Arti Pahala dan Sanksi dalam Al-Qur’an

Hukum-hukum yang dipaparkan oleh Islam bukan sekedar nasihat ataupun bimbingan belaka. Namun dibalik setiap hukum itu ada pahala bagi yang mengikutinya dan ada sanksi bagi yang melanggarnya.

Pahala dan sanksi di ukur dari dua sisi, yakni dilihat dari “perbuatan apa” yang dilakukan dan juga dilihat dari “siapa yang melakukan”.

Sebenarnya semua pahala dan sanksi itu akan diberikan kelak di Akhirat, namun demi kelanggengan dan keseimbangan kehidupan di dunia maka ada sanksi-sanksi yang diberikan bagi mereka yang melanggar hukum Allah di dunia. Dan sanksi di dunia itu akan dijalankan oleh orang-orang yang diberi wewenang untuk memberikan sanksi tersebut.

Bila kita bertanya, apa maksud dari adanya pahala dan siksa? Apa yang diinginkan agama dibalik “iming-iming” pahala dan “ancaman” siksa bagi manusia?

Sebenarnya filosofi dari adanya pahala dan siksa itu sangat jelas, yaitu agar manusia sadar bahwa segala sesuatu yang ia perbuat ataupun ia ucapkan kelak akan dipertanggung jawabkan. Dan semua yang ia lakukan memiliki nilai yang akan ia panen kelak.

Nilai dari perbuatan baik adalah pahala dan kenikmatan sementara nilai dari keburukan adalah dosa dan siksa.

فَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَرَهُۥ – وَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ شَرّٗا يَرَهُۥ

“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS.Az-Zalzalah:7)

Kelak semuanya akan tersaring. Orang-orang yang berjuang untuk menjalankan ketaatan dan bersabar untuk melawan desakan syahwatnya, maka ia akan berada dalam golongan orang-orang yang memanen pahala. Dan mereka yang menyembah dan mengikuti semua ajakan syahwatnya akan berada dalam golongan orang-orang yang sengsara.

Bila pahala dan siksa itu tidak ada maka kebaikan dan keburukan itu sama sekali tak ada nilainya. Dan kehidupan ini menjadi sia-sia. Orang yang berbuat kebaikan merasa tak ada nilainya dan orang yang berbuat keji merasa tidak punya beban untuk berbuat sesukanya.

Dalam kisah Dzul Qornain, Al-Qur’an mengutip pernyataannya :

قَالَ أَمَّا مَن ظَلَمَ فَسَوۡفَ نُعَذِّبُهُۥ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِۦ فَيُعَذِّبُهُۥ عَذَابٗا نُّكۡرٗا

Dia (Zulkarnain) berkata, “Barangsiapa berbuat zhalim, kami akan menghukumnya, lalu dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, kemudian Tuhan mengazabnya dengan azab yang sangat keras.” (QS.Al-Kahfi:87)

وَأَمَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَلَهُۥ جَزَآءً ٱلۡحُسۡنَىٰۖ وَسَنَقُولُ لَهُۥ مِنۡ أَمۡرِنَا يُسۡرٗا

“Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah-mudah.” (QS.Al-Kahfi:88)

Karena itu dalam Al-Qur’an Allah sering membicarakan tentang pahala dan sanksi agar membuat manusia menjadi rindu dengan pahala dan sekaligus takut dengan sanksi-Nya.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN