Persiapan Umrah Bagi Lansia

Pelaksanaan ibadah umrah dari segi waktu lebih fleksibel daripada ibadah haji. Setiap tahunnya, jumlah jamaah umrah asal Indonesia merupakan yang terbesar dibanding negara lainnya. Sebagian dari jamaah umrah tersebut adalah kaum lanjut usia atau biasa disebut lansia.

Ibadah umrah mempunyai keutamaan untuk memperoleh ampunan Allah SWT dan menutupi (kafarat) kesalahan-kesalahan yang diperbuat. Selain itu, dengan berjiarah ke Tanah Suci seorang Muslim dapat memperbaharui dan meningkatkan iman.

Ada beberapa kesiapan yang perlu dipersiapkan kaum lansia sebelum menunaikan umrah.

Pertama adalah setiap Muslim yang hendak berumrah perlu mempersiapkan niat yang bersih beribadah hanya karena Allah SWT. Meminta ampun dan bertobat kepada Allah SWT.

Niat yang baik hanya karena Allah harus dimiliki siapa saja, baik jamaah lajut usia maupun muda, yang ingin melaksanakan umrah.

Pasalnya, setiap Muslim yang memiliki niat beribadah karena Allah dengan tulus tidak akan merasa berat dalam melaksanakan seluruh rangkaian ibadah umrah. Selian itu, niat yang ikhlas akan mendorong seseorang untuk beribadah lebih khusyu dan maksimal.

Tips kedua, adalah dengan memperdalam ilmu umrah  (rukun, wajib, sunnah, urutan, dan geraknya). Oleh karena itu, manasik umrah,, seperti ihram dari miqat, tawaf, dan sa’i sangat penting untuk dilakukan agar para lansia benar-benar memahami tata cara berumrah. Karena itu, peran pembimbing umrah sangat penting’”

Dari segi kekuatan fisik, kaum lansia memiliki keterbatasan dibandingkan orang muda. Oleh karena itu, imbuh dia, sebelum berangkat ke Tanah Suci, para lansia sebaiknya menjaga kesehatan.

Itu dapat dilakukan dengan  makan-makanan yang mengandung gizi seimbang, banyak serat, dan tak banyak mengandung lemak. Jangan lupa pula istirahat yang cukup, dan olahraga ringan yang cocok untuk lansia. Ada baiknya, para lansia juga divaksin meningitis dan influenza agar tidak tertular penyakit. Persiapan obat-obatan juga sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan.

Para lansia diimbau untuk membawa perlengkapan seperlunya, antara lain pakaian secukupnya, bahan makanan yang kering, peralatan makan, kain ihram, sandal, pelengkapan mandi dan shalat.

Sebaiknya, golongan orangtua ini juga membawa uang secukupnya, dan tidak perlu membawa perhiasan mencolok. Saifullah mengungkapkan, bagi lansia yang kondisi fisiknya sudah tidak memungkinkan, dapat membawa pendamping untuk membantu segala aktivitas di Tanah Suci.

 

sumber:IhramCoID

Keteladanan Rasulullah dalam Mendidik

Majelis Taklim Masjid Assakinah menggelar kajian rutin di Masjid Assakinah, Jalan TB Simatupang, Kebagusan, Jakarta Selatan,belum lama ini. Pada kajian tersebut, pengurus majelis taklim membahas tema tentang riwayat Abdullah Ibnu Abbas dan keteladanan Rasulullah SAW dalam mendidik.

Untuk membahas tema terkait, Majelis Taklim Masjid Assakinah mengundang seorang narasumber, yakni Ustaz Azwar. Adapun kajian tersebut dilaksanakan seusai menunaikan shalat Zuhur berjamaah. Ustaz mengatakan, Abdullah Ibnu Abbas atau dikenal pula dengan nama Ibnu Abbas adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang dikenal karena kedalaman ilmunya dalam bidang tafsir Alquran. Tak sedikit pula hadis sahih yang telah diriwayatkannya. Terutama yang diungkapkan Aisyah, istri Rasulullah SAW.

