Asal-asalan Memilih Jodoh Adalah Orang Celaka

SEBAGAIMANA lelaki disarankan untuk memilih calon istri yang saleh, wanita juga disarankan untuk memilih calon suami yang saleh. Karena predikat ini menyangkut kebahagiaannya di masa mendatang, selama dia mengarungi bahtera rumah tangga.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam menggambarkan, orang yang asal-asalan dalam memilih jodoh, adalah orang yang celaka.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Umumnya wanita itu dinikahi karena 4 pertimbangan: hartanya, nasabnya, parasnya, dan agamanya. Pilihlah yang memiliki agama, jika tidak kamu celaka.” (HR. Bukhari 5090, Muslim 3708, dan yang lainnya).

Kalimat dalam hadis: Taribat yadaka yang jika diterjemahkan tekstual berarti, Kamu melumuri tanganmu dengan tanah artinya kamu akan terhina, sengsara.

Ada pelajaran menarik yang disampaikan an-Nawawi ketika menjelaskan hadis ini,

Dalam hadis ini, terdapat anjuran untuk memilih teman hidup yang agamanya baik dan semua perilakunya. Karena yang menjadi pendampingnya akan mendapatkan manfaat dari akhlaknya yang baik, keberkahannya, dan perilakunya yang indah. Serta minimal, dia bisa merasa aman dari kerusakan yang ditimbulkan temannya. (Syarh Shahih Muslim, 10/52)

Ketika anda menikah, berapa lama anda akan bersama pasangan anda? Tentu semua berharap, pernikahan ini langgeng sampai akhir hayat. Sehingga suami, maupun istri diharapkan bisa menjadi teman hidup abadi di dunia.

Apa yang bisa anda bayangkan, ketika selama perjalanan yang tanpa batas itu, anda ditemani manusia yang sangat tidak anda sukai karakternya? Memiliki kebiasaan yang sangat mengganggu diri anda.

Membuat polusi rumah anda. Posisi anda menjadi korban perokok pasif. Belum lagi anak anda yang sangat mungkin jadi korban sejak bayi. Bajunya, bau tembakau. Mulutnya, bau nikotin. Nafasnya, bau asap rokok.

Di mana istri akan bisa mendapatkan kenyamanan jika ditemani lelaki semacam ini? Wanita mana yang suka dengan pasangan perokok? Setidaknya, apa yang dinyatakan Imam an-Nawawi di bagian akhir, tidak terpenuhi, “merasa aman dari kerusakan yang ditimbulkan temannya.”

Padahal rokok semua isinya merusak! Tapi istri dipaksa untuk toleran dengan segala dampak buruk rokok suami. Ketika dilarang, dia marah, lebih membela rokok dari pada keluarganya.

Perokok hanya bisa dimengerti dan tidak pernah mau mengerti. Kecuali jika istri suka latihan tahan nafas ketika bersama suaminya.

Kami tidak membahas dari sudut pandang hukum rokok. Karena tidak ada perokok yang bersedia ketika disebut bahwa rokok itu haram. Pecandu yang haram, dia orang fasik. Dan tidak selayaknya, seorang muslimah memiliki suami yang fasik.

Wallahu alam. [Ustaz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK