Aib Hamil di Luar Nikah, Bolehkah Digugurkan?

SEBAGIAN orang memilih menggugurkan kandungan sebagai cara menutup malu atau aib akibat kehamilan tak dikehendaki. Bagaimana Islam memandang pengguguran kandungan?

Yang dimaksud dengan menggugurkan kandungan dalam pembahasan ini adalah menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya.

Adapun dasar dari pembahasan ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumpal darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga, berubahlah menjadi segumpal daging.

Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rezeki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia.” (HR Bukhari dan Muslim)

Untuk memudahkan pemahaman, sebaiknya kita bagi pembahasan ini dalam beberapa bagian sebagai berikut:

1. Menggugurkan janin sebelum peniupan roh

Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat:

Pendapat Pertama:

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 ) Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan Hambali.

Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya izin dari kedua orang tuanya (Syareh Fathul Qadir: 2/495. Adapun dalilnya adalah hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan).

Pendapat kedua:

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian. Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli, salah seorang ulama dari madzhab Syafii (Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416).

Pendapat ketiga:

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa sperma sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan. Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir, Imam Ghozali, dan Ibnu Jauzi (Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386).

Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani, ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.

[Dr. Ahmad Zain An-Najah]

 

INILAH MOZAIK