Ustaz Azwar mengisahkan, Ibnu Abbas lahir di tahun ketiga sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Ibnu Abbas merupakan putra dari Abbas bin Abdul Mutthalib, yang notabene merupakan paman Rasulullah SAW. Menurut Ustaz Azwar, sedari kecil Ibnu Abbas memang telah mendapat pendidikan dari Rasulullah SAW. “Ibnu Abbas selalu meniru dan meneladani apa yang dilakukan Rasulullah SAW pada masa itu,” tuturnya.

Pada suatu ketika, ketika Rasulullah SAW hendak menunaikan shalat malam atau Tahajud, ucap Ustaz Azwar, Ibnu Abbas yang masih berusia kanak-kanak segera mengikutinya. Dia bahkan sempat memberikan wadhu (air untuk berwudhu) kepada Rasulullah SAW.

Melihat hal tersebut, lanjut dia, Rasulullah SAW kemudian segera memanjatkan doa untuknya kepada Allah SWT. “Seperti diriwayatkan Muslim dan Bukhari, (Rasulullah berdoa) berilah dia (Ibnu Abbas) pemahaman yang dalam tentang agama dan ajarkanlah dia ilmu tafsir,” ungkap Ustaz Azwar.

Terkait peristiwa ini, ada pelajaran yang patut dipetik oleh umat. Khususnya pada kalangan orang tua yang telah memiliki anak. “Bahwa ketika kita mendoakan anak kita, doakanlah sesuatu yang besar untuknya, layaknya yang dilakukan Rasulullah SAW. Usia Ibnu Abbas masih kanak-kanak, tapi doa Rasul seolah-olah dia adalah orang dewasa,” ujar Ustaz Azwar.

Pada momen lainnya,  Ustaz Azwar menerangkan, Rasulullah juga pernah memberikan nasihat untuk Ibnu Abbas yang masih berusia kanak-kanak. Dalam nasihat tersebut, Rasulullah mengatakan, jagalah Allah SWT, maka engkau akan mendapatkan-Nya menjagamu.

Mengingat usia Ibnu Abbas yang masih kanak-kanak, nasihat Rasulullah SAW tersebut dinilai istimewa.  “Selain dari kata-katanya yang tidak menggunakan bahasa kanak-kanak, nasihat tersebut juga menjadi bukti bahwa Ibnu Abbas ketika usianya masih dini telah diajarkan tauhid oleh Rasulullah SAW,” ucapnya.

Tak hanya itu, kata Ustaz Azwar, dalam kelanjutan nasihatnya, Rasulullah SAW mengatakan kepada Ibnu Abbas, bila dia memerlukan dan membutuhkan bantuan, mintalah kepada Allah SWT. “Rasul tidak menyuruhnya meminta bantuan kepada manusia, tapi langsung kepada Allah. Dari sini bisa kita pahami bahwa sejak kecil Ibnu Abbas juga sudah dididik untuk tawakal oleh Rasul,” ujar Ustaz Azwar.

Doa dan nasihat Rasulullah SAW kepada Ibnu Abbas, pada akhirnya terwujud. Ia menjadi sahabat yang memiliki ilmu dan wawasan yang cukup luas, terutama dalam bidang tafsir, sebagaimana yang telah didoakan oleh Rasulullah SAW ketika Ibnu Abbas membawakan dan memberinya air untuk berwudhu.

Ustaz Azwat menilai, kisah Ibnu Abbas dan cara Rasulullah SAW menaungi dan mendidiknya dapat dijadikan contoh untuk para orang tua atau pengajar. Bahwa ketika memberikan nasihat kepada anak-anak, misalnya, tidak melulu harus menggunakan kata-kata atau kalimat yang bersifat kekanak-kanakan.  Dengan demikian, sisi mental dan akhlak anak akan lebih mudah terbentuk.

Kemudian, lanjutnya, jangan ragu pula untuk mengajarkan anak tentang tauhid sedari dini. “Contohlah bagaimana Rasul mengajarkan Ibnu Abbas terkait hal ini (tauhid) ketika usianya masih kanak-kanak. Dan lihat bagaimana (hasilnya) ketika Ibnu Abbas tumbuh dewasa,” ucap Ustaz Azwar.

