Persiapan Layanan Bagi Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi Sudah 100 Persen

Banda Aceh (PHU)—Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama RI, Sri Ilham Lubis mengatakan bahwa proses persiapan untuk layanan akomodasi, katering, dan transportasi bagi jemaah haji Indonesia di Arab Saudi sudah selesai 100 persen.

“Persiapan haji tahun ini sudah dimulai sejak tahun lalu, saat penandatangan MoU Menag dengan perhajian Arab Saudi, termasuk penetapan kuota untuk Indonesia. Alhamdulillah untuk progres penyediaan Transportasi, Konsumsi dan akomodasi jemaah haji Indonesia di Arab Saudi sudah siap 100 persen,” ujar Sri Ilham Lubis didampingi Kakanwil Kemenag Aceh, Daud Pakeh, Usai menjadi Narasumber pada kegiatan sosialisasi pelayanan jemaah haji di Arab Saudi yang dilaksanakan di Banda Aceh, Kamis (09/05).

“Layanan disana mencakup akomodasi di Makkah dan Madinah, transportasi bus antar kota perhajian, bus shalawat, bus masyair dan layanan katering,” lanjutnya.

Ia menambahkan, tahun ini ada beberapa perbedaan dan peningkatan pelayanan di Arab Saudi dibanding tahun lalu, diantaranya layanan catering di Arafah, kalau  tahun lalu jemaah yang tiba siang hari di Arafah tidak semuanya diberikan makan, akan tetapi tahun ini seluruh jemaah yang sampai siang hari di Arafah semuanya mendapatkan makan.

Kemudian untuk transportasi, seluruh jemaah di Makkah akan mendapatkan bus shalawat, tahun lalu hanya jamaah yang menempati hotel dalam radius 1,5 Km dari mesjidil haram, namun tahun ini semuanya.

Begitu juga dengan hotel-hotel yang telah disewakan di Madinah dengan menggunakan sistem full musim lebih banyak dibandingkan dengan sistem blocking time, jadi tahun lalu menggunakan sistem full musim hanya 50 persen, tahun ini meningkat 72 persen.

“Sedangkan di bandara jemaah haji akan menikmati fasilitas fast track, mereka tidak perlu lagi mengurus bagasinya di bandara, kalau tahun lalu jamaah haji masih mengurus bagasi dibandara sehingga jamaah masih membutukan waktu yang cukup lama untuk mengurus bagasinya, lalu tahun ini mereka tidak perlu lagi sidik sepuluh jari di bandara, cukup satu kali sidik jari saja dan setelah itu mereka bisa langsung naik bus dan diantarkan ke hotel yang telah ditetapkan,” ujar Sri Ilham Lubis.

Ia juga meminta kepada calon jemaah haji tahun ini untuk memberi tanda pengkodean pada bagasi jamaah termasuk tanda pada passport dan juga pada kursi roda jamaah karena nanti bagasi jemaah dan passport itu akan ditangani oleh pihak Arab Saudi, sehingga kita perlu memberikan tanda yang memudahkan mereka untuk mengelompokannya  dan mengantarkannya sampai kehotel jemaah.

Selain itu, Sri Ilham juga mengatakan untuk Armina, tahun ini tenda jemaah haji di Arafah akan disediakan AC dengan menggunakan Verion yang akan sangat dingin suhunya itu.

Untuk penempatan Jemaah, tahun ini tidak lagi menggunakan Qur’ah akan tetapi menempatkan jemaah berdasarkan embarkasinya, “Penempatan jamaah berdasarkan zonasi untuk memudahkan koordinasi pengawasan dan pengendalian dan komunikasi selama di Makkah. yang kedua ketika jemaah mendapatkan kesulitan, tersesat misalnya, mereka dengan mudah kembali kehotelnya karena sudah jelas bahwa misalnya jemaah dari SOP ini ketika tersesat ini kembalikan saja kewilayah jarwal misalnya disektor sana bisa dikembalikan kepemondokannya,” ucapnya.

“Ketiga kita juga bisa menyesuaikan citarasa masakan jemaah sesuai selera daerah masing-masing. Ini suatu keuntungan dan memudahkan kita komunikasi, memudahkan kita dalam pemilihan menu yang sesuai dengan selera mereka dan memudahkan jamaah juga ketika mereka kembali kehotelnya atau bagi kerabatnya yang ingin menjumpai familinya yang sedang berhaji juga memudahkan,” tambahnya.

“Jemaah Haji Aceh akan tinggal di wilayah Syisyah, intinya dengan sistem zonasi ini lebih memudahkan pengawasan, memudahkan koordinasi dan memudahkan pelayanan. Bisa dikatakan tahun ini adalah tahun peningkatan layanan bagi jamaah haji, karena semua sudah meningkat, transportasi ,hotel seluruhnya sudah hotel standart bintang tiga, konsumsi juga sudah memenuhi cita rasa indonesia dan standar gizi,” sambung Sri Ilham

Sri Ilham Lubis menjelaskan di Armina di arafah tendanya sudah tenda baru, menggunakan AC, penerangan menggunakan LED, karpetnya juga kualitas bagus, inikan sudah peningkatan semuanya, hingga nanti dalam pelaksanaannya bisa terwujud.

Untuk Kuota penambahan 10.000 jemaah, pihaknya juga sudah mendapatkan informasi dari pihak muassasah tentang ketersediaan hotel di Arab Saudi

“Tidak hanya untuk penempatan jemaah di Armina saja, tetapi layanan yang dibutuhkan oleh jamaah tambahan ini juga sudah kita siapkan semua,” tutup Sri Ilham Lubis.

Sementara Kakanwil Kemenag Aceh, Drs H M Daud Pakeh dalam sambutannya menyampaikan terimakasih kepada Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang telah memilih Aceh menjadi salah satu dari tiga Provinsi di Indonesia untuk pelaksanaan kegiatan “Sosialisasi pelayanan jemaah Haji di Arab Saudi.”

Kegiatan tersebut dihadiri Kakankemenag Banda Aceh dan Aceh Besar, Kepala Bidang PHI, Para Kasi di Bidang PHU, Kasi PHU di Kankemenag Banda Aceh dan Aceh Besar, Kepala KUA, Penyuluh Agama dan KBIH di lingkungan Kemenag Banda Aceh dan Aceh Besar.(nas/ha)

 

KEMENAG RI

Tidak Ada Sunnah Berbuka dengan Yang Manis

Sempat menjadi hal masyhur dan terkenal bahwa berbuka puasa itu sunahnya dengan yang manis. Konon katanya menjadi terkenal karena iklan minuman manis tertentu atau iklan sirup tertentu yang begitu terkenal melalui media TV dan lain-lain.

Perlu diketahui bahwa tidak ada sunnah berbuka dengan manis-manis seperti sirup, cendol, es teh manis dan sejenisnya. Yang disunnahkan adalah berbuka puasa sesuai dengan urutannya yaitu dengan ruthab (kurma basah), apabila tidak ada dengan tamr (kurma kering), apabila tidak ada maka dengan meneguk air putih. Perhatikan hadits berikut:

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,

ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮ ﻝُ ﺍﻟﻠِّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪً ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳُﻔْﻄِﺮُ ﻋَﻠَﻰ ﺭُﻃَﺒَﺎﺕٍ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﻳُﺼَﻠِّﻲَ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﺭُﻃَﺒَﺎ ﺕٌ ﻓَﻌَﻠَﻰ ﺗَﻤَﺮَﺍﺕٍ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢ ﺗَﻜُﻦْ ﺣَﺴَﺎ ﺣَﺴَﻮﺍﺕٍ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﺀٍ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada ruthab maka berbuka dengan kurma kering (tamr), jika tidak ada tamr maka minum dengan satu tegukan air” (HR. Ahmad, Abu Dawud, sanadnya shahih)

Memang kurma (baik ruthab maupun tamr) adalah jenis makanan yang manis, akan tetapi urutan setelahnya adalah air putih yang tidak terasa manis. Ini dalil bahwa tidak ada Sunnah berbuka dengan yang manis-manis. Memang ada pendapat ulama yang menyatakan demikian, tetapi pendapat ini lemah dan tidak sesuai dengan hadits, karena patokan utama kita adalah Al-Quran dan hadits.

An-Nawawi dan Ar-Rafi’i berpendapat:

لا شئ أفضل بعد التمر غير الماء، فقول الروياني: الحلو أفضل من الماء ضعيف

“Tidak ada yang lebih utama setelah kurma selain air putih. Adapun pendapat Ar-Rauyani bahwa yang manis lebih utama dari air, maka ini adalah pendapat yang lemah.” [Fathul Mu’in, Bab Shaum, Hal. 92]

Adapun minuman yang dingin dan manis memang merupakan minuman yang disukai oleh Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam, akan tetapi bukan sunnahnya berbuka dengan yang dingin dan manis. Minuman dingin dan manis bisa diminum kapan saja waktunya. Perhatikan hadits berikut:

Aisyah radhiallahu anha berkata,

كَانَ أَحَبُّ الشَّرَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحُلْوَ الْبَارِدَ

“Minuman yang paling disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah yang dingin dan manis.” [HR Ahmad & At Tirmidzi, shahih]

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan beberapa kemungkinan maksud “dingin dan manis” yaitu:

1.Bersumber dari mata air segar dan sumur yang manis

2.Rendaman air campuran madu, kurma dan kismis (beliau menguatkan pendapat ini)

Beliau berkata,

وهذا يحتمل أن يريد به الماء العذب كمياه العيون والآبار الحلوة ، فإنه كان يستعذب له الماء

ويحتمل أن يريد به الماء الممزوج بالعسل أو الذي نقع فيه التمر أو الزبيب وقد يقال – وهو الأظهر

“Kemungkinan maksudnya adalah air yang segar seperti mata air dan sumur yang manis, air ini memang segar. Bisa juga maksudnya adalah rendaman air campuran madu, kurma dan kismis -pendapat ini lebih kuat-.” [Zaadul Ma’ad 4/205]

Berdasarkan penjelasan di atas, dingin dan manis ini adalah minuman yang alami bukan dengan pemanis gula di zaman sekarang yang apabila diminum berlebihan akan membahayakan bagi kesehatan.

