilih

Baru-baru ini viral dan menjadi misteri penyebaran tabloid politik di salah satu masjid di Malang. Kembali dan seakan tidak ada hentinya masjid dijadikan tempat untuk ajang kampanye. Seolah masjid dan jamaah menjadi lahan empuk bagi raihan simpati politik.

Terkait dengan aktvitas politik di masjid ini apakah dilarang? Dalam hadist Nabi memang melarang menggunakan masjid untuk jual beli atau transaksi. Dalam hadist dari Abu Hurairah Nabi bersabda :

“Bila engkau mendapatkan orang yang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, ‘Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu.’ Dan bila engkau menyaksikan orang yang mengumumkan kehilangan barang di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, ‘Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang.” (HR Tirmidzi).

Rasulullah melarang bahkan menyuruh umatnya jika melihat masjid digunakan untuk berdagang atau kepentingan lain seperti mengumumkan barang yang hilang di masjid agar didoakan agar tidak sesuai dengan espektasinya. Artinya, memang masjid bukan untuk kepentingan ekonomi personal.

Bagaimana dengan kampanye di masjid? Bagaimana memasang iklan dan promosi dan menyebarkan bulletin propaganda politik di masjid. Sesungguhnya hukum itu bisa dipadankan dengan larangan jual beli dan kepentingan personal lainnya. Jika jual beli saja di larang apalagi untuk kepentingan politik yang rawan memecah belah Jemaah.

Karena itulah, jika ada orang atau kelompok yang menyebarkan agitasi politik di masjid, sesuai tuntunan hadist di atas kita patut mendoakan agar orang itu tidak terpilih. Berdoa seperti itu justru dianjurkan.

Masjid sabda Rasulullah dibangun dengan tujuan “Sesungguhnya masjid-masjid dibangun hanya untuk dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, untuk shalat, dan membaca Al Qur’an” (HR. Muslim, no. 285). Masjid untuk memuja Allah, bukan memuja tokoh politik.

Karena itulah, jika masih ada yang memaksakan tim sukses tokoh tertentu memasuki ruang masjid dan menyalahgunakan masjid sebagai ajang kampanye dan cari suara untuk kepentingan politik, maka doakanlah agar dia tidak terpilih.

ISLAM KAFFAH

Doa Ali bin Abi Thalib, Nasihat kepada Orang yang Berhutang

ADA sebuah nasihat dari Ali bin Abi Thalib kepada orang yang berhutang. Hal itu dapat ditemukan dalam doa Ali bin Abi Thalib saat beliau menjabat sebagai khalifah.

Doa Ali bin Abi Thalib itu berisi permohonan agar segala urusan dunia dimudahkan.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Wa’il, seorang pria mendatangi Ali bin Abi Thalib dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, aku tidak bisa membayar hutangku. Tolong bantu aku.”

Kemudian Ali bin Thalib berkata, “Apakah kamu mau aku ajarkan tentang sesuatu yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW, yang jika kamu membacanya maka Allah SWT akan membuat hutangmu lunas meski sebesar gunung?”

Si Pria mengiyakannya.

Lalu Ali bin Abi Thalib menyampaikan sebuah doa, sebagaimana berikut ini:

اَللّهُمَّ اكْفِنِىْ بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَاَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

‘Allahummakfinii bihalaalika ‘an haroomika wa aghninii bi fadhlika ‘amman siwaaka’

“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan apa yang Engkau halalkan dari apa yang Engkau karuniakan. Dan dengan karunia-Mu, jadikanlah aku tidak membutuhkan kecuali kepada Engkau.” (HR Tirmidzi dan terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal)

Nabi Muhammad SAW melarang umatnya berputus-asa dari rahmat Allah SWT dan tidak boleh menyerah serta harus meyakini bahwa semua yang terjadi itu baik. Selain itu, seorang Muslim juga harus yakin bahwa qadha dan qadar itu ada di tangan Allah SWT. []

SUMBER: IHRAM

Anda Punya Hutang? Tenang, Allah Akan Menolong!