 

sumber: Republika Online

Hakim Teradil

Secara gamblang dalam Alquran disebutkan bahwa Sang Khalik telah menunjuk Nabi SAW sebagai  seorang hakim. Penunjukan itu tercantum dalam surah An-Nisa’  [4] ayat 61, 65, dan 105; surah As-Syura’ [42] ayat 15; dan surah An-Nur ayat [24] 51.

Surah An-Nur [24] ayat 51 menunjukkan bahwa posisinya sebagai hakim tidak terpisahkan dari posisinya sebagai rasul. Beliau bertindak sebagai hakim sekaligus utusan Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW diakui sejarah sebagai penggagas hukum yang paling besar karena beliau tidak saja menghakimi kasus secara adil dan imparsial, tetapi juga menetapkan asas hukum yang universal dan seimbang bagi seluruh umat manusia.

Tentu saja meliputi seluruh aspek kehidupan: perlindungan hidup, harta benda, kehormatan, dan melindungi hak-hak pribadi, sosial, legal, sipil dan beragama setiap individu. Apa pun peran yang beliau jalankan dalam kapasitasnya sebagai legislator merupakan teladan abadi yang menunjukkan kebesaran dan keadilannya bagi seluruh generasi mendatang.

Muhammad SAW menegaskan bahwa hukum Allah bersifat universal dalam maslahat dan lingkupnya, imparsial dan adil dalam penerapannya, serta abadi sifatnya. Karenanya, beliau menekankan bahwa hukum tersebut harus berada di atas seluruh hukum dan peraturan buatan manusia.

Rasulullah mengajarkan bahwa seluruh manusia harus memasrahkan, baik secara individu maupun bersama-sama, seluruh hak dan pembuatan hukum kepada-Nya. Sebab, manusia tidak diberi hak membuat hukum apa pun tanpa wewenang-Nya.

Sebagai manusia, Nabi Muhammad SAW pun tunduk pada kedaulatan Ilahi seperti manusia lainnya. Karena itu, beliau tidak memiliki hak untuk memerintah orang-orang menurut kemauannya sendiri agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Afzalur Rahman dalam Ensiklopedi Muhammad Sebagai Hakim, menerangkan, dalam menegakkan aturan hukum, Nabi SAW selalu mengacu kepada sistem hukum bahwa Allah SWT merupakan sumber seluruh hukum. Seluruh dasar hukum Islam adalah bahwa Tuhan sajalah pemegang kedaulatan dan kekuasaan yang sejati, sedangkan manusia bertindak sebagai perwakilan-Nya atau khalifah-Nya di muka bumi.

Nabi Muhammad dengan jelas telah menggambarkan aspek hukum Islam melalui banyak cara. Beliau menegaskan kewajiban umat Islam untuk menaati Alquran. Kemudian, tentang posisi Sunah di hadapan Alquran, Nabi menyatakan, Perintahku tidak dapat membatalkan perintah Allah, namun perintah Allah dapat membatalkan perintahku.” (HR Daruquthni).

Legislator Islam pertama

Di dalam kitab suci Alquran terdapat sejumlah ayat yang terkait dengan masalah hukum. Ayat-ayat tersebut meliputi masalah waris, pernikahan, mahar, perceraian, gratifikasi (pemberian hadiah), wasiat, jual beli, perlindungan, jaminan dan pidana.

Namun, di dunia yang senantiasa berubah dan berkembang, beberapa masalah hukum ini tidak bisa mencakup seluruh situasi dan masalah-masalah baru. Karenanya, Alquran telah memerintahkan kepada para legislator di masa depan untuk menyusun hukum-hukum sesuai dengan kebutuhan waktu dan tempat di bawah arahan prinsip-prinsip dasar Islam, memastikan semuanya sesuai dengan semangat hukum Islam, dan tidak melanggar prinsip-prinsip dasarnya.

Dalam hal ini, Nabi SAW adalah legislator Islam pertama. Beliau menafsirkan hukum Alquran dan memberikan komentar terhadapnya dan menjelaskan tata cara penerapan Alquran ke dalam masalah-masalah praktis kehidupan. Beliau tidak bisa mengganti atau mengubah hukum Ilahi mana pun yang terkandung dalam Alquran. Beliau bertindak hanya sebagai penafsir dan komentator, kemudian menerapkannya dalam beragam situasi.

 

sumber:republika Online

Rasulullah, Panglima Perang yang Bersahaja

Sejarah Islam tak hanya mencatat sosok Muhammad SAW sebagai seorang utusan Allah yang berakhlak mulia tanpa cela, tapi juga sosok pahlawan besar. Dalam banyak perjuangan membela Islam, Rasulullah adalah prajurit Allah yang gagah perkasa dan panglima perang yang bersahaja.

Sejarah Islam dan juga Alquran mencatat sejumlah peperangan yang terjadi pada masa awal Islam. Dalam bahasa Arab, peperangan itu disebut ghazwah dan sariyya. Keduanya sama-sama melibatkan kaum Muslimin, namun ghazwah diikuti langsung oleh Rasulullah, sementara sariyya tanpa beliau.

Lebih dari 25 ghazwah pernah terjadi sepanjang sejarah Islam. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sembilan peperangan yang berakhir dengan pertempuran. Selebihnya diakhiri oleh menyerahnya pihak musuh atau tercapainya perdamaian. Pertempuran-pertempuran tersebut, di antaranya, Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq (Parit), Perang Khaibar, Fathu Makkah, Perang Hunain, dan Perang Tabuk.

Perang Badar merupakan salah satu pertempuran terbesar yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah atau 17 Maret 624 M. Pada peperangan yang melibatkan lebih dari 300 Muslim itu, kaum Muslimin menang dengan gemilang. Sebanyak 70 orang dari kelompok kafir tewas dan 70 lainnya tertawan dalam pertempuran. Sedangkan, 14 orang dari kelompok Muslim wafat sebagai syuhada.

Pertempuran besar selanjutnya, Uhud, tak segemilang Badar. Kaum Muslimin tercerai-berai dan kalah dalam pertempuran yang terjadi pada 7 Syawal tahun tiga Hijriyah (22 Maret 625 M) tersebut. Beberapa peperangan lainnya, seperti Khandaq dan Fathu Makkah, berakhir dengan kondisi yang ber beda pula. Meski memunculkan ketegangan yang luar biasa, keduanya berakhir tanpa pertumpahan darah.

Allah memerintahkan umat Islam untuk memerangi kelompok yang memerangi Islam, namun dengan sejumlah catatan yang membatasinya. Seperti disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 190, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang meme rangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak menyu kai orang-orang yang melampaui batas.”

Sebagai panglima yang menggerakkan perang untuk membela Islam, Rasulullah SAW tidak berpegang, tetapi pada ketentuan Allah. Semua itu tercermin dalam peperangan-peperangan yang dipimpinnya, termasuk strategi perang dan caranya memperlaku kan para tawanan perang.

Di luar itu, Rasulullah dikenal sebagai panglima yang mampu menimbulkan perasaan takut dalam diri para musuhnya, tahu cara terbaik memperoleh informasi tentang kekuatan musuh, serta memotivasi pasukannya untuk tidak gentar melawan para musuh Allah.

 

 

sumber:Republika Online

Memaafkan, Akhlak Mulia Rasulullah

Memaafkan merupakan bagian dari akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah SAW kepada umatnya.  Abdullah al-Jadali berkata, ”Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, ‘Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.” (HR Tirmidzi; hadis sahih).

Umat Islam diperintahkan untuk memaafkan kesalahan orang lain kepadanya. Rasulullah SAW  bersabda, ”Orang yang hebat bukanlah orang yang menang dalam pergulatan. Sesungguhnya orang yang hebat adalah orang yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah.  Memaafkan  dan mengampuni juga merupakan perbuatan yang diperintahkan Sang Khalik kepada umatnya.

