Apakah umat sebelum Islam juga berpuasa? Bagaimana bentuk puasanya?
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183).
“Kutiba ‘alaikum” dalam ayat di atas menunjukkan akan wajibnya puasa Ramadhan.
Puasa secara bahasa berarti menahan diri secara mutlak. Sedangkan secara istilah berarti menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar shubuh hingga tenggelamnya matahari.
Puasa Umat Sebelum Islam
Mengenai umat sebelum Islam yang dimaksud adalah ahli kitab yaitu Nashrani. Alasannya ada dua:
1- Karena Nashrani lebih dekat zamannya dengan Islam yang dibawa Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2- Di masa awal Islam, jika seseorang sudah tertidur di malam hari, maka ia sudah mulai berpuasa tanpa dibolehkan makan sahur lagi setelah itu. Ini semisal dengan puasanya Nashrani. (Lihat penjelasan dalam Ahkamul Quran karya Ibnul ‘Arobi, 1: 120-121)
Ibnu Katsir berkata, “Jika di malam hari mereka tertidur, maka sudah diharamkan bagi mereka makan, minum dan berhubungan intim dengan istri serta dilarang melakukan pembatal selain itu.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 54).
Berarti dalam ajaran mereka tidak ada syariat makan sahur seperti kita. Dari Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab terletak pada makan sahur.” (HR. Muslim no. 1096)
Bagaimanakah Bentuk Puasa yang Dilakukan?
Dilihat dari sisi waktu ada yang mengatakan bahwa bentuk puasanya adalah puasa Ramadhan. Ada yang katakan bahwa mereka melakukan puasa hanya tiga hari. Ini juga yang ada di awal-awal Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa yang mereka lakukan adalah puasa Asyura (10 Muharram).
Mengenai bentuk puasanya, mereka meninggalkan seluruh perkataan. Sedangkan syariat Islam hanyalah memerintahkan meninggalkan perkataan dusta, ditekankan lebih daripada saat tidak berpuasa. (Lihat penjelasan dalam Ahkamul Quran karya Ibnul ‘Arobi, 1: 120-121)
Ibnu Katsir berkata, “Telah ditetapkan bagi umat sebelum Islam. Mereka pun ditetapkan puasa selama sebulan penuh pada hari-hari tertentu dengan jumlah hari yang diketahui. Inilah yang diriwayatkan oleh As Sudi dan selainnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 53).
Berlomba dalam Kebaikan
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di memberikan pelajaran berharga, “Umat Islam telah diwajibkan untuk menjalankan puasa Ramadhan sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelum Islam. Karena puasa termasuk amalan yang selalu mendatangkan maslahat bagi setiap umat di setiap zaman. Oleh karena itu, hendaklah kalian berlomba-lomba dengan umat sebelum kalian dalam menyempurnakan amalan dan bersegera untuk melakukan kebaikan. Itu bisa dilakukan dan tidak mungkin berat.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 86).
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Ahkamul Quran, Ibnul ‘Arobi, terbitan Darul Hadits, cetakan tahun 1432 H.
Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, tahqiq: Abu Ishaq Al Huwaini, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.
Taisiri Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.
—
Disusun menjelang berbuka puasa, 3 Ramadhan 1435 H di Pesantren DS
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber https://rumaysho.com/8082-tafsir-ayat-puasa-1-puasa-umat-sebelum-islam.html