ORANG yang mempunyai banyak hutang kemudian bertekad untuk melunasinya, sungguh Allah sangat melihat usahanya dan InsyaAllah akan menolongnya. Beda halnya dengan orang yang justru menghindar dan lari dari hutang-hutangnya.

Ibnu Majah dalam sunannya membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki utang dan dia berniat melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah.

Dulu Maimunah ingin berutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika seorang muslim memiliki utang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi utang tersebut di dunia.” (HR. Ibnu Majah, no. 2408; An-Nasa’i, no. 4690. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berutang (yang ingin melunasi utangnya) sampai dia melunasi utang tersebut selama utang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah, no. 2409. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Dalam riwayat lainnya disebutkan pula hadits dari Maimunah, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa yang mengambil utangan, lantas ia bertekad untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya.” (HR. An-Nasa’i, no. 4691. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Siapa yang mengambil harta orang lain (di antaranya berutang, pen.) lantas ia bertekad untuk mengembalikannya, maka Allah akan menolongnya (untuk melunasi utang tersebut, pen.). Siapa yang meminjam harta orang lain (di antaranya berutang, pen.) lantas ia bertekad untuk tidak mengembalikannya, maka Allah akan menghancurkan dirinya (hidupnya akan sulit, pen.).” (HR. Bukhari, no. 2387. Lihat pengertian hadits ini dalam Minhah Al-‘Allam, 6: 257-258)

ISLAMPOS

Menjawab Pertanyaan, Benarkah Allah Ada di Langit?

Seringkali saya menemukan orang-orang dewasa yang masih kebingungan saat ditanya anak kecil, “Allah ada di mana?” atau “Benarkah Allah ada di langit?” Lantas dengan gamblangnya menjawab, “Allah ada di langit”, sambil menunjukkan jari ke atas. Dan tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang jawabannya tersebut.

Entah apakah saat menjawab pertanyaan tersebut mereka benar-benar memahami hakikat wujud Allah SWT. dan menjawab sekadarnya sehingga mudah dimengerti anak kecil, ataupun mereka menjawab sesuai yang diyakini selama ini tanpa mengerti kebenaran aslinya.

Sebagai muslim yang mengimani Allah SWT, kita juga meyakini bahwa Dia tidak serupa dengan makhluknya. Manusia yang wujudnya tercipta dari tanah, lantas ia memiliki kepala, tangan dan kaki, maka wujud Allah SWT. tidak demikian. Manusia yang memiliki tubuh tinggi, pendek, gemuk dan kurus, maka Allah SWT. tidak demikian.

Ketika kita menyifati seseorang dengan kebaikannya, maka sifat baik Allah SWT. tidak serupa dengan sifat baik manusia. Begitu pun dalam perbuatannya-Nya (af’âl), tidak ada campur tangan makhluk di dalamnya. Allah SWT, menciptakan alam semesta dengan kehendak dan kuasa-Nya sendiri. Tanpa ada wujud lain yang membantunya. Demikian lah maksud ketidakserupaan Allah SWT. dengan makhluk-Nya.

Keyakinan kita akan hal tersebut lantas mengharuskan kita untuk meyakini bahwa Allah SWT. tidak bertempat. Sebab pengertian ‘tempat’ tidak pernah lepas dari keberadaan makhluk. Misalnya, saya katakan “buku itu ada di bawah meja”.

Pernyataan tersebut membenarkan keberadaan buku ada di bawah meja dan meja ada di atas buku, serta menunjukkan keberadaan kedua benda tersebut saling bersandar satu sama lain. Sehingga buku yang bertempat tersebut dapat dinilai besar kecilnya (terukur). Oh, buku itu lebih kecil dari meja. Atau buku itu lebih besar dari meja. Atau pun buku itu sama besarnya dengan meja.