 

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/46638-tidak-ada-sunnah-berbuka-dengan-yang-manis.html

Mencintai Wali-wali Allah oleh Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr

Faidah Ringkas Kajian Mencintai Wali-wali Allah

Oleh Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr

Masjid Istiqlal –  Ahad, 25 Jumadal Akhir 1437 H / 3 April 2016

    1. Mencintai wali Allah dan kaum muslimin  adalah salah satu  simpul iman terkuat. Rasulullah bersabda:
      أوثقُ عُرَى الإيمانِ الحبُّ في اللهِ ، وَالبُغْضُ فيهِ
      “Tali simpul iman terkuat adalah menyintai karena Allah dan membenci karena Allah.”
    2. Memusuhi wali Allah berarti menjadi musuh Allah.  Dalam hadits qudsi, Allah berfirman:
      مَن عَادَى لي وليّاً؛ فَقَدْ آذَنته بالحَرب
      Siapa yang memusuhi wali-Ku maka sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya.
    3. Kita harus menjaga lisan dan hati kita bersih dari mencaci, menjelekkan, dan dengki kepada orang yang beriman. Allah berfirman:
      (وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ)
      Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” [Surat Al-Hashr 10]

      Rasulullah ditanya:
      يا رسولَ اللهِ أيُّ النَّاسِ أفضلُ ؟ قال : كلُّ مَخمومِ القلبِ صَدوقُ اللِّسانِ
      “Wahai Rasulullah siapakah Sebaik-baik manusia manusia? Rasulullah menjawab: yang bersih hatinya dan selalu benar atau jujur lisannya.”

    4. Siapakah wali Allah? 
      Wali artinya dekat. Wali Allah adalah orang yang dekat dengan Allah azza wa jalla. Kewalian seseorang bertingkat sesuai dengan amal shalihnya. Allah berfirman:
      (أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ)
      “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” [Surat Yunus 62 – 63]

      Oleh karena itu menurut ulama, wali itu adalah:
      من كان مؤمنا تقيا كان لله وليا
      Orang yang beriman dan bertaqwa maka dialah wali Allah

    5. Kewalian itu bukanlah soal tampilan lahir yang berbeda dengan umumnya manusia. Hakikat kewalian adalah kedekatan, keimanan dan ketakwaan kepada Allah.  Firman Allah dalam hadits qudsi:
      مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ»
      Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang terhadapnya dari-Ku. Tidak ada yang paling Aku cintai dari seorang hamba kecuali beribadah kepada-Ku dengan sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadanya. Adapun jika hamba-Ku selalu melaksanakan perbuatan sunah, niscaya Aku akan mencintanya. Jika Aku telah mencintainya, maka (Aku) menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya, (Aku) menjadi penglihatan yang dia melihat dengannya, menjadi tangan yang dia memukul dengannya, menjadi kaki yang dia berjalan dengannya. Jika dia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni, dan jika dia minta perlindungan kepada-Ku, niscaya akan Aku lindungi.”
    6. Wali Allah memiliki 2 tingkatan:
      1. Tingkat pertengahan. Orang yang menjalankan kewajiban agama dan meninggalkan yang haram.
      أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ .
      “bahwa seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah dengan berkata, “Bagaimana pendapatmu jika saya melaksanakan shalat yang wajib, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, lalu saya tidak menambah lagi sedikit pun, apakah saya akan masuk surga?” Beliau menjawab, Ya.” (HR. Muslim).2. Tingkat Tinggi. Orang-orang yang senantiasa beriltizam mengerjakan amalan-amalan Sunnah setelah yang wajib
    7. Para Ulama adalah para wali Allah. Imam Syafi’i berkata:
      إن لم يكن العلماء العاملون أولياء الله، فليس لله ولي!
      Bila ulama yang mengamalkan ilmunya bukan wali Allah maka tidak ada wali Allah!

      Jelas bahwa para ulama adalah para wali Allah. Rasulullah bersabda:
      وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
      Sungguh, keutamaan seorang alim dibanding seorang ahli ibadah adalah ibarat bulan purnama atas semua bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang sangat besar.”

    8. Tanda kewalian seseorang adalah melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan. Kewajiban terbesar adalah shalat 5 waktu. Maka wali Allah adalah yang menjaga shalat 5 waktu di masjid. Bila ada yang mengaku wali namun tidak pernah shalat di masjid, maka jelas dia bukan wali! Allah berfirman:
      {وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}
      dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)  [الحجر : 99]

      Allah Juga berfirman:
      {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ}
      Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. [آل عمران : 102]

      Sehingga jelas keliru bila ada yang mengaku wali namun tidak shalat, tidak pergi haji ke Ka’bah karena katanya ka’bahnya yang mendatangi walinya. Ini adalah khurafat yang jelas penyimpangannya!

    9. Wali Allah tidak akan menganggap dirinya suci sebesar apapun amal yang dikerjakan. Allah berfirman:
      فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ}
      janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.  [النجم : 32]“Maka tidak mungkin ada Wali Allah yang mengakui sendiri bahwa dirinya adalah wali”
    10. Wali Allah tidak harus bisa melakukan hal-hal luar biasa yang disebut karamah. Sebagian wali Allah dikaruniai karamah atas tujuan tertentu, bukan syarat mutlak disebut wali.  Karena karamah yang paling tinggi adalah keistiqamahan. Ahlussunnah mengimani kebenaran karamah hanya saja tidak menjadikan barometer utama syarat kewalian.
    11. Tiga barometer untuk mengenali wali Allah menurut Ibnul Qayyim Al Jauziyah:
      1. Shalatnya
      2. Kecintaannya pada Sunnah dan ahlussunnah
      3.  Berdakwah di Jalan Allah secara ikhlas bukan untuk mencari pengikut yang mengagungkan dirinya
    12. Tidaklah disebut wali Allah sampai (1) Berusaha ikhlas dalam ibadah; (2) Mengikuti contoh dari Rasulullah. Allah berfirman:
      {قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
      Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” [يوسف : 108]
    13. Bersemangatlah untuk mengejar derajat yang tinggi di sisi Allah. Rasulullah bersabda:
      احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجَزْ
      “Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah”

      Allah berfirman:
      {وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ}
      Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.[العنكبوت : 69]

    14. Mencintai wali Allah merupakan tanda kebaikan. Maka cintailah orang-orang yang shalih, berakhlak mulia dan wali Allah. Karena Rasulullah bersabda:
      الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ يَوْمَ القِيَامَةِ
      Seseorang itu bersama yang dicintainya di hari kiamat
    15. Teruslah belajar ilmu syar’i karena ia adalah lentera yang menerangi jalan ke surga. Rasulullah bersabda:
      وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ،
      Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga.
    16. Bergaullah dengan teman yang baik. Karena Rasulullah bersabda:
      المَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
      Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman
    17. Hisablah diri kita sebelum hari perhitungan datang. Orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa mempersiapkan dirinya menghadapi kehidupan setelah kematian.
      سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

      Selesai dengan memuji Allah yang maha sempurna

      Akhukum fillah,
      Encang iRul Al Batawiy

Sumber: https://catatankajian.com/188-mencintai-wali-wali-allah-oleh-syaikh-abdurrazzaq-bin-abdul-muhsin-al-badr.html

Tips Sehat Ramadhan untuk Anak Kos

Saat Ramadhan pola makan anak kos yang jauh dari keluarga jadi tantangan tersendiri.

Saat bulan Ramadhan, aktivitas sehari-hari terutama bagi mahasiswa yang tinggal jauh dengan keluarga menjadi tantangan tersendiri. Mereka harus mampu mengelola pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi selama berpuasa agar belajar tak terganggu.

Menurut mahasiswi Universitas Oxford, Hiba, makanlah apa yang Anda nikmati asal sehat. Intinya, pada bulan Ramadhan penting untuk makan dengan baik, tidur nyenyak, serta minum banyak air saat berbuka dan sahur.

Pada saat sahur ia menyarankan makanan yang lebih ringan, seperti susu, sereal, dan roti panggang. Sementara makanan berbuka bisa makan kurma, kacang-kacangan, salad buah, berbagai makanan yang digoreng seperti samosa dan pakora. Ditambah minuman favoritnya, Rooh Afza, yang seperti bunga mawar.

“Minumlah air secara teratur antara berbuka dan sahur daripada menenggak seluruh botol tepat sebelum imsak. Ini memastikan Anda lebih baik terhidrasi sepanjang hari,” kata Hiba dilansir BBC, Jumat (10/5).

Sementara mahasiswi dari University of Birmingham, Sahar, menuturkan saat Ramadhan penting untuk makan makanan sehat dan tidak terlalu banyak. Makan dalam porsi normal saat berbuka,  makanan ringan saat sahur, serta minum yang cukup dapat mengatasi ujian apapun.

Mahasiswi University College London, Kam, memiliki kiat utama dalam berpuasa. Kuncinya adalah persiapan makan. Ia mengatakan The British Nutrition Foundation (BNF) merekomendasikan makan sahur yang penuh dengan cairan, karbohidrat kompleks, protein dan serat, serta minum banyak air agar tetap terhidrasi.

“Rencanakan berbuka di awal untuk membuat hari-harimu lebih efisien. Mengambil keputusan harian akan membebaskanmu untuk berkonsentrasi pada pekerjaanmu,” kata dia.

RAMADHAN REPUBLIKA

 

Membayar Zakat Dari Tahun-Tahun Yang Sudah Berlalu

Pertanyaan. 
Ada rang kaya, namun dia tidak menunaikan kewajiban membayar zakat selama beberapa tahun yang lalu. Lalu, dia bertaubat, bagaimana dia harus mengeluarkan zakat beberapa tahun yang telah lalu? Dan apakah ada kafarah baginya?

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab:
Dia keluarkan zakat (yang belum sempat dia tunaikan pada tahun-tahun sebelumnya)  dengan cara menghitung nominal hartanya yang ada pada waktu terkena wajib zakat, dan lalu dia menghitung kadar zakatnya setelah itu dia harus mengeluarkan zakatnya itu. Karena sejatinya, zakat (yang belum ditunaikan itu) adalah hutang yang menjadi tanggungan si pemilik harta, sehingga dia akan tidak bisa lepas dari tanggungannya itu kecuali dengan menunaikan zakat tersebut.

Jika dia mengatakan, “Itu susah sekali!” dan juga ada kemungkinan dia tidak menghitung hartanya kala itu. Untuk orang seperti ini, kita katakan, “Berusahalah dan lakukanlah hal yang paling selamat!” Seandainya, saudara lebihkan dari yang seharusnya, maka itu lebih baik, misalnya, seharusnya 1000 riyal (sekitar Rp. 3.700.000,-) lalu saudara tambah lebih nominal itu atau saudara bayarkan dua kali lipat, itu lebih baik dari pada saudara menunaikan zakatnya dengan nominal yang kurang dari seharusnya. Jadi, kelebihan itu merupakan kebaikan untukmu, maksudnya, jika kelebihan masuk dalam nominal zakat yang memang wajib saudara tunaikan berarti saudara telah terbebas dari tanggungan kewajiban zakat itu, namun bila kelebihan itu bukan zakat wajib, berarti itu adalah ibadah sunnah bagi saudara. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Setiap orang akan berada dibawah naungan sedekahnya pada hari kiamat[1]

(Itu, jika nominal yang dikeluarkan berlebih), akan tetapi apabila yang saudara keluarkan itu masih kuranh dari seharusnya, maka saudara akan mendapatkan dosa dan akan masuk dalam ancaman Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allâh berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allâh-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Ali Imran/3:180]

Dan bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ

Barangsiapa diberi harta oleh Allâh, namun dia tidak menunaikan zakatnya, maka  pada hari kiamat hartanya dijadikan dalam wujud syujâ’an (ular besar) aqra’  (botak, tidak ada sisik di kepalanya karena terlalu banyak racun atau bisanya) – dan hanya kepada Allâh kita berlindung-

لَهُ زَبِيبَتَانِ

 Ular itu ada dua busa dipinggir dua mulutnya

(keduanya penuh racun. -dan hanya kepada Allah kita berlindung-)

 يَأْخُذُ بِشِدْقَيْهِ فيَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ, أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ.

Ular itu mencengkeram dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular itu berkata,’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. ’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. [HR. Al-Bukhâri]

Oleh karena itu, hendaklah orang-orang bakhil yang enggan mengeluarkan zakat itu mewaspadai ancaman ini dan ancaman yang semisal dengannya. Hendaklah mereka takut kepada Allâh Azza wa Jalla yang telah memberikan harta kepada mereka untuk mereka infakkan, karena Allâh Azza wa Jalla dan untuk menambah kebaikan mereka.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XXI/1439H/2018M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. Imam Ahmad, 4/147, no. 17371; Ibnu Hibban, 8/104,  no. 3310; Ath-Thabrani, 17/289, no. 771 dan al-Hakim, 1/576, no. 1517,  dan beliau rahimahullah mengatakan, “Shahih sesuai dengan syarat Imam Muslim”. Hadits ini juga dinilai shahih  oleh Syaikh al-Albani rahimahullah

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/11492-membayar-zakat-dari-tahun-tahun-yang-sudah-berlalu.html

Mencegah Haid Agar Bisa Berpuasa

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa pendapat Anda tentang wanita yang mengkonsumsi pil pencegah haidh hanya untuk bisa berpuasa bersama orang-orang lainnya di bulan Ramadhan?

Jawaban
Saya peringatkan untuk tidak melakukan hal-hal semacam ini, karena pil-pil pencegah haid ini mengandung bahaya yang besar, ini saya ketahui dari para dokter yang ahli dalam bidang ini. Haidh adalah suatu ketetapan Allah yang diberikan kepada kaum wanita, maka hendaklah Anda puas dengan apa yang telah Allah tetapkan, dan berpuasalah Anda jika Anda tidak berhalangan. Jika Anda berhalangan untuk berpuasa maka janganlah berpuasa, hal itu sebagai ungkapan keridhaan pada apa yang telah Allah tetapkan.

(52 Su’alan an Ahkaiml haidh, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 19)

SAYA PERNAH BERTANYA KEPADA SEORANG DOKTER, IA MENGATAKAN, BAHWA PIL PENCEGAH HAIDH ITU TIDAK BERBAHAYA

Pertanyaan
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Saya seorang wanita yang mendapatkan haidh di bulan yang mulia ini, tepatnya sejak tanggal dua lima Ramadhan hingga akhir bulan Ramadhan, jika saya mendapatkan haidh maka saya akan kehilangan pahala yang amat besar, apakah saya harus menelan pil pencegah haidh karena saya telah bertanya kepada dokter lalu ia menyatakan bahwa pil pencegah haidh itu tidak membahayakan diri saya ..?

Jawaban
Saya katakan kepada wanita-wanita ini dan wanita-wanita lainnya yang mendapatkan haidh di bulan Ramadhan, bahwa haidh yang mereka alami itu, walaupun pengaruh dari haidh itu mengharuskannya meninggalkan shalat, membaca Al-Qur’an dan ibadah-ibadah lainnya, adalah merupakan ketetapan Allah, maka hendaknya kaum wanita bersabar dalam menerima hal itu semua, maka dari itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah yang kala itu sedang haidh :

إن هذا أمر كتبه الله على بنات آدم

Sesungguhnya haidh itu adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan kepada kaum wanita”.

Maka kepada wanita ini kami katakan, bahwa haidh yang dialami oleh dirinya adalah suatu yang telah Allah tetapkan bagi kaum wanita, maka hendaklah wanita itu bersabar dan janganlah menjerumuskan dirinya ke dalan bahaya, sebab kami telah mendapat keterangan dari beberapa orang dokter yang menyatakan bahwa pil-pil pencegah kehamilan berpengaruh buruk pada kesehatan dan rahim penggunanya, bahkan kemungkinan pil-pil tersebut akan memperburuk kondisi janin wanita hamil.

(Durus wa Fatawa Al-Harram Al-Makki, Ibnu Utsaimin, 3/273-274)

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin. Penerbit Darul Haq Jakarta]

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/11571-mencegah-haid-agar-bisa-berpuasa.html

Kemuliaan Al Qur`an Al Karim (5)

Selanjutnya, di bagian akhir dari muqaddimah kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an, Syaikh Badrud Din Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasy Asy-Syafi’i rahimahullah menerangkan alasan penulisan kitabnya tersebut. Beliau rahimahullah mengatakan,

وَلَمَّا كَانَتْ عُلُومُ الْقُرْآنِ لَا تَنْحَصِرُ وَمَعَانِيهِ لَا تُسْتَقْصَى وَجَبَتِ الْعِنَايَةُ بِالْقَدْرِ الْمُمْكِنِ وَمِمَّا فَاتَ الْمُتَقَدِّمِينَ وَضْعُ كِتَابٍ يَشْتَمِلُ على أنواع علومه وكما وَضَعَ النَّاسُ ذَلِكَ بِالنِّسْبَةِ إِلَى عِلْمِ الْحَدِيثِ فَاسْتَخَرْتُ اللَّهَ تَعَالَى- وَلَهُ الْحَمْدُ- فِي وَضْعِ كِتَابٍ فِي ذَلِكَ… وَسَمَّيْتُهُ البرهان في علوم القرآن

“Ketika (telah diketahui bahwa) ilmu-ilmu Al-Qur`an itu tak terbatas dan makna-maknanyapun tak terliputi (oleh ilmu manusia), maka haruslah diberikan perhatian sekadar yang memungkinkan (untuk dilakukan). Dan salah satu yang terluput dilakukan ulama terdahulu adalah menuliskan kitab (secara khusus dalam bidang) yang mencakup berbagai macam ilmu-ilmu Al-Qur`an (Ulumul Qur`an). Dan sebagaimana ulama menuliskan kitab-kitab secara khusus dalam bidang ilmu Hadits, maka saya memohon petunjuk kepada Allah Ta’ala -Alhamdulillah-, untuk menuliskan sebuah kitab dalam disiplin ilmu Ulumul Qur`an….dan aku beri nama kitab ini dengan:  Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an.

(Selesai ringkasan muqoddimah Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an).

Nasehat Penutup

Di akhir serial artikel yang sederhana ini, penulis ingin menasehati diri sendiri khususnya, dan kaum muslimin semuanya -semoga Allah menambahkan hidayah-Nya kepada kita semua- bahwa menyibukkan diri dengan Al-Qur`an Al-Karim, baik dengan membacanya, memahaminya, mengamalkannya dan mendakwahkannya, adalah aktifitas yang sangat besar pengaruhnya bagi perbaikan keimanan diri kita. Karena orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya, dijamin keluar dari kegelapan kemaksiatan kepada cahaya ketaatan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ  

(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (Q.S. Ibrahim: 1).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan,

“Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menurunkan kitab-Nya kepada Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan manfaat kepada makhluk, mengeluarkan manusia dari kegelapan, kebodohan, kekufuran, akhlak yang buruk dan berbagai macam kemaksiatan kepada cahaya ilmu, iman dan akhlak yang baik. Firman Allah, {بِإِذْنِ رَبِّهِمْ}

“dengan izin Tuhan mereka” maksudnya adalah tidaklah mereka mendapatkan tujuan yang dicintai oleh Allah melainkan dengan kehendak dan pertolongan dari Allah, maka di sini terdapat dorongan bagi hamba untuk memohon pertolongan kepada Tuhan mereka. Kemudian Allah menjelaskan tentang cahaya yang ditunjukkan kepada mereka dalam Al-Qur`an, dengan berfirman,

{إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ} “(yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” maksudnya adalah yang mengantarkan kepada-Nya dan kepada tempat yang dimuliakan-Nya, yang mencakup atas ilmu yang benar dan pengamalannya. Dalam penyebutan {العزيز الحميد} setelah penyebutan jalan yang mengantarkan kepada-Nya, terdapat isyarat kepada orang yang menitinya bahwa ia adalah orang yang mulia dengan pengaruh kemuliaan Allah, lagi kuat walaupun tidak ada penolong kecuali Allah. Dan terpuji dalam urusan-urusannya lagi memperoleh akibat yang baik” (Tafsir As-Sa’di, hal. 478).

Dari penjelasan di atas, sangatlah jelas bahwa barangsiapa yang ingin keluar dari dosa-dosa, ingin keluar dari kekurangan dan kelemahannya, maka perbanyaklah mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya, bukannya justru menyedikitkan hal itu, sembari sibuk dengan urusan-urusan dunia dan memperbanyaknya sehingga sampai mengutamakannya melebihi Al-Qur`an.

Dari sini nampak sekali kerugian yang sangat besar ada pada diri orang yang terlena dengan dunia, sedangkan ia jarang menyentuh dan membaca Al-Qur`an, sedikit mengetahui tafsirnya, dan sedikit pula mengamalkannya. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa penulis, memperbaiki keimanan penulis, dan menerima amal penulis. Semoga Allah menganugerahkan kepada penulis kemudahan untuk banyak membaca Al-Qur`an dan Al-Hadits, mempelajari keduanya, serta mengamalkan keduanya. Sebagaimana penulis juga berdoa agar Allah anugerahkan hal itu semua kepada para pembaca. Amiin. Wallahu a’lam.

(Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

Penulis: 

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30648-kemuliaan-al-quran-al-karim-5.html

Daerah Diminta Bersiap Pelunasan Kuota Tambahan

Jakarta (PHU)—Kuota haji tambahan sebanyak 10.000 orang telah ditetapkan pembagiannya melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 176 Tahun 2019. Disebutkan dalam KMA tersebut pembagian kuotanya digunakan untuk nomor porsi berikutnya sebanyak 5.000 orang dan untuk lansia serta pendamping 5.000 orang.

Direktorat Jenderal Penyeleggaraan Haji dan Umrah telah mengirimkan surat edaran kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi agar melakukan persiapan pelunasan kuota haji tambahan. Di dalam surat edaran nomor B-8011/DJ/Dt.II.II/KS.02/05/2019 pembagian kuota haji tambahan sebagaimana KMA 176/2019 serta berbagai hal teknis pengisian kuota serta hal lainnya.

Pengisian kuota haji tambahan jemaah haji reguler berdasarkan nomor urut porsi berikutnya diatur dengan ketentuan:
1. bagi jemaah haji cadangan yang telah melunasi BPIH.
2. nomor urut porsi berikutnya yang belum berhaji dan berusia 18 tahun atau sudah menikah.
3. serta jemaah haji cadangan nomor porsi berikutnya tahun 1441H/2020M sebanyak 10% dari kuota tambahan provinsi yang belum haji dan berusia 18 tahun atau sudah menikah.

Sedangkan pengisian kuota untuk jemaah haji lanjut usia dan pendamping diatur dengan ketentuan:
1. jemaah haji lansia dan pendamping yang telah mengajukan dan telah diinput ke dalam data SISKOHAT dan tidak masuk dalam pengisian kuota tahap kedua.
2. Pengajuan paling lambat 10 Mei 2019.
3. Prioritas bagi jemaah lansia berdasarkan urutan usia tertua pada masing-masing embarkasi.

Surat edaran yang ditandatangani Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri, Muhajirin Yanis, pada 8 Mei 2019 (kemarin) juga menjelaskan bahwa jemaah haji wajib melakukan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan dilakukan di Puskesmas/Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Sementara apabila terdapat sisa kuota pada pelunasan kuota haji tambahan akan dialokasikan bagi jemaah haji cadangan yang telah melunasi BPIH sesuai nomor urut porsi berikutnya. Terkait dengan pembayaran dan pelunasan BPIH kuota haji tambahan akan diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal. (ab/ab).

KEMENAG RI

Kemuliaan Al Qur`an Al-Karim (4)

Profil Pakar Tafsir Al Qur`an, Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu

Kesaksian ilmiah sesama pakar Tafsir Al-Qur`an Al-Karim tentu lebih didahulukan daripada ulama dalam bidang lainnya, karena sesama Ahli Tafsir tentunya lebih tahu kehebatan sesama mereka. Adalah ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, sosok pakar Tafsir yang lebih dahulu dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu pun mengakui kehebatan ilmu Al-Qur`an Al-Karim ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu. ‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkomentar tentang keilmuan sosok ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu,

كَأَنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى الْغَيْبِ مِنْ وراء سِتْرٍ رَقِيقٍ

Seolah-olah ia melihat sesuatu yang gaib dari belakang tabir yang tipis.”

Ahli Tafsir lainnya, ‘Abdullah Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu pun mempersaksikan kepakaran ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berucap,

نِعْمَ تَرْجُمَانُ الْقُرْآنِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ

Sebaik-baik penafsir Al-Qur`an adalah Abdullah bin Abbas.”

Padahal ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika itu masih berusia muda. Beliau masih sempat hidup selama 36 tahun setelah wafatnya Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

Apabila pujian Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu terhadap sosok pemuda yang bernama ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu setinggi itu maka bagaimana lagi dengan ketinggian ilmu ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu pada saat tiga puluh tahun lebih, sesudah wafatnya Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu?

Ibnu Athiyyah rahimahullah menyebutkan sederetan nama-nama para pakar Tafsir Al-Qur`an Al-Karim,

فَأَمَّا صَدْرُ الْمُفَسِّرِينَ وَالْمُؤَيَّدُ فِيهِمْ فَعَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَيَتْلُوهُ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَهُوَ تَجَرَّدَ لِلْأَمْرِ وَكَمَّلَهُ وَتَتَبَّعَهُ الْعُلَمَاءُ عَلَيْهِ كَمُجَاهِدٍ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ وَغَيْرِهِمَا

“Adapun para ulama tafsir pendahulu dan mereka diteguhkan (oleh Allah Ta’ala), yaitu Ali bin Abi Thalib, selanjutnya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma -beliau mengkhususkan diri dalam menekuni ilmu tafsir dan menyempurnakannya- dan diikuti hal tersebut oleh para ulama sesudah beliau, seperti Mujahid, Sa‘id bin Jubair, dan selain keduanya.

Sebenarnya masih ada ulama-ulama besar dari Salafush Shalih, seperti Sa‘id bin Al-Musayyab, Asy-Sya‘bi, dan selain keduanya yang mereka ini sangat mengagungkan ilmu tafsir Al-Qur`an Al-Karim, namun mereka tidak berani tampil, padahal mereka mampu, hal itu karena kehati-hatian dan wara’ mereka.

Kandungan Tafsir Al Qur`an  Sangat Luas Tanpa Batas

Kemudian datang sesudah mereka tingkatan generasi para ulama Ahli Tafsir setingkat demi setingkat, semuanya menginfakkan rezeki ilmu Tafsir yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada mereka, namun ketahuilah wahai para pembaca, tafsir yang mereka sampaikan tetap saja belum bisa meliputi semua penjelasan kandungan Al-Qur`an Al-Karim dari berbagai sisi dengan sempurna, masih banyak sekali mutiara-mutiara kandungan Al-Qur`an Al-Karim yang tidak bisa diliputi oleh ilmu seluruh makhluk, karena Al-Qur`an Al-Karim adalah sifat Allah Ta’ala, sedangkan sifat Allah tidak ada penghujung akhirnya!

Oleh karena inilah, Sahl bin Abdullah berkata,

لَوْ أُعْطِيَ الْعَبْدُ بِكُلِّ حَرْفٍ مِنَ الْقُرْآنِ أَلْفَ فَهْمٍ لَمْ يَبْلُغْ نِهَايَةَ مَا أَوْدَعَهُ اللَّهُ فِي آيَةٍ مِنْ كِتَابِهِ لِأَنَّهُ كَلَامُ اللَّهِ وَكَلَامُهُ صِفَتُهُ وَكَمَا أَنَّهُ لَيْسَ لِلَّهِ نِهَايَةٌ فَكَذَلِكَ لَا نِهَايَةَ لِفَهْمِ كَلَامِهِ وإنما يفهم كل بمقدار مَا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَكَلَامُ اللَّهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ وَلَا تَبْلُغُ إِلَى نِهَايَةِ فَهْمِهِ فُهُومٌ مُحْدَثَةٌ مَخْلُوقَةٌ

“Seandainya seorang hamba dianugerahi seribu pemahaman pada setiap huruf Al-Qur`an, maka tidak akan bisa membatasi kandungan yang Allah simpan dalam suatu ayat di Kitab-Nya, karena Al-Qur`an itu adalah Kalamullah, sedangkan Kalamullah adalah sifat-Nya, sebagaimana Allah itu tidak berakhir, maka demikian pula (sifat-Nya, sehingga) tidak ada batas akhir untuk pemahaman terhadap Al-Qur`an. Yang ada hanyalah masing-masing (ulama) memahami (Al-Qur`an) sekadar ilmu yang Allah bukakan untuknya. Kalamullah itu bukan makhluk, maka pemahaman (manusia) -yang merupakan makhluk yang dulunya tidak ada- tentunya tidak akan sampai meliputi (seluruh) kandungan Al-Qur`an (dengan sempurna).”

Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30559-kemuliaan-al-quran-al-karim-4.html

Kemuliaan Al Qur`an Al Karim (3)

Apakah Maksud Ah-Shirath Al-Mustaqim dalam Surat Al-Faatihah?

‘Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu menafsirkan firman Allah Ta’ala,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Q.S. Al-Faatihah) dengan berkata, “Maksud jalan yang lurus dalam ayat di atas adalah Al-Qur`an. Beliaupun menjelaskan lebih lanjut makna tunjukilah kami jalan yang lurus.

أَرْشِدْنَا إِلَى عِلْمِهِ

Tunjukilah kami ilmu tentang Al-Qur`an.

Seorang tabi‘in yang kata-katanya banyak dicatat dengan tinta emas dalam sejarah, Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,

عِلْمُ الْقُرْآنِ ذِكْرٌ لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا الذَّكُورُ مِنَ الرِّجَالِ

Ilmu Al-Qur`an adalah sebuah peringatan/nasihat, tidak ada yang mampu mengetahui (mengambil pelajaran)nya kecuali orang-orang yang hebat.”

Al-Qur`an Al-Karim adalah Rujukan untuk Setiap Masalah

Allah Ta‘ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Q.S. An-Nisaa`: 59).

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka keputusannya dikembalikan kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali” (QS. Asy-Syuuraa: 10).

Maksud dikembalikan kepada Allah pada ayat di atas, adalah

dikembalikan kepada Kitabullah

Al-Qur`an Al-Karim adalah Sumber Seluruh Ilmu yang Ada Di Dunia Ini

Az-Zarkasy rahimahullah dalam menyampaikan pendahuluan kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an ini juga membawakan kalimat yang mendalam,

وَكُلُّ عِلْمٍ مِنَ الْعُلُومِ مُنْتَزَعٌ مِنَ الْقُرْآنِ وَإِلَّا فَلَيْسَ لَهُ بُرْهَانٌ

Setiap ilmu dari berbagai macam ilmu (yang ada di dunia ini sesungguhnya) diambil dari Al-Qur`an, jika ilmu itu tidak diambil dari Al-Qur`an, maka ilmu tersebut tidaklah memiliki burhan.

Pakar tafsir di kalangan sahabat, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menyatakan,

مَنْ أَرَادَ الْعِلْمَ فَلْيُثَوِّرِ الْقُرْآنَ فَإِنَّ فِيهِ عِلْمَ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي الْمَدْخَلِ وَقَالَ: أَرَادَ بِهِ أُصُولَ الْعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan ilmu (yang bermanfaat), maka hendaklah ia mendalami Al-Qur`an, karena di dalamnya terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang sekarang dan akan datang” (Diriwayatkan Al-Baihaqi di Al-Madkhal, dan beliau mengatakan yang dimaksud Ibnu Mas’ud adalah pokok-pokok ilmu [yang bermanfaat]).

Siapakah Satu-Satunya Sahabat yang Bergelar Lautan Ilmu Umat Ini?

Para ulama di kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhum dahulu dikenal dengan keahliannya di dalam disiplin ilmu masing-masing. Di antara mereka ada yang dikenal ahli dalam bidang kehakiman dan peradilan, seperti ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. Ada pula seperti Zaid radhiyallahu ‘anhu yang dikenal dengan keahliannya dalam bidang ilmu Waris. Mu‘adz radhiyallahu ‘anhu terhitung sebagai ulama yang ahli dalam masalah halal-haram. Ada pula yang dikenal sebagai Ahli Qira`ah, seperti Ubay radhiyallahu ‘anhu.

Kendati demikian, tidak ada satu pun yang digelari dengan Bahrul Ummah (Lautan ilmu Umat ini) kecuali Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu. Tahukah sebabnya? Karena keahlian ‘Abdullah bin Abbas yang mendalam dalam disiplin ilmu Tafsir Al-Qur`an Al-Karim.

(Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30202-kemuliaan-al-quran-al-karim-3.html