Alasan di Balik Nyaringnya Kumandang Azan

NABI Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan wahyu untuk salat wajib dalam mikrajnya. Beliau terpesona melihat para malaikat di sekelilingnya rukuk dan bersujud sambil memuji Tuhan.

Salat, demikian Nabi menyadari, adalah soal memuji dan bersyukur kepada Tuhan serta menggunakan anugerah tubuhnya untuk mengungkapkan pemujaan ini.

Ada kisah dalam Islam bahwa saat turun ke bumi seusai menghadap Tuhan, Rasulullah bertemu Nabi Musa dan memberitahunya bahwa Tuhan meminta umatnya salat 50 kali sehari.

“Segeralah menghadap Allah kembali,” Musa menasehati, “Mintalah jumlah rakaat salat yang lebih sedikit. Aku tahu manusia, mereka tidak akan bisa memenuhinya.” Beberapa kali Rasulullah kembali ke tempat berdiam misterius itu dan jumlah rakaat salatnya kemudian berkurang hingga lima kali.

Saat Nabi Musa mendesak Rasul untuk meminta pengurangan lagi, Rasulullah menjawab bahwa ia merasa malu untuk meminta lagi.

Salat wajib lima waktu per hari didahului oleh azan dan wudu. Azan dikumandangkan oleh muazin yang menyerukan Kebesaran Tuhan dan menyuruh setiap orang untuk salat demi kebaikan mereka.

Ada yang bertanya-tanya mengapa muazin harus mengumandangkan demikian keras dan berulang kali bahwa Allah Mahabesar. Jelas, Allah yang mendengar gelang kaki di kaki serangga mengetahui ini.

Para syekh Islam menjelaskan bahwa kumandang kencang ini bukanlah untuk Tuhan, melainkan untuk manusia. Tenggelam dalam hiruk-pikuk hidup, kita manusia dengan mudah melupakan apa yang Paling Nyata. Demi kebaikan kita sendiri, kita perlu senantiasa diingatkan.

Ritual wudu perlu karena untuk menghadap yang Maha Cemerlang, kita harus dalam kondisi suci. Pembersihan diri lahiriah kita dilakukan dengan doa di dalam hati meminta pengampunan, rahmat, dan petunjuk. Rasulullah bersabda, “Wudu di atas wudu adalah cahaya di atas cahaya.”

[Buku Wajah Sejuk Agama]

INILAH MOZAIK