Sedangkan wujud Allah SWT. mustahil menyerupai buku tersebut. Mustahil kita membandingkan Dzat Allah SWT. dengan makhluknya. Sehingga tidak mungkin kita menyandarkan tempat bagi-Nya. Sebagaimana Allah SWT. lah yang menciptakan seluruh alam semesta. Maka tidak mungkin kita mengandaikan Allah SWT. ada di dalam ciptaannya. Di langit sekalipun.

Barangkali yang membuat sebagian kita membenarkan Allah SWT. ada di langit atau di atas adalah nash-nash Alquran dan hadits yang menggunakan redaksi al-‘uluw (secara bahasa bermakna tinggi) untuk mensifati Allah SWT. Akan tetapi, makna yang dimaksud dalam lafadz al-‘uluw tersebut adalah kehebatan, kebesaran, serta tingginya kedudukan (kekuasaan) Allah SWT. di atas makhluk-Nya. Bukan menunjukkan bahwa Allah SWT. bertempat di atas.

Adapun hadits yang menceritakan tentang Rasulullah SAW. saat bertanya keberadaan Allah SWT. kepada seorang budak perempuan, juga seringkali disalah pahami. Ketika ditanya demikian oleh Rasulullah SAW, perempuan tersebut lantas menunjukkan jarinya ke langit. Melihat jawaban tersebut, seketika Rasulullah SAW. memerdekakannya. Hadits ini tidak kemudian menetapkan bahwa Allah SWT. ada di atas atau di langit.

Menurut Imam Nawawi, saat itu Rasulullah SAW. sedang menguji keimanan budak perempuan tersebut dengan menanyakan keberadaan Allah SWT. Sekalipun pertanyaan tersebut mengarah pada pengandaian Allah SWT berada di suatu tempat, sedang itu tidak dibenarkan.

Adapun yang perempuan tersebut maksud dengan mengarahkan jari ke atas adalah, sebab kiblatnya muslim saat berdoa yakni ke arah atas atau ke langit (dengan menengadahkan tangan dan menghadap ke atas). Sebagaimana ka’bah menjadi kiblat sholat umat Islam.

Sehingga pernyataan bahwa Allah SWT. bertempat di ‘Arsy, Allah SWT. duduk di singgasana ‘Arsy, Allah SWT. bertempat di langit, dan pernyataan serupa lain adalah aqidah Musyabbihah yang tidak dibenarkan.

Jika ada seseorang yang menanyakan, “Allah ada di mana?” maka cukup kita jawab bahwa Allah SWT. tidak menyerupai makhluk-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Surat al-Syura, “laisa kamitslihi syaiun wa huwa al-samî’u al-bashir”.  Lalu kita ajak orang tersebut untuk bertafakur tentang sifat-sifat yang pantas disandarkan kepada Allah SWT. dan sifat-sifat makhluk yang tidak mungkin dapat disandarkan kepada-Nya.

Lantas bagaimana sebenarnya hakikat Allah SWT? Benarkah Allah ada di langit? “Tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT.”  (Baca juga: Ingin Menggapai Ridha Allah? Bacalah Doa Ini Tujuh Kali).

Tulisan ini telah terbit di Bincangmuslimah.com

Dalam Sejarah, Masjidil Haram Pernah Tidak Dikunjungi Orang

Sejak persoalan Covid-19 semakin parah dan ditetapkan sebagai Pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), beberapa negara di dunia bahkan sampai menerapkan isolasi sementara agar tidak ada orang yang masuk ke negaranya dan sebaliknya tidak ada dari warganya yang keluar negeri, seperti yang dilakukan di China, Italia, dan Arab Saudi. Di Arab Saudi, sejak 27 Februari lalu, secara resmi Pemerintahnya telah melakukan pembatasan kunjungan Warga Negara Asing (WNA) termasuk larangan kedatangan para jamaah yang ingin melaksanakan umrah sampai waktu yang ditentukan. Bahkan sejak 15 Maret lalu Arab Saudi juga menghentikan sementara penerbangan internasional dan meliburkan sekolah

Sejak pelarangan umrah tersebut, beredar di media sosial sejumlah foto yang menunjukkan situasi Masjidil Haram yang begitu sepi. Saat ini sebenarnya yang masih diperbolehkan adalah masyarakat di sekitar Masjidil Haram untuk shalat disana namun tidak diperbolehkan ada yang tidur di masjid. Menurut Kepala Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Syaikh Abdurrahman As-Sudais, penutupan masuk Masjidil Haram hanya sejak setelah isya’ hingga satu jam sebelum shalat subuh.

