suara azan

5 Negara Mayoritas Muslim yang Perketat Aturan Suara Azan

Media asing menyoroti warga Jakarta yang takut menyuarakan keluhan mereka terkait volume azan terlalu bising. Sejumlah warga menilai keluhan azan di Indonesia adalah sebuah kegiatan yang sensitif.
Pada 2018 lalu, seorang perempuan beragama Buddha, Meiliana, dipenjara usai mengeluhkan suara azan.

Usai keluhan itu terungkap, ratusan pengunjuk rasa membakar hampir selusin kuil Buddha di Tanjung Balai Sumatera Utara, wilayah tempat tinggal Meiliana.

Manusia hidup berdampingan dengan satu sama lain. Banyak perbedaan yang ada di elemen masyarakat kadang berpotensi menjadi sumber konflik. Maka dari itu, diperlukan kesepakatan dari kedua belah pihak agar kegiatan yang dilakukan tidak merugikan keduanya.

Di negara-negara mayoritas penganut agama Islam, pengeras suara masjid termasuk azan justru diatur dengan ketat agar tak mengganggu warga lain.

Berikut merupakan beberapa negara mayoritas muslim yang memperketat aturan suara azan.

1. Arab Saudi
Menteri Urusan Islam Saudi, Sheikh Abullatif bin Abdulaziz Al Sheikh, mengeluarkan surat edaran kepada masjid di Arab Saudi. Surat edaran ini mengimbau masjid untuk tak memasang volume azan melebihi sepertiga kapasitas volume penuh pengeras suara.

Surat edaran ini juga membahas potensi pengeras suara yang mampu mengganggu aktivitas beribadah yang dilakukan di masjid terdekat.

“Jika salat yang berlangsung hingga 10 hingga 15 menit, dimainkan dengan kencang menggunakan pengeras suara, itu dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi mereka yang tinggal di sebelah masjid, termasuk (masyarakat) Muslim dan non-Muslim,” demikian dalam surat edaran itu dikutip dari The National News.

2. Bahrain
Kementerian Kehakiman dan Urusan Islam Bahrain mengimbau para imam untuk menggunakan sistem pengeras suara internal dalam melaksanakan ibadah Ramadhan. Walaupun begitu, kementerian mengizinkan penggunaan pengeras suara eksternal untuk azan, dikutip dari Gulf News.

Mengutip News of Bahrain, pengeras suara hanya boleh digunakan untuk mengumandangkan azan dan ikamah (panggilan pertama dan kedua dalam ibadah muslim). Pengeras suara juga tidak boleh digunakan di malam hari.

3. Uni Emirat Arab (UEA)
Mengutip The National News, warga yang merasa terganggu dengan volume adzan masjid dapat mengajukan pengaduan ke Departemen Urusan Islam dan Kegiatan Amal UEA (IACAD).
Pekerja Departemen Teknik IACAD, Jalal Obeid, mengatakan bahwa volume azan di masjid yang dekat dengan daerah pemukiman tidak boleh lebih dari 85 desibel. Terlalu sering terpapar suara yang bervolume 85 desibel dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

4. Mesir
Menteri Wakaf Mesir, Mohammed Mokhtar Gomaa, sebelumnya telah melarang penggunaan pengeras suara di luar masjid selama salat. Namun, seruan itu tidak dituruti oleh beberapa masjid di wilayah Mesir.

Sementara itu, Pakar Hukum Islam Ahmed Kareema dalam Egypt Today menyampaikan, penggunaan pengeras suara seharusnya dilarang selama salat. Sebab, kegiatan itu merupakan bentuk pelanggaran mencolok terhadap hukum Islam dan Alquran.

Kareema menambahkan, pengeras suara hanya boleh digunakan selama azan (panggilan untuk beribadah) dan iqama (panggilan kedua untuk beribadah).

5. Malaysia
Mengutip DW, aturan pengeras suara masjid di Malaysia bergantung pada masing-masing negara bagian. Selangor termasuk negara bagian yang melarang pengeras suara digunakan untuk kegiatan lain, kecuali azan.

Keputusan ini dikeluarkan oleh Sultan Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Syah pada 2017.

“Penggunaan pengeras suara untuk ceramah dan pembelajaran di seluruh Selangor harus dibatasi hanya pada kompleks masjid dan surau, dan tidak ke luar wilayah. Satu-satunya pengecualian ialah untuk azan dan pembacaan Al-Quran,” ucap Syah dalam New Strait Times.

CNN INDONESIA