Teguh Menjaga Amal

Amal saleh, baik yang bersifat mahdah (ritual) maupun ghair mahdah(sosial), perlu dijaga dengan terus-menerus melakukannya atau konsisten tanpa pernah bosan apalagi sampai berhenti.

Nabi SAW bersabda, Jangan membiasakan ibadah, lalu meninggalkannya. (HR ad Dailami). Allah sangat menyukai orang yang melakukan hal seperti itu, meskipun sedikit. Nabi ber sabda, Amal (kebaikan) yang disukai Allah ialah yang langgeng meskipun sedikit.(HR al-Bukhari).

Dikisahkan, pada suatu ketika, Alqamah pernah bertanya pada Ummul Mukminin Aisyah mengenai amal ke seharian Rasulullah, Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal? Aisyah menjawab, Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Jika beliau beramal, be liau selalu terus-menerus me la kukannya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Ibnu Rajab dalam kitabnya, Fath al- Bari, menjelaskan, Nabi selalu melakukan amal secara konsisten dan melarang memutuskan atau meninggalkan amal begitu saja. Dalam hadis di se but kan, Nabi pernah melarang melakukan hal ini kepada Abdullah bin Umar (Ibnu Umar).Nabi mencelanya karena meninggalkan amal (absen) shalat malam. Nabi berkata kepadanya, Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dahulu dia biasa mengerjakan shalat malam, tetapi sekarang dia tidak me nger jakannya lagi.(HR al-Bukhari dan Muslim).

Sementara itu, Imam Hasan al- Bash ri, seperti dikutip Ibnu Rajab dalam kitabnya yang lain, al-Mahajjah fi Sair ad-Duljah, berpesan kepada kita, Wahai kaum Muslimin, konsistenlah dalam ber amal, konsistenlah dalam beramal.Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir amal dari seseorang selain ke matiannya. Jika setan melihatmu konsisten dalam melakukan amal ketaatan, dia pun akan menjauhimu.

Namun, jika setan melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah melakukannya sesekali saja, setan pun akan makin bersemangat untuk menggodamu.

Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, begitulah amal yang dilakukan, meskipun sedikit tetapi terus-menerus dijaga. Pahalanya kian bertambah banyak. Pesan untuk menjaga amal saleh ini setidaknya berintikan pada dua hal. Pertama, agar kita terbiasa beribadah atau beramal dalam kehidupan kita karena hal itu menjadi jalan kita mendapatkan pahala dan keridhaan Allah. Kedua, agar kita menjadi orang yang rajin, tidak malas- malasan, apalagi beramal saleh dalam wujud ibadah mahdahyang merupakan takarub kepada Allah.

Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, mengatakan, Ingatlah bahwa amal sedikit yang konsisten dilakukan akan melanggengkan amal ketaatan, zikir, takarub kepada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amal tersebut diterima oleh Allah. Amal sedikit yang rutin dilakukan juga akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amal yang sedikit tetapi sesekali saja dilakukan.

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya, Fath al-Bari, menjelaskan, dengan melakukan amal secara rutin meskipun sedikit maka akan ber ke sinam bunganlah ketaatan dalam bentuk zikir, merasa diawasi oleh Allah, men jaga keikhlasan, dan hati senantiasa terhu bung kepada Allah. Berbeda halnya dengan amal yang sekaligus banyak dan berat. Hingga sesuatu yang sedikit tetapi rutin lebih cepat penambahannya daripada banyak tetapi terputus.

Melakukan satu amal saleh terkadang lebih mudah dibanding menjaganya di lain waktu. Rasa malas, bosan, dan enggan kerap kali menghalangi untuk itu. Di sinilah salah satu ujian besar dan berat seorang beriman yang sesungguhnya. Apakah ia berhasil melewati halangan itu, lalu dengan penuh semangat dan tulus menjaga amal untuk terus dilakukan, atau tidak. Nabi pernah mengingatkan bahwa Allah tidak akan pernah bosan memberikan pahala sampai seseorang bosan beramal (HR al-Bukhari).

REPUBLIKA

Serba-serbi Haji (18): Tantangan Cium Hajar Aswad

SIAPA yang tak ingin cium hajar aswad, beberapa keping batu surga yang disatukan dan terletak di salah satu pojok ka’bah itu? Pojok hajar aswad menjadi pojok yang paling ramai. Kata “berlomba” lebih tepat digunakan dari pada kata “antri” untuk menggambarkan kedahsyatan rebutan mencium batu hitam itu.