Sebagian orang kemudian mengaitkan fenomena tersebut sebagai tanda kiamat. Persoalan Masjidil Haram tidak dikunjungi orang dituduh sebagai tanda kiamat pernah diulas mendiang K.H. Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Teror di Tanah Suci (2016). Pandangan tersebut yang sejatinya tidak boleh disampaikan secara terburu-buru, disebut-disebut mendasarinya dengan hadis diantaranya yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la al-Maushuli dan al-Hakim an-Naisabburi, bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda,

لا تقوم الساعة حتى لا يحج البيت

“tidak akan terjadi Hari Kiamat sampai Baitullah tidak dikunjungi lagi orang berhaji.

Hadis ini menurut Imam As-Suyuthi dan al-Munawi bernilai shahih. Namun, bagaimana maksudnya ?

Menurut Guru Besar Ilmu Hadis Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta ini, hadis ini perlu dikomparasikan dengan data sejarah. Pernahkah terjadi penutupan Masjidil Haram sehinga tidak dilaksanakan haji ?

Rupanya, dalam data sejarah, seperti dikutip dari kitab Syifa’ al-Gharam bi Akhbar Balad al-haram karya Ahmad bin Muhammad al-Fasi (w. 825 H), tidak disebutkan bahwa Baitullah pernah tidak dikunjungi orang sama sekali. Yang adalah kejadian tidak adanya wukuf. Penyebabnya yang parah misalnya, bentrok antara jamaah haji Mesir dan Irak. Namun yang paling parah dicatat dalam buku ini adalah peristiwa pemberontakan golongan Qaramithah di tahun 317 H. Waktu itu, mereka sampai mendongkel makam Nabi Ibrahim dan mengambil hajar Aswad dan di tangan mereka selama 22 tahun.

Sebagai perbandingan, Qahthah al-‘Abusy dalam artikelnya berjudul Ba’da Ighlaaq bi Sabab Kuruna, Kam Marratan Ughliqa al-Masjid al-Haram ‘abra at-Tarikh, meringkas empat kali dalam sejarah Masjidil Haram tidak dikunjungi orang.

Pertama, saat serangan Raja Abrahah ke Mekkah, satu tahun sebelum Nabi Saw. dilahirkan. Kisah ini sampai didokumentasikan dalam Al-Qur’an.

Kedua, serangan Hajjaj bin Musa at-Tsaqafi, panglima di era Bani Umayyah ketika terjadi konflik politik antara Bani Umayyah dengan Abdullah bin Zubair bin Awwam. Serangan Hajjaj menggunakan al-manjaniq (Meriam bola api) ke Masjidil Haram membuat masjid waktu itu rusak, terjadi pertumpahan darah, bahkan ibadah sempat berhenti di Masjidil Haram pada saat itu.

Ketiga, pemberontakan Qaramithah di tahun 317 H.

Dan keempat, terjadi di abad ke-20 ketika ada dua orang mantan tentara Arab Saudi bernama Juhaiman al-‘Utaibi dan Muhammad al-Qahthani yang melakukan gerakan terorisme dengan menawan ratusan orang di Masjidil Haram selama dua minggu sebelum bisa ditaklukkan pasukan keamanan. Peristiwa itu terjadi di tahun 1979.

BINCANG SYARIAH

Apakah Ibnu Shayyad Itu Dajjal?

TAHUKAH Anda dengan Ibnu Shayyad? Ya, dia adalah orang dikira sebagai Dajjal, sebab memiliki ciri-ciri yang sama seperti halnya Dajjal. Ciri-ciri yang diungkapkan oleh Rasulullah ﷺ ini, membuat para sahabat lebih waspada.

