Hal-hal yang Dilakukan Rasulullah Saat Idul Fitri

  1. RASULULLAH shallallahu alaihi wa sallam biasa melaksanakan Salat Id di tanah lapang. Beliau tidak menunaikan salatnya di masjid kecuali sekali saja yaitu karena hujan.
  2. Saat Hari Raya Idul Fitri, Nabi mengenakan pakaian terbaik (terindah).
  3. Beliau biasa makan kurma-dengan jumlah ganjil-sebelum pergi melaksanakan Salat Id. Tetapi pada Idul Adha, Rasulullah tidak makan terlebih dahulu sampai pulang, setelah itu baru beliau memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
  4. Dianjurkan untuk mandi sebelum pada hari Id sebelum ke tanah lapang, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Ibnu Umar yang dikenal semangat mengikuti sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
  5. Nabi Muhammad biasa berjalan (menuju tanah lapang) sambil berjalan kaki. Beliau biasa membawa sebuah tombak kecil. Jika sampai di tanah lapang, beliau menancapkan tombak tersebut dan salat menghadapnya (sebagai sutroh atau pembatas ketika salat).
  6. Beliau shallallahu alaihi wa sallam biasa mengakhirkan salat Idul Fitri (agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrinya) dan mempercepat pelaksanaan salat Idul Adha (supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya).
  7. Ibnu Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali setelah matahari terbit, lalu beliau bertakbir dari rumahnya hingga ke tanah lapang.
  8. Beliau shallallahu alaihi wa sallam ketika sampai di tanah lapang langsung menunaikan salat tanpa ada adzan dan iqomah. Tidak ada juga ucapan, Ash Sholatul Jamiah. Beliau shallallahu alaihi wa sallam dan juga sahabatnya tidak menunaikan salat sebelum (qobliyah) dan sesudah (badiyah) Salat Id.
  9. Nabi shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan Salat Id dua rakaat terlebih dahulu kemudian berkhutbah. Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut setelah takbiratul ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Tidak disebutkan bacaan zikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Masud radhiyallahu anhu bahwa bacaan ketika itu adalah berisi pujian dan sanjungan kepada Allah taala serta bersalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan diriwayatkan pula bahwa Ibnu Umar (yang dikenal semangat dalam mencontoh Nabi shallallahu alaihi wa sallam)mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir.
  10. Setelah bertakbir, beliau shallallahu alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah dan surat “Qaf” pada rakaat pertama serta surat “Al-Qamar” pada rakaat kedua. Kadang-kadang beliau membaca surat “Al-Ala” pada rakaat pertama dan “Al-Ghasyiyah” pada rakaat kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku dilanjutkan takbir 5 kali pada rakaat kedua lalu membaca Al-Fatihah dan surat lainnya.
  11. Setelah menunaikan salat, beliau shallallahu alaihi wa sallam menghadap ke arah jemaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing. Beliau shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
  12. Beliau shallallahu alaihi wa sallam berkhutbah di tanah dan tidak ada mimbar ketika beliau berkhutbah.
  13. Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa memulai khutbahnya dengan Alhamdulillah dan tidak terdapat dalam satu hadis pun yang menyebutkan beliau memulai khutbah Id dengan bacaan takbir. Hanya saja dalam khutbahnya, beliau shallallahu alaihi wa sallam memperbanyak bacaan takbir.
  14. Beliau shallallahu alaihi wa sallam memberi keringanan kepada jemaah untuk tidak mendengar khutbah.
  15. Diperbolehkan bagi kaum muslimin, jika Id bertepatan dengan hari Jumat untuk mencukupkan diri dengan Salat Id saja dan tidak menghadiri Salat Jumat.
  16. Beliau shallallahu alaihi wa sallam selalu melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang (dari shalat) Id.

 

Pembahasan ini disarikan dari kitab Zadul Maad, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Murojaah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslimah.or.id

Sumber: https://muslimah.or.id/145-petunjuk-nabi-dalam-shalat-ied.html

Muhasabah Akhir Ramadhan

Ramadhan akan segera meninggalkan kita. Tentu ada banyak kebaikan telah dilakukan. Akan tetapi, yang penting diperhatikan adalah apakah semua yang diamalkan di dalam Ramadhan, berupa ibadah dan amal saleh yang begitu ringan dijalankan, dapat dipertahankan, bahkan diperkuat dan ditajamkan pada bulan-bulan pasca-Ramadhan.

Inilah pertanyaan yang superpenting agar predikat takwa tak semata melekat pada saat Ramadhan, tetapi sepanjang tahun hingga bertemu kembali dengan Ramadhan pada ta hun berikutnya, bahkan sampai ber temu dengan Ilahi Rabbi.

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Me ngetahui lagi Maha Mengenal. (QS al- Hujurat [49]: 13).

Dengan kata lain, esensi, target, atau pun capaian penting yang mesti dijaga setelah diraih dengan beragam amal ibadah dan kebaikan tiada lain adalah ketakwaan itu sendiri. Alquran memberikan banyak penjelasan secara konkret perihal bagaimana orang yang bertakwa itu dalam kehidupannya. Di antaranya seperti terurai dalam surah al-Baqarah ayat 177.

Seperti memiliki keimanan kepada Allah, hari kemudian, malaikat, kitab- kitab, dan nabi-nabi, kemudian memberikan harta yang dicintainya kepada karib kerabat, anak yatim, fakir miskin, orang-orang yang telantar di dalam perjalanan, para peminta-minta, dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, membayar zakat, menepati janji bila berjanji, sabar atas kemiskinan, kemudaratan, dan ketika berada di medan peperangan. Itulah sifat-sifat orang bertakwa.

Semua amalan itu tentu saja tidak boleh terhenti di dalam Ramadhan semata, tetapi harus diupayakan untuk diamalkan pada bulan-bulan lainnya, sekalipun secara kalkulasi pahala, tentu saja Ramadhan jauh lebih berli pat ganda balasannya dibanding dila ku kan pada bulan yang lain. Namun, semangat untuk menjaga ka rakteristik takwa di dalam diri, mesti diupayakan sepanjang tahun dan sepanjang hayat.

Permasalahan yang tidak ringan ada lah begitu Ramadhan pergi, nuansa religius secara sosial langsung bu bar kemudian lenyap. Di sini orang banyak yang lupa dengan kebaikan dirinya pada Ramadhan.

Ibadah perlahan kendur dan godaan untuk melanggar perintah-Nya kian menguat sehingga jika Ramadhan ibadah kuat, di luar Ramadhan komitmen keberislamannya pun melorot. Di sini, takwa mendapatkan ujian tidak ringan.

Jika ditelusuri, mengapa Rasulul lah, sahabat, dan para ulama terdahulu menangis kala akan berpisah de ngan Ramadhan, tidak lain adalah karena menjaga takwa pada bulan selain Ra ma dhan adalah benar-benar tidak mudah.

Menarik kita simak percakapan antara Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka’ab. Ubay bertanya kepada Umar tentang makna takwa. Khalifah kedua ini malah balik bertanya, Pernahkah engkau berjalan di tempat yang penuh duri?Ubay bin Ka’ab menjawab, Ya, pernah. Apakah yang engkau lakukan? tanya Umar kembali.

“Tentu aku sangat berhati-hati melewatinya! jawab Ubay bin Ka’ab. Itulah yang dinamakan takwa, ujar Umar.

OLEH IMAM NAWAWI

 

 

REPUBLIKA

Spirit Harmoni Idul Fitri

Jelang berakhirnya bulan suci Ramadhan, ada rasa suka sekaligus duka. Idul Fitri yang dinantikan tengah berada di pintu gerbang. Rasa bahagia mewarnai umat Islam yang tengah menjalani ibadah puasa di penghujung. Juga bagi para pecinta ibadah, menikmati khidmatnya beri’tikaf dan rangkaian tadarrus Al-Quran yang menyejukkan.

Keramaian suasana masjid saat jelang berbuka, shalat Tarwih hingga Shubuh berjamaah yang padat, segera terlewatkan. Ramadhan kan berpisah, beranjak ke bulan Syawal memasuki hari fitrah rayakan Idul Fitri. Ada rasa haru, saat indah dan nikmatnya Ramadhan sampai di pengujung.

 

Sebagian saudara kita tengah menikmati pulang kampung, mudik Lebaran. Ada rasa bahagia berkumpul bersama keluarga, sahabat dan menikmati nostalgia kehidupan kampung halaman. Meskipun jarak jauh ditempuh, kemacetan ditembus, aral melintang pun dilalui. Kita bersyukur, seiring dengan pesatnya kemajuan infrastruktur jalan, jarak tempuh pemudik bisa dilalui lebih mudah dan cepat.

 

Suatu keberkahan melalui Ramadhan, sebagai bangsa kita dapat melalui dengan suasana yang tenang, aman, nyaman, damai dan khidmat. Meskipun jelang Ramadhan sempat diguncang tragedi bom dan hingar bingarnya suasana tahun politik, alhamdulillah, semua dapat dilalui dengan lancar dan kondusif. Begitu gencarnya traffic komunikasi media sosial kita pun, dalam nafas kehidupan demokrasi dan tegaknya hukum yang semakin matang, kondisi keamanan dan suasana nyaman demikian stabil dan kokoh.

 

Seiring dengan itu, masyarakat Muslim di belahan kawasan lain, di Timur Tengah, Eropa, Asia hingga ASEAN, telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Islam rahmatan lil’alamin, menjadi rahmat dan berkah bagi semesta, hadir sangat bergairah dan semakin cepatnya pertumbuhan dengan damai dan tulus, perkembangan Islam di Eropa utamanya.

 

Apa yang telah dicapai sebagai kemajuan, tentu terus kita tingkatkan. Sementara, yang belum baik, menjadi pekerjaan rumah bersama keumatan, agar segala persoalan dapat diselesaikan secara utuh dan menyeluruh. Jika perlu, memilih dan memilah mana yang menjadi prioritas untuk lebih cepat diselesaikan.

 

Hilangkan Stigma Stigmatisasi terhadap umat Islam di Indonesia berlangsung lama. Sama saja secara langsung atau tidak, arah dan dampaknya secara luas pada Indonesia.

 

Secara sosio-demografi, warga Indonesia dengan mayoritas Muslim menjadi warga terbesar bangsa ini. Padahal, nilai keindahan dan pesona keragaman di Tanah Air sangat membanggakan. Begitu besar rahmat Tuhan YME, Allah SWT menghadirkan keindahan dan kekayaan sumber daya alam dan sumber daya sosial-kemanusiaan demikian harmoni, rukun dan berdampingan hidup dalam kebinekaan yang mengagumkan.

 

Dalam perspektif dunia Islam, masyarakat dan negara-bangsa yang berpenduduk Muslim di dunia, kita menjadi bangsa yang patut berterima kasih atas rahmat dan berkah ini. Tegaknya NKRI, berlandaskan Pancasila dalam spirit Bhineka Tunggal Ika, menjadikan Indonesia yang religius, sangat agamis. Meskipun berdasarkan konsensus sejarah para pendiri bangsa yang bijaksana, kita bukan negara agama, dan tidak ada agama resmi negara.

 

Sejak peristiwa 911 tragedi WTC di New York, stigma Islam teroris, Muslim teroris, seiring dengan terjadi rentetan peristiwa ledakan bom di banyak negara, terutama Indonesia. Hingga yang terjadi baru-baru ini dijadikan dalih penguat, fantastik, saat sebuah keluarga diberitakan melakukan bom bunuh diri secara sistematis karena alasan ideologis.

 

Dunia Islam pun berada dalam ujian. Ada paradoks, seakan kontradiksi antara nilai idealita dengan realita. Saat ini meskipun satu agama dan keyakinan, bahkan satu bahasa Arab, beberapa negara Timur Tengah masih sibuk dengan konflik dan perang diantara dan antar mereka. Seakan tak ada habisnya.

 

Indonesia bukanlah Timur Tengah. Islam Indonesia meskipun muasalnya dari Rasul Muhammad SAW yang dilahirkan di Tanah Suci Makkah dan mendirikan negara dan peradaban Islam dari Madienatussalam, dalam hal tradisi dan budaya, lebih pada khas Islam Nusantara, Islam wasathiyah yang moderat, ramah dan toleran. Terbukti, Indonesia pun menjadi negara dengan masyarakat Muslim demokratis terdepan dan terbesar.

 

Saat saya sebagai Waketum dan Ketua Harian DMI diundang oleh Grand Syeikh Al Azhar di Mesir, Beliau pun sangat mengakui adanya tradisi dan karakter Islam Indonesia yang khas dan kental dengan Islam wasthiyahnya. Islam yang menjadi rahmat, kasih dan berkah bagi sesama.

 

Tudingan segelintir orang terhadap Indonesia sebagai ladang subur, bahkan akar dan sumber dari gerakan radikalisme, ekstremisme, fundamentalisme, terorisme yang melahirkan sikap dan gerakan anti Islam, Islamphobia masih ada dan bertumbuh. Tentu semua itu tidak berdasar, keliru. Bisa juga menyesatkan.

 

Beragam nilai, ajaran dan kalamullah yang suci pun mendapat persepsi negatif. Jihad yang berarti sungguh-sungguh berjuang untuk kebaikan, banyak disalahpahami. Sapaan salam dan Assalamu’alaikum yang bermakna doa untuk kedamaian dan kebahagiaan telah menjadi syariat dan ajaran utama yang mentradisi dalam kehidupan sehari-hari.

 

Terkadang dengan mudah, pengamat dan peneliti ikut latah melakukan stempel dan identifikasi adanya masjid, pesantren, hingga kampus dan forum pengajian sebagai persemaian radikalisme. Salah paham, klaim, dan stigmatisasi tersebut tentu saja sangat mengganggu suasana kebatinan umat dan kehidupan rukun yang berjalan harmoni pada bangsa dan negeri ini.

 

Dengan tegas, saya sampaikan, tidak benar jika ada masjid dikategorikan atau dituduh radikal. Juga tak ada Pesantren, Kampus atau Majelis Pengajian radikal. Sebagai negara yang menjunjung supremasi hukum, sepantasnya, ada logika sehat, fakta hukum, bukti dan saksi yang mengarah kepada subyek hukum, berupa orang, beberapa orang atau sekelompok orang.

 

Bukan masjid yang menjadi rumah suci peribadatan, seperti halnya jika ada koruptor, kriminal atau bandar narkoba, kebetulan memiliki identitas agama tertentu, tak serta merta disandarkan atau dipersonifikasi dengan agama atau lembaga agama tertentu.

Amanah Memakmurkan Masjid

Sebelumnya, saya tak mengira akan mendapatkan amanah oleh Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Bapak HM Jusuf Kalla, menjadi Wakilnya di Pimpinan Pusat DMI. Secara moral dan spiritual, saya menyandang tugas tersebut lebih berat dari tugas keseharian saya di lingkungan Mabes Polri. Termasuk, saat ini, ketika Presiden RI memercayakan saya sebagai punggawa Asian Games (Chief De Mission) yang akan berlangsung pada 18.8.2018 di Jakarta dan Palembang.

 

Meskipun demikian, saya menerimanya dengan tulus ikhlas. Karena itu pula ketika semula saya bertanya kepada Bapak JK, tentang alasan mengapa saya mendapat tugas mulia tersebut? Beliau menjawab, bahwa dalam lingkungan Dewan Masjid Indonesia, syaratnya sangat gampang, yaitu siapapun yang dapat melayani, mengurus “rumah Allah” dengan ikhlas tanpa ada kepentingan lainnya selain beribadah dan mengabdi.

 

Sungguh, bagi saya sangat mengharukan sekaligus terasa berat mengemban amanah tersebut. Terasa ringan, karena sejak kecil semasa di kampung saya dekat jarak dan kegiatan rutin dengan masjid. Bahkan sejak muda, di kampung saya mengurus masjid.

 

Satu pesan yang sangat menarik adalah, cita dan visi Pak JK tentang bagaimana Memakmurkan dan Dimakmurkan Masjid. Bersyukur sekali, saya berada di PP DMI sekaligus dapat sambil terus belajar dan meningkatkan pengetahun agama, yang bersinerji dengan keumatan dari perspektif yang luas.

 

Sejak 7 tahun lalu saat Pak JK mengemban amanah sebagai Ketua Umum PP DMI, beliau telah mencanangkan gerakan memakmurkan dimakmurkan masjid. Para pengurus DMI, pengelola masjid, imam, khatib, dan marbot, semua mendapat tugas mulia memakmurkan masjid. Menata akustik dan sound sistem masjid untuk menunjang kekhusuan ibadah dan syiar.

Manajemen masjid yang profesional. Mengupayakan bantuan memastikan legalitas terkait status dan hak milik tanah dan bangunan agar tak tergusur. Menata masjid sebagai pusat ibadah dengan kondisi yang bersih, sehat dan tertata sesuai tuntunan syariat Islam. Itulah memakmurkan dalam amaliahnya.

 

Demikian, dimakmurkan masjid, menjadi tugas dan kewenangan DMI bersama lembaga, pengelola bersama umat dan jamaah, untuk menghadirkan kemakmuran bagi lingkungannya. Program Pemberdayaan ekonomi berbasis masjid, wisata religi masjid, arsitektur masjid, pendidikan berbasis masjid, penyiapaan sumber daya umat dari kalangan remaja dan pemuda yang berkualitas, semuanya sangat bermanfaat.

 

Semangat kaum muda dan remaja masjid, serta meningkatkan layanan bagi anak-anak agar masjid ramah terhadap anak, semakin menggairahkan kegiatan para takmir (pengelola) masjid. Komunitas kaum muda antarmasjid, antarpegiat dan pecinta masjid, semakin berkolaborasi.

BKPRMI bersama PRIMA sebagai wadah berhimpun pemuda dan remaja masjid terus melakukan pembinaan kaderisasi. Secara khusus, komunitas pegiat gerakan ekonomi berbasis masjid terlahir melalui ISYEF (Islamic Youth Economic Forum), dari kalangan menengah dan profesional muda terus bergerak cepat mendorong capaian program memakmurkan dan dimakmurkan masjid.

 

Program DMI pun sudah merambah dan beradaptasi dengan perkembangan digital. Program Aplikasi DMI telah diluncurkan untuk menginformasikan keberadaan masjid, waktu shalat, tugas imam dan khatib, termasuk pengelolaan infaq dan sedekah digital dalam menggalang potensi dana keummatan.

 

Keberkahan pun terasa kita nikmati bersama. Tak luput dari rasa syukur, mimpi umat Islam Indonesia untuk mempunyai Universitas Islam Internasional pun telah terwujud. Presiden RI, Bapak Joko Widodo bersama Wapres RI, Bapak HM Jusuf Kalla, secara bersamaan di bulan suci Ramadhan meletakkan batu pertama petanda dimulainya pembangunan yang sangat bermanfaat untuk membangun pendidikan Islam bertaraf global dan mengemban misi Indonesia sebagai kiblat peradabah Islam moderat.

 

DMI bukanlah pemilik masjid, juga bukan supporter utama pembangunan dan pengembangan masjid di Indonesia. DMI sangat terbuka menjalin kemitraan terbuka dengan semua elemen keumatan, kelembagaan dan publik secara luas. Beragam potensi keumatan kita sinerjikan dalam harmoni kerjasama yang terpadu bagi kemaslahatan umat, bangsa dan negara.

 

“Harmoni Dari Masjid” Dari masjid, harmonisasi kehidupan keumatan memberikan pengaruh positif secara luas pada lingkungan sosial dan kebangsaan. DMI menjadi mitra, fasilitator dan penggerak peran dan fungsi masjid sebagaimana masjid di zaman Nabi.

 

DMI berikhtiar bagaimana mengembalikan fungsi dan peran rumah ibadah, masjid maupun musholla yang jumlahnya melebihi 850.000, untuk kembali ke khittah. Masjid sebagai azas ketakwaan untuk menjalankan ibadah kepada Allah (Hablumminalloh) seiring dengan menjalin harmoni dengan sesama hamba (hablumminannas).

 

Dari sisi sejarahnya, DMI memang didirikan oleh para Ulama, Umara dan tokoh keumatan. Bahkan ada beberapa anggota perwira TNI dan Polri sebagai penggagas, pendiri dan pengurus di masa awal.

 

Sejarah Pendirian DMI dipelopori oleh 14 tokoh umat Islam saat itu, yaitu :  KH Moh Natsir, KH Achmad Syaichu, KH Hasan Basri, KH Muchtar Sanusi, KH Taufiqurrohman, KH Hasyim Adnan, Letjen TNI Purn H Sudirman, Jend Polisi Purn H Sucipto Judodihardjo, Kolonel H Karim Rasyid, Kolonel H Soekarsono, Brigjen TNI Purn HMS Raharjodikromo, Brigjen TNI H.

 

Projokusumo, H Fadli Luran dan H Ichsan Sanuha, mewakili 8 induk organisasi kemasjidan sebagai perwujudan yang mewakili para Pengurus Masjid dan Mushola seluruh Indonesia, mereka bergabung dan bersatu bersepakat mendirikan kelembagaan baru organisasi kemasjidan di Indonesia dengan nama Dewan Masjid Indonesia (DMI) pada tanggal 10 Jumadil Ula 1392 H bertepatan dengan tanggal 22 Juni 1972 M.

Karenanya sangat berlebihan dan tidak tepat ketika ada riak kecil yang merespon via media sosial, seperti ada penunggangan dan politisasi pihak kepolisian, TNI atau lembaga lain dari pemerintahan. Tentu saja, kesan dan pandangan tersebut tidaklah tepat.

 

Dari masjidlah seorang Rasul Muhammad di zamannya memulai peran dalam mengharmonisasikan segala aspek dan pelaku kehidupan. Islam, agama yang dari namanya merupakan kreasi Sang Pencipta. Dari Masjid pula alasan dibangunnya untuk menjadi landasan, dasar dan fundamen ketakwaan.

Dengan itulah peradaban Islam yang damai, humanis, rukun dan toleran dibangun hingga meraih kejayaannya dalam tempo sangat cepat melesat ke seantero dunia. Peradaban Islam hadir dan tumbuh berdampingan secara damai bersama peradaban yang telah terlahir sebelumnya.

 

Islam bermakna damai, tenang, nyaman, ketundukan, ketaatan juga kepatuhan. Menjadi seorang Muslim atau Muslimah, dengan sendirinya sebagai umat Islam, adalah kesediaan untuk berpasrah, tunduk, patuh dan taat pada Allah dan Rasul-Nya guna menghadirkan kehidupan yang damai, tenang, tenteram, aman dan bahagia bagi sesama. Itulah hakikat dan fitrah beragama Islam untuk bersama menuju dan pada akhirnya kembali kepada Sang Maha Pencipta, Allah ‘Azza wa Jalla.

 

Masjid selama Ramadhan menjadi sentra kegiatan umat dalam beribadah. Bukan hanya giat ibadah bertikal, berpuasa, Bukber, Shalat Fardhu, shalat tarwih, witir hingga tadarrus dan i’tikaf di masjid.

 

Begitupun, giat ibadah sosial kemanusiaan berlandas keislaman, mulai dari zakat, infaq, shodaqah, jariyah, menunjukkan semangat dan gempita luar biasa. Layanan terhadap saudara sesama dari kalangan kaum dhu’afa, faqier miskin dan yatim piatu, sungguh sangat semarak.

 

Silaturahim antar para pemimpin (umara), ulama dan umat begitu sejuk dan nyaman saling bersambung ukhuwah dan meningkatkan kerja sama. Ramadhan suasana yang semakin meneguhkan spiritual values (nilai-nilai spiritual) dan moral yang sangat memberi manfaat kebaikan tersambungnya silaturahim, sekaligus ishlah (rekonsiliasi alami dan damai) antara berbagai lapisan sosial.

 

Wajah bulan suci di negeri khatulistiwa ini menambah khidmat, saat saudara dan sahabat berbeda agama dan keyakinan penuh rasa hormat dan toleransi memuliakan saudara umat Islam yang berpuasa.

 

Semoga, semangat harmoni yang kokoh dalam segala aspek kehidupan yang menjadi tradisi dan budaya kehidupan keumatan dan kebangsaan tetap terus bersemi, terus tumbuh bak indahnya warna warni bunga di taman kehidupan yang indah dan membahagiakan.

 

Secara pribadi, keluarga dan sebagai Waketum PP DMI saya sampaikan selamat merayakan  Idul Fitri, teriring haturkan mohon maaf lahir dan batin.

 

Taqabballlohu minna waminkum taqabbal yaa kariem.

 

Oleh Komjen Pol H Syafruddin, Wakil Ketua Umum PP Dewan Masjid Indonesia (DMI)

 

REPUBLIKA

Pelajaran dari Penjual Sate tentang Kebahagiaan

PRIA ini dijuluki sebagai penjual sate senior. Warung satenya terkenal dari generasi zaman dahulu, tak tergeserkan oleh warung sate yang lain. Kata para pelanggan, satenya khas, dari daging pilihan, dibakar secara tradisional memakai arang batok kelapa, dimulai dengan basmalah dan dikipas dengan bibir tersenyum sambil bershalawat. Nama warungnya: Warung Sate ALAMI.

Saya tertarik mendengar kisah kehidupan pemilik warung ini. Bukan tentang membuat sate enak, melainkan tentang tetap tersenyum di hadapan bara api yang panas untuk waktu yang sangat panjang dan sering. Apa rahasia ketabahannya? Subhanallah. Jawabannya sungguh mengagumkan. Asa nilai filosofis yang layak direnungkan.

Pertama, beliau berkata: “Berdiri di dekat bara api senantiasa mengingatkan kami sekeluarga bahwa api itu panas. Bagaimana dengan panasnya api neraka? Maka pantang bagi kami sekeluarga untuk melanggar hukum agama. Selalulah saya bershalawat dengan harapan saya mendapat syafaat.”

Kedua, beliau melanjutkan ucap: “Kalau tahu bahwa bara api itu panas, maka jangan dipegang. Tangan akan terbakar melepuh dan hancur. Jangan sentuh dan lepaskan saja. Menggenggam bara adalah menyakitkan, melepaskannya adalah kebahagiaan. Kebencian adalah bara, dendam adalah bara, irihati dan dengki adalah bara, maka lepaskanlah dari diri kita.”

Luar biasa sekali pelajaran tukang sate ini, bukan? Jangan pelihara segala yang membuat hidup kita panas menderita, teruslah menjaga segala hal yang membuat hidup sejuk bahagia.

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

 

INILAH MOZAIK

Pesan Kakek Saat Makan Sahur Tempe Jaket Nenek

SUDAH biasa kakek kita ini bergaya hidup tradisional. “Kembali pada masa lalu untuk menjalani masa depan karena kebijakan masa lalu cukup jitu dijadikan pegangan.” Demikian tertulis di dinding anyaman bambu di bagian beranda rumah tradisionalnya. Malam ini kami beruntung saur bersama dengan kakek nenek unik ini. Menunya: tempe jaket, yakni tempe goreng berselimutkan tepung.

Tempe gorengnya hangat sekali. Bahasa politiknya, “tempenya masih aktual.” Tapi sayang sekali sikap kakek agak dingin, tak seperti biasanya yang lancar berfatwa menyampaikan mutiara-mutiara kehidupan. Nenek berkata: “Bulan Ramadlan ini kakekmu puasa bicara.” Kamipun mengangguk paham.

Setelah makan dan cuci tangan, kakekpun bicara. Satu kalimat saja. Tak banyak, tapi bernas dan sangan urgen diperhatikan manusia zaman now yang ingin tampak cerdas sehingga over aktif berfatwa lewat medsos sementara dirinya tak memenuhi syarat rukunnya. Sebetulnya saya tersindir, sepertinya sayalah orang yang over aktif itu.

Begini kalimat si kakek: “Menutup mulut sampai orang lain menganggapmu bodoh adalah lebih baik dari pada membuka mulut sampai orang yakin bahwa dirimu memang bodoh.” Waduh, mukul sekali bukan?

 

INILAH MOZAIK

Masa pun Berputar, Keadaan pun Berganti

KATA David Richo, agar manusia tak larut dalam gelisah dan terbiasa dalam keluhan, yakinilah lima hal, di antaranya adalah “Everything changes and ends”(segala sesuatu berubah dan berakhir).

Ulama berkata “Termasuk hal yang pasti adalah bahwa segala sesuatu berubah. Perubahan adalah satu-satunya yang tak berubah. Semua hanya masalah waktu”.

Yang kedua adalah people are not loving and loyal all the time (manusia itu tak akan mencintai dan loyal selamanya). Ini harus disadari agar diri tak mengeluh saat ada orang yang berkhianat setelah bersumpah setia. Dalam pentas politik kita bisa mendapatkan contoh yang jelas. Tokoh yang dulunya 100 persen memuja ketua umumnya akhirnya menjadi pengkritik terkerasnya saat pindah partai dan sebrang dukungan. Inilah hidup, terutama dalam politik.

Demikian sebagian yang saya sampaikan di acara Kejaksaan Tinggi Jawa Timur bersama Gubernur Jawa Timur, minggu lalu. Selamat tinggal keluhan, selamat datang kebahagiaan.

 

INILAH MOZAIK

Jamaah Haji 2018 akan Nikmati 10 Inovasi Ini

Kementerian Agama (Kemenag) menyiapkan sepuluh terobosan dalam pelayanan jamaah haji tahun ini. Inovasi itu mencakup katering, penginapan, dan banyak lagi.

Hampir sepekan meninjau persiapan penyelenggaraan rukun Islam kelima di Arab Saudi, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin menggelar rapat evaluasi di kantor Daerah Kerja (Daker) Makkah pada Selasa (12/06). Putra bungsu KH Saifudin Zuhri itu menilai persiapan haji tahun ini sudah hampir final.

“Pengecekan alhamdulillah berjalan lancar. Bersyukur, secara keseluruhan layanan sudah siap 90-95 persen. Tinggal finalisasi kontrak beberapa hotel di Madinah dan penyelesaian kontrak katering,” tutur Menag di Makkah, belum lama ini.

Lukman mencatat ada sejumlah inovasi baru pada musim haji 2018, sebagaimana dipaparkan berikut ini.

 

1. Rekam biometriks jamaah bisa dilakukan pada semua embarkasi haji di Indonesia

Sejak 2016, Kemenag terus mengusahakan agar rekam biometrik yang mencakup data 10 sidik jari dan foto wajah jamaah haji bisa dilakukan di Indonesia. Upaya tersebut baru bisa terealisasi tahun ini. “Inovasi ini akan memotong antrean dan masa tunggu yang sangat panjang saat pemeriksaan imigrasi, baik di Bandara Madinah maupun Jeddah,” jelas Menag.

Dari sebelumnya bisa 4-5 jam, tahun ini diharapkan antrean jamaah di kedua bandara Saudi itu hanya sekitar satu jam. “Jadi, sampai bandara di Madinah atau Jeddah,  jemaah yang berangkat dari tiga embarkasi ini bisa langsung menuju bus untuk diantar ke hotel,” ujar Menag.

 

2. QR Code pada gelang jemaah

QR Code berisi rekam data identitas jamaah yang dapat diakses melalui aplikasi haji pintar. Ini akan memudahkan petugas haji dalam mengidentifikasi dan membantu jamaah yang membutuhkan pertolongan.

 

3. Sistem sewa akomodasi satu musim penuh di Madinah

Selama ini, sistem sewa seperti itu hanya diterapkan di Makkah. Di Madinah, sewa akomodasi dilakukan secara blocking time. Mulai tahun ini, 52,02 persen jamaah akan ditempatkan di 32 hotel yang disewa satu musim penuh.

Artinya, hotel menjadi hak jamaah Indonesia secara penuh tidak dibagi dengan negara lain. Dengan begitu, pemindahan mereka dari Madinah ke Makkah atau sebaliknya, dapat dilakukan dengan memperhatikan kenyamanan.

 

4. Penggunaan bumbu masakan dan juru masak asal Indonesia

Kemenag meminta seluruh perusahaan katering untuk menggunakan bumbu asli dari Indonesia. Selain untuk menjaga cita rasa khas kuliner Indonesia, ini juga untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke luar negeri. Selama ini,  bumbu masak di Saudi didominasi dari negara lain.  “Cita rasa masakan kita harus ada untuk membuat para jamaah serasa di rumah sendiri,” ujar dia.

 

5. Layanan katering bagi jamaah haji Indonesia selama di Makkah ditambah

Kalau sebelumnya hanya 25 kali, tahun ini menjadi 40 kali. Selain itu, ada juga penambahan pemberian  kelengkapan minuman dan makanan berupa teh, gula, kopi, saos sambel, kecap dan satu potong  roti untuk setiap jamaah.

Sementara dana living cost sebesar 1.500 riyal, tetap diberikan penuh sebagaimana biasa sehingga bisa digunakan untuk keperluan lain. “Jamaah haji yang diberangkatkan pagi hari dari hotel di Makkah pada 8 Dzulhijjah atau fase puncak haji, akan mendapat tambahan makan siang di Arafah,” ujar Menag.

 

6. Penandaan khusus pada paspor dan koper, serta penggunaan tas kabin

Untuk memudahkan pengelompokan, paspor dan koper jamaah tahun ini diberi tanda warna khusus per rombongan di setiap kloternya. Tanda warna ini juga sekaligus menunjukan sektor atau wilayah hotel dan nomer hotel tempat tinggal jamaah.

Inovasi ini untuk mempermudah identifikasi paspor dan menghindari tertukarnya koper jemaah. Apalagi,  tahun ini layanan hotel juga ditambah dengan jasa angkut sehingga jamaah tidak perlu lagi membawa kopernya hingga sampai pintu kamar.

 

7. Pengalihan porsi bagi jamaah wafat kepada ahli waris

Tahun ini,  Kemenag telah mengeluarkan regulasi baru bahwa jamaah wafat boleh digantikan ahli waris. Dengan syarat, jamaah tersebut wafat setelah ditetapkan sebagai jamaah berhak lunas pada tahun berjalan. Untuk tahun ini, mereka adalah jamaah yang wafat setelah 16 Maret 2018.

Sebelumnya, porsi jamaah wafat tidak bisa digantikan sehingga uangnya ditarik kembali oleh ahli waris. Jika akan digunakan untuk mendaftar, maka ahli waris terhitung dalam antrean baru.

 

8. Pencetakan visa oleh Kemenag

Inovasi ini sangat signifikan dalam mempercepat proses penyiapan dokumen keberangkatan jamaah haji. Sebelumnya, Kemenag harus menunggu visa dari Kedutaan Saudi sehingga tidak jarang prosesnya menjadi lebih lama.

 

9. Penempatan satu konsultan di tiap sektor

Selama ini, konsultan ibadah hanya ada di kantor Daker (Daerah Kerja) Makkah. Konsultan ini diharapkan bisa bersinergi dengan Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) yang ada di tiap kloter.

 

10. Kemenag membentuk tim Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (P3JH)

Tim ini terdiri dari petugas layanan umum yang memiliki kemampuan medis. Diisi oleh petugas dari rumah sakit haji, prodi kedokteran UIN Jakarta,  serta rumah sakit TNI/Polri.

Tim ini disiapkan untuk mendukung layanan kesehatan pada puncak haji, utamanya pada hari pertama lontar jumrah. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya, banyak jamaah yang membutuhkan pertolongan kesehatan di areal Jamarat menuju Mina.

 

“Sepuluh inovasi ini merupakan upaya pemerintah untuk terus meningkatkan pelayanan. Harapannya, mereka bisa beribadah dengan tenang, memperoleh kemabruran, serta kembali ke Tanah Air dalam kondisi sehat,” ucap Menag.

Menag Lukman bertolak ke Arab Saudi pada Kamis (7/6) lalu. Setibanya di Jeddah, dia langsung memimpin rapat bersama jajaran Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, tim penyedia layanan, serta Konjen RI di Jeddah dan tim Kantor Urusan Haji (KUH). Rapat membahas update kesiapan layanan haji tahun ini.

Esok harinya, Jumat (8/6), Menag bertolak ke Madinah untuk melihat langsung persiapan di sana, mulai dari katering, hotel,  hingga layanan kesehatan. Pada Ahad (10/6), Menag melihat kesiapan layanan di Kota Makkah. Selain cek hotel jemaah, Menag juga melakukan simulasi layanan dan rute bus sholawat yang akan mengantar jamaah dari hotel menuju Masjid al-Haram dan sebaliknya.

 

KEMENAG RI

4 Tingkatan Rezeki dari Terendah hingga Tertinggi

BERIKUT ini adalah beberapa cara Allah dalam memberikan rezeki kepada semua makhluknya menurut Alquran:

1. Tingkat rezeki pertama yang dijamin oleh Allah

“Tidak suatu binatangpun (termasuk manusia) yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin oleh Allah rezekinya.” (QS Hud: 6)

Artinya Allah akan memberikan kesehatan, makan, minum untuk seluruh makhluk hidup di dunia ini. Hal tersebut adalah rezeki dasar yang terendah.

2. Tingkat rezeki kedua yang didapat sesuai dengan apa yang diusahakan.

“Tidaklah manusia mendapat apa-apa kecuali apa yang telah dikerjakannya” (QS An-Najm: 39)

Allah akan memberikan rezeki sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Jika seseorang bekerja selama dua jam, dapatlah hasil yang dua jam. Jika kerja lebih lama, lebih rajin, lebih berilmu, lebih sungguh-sungguh, seseorang akan mendapat lebih banyak. Tidak pandang dia itu seorang muslim atau kafir.

3. Tingkat rezeki ketiga adalah rezeki lebih bagi orang-orang yang pandai bersyukur.

” Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7)

Inilah rezeki bagi orang yang disayang oleh Allah. Orang-orang yang pandai bersyukur akan dapat merasakan kasih sayang Allah dan mendapat rezeki yang lebih banyak.

Itulah Janji Allah! Orang yang pandai bersyukurlah yang dapat hidup bahagia, sejahtera dan tentram. Usahanya akan sangat sukses, karena Allah tambahkan selalu.

4. Tingkat rezeki keempat adalah rezeki istimewa dari arah yang tidak disangka-sangka bagi orang-orang yang bertakwa dan bertawakal pada Allah Ta’ala.

“. Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS Ath-Thalaq: 2-3)

Peringkat rezeki yang keempat ini adalah rezeki yang istimewa, tidak semua orang bisa meraihnya. Rezeki ini akan Allah berikan dari arah yang tidak disangka-sangka. Mungkin pada saat seseorang berada dalam kondisi sangat sangat membutuhkan. []

Makin Tua, Makin Saleh, Tanda Kebahagiaan di Dunia

IBNU Abbas mengatakan ada 7 tanda-tanda kebahagiaan hidup didunia:

1) Qalbun Syakirun

Hati yang selalu bersyukur, artinya selalu menerima apa adanya (Qana’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur.

2) Al-Azwajus Shalihah

Pasangan hidup yang shaleh/shalihah, pasangan hidup yang shaleh/shalihah akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sakinah.

3) Al-Auladul Abrar

Anak yang shaleh/shalihah. Doa anak shaleh/shalihah kepada org tuanya dijamin dikabulkan Allah, berbahagialah orang tua yang memiliki anak shaleh/shalehah.

4) Al-Baitus Shalihah

Lingkungan yang kondusif untuk iman kita. Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang shaleh yang selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan bila kita salah

5) Al-Maalul Halal

Harta yang halal. Bukan banyak harta, tapi harta yang dimiliki mubah atau bahkan haram wal ‘iadu billah. Harta yang halal akan menjauhkan setan dari hati. Hati menjadi suci, bersih dan kokoh. Sehingga memberikan ketenangan dalam hidup.

6). Tafaquh fid-dien

Semangat untuk memahami agama. Dengan belajar ilmu agama, semakin cinta kepada agama, semakin tinggi cinta kepada Allah dan Rasulullah. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hati.

7). Umur yang barokah

Makin tua makin sholeh. Setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Makin tua makin rindu untuk bertemu dengan Sang Pencipta. Inilah semangat hidup orang-orang yang barokah umurnya.

Semoga Allah memudahkan kita dalam perjuangan besar untuk memiliki 7 indikator kebahagian yang disebut Ibnu Abbas radhiallahu ‘anha diatas. Aamiin Ya Allah. []

 

INILAH MOZAIK

Niat Zakat Fitrah, Hukum, Waktu dan Bolehkah dengan Uang

Zakat fitrah adalah ibadah khusus yang menyertai dan menyempurnakan puasa Ramadhan. Bagaimana niat zakat fitrah, hukum, dan kapan waktu mengeluarkannya? Serta berapa besarnya dan bolehkah dibayar dengan uang? Berikut ini pembahasannya.

Hukum Zakat Fitrah

Zakat fitrah atau zakat fitri merupakan ibadah maliyah (harta) yang wajib dikeluarkan disebabkan berakhirnya puasa Ramadhan. Hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim baik pria maupun wanita, kecil atau dewasa, dan budak maupun merdeka.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ، ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى ، مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada setiap orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, dari kalangan kamu muslimin. (HR. Bukhari)

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah dari Ramadhan kepada seluruh jiwa kaum muslimin baik orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum. (HR. Muslim)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, ulama Hanifiyah berpendapat bahwa yang wajib mengeluarkan zakat ini adalah yang memiliki harta satu nisab yang lebih dari kebutuhan pokoknya (tempat tinggal, pakaian, kendaraan, peralatan rumah tangga serta kebutuhan keluarga).

Namun menurut jumhur ulama, zakat ini wajib atas orang yang memiliki makanan pokok untuk dirinya dan orang yang ia nafkahi di malam Idul Fitri dan ketika Idul Fitri. Bahkan menurut madzhab Maliki, zakat fitrah tetap wajib meskipun ia harus berhutang yang bakal mampu ia lunasi.

Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap jiwa (kullu nafs). Karenanya, seorang ayah harus mengeluarkan zakat ini untuk anak-anaknya yang masih kecil dan bayi, seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat ini untuk orang yang ia nafkahi. Jika zakat ini sudah dibayarkan oleh suami atau kepala keluarga, istri atau anggota keluarga tidak perlu membayar sendiri.

Waktu Zakat Fitrah

Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah wajib dikeluarkan pada akhir Ramadhan. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai batas waktu itu.

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan, menurut Imam Ahmad, Imam Syafi’i dalam qaul jadid dan satu riwayat Imam Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri karena saat itulah waktu berbuka puasa Ramadhan.

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dalam qaul qadim dan satu riwayat Imam Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbit fajar pada hari raya Idul Fitri.

Perbedaan ini berpengaruh pada bayi yang lahir pada malam Idul Fitri sebelum terbit fajar, apakah ia wajib dikeluarkan zakat fitrahnya atau tidak. Menurut golongan pertama, zakat fitrahnya wajib dikeluarkan karena ia lahir setelah waktu diwajibkan. Menurut golongan kedua, zakat fitrahnya tidak wajib dikeluarkan karena ia lahir sebelum waktu diwajibkan.

Jika waktu wajib zakat fitrah adalah akhir Ramadhan, bolehkah ia dikeluarkan lebih awal? Menurut jumhur ulama, boleh dikeluarkan satu hari atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri. Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu biasa mengeluarkan zakat ini sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri.

Menurut madzhab Syafi’i, zakat fitrah boleh dikeluarkan sejak awal Ramadhan. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, ia boleh dikeluarkan sebelum bulan Ramadhan.

Besarnya Zakat Fitrah

Seperti tercantum pada hadits di atas, besarnya zakat fitrah yang wajib dikeluarkan adalah satu sha’ gandum atau satu sha’ kurma atau satu sha’ makanan pokok lainnya. Dalam Fiqih Sunnah dijelaskan, satu sha’ sama dengan empat mud yakni sekitar 3,33 liter.

Jika ditimbang, satu sha’ setara dengan sekitar 2,7 Kg. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan agar digenapkan 3 Kg sehingga lebih aman.

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah seperti dikutip Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu, satu sha’ sama dengan 3,8 Kg.

Syaikh Abdurrahman Al Juzairi dalam Fiqih Empat Madzhab menjelaskan, bahan makanan pokok yang dikeluarkan sebagai zakat fitrah harus dibersihkan dari kulit dan batangnya. Sehingga ketika orang berzakat, ia memberikan beras bukan memberikan padi.

Orang yang biasa memakan makanan yang lebih rendah dari kebiasaan masyarakat, misalnya ia makan nasi dari beras sedangkan masyarakat biasa memakan gandum, maka ia mengeluarkan zakat fitrah seperti yang ia makan jika hal itu karena keterbatasan ekonominya. Namun jika itu karena kekikirannya, ia harus mengeluarkan zakat ini sesuai makanan yang biasa dimakan masyarakat.

 

Yang Berhak Menerima

Siapa yang berhak menerima zakat ini? Yang berhak menerima zakat fitrah sama dengan yang berhak menerima zakat pada umumnya (mustahik) yakni 8 golongan:

  1. Al fuqara; orang-orang fakir
  2. Al masakin; orang-orang miskin
  3. Amil zakat
  4. Mualaf, yaitu orang-orang yang baru masuk Islam
  5. Ar riqab; budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya dengan membayar
  6. Al gharimun; orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar
  7. Fi sabilillah
  8. Ibnu sabil; musafir yang sedang menempuh perjalanan syar’i

Namun yang lebih utama untuk menerima zakat fitrah adalah faqir miskin. Hal ini berdasarkan hadits, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkataan kosong dan perbuatan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin” (Hr. Abu Daud; hasan)

Zakat Fitrah dengan Uang

Bolehkah mengeluarkan zakat fitrah dengan uang, bukan dalam bentuk bahan makanan pokok?

Imam Abu Hanifah memperbolehkan zakat fitrah dengan memberikan uang yang sebanding. Yakni senilai satu sha’ bahan makanan pokok.

“Namun jika yang diberikan orang yang berzakat itu berupa gandum, maka cukup setengah sha’” terang Imam Abu Hanifah seperti dikutip Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah.

Mengapa boleh memberikan zakat fitrah dengan uang, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan hujjah Madzhab Hanafi, karena hakikatnya yang wajib adalah mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta. Hal itu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

أَغْنُوهُمْ فِى هَذَا الْيَوْمِ

Cukupkan mereka (dari meminta-minta) pada hari seperti ini. (HR. Daruquthni)

“Mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta dapat tercapai dengan memberinya harga (uang). Bahkan itu lebih sempurna dan mudah karena lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian maka jelaslah teks hadits tersebut mempunyai illat (sebab) yakni al ighna’ (mencukupkan)” demikian hujjah Madzhab Hanafi.

Sedangkan menurut jumhur ulama, tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan uang karena Rasulullah mengeluarkan zakat ini dengan makanan pokok.

“Membayar zakat fitrah dengan harga jenis makanan-makanan tersebut, maka tidak boleh menurut jumhur. Hal itu berdasarkan perkataan Umar bin Khattab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma dan satu sha’ gandum.” Jika berpaling dari ketentuan itu maka ia telah meninggalkan kewajiban,” tulis Syaikh Wahbah Az Zuhaili.

Jadi, tidak boleh membayar zakat ini dengan uang secara mutlak. Sebab di zaman Rasulullah juga sudah ada uang tetapi beliau dan para sahabat tidak memberikan uang sebagai zakat fitrah. Adapun hadits yang digunakan hujjah Madzhab Hanafi tersebut, derajatnya dipersoalkan oleh banyak ulama.

Namun jika kita membayar kepada lembaga zakat dalam bentuk uang dan telah ada kesepakatan (akad) bahwa nantinya lembaga zakat itu memberikan kepada mustahik dalam bentuk makanan pokok, maka ini diperbolehkan.

Niat Zakat Fitrah

Dalam Fikih Manhaji Madzhab Syafi’i dalam bab Zakat ditulis satu sub bab khusus berjudul Hukum Niat ketika Mengeluarkan Zakat.

Seorang muzakki wajib berniat ketika membayarkan zakatnya. Hal ini untuk membedakannya dengan pembayaran jenis lain seperti kafarat sumpah atau infaq. Ketentuan ini berdasarkan hadits yang sangat populer, “Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika muzakki membayar langsung zakatnya, maka ia niat zakat ketika hendak menyerahkan zakat itu kepada mustahiq. Boleh juga ia niat zakat ketika memisahkan bagian zakat dengan hartanya yang lain.

Adapun ketika ia menyerahkan zakat kepada pemerintah atau lembaga amil zakat, maka ia harus niat zakat ketika menyerahkan zakat itu kepada pemerintah atau lembaga amil zakat.

Semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Melafadzkan niat bukanlah suatu syarat. Artinya, tidak harus melafadzkan niat.

Namun jumhur ulama mengatakan boleh melafadzkan niat untuk membantu konsentrasi. Bahkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, menurut jumhur ulama selain madzhab Maliki, melafalkan niat hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati menghadirkan niat.

Sedangkan dalam madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafalkan niat karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bagi yang berpendapat melafadzkan niat, berikut ini lafadz niat zakat fitrah beserta tulisan latin artinya.

Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an nafsii fardhol lillaahi Ta’aalaa)

Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardhu karena Allah Ta’ala

Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻱْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an waladii … fardhol lillaahi Ta’aalaa)

Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku…. (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala

Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺑِﻨْﺘِﻲْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an bintii … fardhol lillaahi Ta’aalaa)

Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku…. (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala

Demikian pembahasan lengkap tentang Zakat Fitrah mulai dari hukum, waktu, besarnya, bolehkah diganti dengan uang hingga niat zakat fitrah. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab.

 

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]