Orang-orang bertubuh besar sangatlah menyulitkan orang-orang bertubuh kecil tipikal kebanyakan jamaah Indonesia. Namun ada juga jamaah Indonesia yang berhasil mencium hajar aswad itu.

Seorang jamaah yang bertubuh mungil asal Madura, Mat Tellor namanya, berhasil menyelinap di antara ketiak orang-orang bertubuh besar itu. Tekniknya mudah, cukup membuat geli ketiak orang besar-besar itu maka jalan kepala menjadi terbuka. Kami yang mendengar kisah perjuangan Mat Tellor tertawa.

Lalu, banyak teman yang menantang Mat Kelor untuk bisa cium hajar aswad. Hadiahnya menarik, umroh gratis. Mereka yang memberikan tantangan ini tak yakin bahwa Mat Kelor yang kalem dan tubuhnya tak kecil akan selincah Mat Telor. Namun, Mat Kelor menerima tantangan itu. Hitung-hitung, hadiah UMROH.

Setelah makan siang, Mat Kelor berangkat menuju Masjid dengan membawa tongkat. “Dia agak sakit kaki mungkin,” duga teman-temannya. Teman-temannya mendampingi sebagai saksi. Rupanya Mat Kelor salah duga. Setelah makan siang, walau panas menyengat ternyata jamaah penuh di halaman masjid. Mat Kelor tak langsung ke Masjid, dia menuju toko kacamata sebelah mall. Dia membeli kaca mata hitam. “Untuk menahan panas,” duga teman-temannya. Mat Kelor cuma diam saja.

Masuklah Mat Kelor ke dalam masjid lalu mulai ikut thawaf. Temannya terus mengikuti dan mengamati apa yang akan dilakukan Mat Kelor untuk cium hajar aswad. Kira-kira jarak 2 meter dari hajar aswad, Mat Kelor berlagak seperti orang buta, tongkatnya dipindah-pindah seperti mencari jalan, matanya dengan kaca mata hitamnya tolah toleh ke atas ke bawah ke kanan dan ke kiri persis orang buta sambil teriak: “Allaaaah, thariq thariq thariq.” Banyak orang yang kasihan kepadanya dan bahkan polisi (Askar) penjaga kabah membantunya membuka jalan dan menuntunnya sampai mencium hajar aswad.

Tersenyumlah Mat Kelor, lalu pergilah dia dengan melepas kacamata hitamnya. Orang-orang pada melongo. Ada yang tertawa dan ada pula yang jengkel. Lalu pulanglah Mat Kelor untuk bertemu Sang Penantang. Mat Kelor ditantang. Ada yang mau coba trick ini? Dosa apa tidak?

 

KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Khalifah Umar Menetapkan Tahun Hijriah

SAMPAI saat wafat Rasulullah saw belum ada penetapan kalender Islam yang dipakai sebagai patokan penanggalan. Pada waktu itu, catatan yang dipergunakan kaum muslim belum seragam.

Ada yang memakai tahun gajah, peristiwa bersejarah, yaitu tahun penyerangan Abrahah terhadap kabah dan kebetulan pada saat itu bertepatan dengan tanggal kelahiran Rasulullah saw. Ada pula yang menggunakan tahun diutusnya Rasulullah saw sebagai nabi, atau awal penerimaan wahyu. yang penting mereka belum mempunyai penanggalan yang tetap dan seragam. Pada zaman khalifah Abubakar ra sudah mulai para sahabat melontarkan gagasan tentang perlunya adanya penanggalan, tapi belum pula diterapkan.

Penetapan penanggalan yang dipakai oleh umat Islam dimulai pada zaman khalifah Umar ra. Menurut keterangannya, ide ini diterapkan setelah beliau menerima sepucuk surat dari Abu Musa al-asyari yang menjadi gubernur di Bashrah, isinya menyatakan “Kami telah banyak menerima surat perintah dari anda tapi kami tidak tahu kapan kami harus lakukan. Ia bertanggal Syaban, namum kami tidah tahu Syaban yang mana yang dimaksudkan?”

Rupanya surat Abu Musa diterima oleh khalifah Umar ra sebagai saran halus tentang perlu ditetapkannya satu penanggalan (kalender) yang seragam yang dipergunakan sebagai tanggal bagi umat Islam.