Maka, ketika mendengar bayi lahir dengan ciri-ciri tersebut, mereka mengira itulah Dajjal. Mau tahu seperti apa kisah hidupnya? Ini dia ringkasan hidup Ibnu Shayyad, orang yang disebut Dajjal.

Dajjal adalah salah seorang keturunan Adam yang diciptakan Allah untuk menjadi ujian bagi umat manusia di akhir zaman.

Dengannya, banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengannya pula banyak orang yang diberi petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.

Al-Hafidz Ahmad bin Abu Abar meriwayatkan dalam At-Tarikhnya dari jalur Mujalid, dari Asy-Sya’bi ia berkata, “Kuniah (panggilan) Dajjal adalah Abu Yusuf.”

Diriwayatkan dari Umar bin Khatthab, Jabir bin Abdullah dan shahabat lainnya, bahwa Dajjal adalah Ibnu Shayyad.

Imam Ahmad menuturkan, Yazid bercerita kepada kami, Hammad bin Salamah bercerita kepada kami, dari Abu Yazid, dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari ayahnya, Rasulullah ﷺ bersabda, “Kedua orang tua Dajjal hidup selama tiga puluh tahun, tanpa dikaruniai seorang anak, kemudian dikaruniai seorang anak lelaki yang banyak memberi bahaya dan sedikit memberi manfaat, kedua matanya tertidur namun hatinya tidak tidur.”

Setelah itu Nabi ﷺ menyebutkan ciri kedua orang tua Dajjal. Beliau bersabda, “Bapaknya adalah seorang yang tinggi dan gempal, berhidung mancung lakasana paruh burung, sedangkan ibunya seorang wanita yang bertulang besar dan berdada besar.”

Abu Bakrah berkata, “Setelah itu kami mendengar berita bahwa seorang bayi Yahudi lahir di Madinah. Aku kemudian pergi bersama Zubair bin Awwam lalu menemui kedua orang tuanya. Kami mendapati keduanya tepat seperti yang disebutkan Rasulullah ﷺ.

Ternyata anak tersebut tengah berbaring di bawah terik matahari, dengan mengenakan qathifah (sejenis pakaian kemewahan). Ia bergumam.

Lalu, kami menanyai kedua orang tuanya dan keduanya menjawab, ‘Kami telah hidup selama tiga puluh tahun dan belum memiliki anak, ketika kami melahirkan, anak kami buta sebelah matanya, dan banyak membahayakan kami daripada memberi manfaat.’

Ketika kami keluar, kami berpapasan dengan anak tersebut. Lalu ia berkata, ‘Aku tahu apa yang kalian bincangkan tentangku.’ Kami menjawab, ‘Apakah kamu mendengarnya?’ Ia menjawab, ‘Ya, sungguh mataku terpejam tapi hatiku tidak.’ Ternyata dia adalah Ibnu Shayyad.”

Tirmidzi mentakhrij hadits ini dari Hammad bin Salamah. Ia berkata, “Hadits ini hasan.” Saya katakan, bahkan sangat mungkar. Wallahu ‘alam.

Ibnu Shayyad adalah seorang Yahudi Madinah. Julukannya Abdullah. Ada juga yang menyebut Shafi. Riwayat menyebut kedua nama tersebut. Mungkin nama aslinya Shafi, kemudian setelah masuk Islam menggunakan nama Abdullah. Anaknya, Umarah bin Abdullah, termasuk salah satu tokoh tabi’in. Malik dan lainnya meriwayatkan hadis darinya.

Namun, seperti yang telah disampaikan, yang benar Dajjal bukanlah Ibnu Shayyad. Dan Ibnu Shayyad termasuk dajjal-dajjal pendusta yang bertaubat setelah itu, lalu ia menampakkan keislamannya.

Akan tetapi, Allah lebih mengetahui isi hati dan perjalanan hidupnya.