Dalam surah al-A’raaf ayat 199, Allah SWT berfirman, ”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”  Pada surah al-Hijr ayat 85, Allah SWT kembali berfirman, ”Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.”

Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memaafkan orang-orang musyrik atas tindakan mereka menyakiti dan mendustakan beliau.  Sebab, Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang berbuat kebajikan dan memaafkan. ”Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS: asy-Syuura; 43).

Menurut Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu’ah min Akhlaqir-Rasul, memaafkan adalah pintu terbesar menuju terciptanya rasa saling mencintai di antara sesama manusia. ”Jika orang lain mencerca kita, sebaiknya kita membalasnya dengan memberi maaf dan perkataan yang baik,” ungkap Syekh al-Mishri.

Begitu juga ketika seorang berbuat jahat kepada kita, papar Syekh al-Mishri, seharusnya kita membalas dengan berbuat baik kepadanya.  Menurut dia, Allah SWT akan selalu memberikan pertolongan kepada kita selama memiliki sifat memaafkan dan kebaikan. Memaafkan adalah ciri orang-orang yang baik.

Allah SWT berfirman dalam surat  asy-Syuraa ayat 40, ”Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah…” Semoga kita menjadi insan yang bisa  dan selalu ikhlas memaafkan kesalahan orang lain. n sumber:  Syarah Riyadgus Shalihin karya Syekh Salim bin Ied al-Hilali dan Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW karya Syekh Mahmud al-Mishri. 

 

sumber:Republika Online  

Perilaku Berpolitik Nabi Perlu Diteladani

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan Kalimantan Tengah Awaludin Noor mengajak seluruh politisi agar meneladani Nabi Muhammad SAW dalam berpolitik. “Nabi Muhammad selain pendakwah juga sebagai Kepala Pemerintahan yang punya pengalaman buruk diolok-olok namun tidak melakukan pembalasan. Malah justru mendoakan para pelakunya,” kata Awaludin di Palangka Raya, Senin (12/12).

Dia mengataka, sikap Nabi ini harus tetap dilestarikan dan dicontoh, setidaknya di kalangan para kader PPP se Indonesia. “Harapan kita para politisi lainnya juga ikut meneladani sikap dan tindakan Nabi Muhammad SAW,” tambahnya.

Dia juga mengajak seluruh politisi di lingkungan DPRD Kalteng di momentun Maulid Nabi Muhammad SAW 2016 mendapat pencerahan. Sebab, menurut Awaludin, sekarang ini kalangan DPRD Kalteng sedang mengalami ‘turbulensi’ politik kecil.

Anggota DPRD Kalteng periode 2009-2014 ini mengatakan ‘turbulensi’ politik itu harapannya mampu dilalui dengan aman. Sehingga seluruh kepentingan dapat terlaksana secara baik dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat di Provinsi berjuluk “Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila” ini.

“Teman-teman DPRD Kalteng, ayolah meneladani Nabi Muhammad SAW. Kompromi itu penting. Kedepankan jalan keluar menang-menang, bukan menang-kalah. Hargai semua pendapat. Saya yakin anggota DPRD Kalteng semua telah berpengalaman,” ucapnya.

Ketua PPP Kalteng ini menyebut tiga rancangan peraturan daerah yakni tentang KUA PPAS APBD 2017, rencana program jangka menengah daerah (RPJMD), dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sangat penting untuk segera disahkan sebagai Perda bagi kemajuan provinsi ini. “Prediksi saya berbagai polemik yang terjadi antara DPRD dan Pemprov Kalteng dalam waktu dekat ada jalan keluarnya. Prediksi saya sebentar lagi tiga raperda itu selesailah. Sudah berpengalaman semua kok. Saya yakin itu,” kata Awaluddin.

PPP di seluruh Indonesia serentak merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, Minggu (11/12) malam. DPW PPP Kalteng pun merayakannya bersama sejumlah tokoh dan kader serta anak-anak panti asuhan.