Budaya penanggalan ini rupanya belum ada dalam Islam sedangkan penanggalan Masehi sudah diterapkan sebelum adanya Islam beberapa abad lalu. Tapi Islam adalah agama yang menerima budaya dari luar semasih budaya itu baik dan tidak bertentangan dan keluar dari rel agama. contohnya; disaat Rasulullah saw berada di Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada tanggal 10 muharam. Beliau bertanya kenapa mereka berpuasa. Lalu dijawab karena hari itu nabi Musa as diselamatkan dari serangan Fir’aun. Rasulullah saw mejawab “kita lebih utama dari mereka atas nabi Musa”. Maka beliau menganjurkan umat Islam untuk berpuasa, dan dianjurkan pula berpuasa sebelumnya atau sesudahnya. Tujuanya untuk tidak bertasyabbuh (menyamakan) dengan Yahudi. Contoh lain, disaat Rasulullah saw mengirim surat kepada penguasa dunia, beliau disarankan untuk membubuhi surat-surat beliau dengan stempel, karena mereka tidak mau menerima surat-surat kecuali ada stempelnya. Nabi pun menerima saran tersebut. Lalu beliau membuat stempel yang berupa cincin tertulis “Muhammad Rasulullah”.

Kemudian khalifah Umar ra menggelar musyawarah dengan semua sahabat Nabi saw untuk menetapkan apa yang sebaiknya dipergunakan dalam menentukan permulaan tahun Islam. Dalam pertemuan itu ada empat usul yang dikemukakan untuk menetapkan penanggalan Islam, yaitu :

1. Dihitung dari mulai kelahiran nabi Muhammad Saw
2. Dihitung dari mulai wafat Rasulullah saw
3. Dihitung dari hari Rasulullah saw menerima wahyu pertama di gua Hira
4. Dihitung mulai dari tanggal dan bulan Rasulullah melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah

Usul pertama, kedua dan ketiga ditolak dan usul yang terakhir merupakan usul yang diterima suara banyak. Usul ini diajukan oleh imam Ali bin Abi Thalib ra. Akhirnya, disepakatilah agar penanggalan Islam ditetapkan berdasarkan hijrah Rasulullah saw dari Mekkah ke Medinah.

Ketika para sahabat sepakat menjadikan hijrah Nabi saw sebagai permulaan kalender Islam, timbul persoalan baru di kalangan mereka tentang permulaan bulan kalender itu. Ada yang mengusulkan bulan Rabiul Awal (sebagai bulan hijrahnya Rasulullah saw ke Medinah). Namun ada pula yang mengusulkan bulan Muharram. Akhirnya khalifah Umar ra memutuskan awal bulan Muharam tahun 1 Islam/Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M. Dengan demikian, antara permulaan hijrah Nabi sa dan permulaan kalender Islam terdapat jarak sekitar 82 hari.

Jadi, peristiwa penetapan kalender Islam oleh khalifah Umar ra ini terjadi tahun ke 17 sesudah hijrah atau pada tahun ke-4 dari kekhalifahan beliau.

Dari latar belakang sejarah di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :

Penetapan bulan Muharram oleh Umar bin khattab ra sebagai permulaan tahun hijriah tidak didasarkan atas peringatan peristiwa hijrah Nabi. Buktinya beliau tidak menetapkan bulan Rabiul Awwal (bulan hijrahnya Rasulullah saw ke Medinah) sebagai permulaan bulan pada kalender hijriah. Lebih jauh dari itu, beliau pun tidak pernah mengadakan peringatan tahun baru hijriah, baik tiap bulam Muharram maupun Rabiul Awwal, selama kekhalifahannya.

Peringatan tahun baru hijriah pada bulan Muharram dengan alasan memperingati hijrah nabi ke Madinah merupakan hal yang kurang pas, karena Rasulullah saw hijrah pada bulan Rabiul Awwal bukan bulan Muharram.

Menyelenggarakan berbagai bentuk acara dan upacara untuk menyambut tahun baru hijriah dengan begadang semalam suntuk, pesta kembang api, tiup terompet pada detik-detik memasuki tahun baru adalah hal yang tidak pernah disarankan agama.

INILAH MOZAIK

Hudaibiyah Jadi Pilihan Miqat Jamaah Indonesia

Jamaah haji Indonesia mengisi waktu mereka di Makkah dengan melakukan umrah sunah. Mereka  memilih titik mula (miqat) berumrah dari Masjid Hudaibiyah. Alasannya, memilih miqat di kawasan tersebut untuk sekaligus menapaktilasi perjuangan Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya.

Meski begitu, jarak antara miqat Hudaibiyah dan Makkah sekitar 38 kilometer sebagaimana ditunjukkan aplikasi peta telepon seluler. Untuk menuju kawasan itu jamaah haji menggunakan bus yang disewa secara berombongan dan beberapa dikoordinasi oleh Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).

Masjid Hudaibiyah itu terletak di pinggiran kota Mekkah yaitu di Jalan Jeddah Lama. Tengara masjid ini menjadi salah satu tujuan wisata rohani jamaah dari seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di dekat kawasan masjid tersebut terdapat juga Benteng Hudaibiyah yang juga menjadi daya tarik tersendiri bagi jamaah haji yang ingin dalam satu waktu melakukan wisata rohani.

Sebagai titik miqat umrah, Hudaibiyah sejatinya memiliki nilai historis yang tinggi bagi perjuangan Islam di masa Rasulullah Muhammad SAW. Di tempat inilah terjadi Perjanjian Hudaibiyah antara Muslimin dan musyrikin Quraisy untuk gencatan senjata selama 10 tahun.

Terdapat butir-butir perjanjian penting lainnya yang akhirnya menjadi titik tolak Muslimin untuk menaklukkan kota Makkah dari kekuasaan musyrikin karena terjadi pelanggaran perjanjian oleh Kafir Quraisy. Kaum musyrikin ditengarai melakukan penyerangan atas sekutu Muslimin di mana tindakan itu tidak boleh dilakukan selama Perjanjian Hudaibiyah berlaku.

Penaklukan yang dikenal sebagai Fatkhul Mekkah itu terjadi tanpa ada pertumpahan darah dan awal Muslimin bisa menguasai kota dengan Ka’bah dan Masjidil Haram itu. Setelah penaklukan, Muslimin bisa menghancurkan berhala-berhala jahiliyah di sekitar Ka’bah.

Kendati memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi, Masjid Hudaibiyah cenderung kurang terawat jika dibanding miqat umrah lain seperti Masjid Ji’ronah dan Masjid Tan’im. Salah satu pengukurnya adalah karpet yang cenderung usang jika dibanding di Ji’ronah dan Tan’im. Selain itu, toilet dan tempat wudhu di Masjid Hudaibiyah relatif kurang bersih dan sesekali tercium aroma tidak sedap.

Tempat parkir di Hudaibiyah juga kurang luas yaitu bus peziarah hanya bisa berhenti di pinggiran jalan saja. Berbeda dengan di Ji’ronah yang memiliki parkir luas, toilet dan tempat wudhu lebih bersih dan tempat lebih nyaman untuk shalat.

REPUBLIKA

Muharram Awal Kebangkitan Islam

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, secara teologi, Muharram merupakan bulan yang suci. Pada bulan ini diharamkan untuk berperang.

Pada bulan ini juga Allah menyelamatkan para nabi dari serangan musuh. Sedangkan secara historis, Muharram merupakan awal kebangkitan Islam.

Karena itu, kata Mu’ti, umat Islam menyambut bulan tersebut dengan beragam tradisi.

Sebagian dari tradisi tersebut bentuk peng amalan ajaran Islam. Ia mencontohkan berzikir dan bershalawat.

Meskipun dalam Islam terdapat perbedaan pendapat mengenai zikir itu sendiri. Mu’ti mengamini bahwa banyak tradisi ketika bulan Muharram.

Di Jawa sebagian menandai datangnya 1 Muharram dengan bertapa dan menyucikan pusaka. Tradisi seperti ini lebih didominasi oleh mitos kepercayaan Jawa.

“Sebaiknya perayaan Muharram dirayakan sesuai ajaran Islam. Jangan merayakan 1 Muharram dengan boros, kata Mu’ti.

Muhammadiyah tak mengagendakan acara khusus ketika Muharram. Hanya, mereka memperingatinya dengan berpawai atau pengajian. Warga Muhammadiyah tidak mengadakan acara zikir ataupun tradisi lainnya.

 

REPUBLIKA

Beda Kalender Hijriyah dan Masehi

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menjelaskan perbedaan antara bulan Hijriyah dan Masehi. Menurutnya, keduanya memiliki kelebihan dan kelemahan.

Tahun Masehi didasarkan pada peredaran bumi mengitari matahari dan hari didefinisikan berdasarkan posisi matahari. Ia mengatakan, tahun masehi sangat berguna untuk kegiatan-kegiatan yang berbasis pada musim.

Misalnya terkait pertanian, pelayaran, dan aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan musim, yaitu perayaan. “Kalau suatu perayaan, kalau memperhitungkan musim harus menggunakan kalender musim,” ujarnya menjelaskan.

Sementara, kalender Hijriyah, lanjutnya, yaitu didasarkan peredaran bulan mengitari bumi. Keuntungannya adalah setiap perubahan dari hari ke hari dapat diketahui.

Perubahan tersebut dapat diketahui dari bentuk dan posisi bulan.

Ia mengungkapkan, kalender berbasis bulan tidak hanya digunakan oleh umat Islam, tetapi juga bagi agama- agama lain. Contohnya, agama Hindu untuk menentukan hari raya Nyepi yang berdasarkan bulan mati. Kemudian, Waisak bagi umat Buddha berdasarkan bulan purnama.

Ia juga menjelaskan, penyebab sering tidak tepat antara kalender Masehi dan Hijriyah setiap tahunnya. Menurut Thomas, perbedaan tersebut disebabkan oleh panjang tahun dari kedua kalender tersebut yang berbeda.

Dalam kalender Masehi, kata Thomas, peredaran bumi mengitari matahari rata-rata selama 365,24, 22 hari sehingga, dibulatkan menjadi 365,24,25 hari. Sedangkan, kalender Hijriyah satu bulannya, yaitu 29,53 hari. Jika dikalikan 12 dalam satu tahun, sekitar 354 hari.

“Jadi, ada perbedaan sekitar 11 hari,” kata dia.

 

REPUBLIKA

Kewajiban Muslimah Terhadap Suaminya

Ikatan pernikahan sangat dimuliakan dalam Islam, menjaga dengan pagar yang kokoh serta menjadikannya salah satu tanda kebesaranNya.

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dun dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang…” (Ar-Rum: 21)

Suatu kalimat sederhana, yang dengannya Allah menghalalkan berbagai perkara yang sebelumnya haram bagi mereka berdua. Kemudian tumbuh rasa saling memahami antara suami dan istri dalam menjalani roda kehidupan. Inilah yang menguatkan ikatan pernikahan yang dengan ikatan ini akan lestari keturunan anak manusia dan akan terjadi proses pergantian generasi.

Rasulullah SAW bersabda, ”Pilihlah (wanita) untuk (tempat) nuthfahmu, nikahkanlah (mereka) yang kufu, dan nikahkanlah (para wanita) dengan mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Hadits ini umum, mencakup pilihan pria atas wanita dan pilihan wanita atas pria. Karenanya, syariat mewajibkan persetujuan bagi wanita berakal dan telah balig. Jika dia tidak memberi persetujuan dan tidak ridha dinikahi, dia boleh memilih. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Al-Khansa binti Khidam.Masalahnya bahkan lebih dari itu.

Kisah Barirah ketika dia telah dimerdekakan dan suaminya masih berstatus sebagai budak. Barirah memilih untuk berpisah dengan suaminya karena tidak suka kepada suaminya, Rasulullah pun tidak memaksanya, meski suaminya sangat mencintainya. (HR Bukhari).

Wanita bebas memilih, tetapi siapakah yang layak dia pilih?

Seorang muslimah hendaknya mengutamakan orang yang beragama dan berakhlak mulia daripada yang lainnya. Begitu pula dirinya yang juga dipilih-oleh calon suami-karena kekayaannya, kecantikannya, keturunannya, dan agamanya. Ujung-ujungnya, yang beruntung ialah yang memilih wanita karena agamanya. Demikian juga bagi wanita, dia akan beruntung jika memilih pria yang beragama.

Nabi bersabda:

“Jika seorang laki-laki yang kau ridhai agama dan akhlaknya melamar (anak perempuan)mu maka nikahkanlah dia. Jika tidak, akan timbul fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR Ibnu Majah).

Seorang muslimah senantiasa menaati suaminya selama suaminya itu tidak bermaksiat kepada Allah. Nabi menjelaskan dalam sabdanya.

“Sekiranya aku (boleh) menyuruh seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya kusuruh para istri untuk bersujud kepada suami-suami mereka.” (HR Ibnu Majah).

Di dalam ajaran Nabi Muhammad SAW, sujud hanya boleh dilakukan kepada Allah. Hadits ini menerangkan kedudukan dan derajat seorang suami, sampai-sampai Rasulullah menjadikannya sebagai jalan surga dan neraka bagi seorang istri.

Beliau juga menjelaskan bahwa melayani suami dengan baik, setara dengan nilai jihad fii sabilillah.

Sungguh bentuk ketaatan paling utama dari seorang istri salihah kepada suaminya dan merupakan bentuk baktinya kepada suaminya ialah hendaknya dia memenuhi berbagai keinginan suami, seperti yang telah disyariatkan. Yaitu hak untuk menikmati kehidupan bersuami-istri dengan utuh dan sempurna serta bergaul dengannya secara baik karena memang inilah tujuan pokok pernikahan.

Seorang istri salihah hendaknya memerhatikan kegemaran suami dalam hal makanan, pakaian, ziarah, obrolan, dan semua yang terlihat dalam kesehariannya. Apabila setiap istri memenuhi keinginan suami maka kehidupan mereka akan semakin bahagia, tenteram, dan penuh kedamaian. Namun, jika sang istri durhaka kepada suaminya dan tidak memenuhi haknya maka sang istri berada dalam laknat Allah dan Malaikat sehingga suaminya meridhainya.

Puasa sunnah bahkan tidak boleh dilakukan seorang istri jika dia sedang bersama suaminya, kecuali dengan izin suami.

Seorang istri salihah juga diperintah untuk tidak berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta (jika suaminya bakhil) dari batasan yang sewajarnya. Nabi bersabda, “Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik.” (HR Bukhari).

Istri shalihah juga bertanggung jawab mendidik dan mengatur perabot rumah agar menjadi tempat tinggal yang nyaman dan tenteram.

Nabi bersabda, “Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari).

Tabiat yang dituntut dari seorang istri agar hidup bersama dengan kehidupan yang mulia, tercermin dalam sifat menerima apa adanya (qanaah), mau mendengar (sam’u) dan taat (tha’ah), menjaga kebersihan lahir batin, mengatur waktu makan, menjaga ketenangan saat istirahat, menjaga harta, menjaga rahasia dan menaati perintah suami.

Apabila seorang istri memenuhi kriteria di atas pasti Allah SWT dan ridha suaminya akan diperolehnya. Adapun salah satu cara mengambil hati suami adalah dengan memuliakan dan menghormati orangtua dan saudaranya.

Wallahua’lam.

[@paramuda/BersamaDakwah]

Serba-serbi Haji (17): Jangan Merasa Lebih Unggul

RASULULLAH yang menyatakan pada waktu haji Wada’ bahwa tak ada keutamaan orang Arab atas non Arab. Keutamaan seseorang itu ditentukan oleh kadar ketakwaannya.

Dalil ini dihafal betul oleh Mat Kelor semenjak dia mendengarnya dari khatib khutbah Arafah. Maka dia tak pernah kecil hati terlahir sebagai orang Madura dari kampung terpencil di desa terpencil. “Tuhan kita sama, mari berlomba untuk lebih dekat,” ujarnya dengan semangat.

Tadi pagi Mat Kelor terlibat dalam sebuah diskusi yang agak mengolok-ngoloknya sebagai orang Madura. Saya tak tahu asal-muasalnya. Namun Mat Kelor berkata bahwa orang Madura itu pekerja keras dan yakin bahwa dunia ini memang milik Allah, Tuhan mereka. Karena itu orang Madura itu ada di mana-mana termasuk di Saudi ini. Tak masalah bahwa pekerjaannya adalah pekerjaan “bawahan” yang penting penghasilannya “atasan.” Orang-orang tertawa mendengar pilihan kata atasan bawahan itu.

“Bagaimana kok bahasanya kok gak jelas Pak Haji,” kata sebagian pendengar. Mat Kelor menjawab: “Begitulah ciri khas orang Madura kalau bicara bahasa Indonesia, yang penting kalian paham. Lagian bahasa itu kan berubah-ubah. Dulu orang tulis “okay” lalu menjadi “oke” lalu menjadi “ok.” Semakin pendek kan?” Orang-orang tertawa.

Banyak yang heran akan pengamatan Mat Kelor tentang perkembangan bahasa. Belajar dari mana dia. Mat Kelor semakin percaya diri menjelaskan bahasa bagi masyarakat Madura bahwa orang Madura istiqamah memberikan E di awal banyak kata.

Itu punya makna tersembunyi, katanya. SIP menjadi ESSIP, TEH menjadi ETTEH, TEST menjadi ETTEST, SAH menjadi ESSAH, dan sebagainya. “Tapi tak sembarangan, ada grammarnya. Nikmati keragaman, jangan saling menghina,” tutup Mat Kelor. Sebagai pendengar, saya nyeletuk: “Essiiiiip.” Semua tertawa.

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

 

 

Lantunan Alquran Buat Sang Gangster Menangis

Sved Mann lahir di Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur). Di Jerman Timur, Sved tumbuh dalam lingkungan yang skeptis soal agama.

“Biasanya aku tersenyum sinis saat melihat atau bertemu mereka yang memeluk keyakinan tertentu, termasuk Muslim,” katanya.

Saat berusia 12 tahun, Tembok Berlin runtuh. Ia pun bertemu situasi yang sama sekali berbeda. Wilayah itu lebih banyak dihuni kaum imigran yang inferior. “Kami menjadi sampah masyarakat. Kami (Sved dan kaum imigran) adalah orang-orang kulit hitam Amerika yang tinggal di pemukiman terisolasi,” ujarnya.

Sved perlahan mencontoh perilaku sosial di lingkungan barunya itu. Ia segera memiliki referensi baru tentang bagaimana hidup di dunia barunya dari para imigran yang menjadi kawannya. “Aku banyak melakukan hal buruk, seperti mencuri dan kejahatan lainnya,” kenangnya.

Suatu hari ia bertemu seorang imigran asal Turki, adik seorang imam masjid lokal yang kemudian menjadi kawan dekatnya. Kedekatan itu me mung kinkan sang teman mengenalkan agamanya, Islam, pada Sved si apatis.

Suatu hari, kawan Sved mengatakan kepada kakaknya bahwa ia ingin membawa Sved pada Islam. Sang imam tak menanggapinya dengan serius dan hanya berkata, “Dia (Sved)? Tidak mungkin.” Tetapi, ia tetap pada pendiriannya dan menga takan kepada kakaknya bahwa ia akan segera bertemu kembali dengan Sved yang ber agama Islam.

Imam masjid itu lalu bepergian selama tiga bulan. Dan, saat kembali, ia dikejutkan oleh sapaan Sved terhadapnya. “Ia berkata, ‘Assalamualaikum’. Rasanya sulit mempercayai itu saat itu hingga aku pun bertanya kepadanya, ‘Apa yang terjadi kepadamu?’” kata sang imam.

Lantunan Alquran saat Subuh

Sved menemukan keyakinannya setelah berdiskusi panjang dengan kawan dekatnya itu suatu malam. Setelah membicarakan banyak hal ten tang Islam, kata Sved, ia segera memiliki keinginan untuk pergi ke masjid bersama sang teman.

Ia menambahkan, keterpanggilannya untuk memilih Islam turut di pengaruhi oleh pengalamannya pada suatu Subuh, di mana ia mendengar seorang anak membaca Alquran. “Tiba-tiba aku menangis, tak tahu mengapa. Aku tak mengerti bahasa Arab, tidak memahami apa yang dibacanya. Tapi, seolah hatiku secara jelas memahami nya,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.

Ia menambahkan, peristiwa itu terasa begitu jaib baginya. “Itu pengalaman yang luar biasa. Aku adalah seorang gangster dan tiba-tiba bisa menangis.”

Ketika sebuah proyek independen pembuatan film dokumenter tentang agama dan budaya di Jerman menemuinya dan bertanya tentang perpindahan agamanya, Sved menjawab, “Aku tidak akan mengatakan bahwa aku berpindah agama. Mereka hanya menjelaskan banyak hal tentang Islam padaku dan aku mencoba memahaminya.” Ia melanjutkan, “Tidak ada perpindahan agama dalam Islam. Allah juga berkata dalam Alquran, ‘Tidak ada paksaan dalam agama (QS al-Baqa rah:256)’,” jawabnya ringan.

Ia menuturkan, sebelum mengamal kan ajaran Islam, dia telah melaku kan pencarian, tetapi tak meluangkan cukup waktu untuk itu. “Tapi, aku selalu percaya Tuhan. Dan, aku senang akhirnya menemukan Islam.” Sved tampak tak ingin memusing kan alasan di balik pilihannya pada Islam. “Aku lebih suka mendes kripsikan keislaman ku de ngan ‘seseorang telah menge nal kanku pada Islam dan aku menuju agama itu’,” katanya.

“Karena, pada akhir nya semuanya adalah Islam,” tandas Sved berusaha menekankan jawabannya pada makna kata ‘Islam’, yakni berserah diri.

Tak Pernah Tinggalkan Shalat

Sved mengikrarkan syahadat 11 tahun lalu dan mengganti nama depannya menjadi Sayed. Sejak itu, ia banyak membaca untuk memperdalam pengetahuannya tentang Islam. Dari sang imam yang pernah meragukannya, Sayed belajar membaca Alquran. Ia juga mempelajari bahasa Arab untuk dapat memahami Kitabullah tersebut.

Bagi Sayed, Islam adalah menyerahkan keinginan diri di bawah kehendak Tuhan. “Mengapa aku mau melakukannya? Karena, dengan itu nanti aku akan bertemu dengan Penciptaku dan surga-Nya agar aku berhak atas itu. Itulah Islam menurutku saat ini,” ujarnya saat ditanya tentang esensi Islam.

Karena itu, sejak bersyahadat, Sayed tak mau meninggalkan shalat lima waktu dengan alasan apa pun. Shalat baginya adalah keluar dan mengistirahatkan diri sejenak dari dunia dan seluruh isinya.

“Kita membersihkan diri dan menghadap Sang Pencipta.”

Ia menambahkan, shalat tak menjadi masalah bagi segala aktivitasnya. “Tak ada alasan untuk meninggalkannya. Setiap orang pasti bisa menemukan tempat untuk berwudhu, membasuh diri, dan mendirikan shalat,” tambahnya.

Kini, selain merasakan ketenangan dan keteraturan hidup, Sayed mengaku, ia menemukan hal berharga lainnya dalam Islam. “Ketika kamu menjadi seorang Muslim, kamu mungkin kehilangan teman, tetapi kamu mendapatkan saudara,” ujarnya.

Setelah berislam, Sayed merasa menemukan keluarga baru dan saat itu juga menjadi anggotanya. “Itu sesuatu yang tidak bisa kuperoleh dari gereja-gereja di Jerman.”

Gunting Kuku dan Gantungan Baju, Penghambat Laju

Madinah (PHU)—Pemulangan jemaah haji Indonesia gelombang kedua dimulai pada Ahad (9/9/2018) dini hari. Sebagian jemaah dari kloter pertama yang berangkat pada gelombang dua tersebut masih membawa barang yang tidak sesuai ketentuan.

Salah seorang jemaah perempuan dari Ciamis yang masuk dalam Kloter 41 Debarkasi Jakarta-Bekasi (JKS-41) misalnya, harus dihentikan petugas maskapai Saudia Airlines karena membawa sejumlah gantungan baju atau biasa disebut hanger dalam tas punggungnya. Hanger tersebut terpaksa ditinggal karena melebihi ketentuan tas yang boleh dibawa jemaah. Dia membawa tas tambahan untuk membawa hanger-hanger itu.

Jemaah lainnya juga terpaksa membongkar berdus-dus mainan yang ia bawa sebagai oleh-oleh. “Tolong Pak, ini untuk anak-anak saya,” kata dia.

Petugas Saudia Airlines kemudian mengizinkannya membawa mainan itu dengan syarat ditenteng dan dikeluarkan dari bungkusnya. Pada dinihari tersebut, petugas juga menyita sejumlah gunting kuku dan gunting milik jamaah.

Kejadian serupa terjadi di mesin pindai (x-ray) Gate D Bandara King Abdul Aziz (Jeddah) waktu silam. Ibu muda asal SOC-33 harus membongkar tas kabin miliknya karena membawa sejumlah hanger kawat. Saat petugas PPIH yang berada di lokasi kejadian akan membantu, dia menolak karena malu banyak pakai dalam di atas hanger yang disimpan di bagian paling bawah tas kabin. Gunting kuku juga masih menjadi benda ‘favorit’ yang menyebabkan tas jemaah harus dibongkar, meskipun sosialisasi larangannya telah terlalu sering disampaikan ke jemaah.

Kadaker Airport PPIH Arab Saudi Arsyad Hidayat mengatakan, seperti pada pemulangan gelombang satu dari Jeddah, umumnya jemaah masih mencoba-coba memasukkan barang-barang yang tak dibolehkan maskapai. “Seperti gunting, gunting kuku, dan barang berlebih,” kata dia di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Ahad (9/9) dini hari.

Ia juga kembali mengingatkan, jemaah tidak membawa air zamzam baik dalam koper bagasi maupun kabin. Mereka nantinya akan dibagikan zamzam setibanya di debarkasi di Tanah Air. “Kalau kita ketemu yang mencoba membawa zamzam baiknya diminum saja,” kata dia.

Barang-barang jemaah yang terpaksa ditinggal, menurutnya tak akan dikirimkan ke Tanah Air. Jika ada barang berharga, sejauh ini berhasil dikembalikan ke jamaaah sebelum terbang ke Tanah Air.

Pembongkaran tas jemaah kadang memakan waktu lama, Selain kendala bahasa jemaah rata-rata takut saat tasnya harus dibongkar. Andaikan jemaah haji taat dengan regulasi penerbangan, pasti mereka akan lebih enjoy dalam proses pemulangan. Pembongkaran tas dengan barang bawaan yang begitu berarti mestinya tidak terjadi karena pasti menghambat laju pemulangan jemaah haji. (mch/ab).

 

KEMENAG RI