Sementara Dajjal terbesar adalah Dajjal yang disebutkan dalam hadis Fathimah binti Qais yang meriwayatkan hadis tersebut dari Rasulullah ﷺ, dari Tamim Ad-Dari. Dalam hadis ini disebutkan kisah jassasah. []

Referensi: Bencana dan Peperangan Akhir Zaman Sebagaimana Rasulullah SAW Kabarkan/Karya: Ibnu Katsir/Penerbit: Ummul Qura

ISLAMPOS

Sekolah Alam Purwakarta (SAP) Gelar Webinar Parenting bersama dr. Aisah Dahlan: Menjadi Orangtua yang Bahagia

/22], Sekolah Alam Purwakarta menyelenggarakan webinar parenting dengan pembicara Dr. Aisah Dahlan. Webinar yang mengangkat tajuk “Menjadi Orangtua yang Bahagia” ini membuka materinya dengan penjelasan mengenai definisi bahagia. Setiap manusia pasti menginginkan kehidupan yang bahagia. Bahagia dalam pekerjaan, relasi, rumah tangga, bahkan bahagia akhirat pula. Namun apakah definisi bahagia itu?

Ibu dr. Aisah memaparkan bahwa bahagia adalah suatu keadaan pikiran dan peradaan yang ditandai dengan kecukupan, rasa syukur, senang karena berbagi, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan yang intens, dan penuh berkah Allah. Bahagia memerlukan keberkahan dari Allah. Berkah Allah ditandai dengan bertambahnya kebaikan dan langgengnya kebaikan. Apabila kebahagiaan itu tidak membawa kebaikan yang lebih banyak, alias kebahagiaan yang sesaat saja, tentu perlu dipertanyakan keberkahan dalam proses menuju bahagia tersebut.

Beliau juga memaparkan mengenai proses menuju kebahagiaan. Menurut dr. Aisah, bahagia adalah pilihan dan keputusan. Kita harus memutuskan untuk bahagia. Bahagia dapat ditentukan oleh diri kita sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain atau faktor eksternal lainnya.

Setelah memahami esensi bahagia, de. Aisah kemudian menjelaskan mengenai berbagai kelenjar dan otak manusia. Otak manusia terbagi ke dalam tiga bagian utama, yaitu otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), serta batang otak. Bagian-bagian otak ini saling bekerja sama untuk menjalankan sistem tubuh. Namun, ketiganya memiliki fungsi spesifik yang masing-masing berbeda.

Dalam pertemuan ini, lebih spesifik membahas mengenai kelenjar Pituitery. Kelenjar Pituitery adalah rumah bagi berbagi hormon, termasuk hormon bahagia, kasih sayang, cinta, dan nyaman. Mereka adalah hormon oxytocin, endorphins, dopamine, dan serotonin. Merekalah yang mengatur perasaan bahagia, kasih sayang, cinta dan nyaman dalam diri kita. Ini bukti bahwa kita bisa menentukan kebahagiaan kita sendiri, karena dapur kebahagiaan itu ada dalam diri kita, yakni para hormon di dalam kelenjar Pituitery. Lalu bagaimana caranya menstimulus kelenjar tersebut agar hormon bahagia bisa keluar?

Ibu dr. Aisah Dahlan membagikan penyebab kelenjar Pituitery dapat terstimulus. Ada lima stimulus yaitu:

1. Senyum
2. Tertawa
3. Didukung
4. Bergerak
5. Dibelai

Berikut ini adalah penjelasan mengenai stimulus tersebut.

1. Senyum

Kita bisa menyunggingkan senyuman meski tak ada penyebab. Dengan tersenyum, kita bisa menstimulus hormon bahagia. Apalagi jika memberikan senyuman kepada orang lain. Hal tersebut jauh lebih penuh berkah dengan diiringi salam dan sapa. Alangkah baiknya jika kita dapat memulai hari dengan senyuman untuk diri sendiri.

2. Tertawa

Tertawa bisa mengaktifkan banyak wilayah di otak, seperti korteks motorik yang mengontrol otot. Kemudian, membantu memahami konteks. Dengan mengaktifkan jalur saraf emosi seperti kegembiraan, tertawa dapat meningkatkan suasana hati dan membuat respons fisik dan emosional Anda terhadap stres menjadi kurang intens.