 

Hikmah Teguran untuk Nabi Daud

Teguran Nabi Daud AS ini, konon (kisah ini masih diperdebatkan) menikahi perempuan dari salah satu bala tentaranya yang diutus ke medan perang, Oria bin Hanna. Perempuan tersebut bernama Sabig binti Syaik. Keduanya menikah dan mencoba mengarungi bahtera rumah tangga dengan penuh kedamaian dan kasih sayang.

Hingga, perintah berperang itu tiba. Raja memerintahkan segenap lelaki yang mampu berjihad untuk berangkat ke medan perang, termasuk Oria. Berat hati Oria sebenarnya untuk melangkahkan kakinya ke medan perang. Dia tidak ingin ketidakberuntungan di medang perang memisahkan dirinya dengan istrinya. Keduanya sudah saling nyaman dalama melalui kehidupan, sehingga terpisah sebentar saja pun sampai menguraikan air mata.

“Kewajiban terhadap tanah air dan agama di atas segala kewajiban. Kewajiban yang harus ditunaikan sekali pun akan menyebabkan membanjirinya air mata dan darah,” kata Oria kepada istrinya tercintanya.

Mendengar jawaban itu, istri Oria Sabig hanya menangis dan memeluk erat tubuh Oria. “Semoga, Allah SWT menjaga keamananmu di sana aku mencitaimu,” katanya masih dalam pelukan Oria.

Di medan perang pertempuran terjadi begitu sengit tidak ada putusnya. Karena sama-sama kuat, perang itu bukan berjalan dalam satu dua hari saja, tetapi puluhan, bahkan ratusan hari juga tetap belum berkesudahan. Pikiran Oria bin Hanna ketika dalam pertempuran selalu membayangkan pelukan mesra istrinya dari bayangan itulah dia berdoa.

“Ya Allah, semoga perang ini segera berakhir dengan kemenangan yang gemilang,” kata Oria dalam doanya.

Namun, perang yang di hadapan Oria semakin sengit, sehingga waktu perang menjadi panjang. Yang paling mengiris hatinya ketika Oria mendengar kabar bahwa istrinya dinikahi raja yang memerintahkannya untuk berperang. Dia tidak menyangka bahwa perintah raja selain mengambil kebahagiaanya sekaligus juga mengambil sumber kebahagian yang datang dari istrinya.

Kecantikan dan ketangkasan istri Oria bernama Sabig binti Syaik membuat hati raja bergetar dibuatnya, akhirnya daripada menimbulkan fitnah terhadap keluarga, raja meminang Sabig, meski masih sebagai istri Oria, Sabig dan keluarga menerima lamaran raja karena Oria tidak kunjung ada kabar, apalagi terakhir Oria dikabarkan telah tewas.

Pernikahan Raja dengan Sabig pun selesai digelar, semenjak pernikah dengan Sabig binti Syaik ini, meski bukan pernikahan yang pertama, melainkan pernikahan yang ke-100 kali ini dirasanya lebih mengembirakan hatinya. Dengan demikian, dalam menjalankan tugas setelah pernikah raja terlihat bergairah.

Raja kembali mengatur pola kerjanya demi bisa memenuhi kewajiban sebagai kepala negara dan kepala dalam rumah tangga. Raja membagai waktunya kepada empat hari. Hari pertama untuk kepentingan dirinya sendiri, hari kedua untuk kepentingan kepada Allah SWT, hari ketiga untuk menghukum dan mengurusi permasalahan umat, dan hari keempat untuk mengajar dan memimpin rakyat ke jalan yang dikehendaki Allah SWT.

Dari kisah ini, Allah SWT memperlihatkan kepada manusia dan Daud bahwa baik perkara kecil maupun besar, tetap diperhatikan Allah SWT. Bukan saja terhadap manusia biasa, tetapi juga terhadap orang-orang pilihan Allah SWT, nabi-nabi mulia, dan rasul-rasul yang suci.

