Bolehkah Berhutang Pinjol Karena Darurat?

Artikel kali ini akan membahas tentang bolehkah berhutang pinjol karena darurat? Media sosial sekarang telah bertransformasi menjadi kebutuhan primer bagi sebagian orang. Banyaknya pengguna media sosial ini menjadikan medsos sebagai kiblat utama dalam bergaul. 

Dalam era hedonisme yang sekarang, gaya hidup yang ditampilkan medsos menarik minat sebagian kalangan untuk menuhankannya.

Virus gaya hidup yang hedonisme tersebut mendoktrik sebagian orang untuk apapun caranya, harus ada ini, ada itu, punya ini, punya itu, tanpa melihat kondisi yang terjadi. Karena untuk memenuhi kebutuhan style tersebut -sedangkan diri tidak berada- banyak bermunculan penyedia pinjaman online yang menawarkan pinjaman yang menggiurkan.

Namun kebanyakan dari pinjaman online tersebut menerapkan sistem keuntungan yang mengambil dari bunga dari hutang. Bunga dari hutang ini di dalam syariat disebut dengan riba, riba jelas dilarang dalam syariat karena dapat merugikan orang lain.

Riba dalam akad hutang piutang ini disebut riba qardh. Larangan akan riba ini ditegaskan Allah di dalam surah Al-Baqarah ayat 275;

  وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

Artinya: “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”

Pada dasarnya, akad hutang piutang termasuk akad yang diperbolehkan karena mendatangkan maslahat dan meringankan beban orang lain. Hal ini ditegaskan dalam hadits nabi;

مَنْ نَفَّسَ عَنْ أَخِيهِ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Artinya: “Barangsiapa melapangkan satu macam kesempitan dari aneka macam kesempitan yang dialami saudaranya, Allah akan melapangkan kesempitan penolong itu dari kesempitan-kesempitan hari kiamat.

Dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, Allah akan menutupi aibnya baik di dunia maupun di akhirat. Barangsiapa memudahkan urusan orang yang sedang kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia maupun di akhirat.Allah selalu dalam pertolongan seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya.” (Sunan at-Tirmidzi: 2869)

Namun kebolehan ini dapat menjadi ketidakbolehan jika mengandung spekulasi dan riba di dalamnya. Sebagian besar pinjaman online sekarang jelas termasuk riba karena mengambil keuntungan dari harta yang dihutangkan. 

Kebanyakan dari orang yang meminjam uang dari pinjol ini hanya untuk poya-poya atau sekedar mengikuti style yang ada, tapi tidak jarang ada orang yang melakukan pinjol karena darurat dan tidak ada jalan lain selain pinjol.

Hukum Pinjol Karena Darurat

Pertanyaannya, bolehkah melakukan pinjol karena darurat dan tidak ada jalan lain selain pinjol? Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari menjelaskan di dalam kitab Fathul Mu’in halaman 139;

قال شيخنا ابن زياد: لا يندفع إثم إعطاء الربا عند الاقتراض للضرورة، بحيث أنه إن لم يعط الربا لا يحصل له القرض

إذ له طريق إلى إعطاء الزائد بطريق النذر أو التمليك، لاسيما إذا قلنا النذر لا يحتاج إلى قبول لفظا على المعتمد وقال شيخنا: يندفع الاثم للضرورة

Artinya: “berkata Syekh Ibnu Ziyad : tidak tertolak dosa memberikan riba ketika berhutang karena dharurat, meskipun kalau tidak dengan cara riba, si pemberi hutang tidak akan memberi hutang. Karena masih bisa dengan cara memberikan tambahan dalam aspek nazar atau memberikan secara Cuma-Cuma (gratis).

Lebih-lebih apabila kami berpendapat bahwa nazar tidak butuh qabul secara lafadz menurut pendapat yang mu’tamad. Namun Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami berpendapat bahwa tidak dapat dosa apabila memberikan riba karena darurat.

Dari penjelasan diatas, menurut Syekh Ibnu Ziyad, seseorang yang urgen untuk pinjol, maka dosanya tidak dimaafkan. Cara supaya bisa bebas (baca;hilah) dari dosa riba adalah dengan cara nazar atau memberi Cuma-Cuma bunga dari hutang tersebut. Namun Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami berpendapat bahwa pinjol karena kondisi urgent tersebut tidak dapat dosa, karena darurat dan tidak ada cara lain.