3. Didukung

Setiap orang ingin merasa didukung. Terutama oleh pasangan dan keluarga. Perasaan didukung dapat menstimulus hormon bahagia dan nyaman.

4. Bergerak

Dengan bergerak dapat memicu pelepasan hormon dopamin, sengawa yang membuat kita merasa bahagia atau senang. Ketika tubuh bergerak, seperti melompat berlari dan bermain, tubuh akan secra alami melepaskan dopamin. Karena tubuh melepaskan dopamin, kadar serotonin atau lebih dikenal sebagian hormon stres juga akan berkurang.

5. Dibelai

Anak usia dibawah tujuh tahun sangat suka dibelai. Dengan membelai anak, istri, suami, maka mereka akan merasa dicintai dan bahagia.

Di Sekolah Alam Purwakarta, orangtua memperoleh hak untuk belajar menjadi orangtua bersama-sama. Ada kelas khusus yang rutin diadakan minimal setahun dua kali pertemuan. Secara lebih mendalam, ada pertemuan orangtua dan guru setiap semester.

Sehingga pendidikan anak dan perkembangan anak dapat dipahami serta selaras antara sekolah dan rumah. Seperti pada kegiatan webinar kali ini, orangtua memperoleh ilmu mengenai manajemen emosi, khususnya emosi bahagia. Orangtua perlu bahagia dalam membersamai anak. Tak ada pengajaran yang berhasil dengan emosi yang bermasalah.

Karena itu di Sekolah Alam Purwakarta sangat penting adanya zero mind dalam morning activity, yang diisi dengan jurnal pagi serta kelas Qur’an dan Dhuha time. Semua untuk menghadirkan kondisi emosi dan hati yang bahagia. Kebahagiaan adalah hal penting dalam pendidikan. Jika sudah bahagia, ilmu apapun pasti akan mudah untuk diselami. Insya Allah.. []

ANDINI

ISLAMPOS

Masjid-Masjid Diharapkan Lahirkan Wirausaha Digital

Pengusaha muda Dewa Eka Prayoga mengatakan pihaknya mendorong agar masjid menjadi salah satu tempat untuk  membahas kajian-kajian bisnis sehingga akan muncul wirausaha baru. Salah satu yang dilaksanakan kegiatan kajian bisnis di masjid dengan nama Kabita (Kajian Masjid Al-Ibtida) di Jatihandap.

“Harapannya tadi masjid jadi pusat perubahan tidak hanya untuk shalat saja, tapi bisa menjadi tempat untuk belajar bisnis, untuk bertemu dengan teman-teman yang satu misi, bisa nantinya saja kolaborasi bareng-bareng,” ujarnya, Sabtu (24/9/2022).

Selama ini, ia mengungkapkan pembahasan kajian bisnis banyak dibicarakan di ruang-ruang kelas atau workshop. Saat ini, Dewa menginginkan agar kegiatan tersebut dibawa ke masjid-masjid.

Ia yang memiliki lembaga Dewa Foundation mengatakan kegiatan yang diselenggarakan gratis bahkan para jemaah yang datang akan mendapatkan sembako. Dewa mengaku untuk satu kelas pelatihan bisnis, ia membanderol kegiatan harga paling murah sekitar Rp 8 juta sedangkan untuk saat ini gratis.

Pria asal Sukabumi ini mengatakan mereka yang datang ke masjid antusias dan mencapai ratusan orang. Materi yang akan dibahas diantaranya yaitu tentang marketing, selling, dan lainnya.

“(Materi) umum, semuanya marketing selling, kita juga biasanya tanya jawab apapun, silakan tanyakan apa masalahnya termasuk digital marketing secara bertahap,” katanya.