 

sumber: Republika Online

Teguran untuk Nabi Daud

Kisah tentang pertobatan Nabi Daud AS merupakan cerita masyhur yang banyak bertebaran di referensi-referensi israiliyyat, sebagaiannya, menurut para ahli sejarah, benar, tetapi sebagiannya dinyatakan tak valid karena dan bertentangan dengan risalah tauhid yang agung.

Mengutip Rangkaian Kisah Alquran Kisah Nyata Peneguh Iman sebagai raja yang besar dan nabi mulia, rumah Daud selalu dijaga ketat oleh bala tentaranya. Tidak ada seorang pun yang diperbolehkan menemui Daud sebelum mendapatkan izin dari penjaga dan sesudah dikonfirmasi oleh Daud sendiri, itu pun jika sepadan dan sesuai dengan rencana pekerjaan yang sudah ditetapkan oleh Daud .

Pada hari dia beribadah, siapa pun tidak dizinkan masuk untuk mengadukan suatu perkara dan bagitulah seterusnya. Namun, pada suatu hari ada dua orang laki-laki meminta izin masuk untuk menemui Daud sesuai dengan aturannya dua laki-laki itu tidak diperbolehkan masuk. Karena yang datang itu bukan manusia biasa, akhirnya dua laki-laki itu bisa masuk ke kamar Daud  tanpa diketahui oleh satu pun penjaga.

Dua orang yang mendesak masuk tadi merupakan malaikat yang Allah SWT yang diutus untuk memberikan peringatan dan pengajaran kepada Daud. Dialog antara Daud dan dua malaikat itu diabadikan dalam Alquran surah Shaad ayat 22 sampai 24.

Alangkah terkejutnya Daud melihat kedatangan dua tamu itu, padahal dia tidak pernah mengizinkannya untuk masuk. Sebelumnya, Daud tidak mengira bahwa yang datang adalah malaikat yang Allah SWT utus.

Daud kaget dua orang itu sudah ada di sampingnya dalam kamar. Karena melihat Daud terkejut akhirnya dua tamu menenangkannya sambil menyampaikan maksud dan tujuannya menemuinya.

“Kami ini dua orang bersaudara yang bertentangan satu sama lain. Maka, berilah kami hukum yang benar atas pertentangan dan perselisihan kami, tetapi jangan dihukum dengan cara yang tidak adil. Tunjukilah kami kepada jalan yang sebaik-baiknya,” pinta dua tamu itu.

Mendengarkan permintaan dua tamunya itu, Daud tidak dapat menolak perkara yang sudah ada di hadapannya. Daud mengaku siap memberikan keputusan setelah mendengarkan cerita dari masing-masing tamu itu. “Jadi, apa yang membuat kalian berselisih,” tanya Nabi Daud.

Setelah dizinkan untuk menyampaikam, satu di antara dua tamu itu menceritakan bahwa saudaranya memiliki 99 ekor kambing, sedangkan dirinya hanya mempunyai seekor kambing. Tetapi, saudara yang memiliki 99 ekor kambing itu meminta satu kambing miliknya agar menjadi genap 100 ekor kambing.

“Tuntutan ini sudah beberapa kali aku tolak, tetapi dia membantah dengan kata-kata yang fasih, sehingga aku kalah,” keluhnya.

 

sumber: Republika Online

Jejak Dakwah Nabi Ilyas

Dalam Alquran, Ilyas adalah seorang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah kepada kaumnya, Bani Israil. Sayangnya, mereka tak mau menerima ajakan dan dakwah Nabi Ilyas untuk menyembah Allah SWT. Sebaliknya, mereka malah menyembah dan memuja berhala yang bernama Baal.

Secara lengkap, kisah Nabi Ilyas dijelaskan dalam Alquran surah Ashshaaffaat [37]: 123-132. ”Sesungguhnya, Ilyas adalah salah seorang dari rasul-rasul. (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa? Patutkah kamu menyembah Baal (berhala) dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta, (yaitu) Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu?’

Maka, mereka mendustakannya karena itu mereka akan diseret (ke neraka). Kecuali, hamba-hamba Allah yang ikhlas (menyembah Allah). Kami tinggalkan nama baiknya sampai kepada umat yang kemudian. Selamat dan sejahtera bagi Ilyas. Begitulah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk golongan hamba Kami yang mukmin.”

