Apakah Kita Bersungguh-Sungguh dalam Ibadah?

SEBAGAI Muslim, kita tentu patut meneladani Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, yang senantiasa menjalani kehidupan ini dengan serius dan sungguh-sungguh, tanpa pernah bermain-main; terutama dalam urusan ibadah, dakwah, dan jihad.

Dalam urusan ibadah, kita tahu, Nabi Muhammad adalah orang yang paling banyak melakukannya. Rasulullah tidak pernah meninggalkan shalat malam, bahkan hingga kakinya sering bengkak-bengkak karena lamanya berdiri ketika shalat.

Nabi pun orang yang paling banyak berpuasa, bahkan puasa wishal, karena begitu seringnya Beliau tidak menjumpai makanan di rumahnya. Nabi juga adalah orang yang paling banyak bertobat, tidak kurang dari 100 kali dalam sehari. Padahal beliau adalah orang yang ma’shum (terpelihara dari dosa) dan dijamin masuk surga.

Meski tidak sehebat Rasulullah, para Sahabat adalah orang-orang yang paling istimewa ibadahnya setelah beliau, tidak ada yang melebihi mereka. Mereka, misalnya, adalah orang- orang yang paling banyak mengkhatamkan alquran, paling tidak sebulan sekali, bahkan ada yang kurang dari itu.

Menurut Utsman bin Affan, banyak Sahabat yang mengkhatamkan alquran seminggu sekali. Mereka antara lain Abdullah bin Mas ud, Ubay bin Kaab, dan Zaid bin Tsabit. Ustman sendiri sering mengkhatamkan alquran hanya dalam waktu semalam. Itu sering ia lakukan dalam shalat malam.

Semua itu menunjukkan bahwa Rasulullah dan para sahabat adalah orang-orang yang senantiasa serius dan bersungguh-sungguh dalam urusan ibadah; mereka tidak pernah main-main.

Bagaimana dengan dakwah mereka? Jangan ditanya Rasulullah dan para sahabat adalah orang-orang yang telah menjadikan dakwah sebagai jalan hidup sekaligus jalan kematian mereka. Dengan kata lain, mereka hidup dan mati untuk dakwah.

Sebagian besar usia mereka, termasuk harta dan jiwa mereka, diwakafkan di jalan dakwah demi menegakkan kalimat–kalimat Allah ‘Azza wa Jalla.

Bagaimana dengan jihad mereka? Para Sahabat, sebagaimana sering diungkap, adalah orang- orang yang mencintai kematian (di jalan Allah) sebagaimana orang-orang kafir mencintai kehidupan.

Amr bin Jamuh hanyalah salah seorang sahabat, di antara ribuan sahabat, yang mencintai kematian itu. Dikisahkan, ia adalah orang yang sering dihalang-halangi untuk berjihad oleh saudara-saudaranya karena kakinya pincang. Rasul pun telah membolehkannya untuk tidak ikut berjihad karena udzur-nya itu.

Namun, karena keinginan dan kecintaannya yang luar biasa pada syahadah (mati syahid), ia terus mendesak Rasulullah agar mengizinkannya berperang. Akhirnya, Rasul pun mengizinkannya. Dengan penuh kegembiraan, Amr pun segera berlari menuju medan perang, berjibaku dengan gigih melawan musuh, hingga akhirnya terbunuh sebagai syahid.

Itulah secuil fragmen keseriusan dan kesungguhan salafusshalih dalam menjalani kehidupannya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita serius dan bersungguh-sungguh dalam hidup ini? Ataukah kita masih mengisi hidup ini dengan main-main?

Na udzu billah min dzalik! Wa ma tawfiqi illa bilLah. [Arief B. Iskandar]

INILAH MOZAIK