Sekian tentang hukum berhutang di pinjol karena darurat, semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Keutamaan Membaca Ayat Kursi Menurut Hadis Nabi

Berikut keutamaan membaca ayat kursi menurut hadis Nabi. Berdzikir setelah melaksanakan shalat wajib sangat dianjurkan. Untuk itu seorang muslim seyogianya untuk berzikir dan berdoa kepada Allah. Pendapat ini sebagaimana ditemukan dalam sebuah hadis Rasulullah yang bersumber dari riwayat Abu Hurairah yang berbunyi:

 قال صلى الله عليه وسلم من سبح دبر كل صلاة ثلاثا وثلاثين وحمد ثلاثا وثلاثين وكبر ثلاثا وثلاثين وختم المائة بلا إله إلا الله لاشريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير غفرت ذنوبه ولو كانت مثل زبد البحر

Artinya; “Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setelah shalat sebanyak 33 kali dan menutupnya dengan membaca;  lâ ilâha illallâh lâ syarîka lahu lahul mulku wa lahulhamdu wa huwa ‘alâ kulli syai’in qadîr, maka dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan,’” (HR. Malik).

Dalam Islam,  di antara zikir yang disunahkan dibaca setelah shalat wajib, adalah ayat kursi. Dalam Al-Qur’an, ayat Kursi terdapat dalam 255 dari surah Al-Baqarah. Seyogianya seorang muslim melakukan amalan istiqamah dibaca setelah salat wajib dikarenakan mengandung beberapa keistimewaan dan keutamaan, antara lain terlindungi dari keburukan;

من قرأ اية الكرسي في دبر الصلاة المكتوبة كان في ذمة الله الى الصلاة الأخرى

“Barangsiapa membaca ayat kursi setelah salat wajib, maka dia berada dalam perlindungan Allah hingga salat berikutnya.”

Di sisi lain, ada juga dalam hadis lain riwayat Imam Nasai disebutkan, dari Abu Umamah, Nabi Saw. bersabda;

مَنْ قَرَأَ آيَةَ الكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُوْلِ الجَنَّةِ اِلاَّ اَنْ يَمُوْتَ

“Barangsiapa membaca ayat kursi setiap selesai salat wajib, tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian.”

Berdasarkan hadis Nabi Muhammad di atas, maka Syekh Hasan bin Ali Assaqaf dalam kitab Shahih Shifati Shalatin Nabi bahwa mengatakan bahwa membaca ayat kursi setelah salat wajib hukumnya sunah dan sangat dianjurkan untuk diistiqamahkan agar di dunia mendapat perlindungan Allah dan di akhirat mendapat nikmat surgaNya.

Demikian penjelasan terkait keutamaan membaca ayat kursi menurut hadis Nabi Muhammad. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Calon Jamaah Haji Manado Diimbau Laksanakan Haji Mandiri

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Manado KH Yaser Bachmid mengatakan, kepada seluruh calon jamaah haji dalam kegiatan manasik agar melaksanakan haji secara mandiri dan memperoleh haji mabrur.

Kementerian Agama (Kemenag) Kota Manado menggelar bimbingan manasik haji sepanjang tahun bagi jamaah haji Manado. “Manasik difokuskan pada praktik lapangan, sebagai lanjutan dari manasik haji sebelumnya,” katanya, Selasa (29/11/2022).

Praktik manasik haji dilaksanakan di Asrama Haji Tuminting Manado. Sebanyak 100 orang jamaah haji melakukan praktik secara langsung di halaman Asrama Haji dan dibimbing bagaimana cara-cara thawaf, sa’i, saat wukuf di Arafah, saat melempar jumrah, serta pelaksanaan wajib dan rukun haji lainnya.

Kepala Kanwil Kemenag Sulut Sarbin Sehe melalui Bidang Haji Kanwil Kemenag Sulawesi Utara Ismoedjiono menjelaskan tentang Program Unggulan Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, yaitu Program Manasik Haji Sepanjang Tahun yang digulirkan ke seluruh kabupaten/Kota.

Program ini bertujuan memberikan penguatan pemahaman kepada calon jamaah haji tentang teknis perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji dengan maksud agar calon jamaah haji dapat melaksanakan seluruh kegiatan ibadah haji secara mandiri dan memperoleh haji mabrur.

Kakankemenag Manado Rogaya Udin mengatakan bimbingan manasik haji itu proses pembekalan, arahan, petunjuk, dan pedoman untuk menuntun para calon jamaah haji dalam melaksanakan rukun, wajib dan tata cara ibadah haji lainnya dengan baik dan benar.

Rogaya berharap melalui kegiatan manasik haji ini, jamaah akan mendapatkan pengetahuan tentang aturan ibadah umroh dan haji, alur kegiatan perjalanan, ziarah dan mengenal tanah suci, tips kesehatan, tuntunan dzikir dan doa untuk memantapkan praktik ibadah.

IHRAM

Menjadi Ibu, Profesi Terbaik Seorang Wanita

Bagaimana tidak? Minimalnya ada 13 ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk berbakti kepada ibu! Di antaranya, Allah Ta’ala berfirman,

وَوَصَّيْنَا الإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” (QS. Luqman: 14)

Allah Ta’ala berfirman,

وَوَصَّيْنَا الإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْراً

“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Demikian juga di dalam hadis, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

إنَّ اللَّهَ حرَّمَ عليكم عقوقَ الأمَّهاتِ ، ومنعًا وَهاتِ ، ووأدَ البناتِ وَكرِه لَكم : قيلَ وقالَ ، وَكثرةَ السُّؤالِ ، وإضاعةَ المالِ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan sikap durhaka kepada para ibu, sifat pelit, dan tamak, mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dan Allah juga tidak menyukai qiila wa qaala (menyebarkan kabar burung), banyak bertanya, dan membuang-membuang harta.” (HR. Bukhari no. 5975 dan Muslim no. 593)

Tidak ada profesi yang begitu dimuliakan di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah seperti ini!

Dalam syair yang terkenal disebutkan:

الام مدرسة اذا أعددتها * اعددت شعبا طيب الاعراق

الام روض ان تعهده الحيا * بالري أورق أيما ايراق

الام أستاذ الاساتذة الاولى * شغلت مأثرهم مدى الافاق

“Ibu bagaikan sekolah, jika engkau siapkan mereka dengan baik, maka engkau telah menyiapkan bibit dari masyarakat yang harum (baik).

Ibu adalah taman jika engkau merawatnya. Ia akan tumbuh segar dengan dipenuhi dedaunan rindang.

Ibu adalah guru pertama dari para guru. Peran mereka dirasakan sampai ke ujung ufuk.”

Para ibu memiliki peran krusial terhadap kondisi moral masyarakat suatu bangsa. Bahkan, para ibu disebut sebagai pemimpin untuk urusan rumah dan anak-anak. Dalam hadis dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, di dalamnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِىَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ

“ … seorang istri adalah pemimpin terhadap urusan rumah suaminya dan urusan anaknya, ia akan ditanya (di akhirat) tentang semua itu…” (HR. Bukhari no. 7138)

Para ibu adalah manager dalam perusahaan rumahnya! Maka, profesi sebagai seorang ibu, adalah profesi terbaik bagi seorang wanita. Wahai para ibu yang pontang-panting mengurus rumah dan anak, tidak ada cela sama sekali bagimu, engkau adalah orang-orang terbaik di antara kami. Jasamu sangatlah besar untuk negeri ini!

***

Penulis: Yulian Purnama, S.Kom.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/80815-menjadi-ibu-profesi-terbaik-seorang-wanita.html

Kemuliaan atau Kehinaan

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Kitab Ar-Riqaq dengan sanadnya dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu. Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki seekor unta bernama Al-‘Adhbaa’. Unta itu tidak pernah terkalahkan (dalam hal pacuan, pent). Suatu ketika, datanglah seorang Arab badui mengendarai unta tunggangannya, dan berhasil mengalahkan unta beliau.

