Fatwa Syaikh Shalih bin ‘Abdillah Al Ushaimi
Soal:
Bagaimana dhabit (kaidah dan batasan) bolehnya menjamak shalat (jama’ah di masjid) ketika hujan?
Jawab:
Dhabit dalam menjamak shalat ketika hujan adalah sebagaimana hadits Ibnu ‘Abbas dalam Shahih Muslim, yaitu beliau berkata:
أراد أن لا يُحْرِجَ أُمَّتَه
“Rasulullah tidak ingin menyulitkan ummatnya”
Maka kapan pun ada kesulitan dan kesempitan dibolehkan menjamak shalat ketika hujan. Namun tidak ada riwayat shahih bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah menjamak shalat ketika hujan, tapi amalan ini diriwayatkan dari perbuatan para sahabat radhiallahu’anhum. Maka menjamak shalat ketika hujan itu boleh dan dhabit-nya adalah adanya masyaqqah (kesulitan).
Dan masyaqqah dalam hal ini berbeda-beda batasannya (di antara para ulama). Mayoritas fuqaha mengatakan bahwa batasannya adalah basahnya baju, yaitu terkenanya baju oleh air hujan. Maka jika seseorang basah bajunya berarti ia telah mendapatkan kesulitan dari hujan. Namun ini adalah taqdir taqribiy (batasan yang dibuat agar mudah dipahami), karena hujan itu begitu sering di sebagian tempat.
Dan terkadang, umumnya orang-orang membawa payung yang melindungi dirinya dari air hujan sehingga bajunya tidak basah. Maka dalam keadaan ini patokannya pada ada-tidaknya kesulitan dan kesempitan.
Lalu kesulitannya juga diukur dari keadaan masjidnya. Terkadang di masjid yang ana ada kesulitan saat hujan, namun di masjid yang lain tidak ada kesulitan. Semisal ada masjid yang disekitarnya terdapat rawa, sehingga air akan menggenang ketika hujan. Maka ini menimbulkan kesulitan bagi orang-orang (ketika hujan). Maka boleh menjamak karena alasan ini. Sedangkan masjid yang lain tidak demikian. Maka kadar kesulitan ini berbeda-beda antara satu masjid dengan yang lain.
Baca selengkapnya https://muslim.or.id/22624-fatwa-ulama-bagaimana-batasan-bolehnya-menjamak-shalat-ketika-hujan.html