Dewa yang aktif di dunia digital ini mengaku akan terus berkolaborasi dengan masjid-masjid yang ada di Kota Bandung dan lainnya untuk menyelenggarakan kajian bisnis. Selain itu ke depan pemateri-pemateri yang mumpuni di bidang bisnis dapat turut dihadirkan.

“Harapannya nanti bisa kolaborasi lagi dengan yang lainnya,” katanya.

IHRAM

Ada Tiga Resep Sederhana Ilmu Berkeluarga

Allah SWT menciptakan seluruh makhluk berpasang-pasangan tanpa kecuali. Sekecil apa pun ciptaan Allah SWT, pasti mempunyai pasangannya masing-masing, tidak terkecuali manusia (QS az-Zariyat: 49).

Sebagai makluk Allah SWT yang paling sempurna dan juga sebagai khalifah di muka bumi, manusia mempunyai tanggung jawab mematuhi ketentuan-ketentuan yang Allah SWT telah tetapkan baik melalui firman-Nya maupun melalui sabda Rasul- Nya. Salah satu ketentuan-Nya adalah tentang pernikahan (berkeluarga) dan tanggung jawab yang timbul akibat adanya pernikahan tersebut.

Namun, banyak sekali rumah tangga yang tidak bahagia dan berakhir dengan perceraian. Disebabkan, kurangnya ilmu berkeluarga pasangan suami istri tentang bagaimana membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah sesuai petunjuk Alquran. Dengan bahasa lain, ilmu berkeluarga ini harus menjadi pedoman awal dan pegangan setiap orang yang mau berkeluarga. Agar, tidak salah arah dan tujuan dibangunnya sebuah keluarga.

Sebab, tanpa ilmu berkeluarga, akibatnya anak jadi korban dan menikah pun hanya sebatas untuk melegalkan nafsu syahwat semata. Ketika tidak sesuai harapan, cerai menjadi pilihan pertamanya.

Padahal, Islam memandang perceraian sebagai pilihan terakhir, ketika tidak ada pilihan lainnya. Karena, perceraian ini sangat dibenci Allah, meski diperbolehkan.

Ada tiga resep sederhana ilmu berkeluarga. Pertama, memandang setiap calon pasangan sebagai seorang sahabat dalam menjalani perjalanan hidup yang setara dan seimbang. Ketika sudah menikah, kewajiban dan hak tentu suami dan istri memiliki peran yang berbeda.

Namun, setiap dari keduanya tidak boleh merasa lebih tinggi derajatnya dari yang lain. Justru kelebihan yang Allah berikan di antara keduanya adalah bekal untuk mengemban tanggung jawab dalam keluarga. Keduanya harus saling melengkapi kekurangan. Bukan saling menonjolkan kelebihan. Ini ilmu mendasar pertama sebelum berkeluarga (lihat QS an-Nisa’: 1;QS al-A’raf: 129; QS al-Baqarah: 187).

Kedua, niatkan berkeluarga untuk menambah semangat beribadah kepada Allah. Hal ini sangat penting karena banyak orang menikah salah niat. Akibat salah niat ini membuat pasangan keluarga baru, salah kata-kata, salah sikap, salah tindakan dan ujungnya salah menyimpulkan. Keduanya saling menyalahkan. Ini berbahaya! Niatkan membangun keluarga untuk menyempurnakan ibadah dan ridha-Nya.

Kata kuncinya saling belajar dan menyemangati dengan landasan kasih sayang antarkeduanya (QS ar-Rum: 21).

Ketiga, memohon agar Allah menjadikan calon pasangannya sebagai penyejuk hatinya. Seperti dalam ayat yang artinya: Dan orang-orang yang berkata, `Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, pasangan kami, dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.’ (QS al- Furqan: 74).

Ilmu berkeluarga ini sangat penting untuk dipahami dan dijalankan oleh mereka yang mau menikah. Agar cita dan harapan kawula muda untuk membina keluarga seperti keluarga Imran yang digambarkan dalam Alquran dapat terwujud dengan baik (QS Ali Imran: 33-35). Wallahu a’lam.

OLEH ABDUL MUID BADRUN

IHRAM