Peristiwa itu menimbulkan kegemparan bagi kaum muslimin saat itu. Mereka berkomentar, ‘Al-‘Adhbaa’ telah dikalahkan.’ Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, ‘Sesungguhnya menjadi ketetapan bagi Allah, bahwa tidaklah Dia mengangkat (memuliakan) suatu perkara dunia, kecuali Dia pasti akan merendahkannya.’” (lihat Sahih Al-Bukhari, cet. Maktabah Al-Iman, hal. 1320, hadis no. 6501)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Di dalamnya terkandung anjuran/ dorongan agar meninggalkan sikap berbangga-bangga/ merasa hebat serta dorongan untuk memiliki sifat tawaduk. Hal itu sekaligus membawa pesan bahwa urusan-urusan dunia ini serba kurang dan tidak sempurna.” (lihat Fath Al-Bari tahqiq Syaibatul Hamdi, Juz 12 hal. 349)

Beliau rahimahullah juga menerangkan, “Di dalam kisah ini terkandung kemuliaan akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan ketawadukan beliau di mana beliau merasa rida (tidak mempermasalahkan) tatkala seorang Arab badui berhasil mengalahkan beliau (dalam hal pacuan itu, pent). Di dalamnya juga terkandung pelajaran dibolehkannya mengadakan musabaqah (perlombaan).” (lihat Fath Al-Bari tahqiq Syaibatul Hamdi, Juz 12 hal. 349)

Abu Sulaiman Ad-Darani rahimahullah berkata, “Dunia akan mencari orang yang berusaha lari meninggalkannya. Apabila dunia berhasil meraihnya, niscaya ia akan melukainya. Dan seandainya pencari dunia berhasil meraihnya (dunia), niscaya dunia akan membinasakan dirinya.” (lihat At-Tahdzib Al-Maudhu’i li Hilyat Al-Auliya’, hal. 338)

Bisyr bin Al-Harits rahimahullah berkata, “Katakanlah kepada orang yang suka mengejar-ngejar dunia, ‘Bersiaplah kamu untuk merasakan kehinaan.’” (lihat At-Tahdzib Al-Maudhu’i li Hilyat Al-Auliya’, hal. 339)

‘Ali bin al-Husain rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang merasa cukup (qana’ah) dengan apa yang dibagikan Allah untuknya, maka dia adalah orang yang paling berkecukupan.” (lihat At-Tahdzib Al-Maudhu’i li Hilyat Al-Auliyaa’, hal. 662)

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Tidaklah dunia dilapangkan untuk seseorang, kecuali akan memperdaya. Dan tidaklah ia dilipat (disempitkan) dari seseorang, melainkan sebagai cobaan (ujian).” (lihat At-Tahdzib Al-Maudhu’i li Hilyat Al-Auliya’, hal. 341)

Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ’anhu berkata, “Kami diuji dengan kesulitan, maka kami pun bisa bersabar. Akan tetapi, tatkala kami diuji dengan kesenangan, maka kami tidak bisa bersabar.” (lihat At-Tahdzib Al-Maudhu’i li Hilyat Al-Auliya’, hal. 342)

Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya dunia ini memiliki ajal sebagaimana anak Adam memiliki ajal. Jika telah datang ajalnya, maka matilah dunia.” (lihat At-Tahdzib Al-Maudhu’i li Hilyat Al-Auliya’, hal. 341)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Di antara ciri kebahagiaan dan keberuntungan ialah apabila seorang hamba semakin bertambah ilmunya, semakin bertambah pula tawaduk dan sifat kasih sayangnya. Semakin bertambah amalnya, semakin meningkat pula rasa takut dan kehati-hatian dirinya. Semakin bertambah umurnya, semakin berkuranglah ambisinya. Semakin bertambah hartanya, semakin bertambah pula kedermawanan dan kegemarannya untuk membantu. Semakin bertambah kedudukannya, semakin dekatlah dia dengan orang-orang dan semakin suka menunaikan kebutuhan-kebutuhan mereka serta rendah hati kepada mereka.

Di antara ciri kebinasaan adalah bahwa semakin bertambah ilmunya, semakin bertambah pula kesombongan dan kecongkakan dirinya. Semakin bertambah amalnya, semakin bertambah pula keangkuhan dan suka meremehkan orang lain, sementara dia selalu bersangka baik kepada dirinya sendiri. Semakin meningkat kedudukan dan statusnya, semakin bertambah pula kesombongan dan kecongkakan dirinya. Perkara-perkara ini semua adalah cobaan dan ujian dari Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya sehingga akan ada sebagian orang yang berbahagia dan sebagian yang lain menjadi binasa karenanya.” (lihat Al-Fawa’id tahqiq Basyir Muhammad ‘Uyun, hal. 277)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/80813-kemuliaan-atau-kehinaan.html