Penindasan terhadap Muslim Rohingya masih terjadi. Baru saja pemerintah Myanmar mengerahkan pasukannya ke Provinsi Rakhine. Puluhan orang tewas saat pasukan pemerintah menyerbu kampung-kampung.
Konflik antara etnis Rohingya dan mayoritas penduduk Myanmar yang mayoritas beragama Budha seolah tak berkesudahan. Puluhan ribu warga Rohingya terlunta-lunta mengungsi ke negara lain, termasuk Indonesia.
Di Myanmar, etnis Rohingya tak diakui sebagai warga negara. Mereka kesulitan memperoleh akses kesehatan, pendidikan dan perumahan yang layak. Kekerasan juga terus terjadi.
Sebenarnya apa pokok permasalahan di Myanmar? Apakah konflik Rohingya murni karena agama semata?
Secara umum orang berpendapat, krisis Rohingya di Myanmar adalah masalah agama. Tetapi menurut Kepala bidang penelitian pada South Asia Democratic Forum, Siegfried O Wolf, krisis ini lebih bersifat politis dan ekonomis.
Dari sisi geografis, penduduk Rohingya adalah sekelompok penganut Muslim yang jumlahnya sekitar satu juta orang dan tinggal di negara bagian Rakhine. Wilayah Rakhine juga ditempati oleh masyarakat yang mayoritas memeluk agama Budha.
Rakhine dikenal sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi hal itu menjadi timpang ketika pada kenyataannya tingkat kemiskinan di sana ternyata tinggi.
“Komunitas warga Rakhine merasa didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi secara ekonomi dan disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat, yang didominasi etnis Burma. Dalam konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga Rakhine sebagai saingan tambahan dan ancaman bagi identitas mereka sendiri. Inilah penyebab utama ketegangan di negara bagian itu, dan telah mengakibatkan sejumlah konflik senjata antar kedua kelompok,” kata Siegfried O Wolf saat diwawancarai oleh media Jerman Deutsche Welle (DW).
Mayoritas warga Rakhine menilai Rohingya sebagai saingan dalam hal mencari pekerjaan maupun untuk kesempatan untuk berwirausaha. Dari permasalahan politik, warga Rakhine merasa jika kaum Rohingya telah mengkhianati mereka lantaran tidak memberikan suara bagi partai politik mayoritas penduduk setempat.
“Jadi bisa dibilang, rasa tidak suka warga Buddha terhadap Rohingya bukan saja masalah agama, melainkan didorong masalah politis dan ekonomis,” kata Wolf.
Hal ini diperburuk oleh sikap pemerintah Myanmar yang bukannya mendorong rekonsiliasi, tetapi malah mendukung kelompok fundamentalis Budha.
Umat Budha di dunia sendiri mengutuk kekerasan yang dilakukan kelompok garis keras di Myanmar. Tahun 2014 lalu, Dalai Lama meminta Umat Budha menghentikan kekerasan di Myanmar dan Sri Lanka.
“Saya menyerukan kepada umat Buddha di Myanmar, Sri Lanka, membayangkan wajah Buddha sebelum mereka berbuat kejahatan. Buddha mengajarkan cinta dan kasih sayang. Jika Buddha ada di sana, dia akan melindungi muslim dari serangan umat Buddha,” pesan Dalai Lama.
Di dalam negeri Myanmar, nyaris tak ada yang membela Muslim Rohingya. Dunia mengutuk pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi yang diam seribu bahasa soal penindasan di Rohingya.
Nasib Muslim Rohingya pun masih jauh dari kedamaian.