Menurut Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Al-Qur’an, Ilyas diutus oleh Allah kepada kaum Bani Israil di daerah Ba’labak (Heliopolis: Kota Matahari). Hal yang sama juga disampaikan Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam karyanya Athlas Tarikh  al-Anbiya’ wa al-Rusul (Atlas Sejarah Nabi dan Rasul). Menurut Sami al-Maghluts, Nabi Ilyas diutus oleh Allah di daerah Baalbek (Ba’labakha) yang terletak di daerah sebelah barat Damaskus (Suriah), yang kini masuk wilayah Lebanon. Hal ini juga diperkuat oleh keterangan Ibnu Katsir dalam Qishash al-Anbiya’. Sumber lainnya menyebutkan, Baalbek terletak di sebelah timur Kota Lebanon sekarang ini.

Nabi Ilyas (sekitar 910-850 SM) merupakan keturunan keempat dari Nabi Harun. Ia adalah putra Yasin bin Fanhash bin Aizar bin Harun. Bila diteruskan, namanya akan bersambung ke garis keturunan Ibrahim AS dari Nabi Ishak AS. Kaumnya adalah keturunan Bani Israil.

Menurut seorang sejarawan, Baysir Mahjub al-Saudah, dalam kitabnya Jauber, Tarikhuha wa Hadliruha, umat Nabi Ilyas adalah bangsa Yahudi yang menyebar di Baalbek (Ba’labakha). Menurut sejumlah keterangan, kota ini bernama Fenesia (Phoenisia). Dalam Ensiklopedia Islam untuk Pelajar, disebutkan bahwa kota itu berada di daerah Lebanon.

Penduduk Fenesia awalnya dihuni oleh para pelaut terkenal. Negeri mereka terletak di dekat laut. Namun, mereka tidak beriman kepada Allah. Mereka menyembah patung-patung. Salah satu yang paling dipuja adalah Baal. Sampai sekarang, masih ada sebuah bangunan altar bernama Heliopolis yang diyakini sebagai tempat penyembahan bangsa Fenesia kepada Dewa Baal. Nama Kota Baalbek sendiri diambil dari nama Baal, dewa bangsa Fenesia yang merupakan seorang wanita.

Karena kebobrokan kaum Bani Israil sepeninggal Nabi Sulaiman AS, Allah mengutus Ilyas untuk menyadarkan kaumnya agar beriman kepada Allah. Namun, ajakan dan dakwah Ilyas bertepuk sebelah tangan. Kaumnya justru menolak dakwah Nabi Ilyas. Bahkan, mereka berencana membunuh Ilyas.

Selama bertahun-tahun, Ilyas berdakwah dan mengajak kaumnya untuk menyembah Allah. ”(Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa? Patutkah kamu menyembah Baal (berhala) dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta, (yaitu) Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu?’ Maka, mereka mendustakannya karena itu mereka akan diseret (ke neraka). Kecuali, hamba-hamba Allah yang ikhlas (menyembah Allah).” (QS Ashshaaffaat [37]: 124-128).

Mereka mendustakan dakwah Nabi Ilyas. Mereka pun berusaha mengejarnya dan membunuhnya. Namun, rencana busuk mereka tercium oleh Nabi Ilyas. Ilyas pun segera meninggalkan kaumnya yang berada dalam kedurhakaan.

 

sumber: Republika Online

Ilyas dalam Injil Barnabas

Umat Islam percaya dan mengimani bahwa Ilyas adalah seorang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah SWT. Ia diutus kepada kaum Bani Israil. Dahulunya, kaumnya ini beriman. Akan tetapi, sepeninggal Daud dan Sulaiman AS, mereka menyembah berhala yang bernama Baal. Mereka kemudian diazab oleh Allah dengan bencana kekeringan yang sangat panjang.

Kisah Nabi Ilyas berdakwah kepada kaumnya ini juga terdapat dalam Injil. Namun, kisahnya tidak ditemukan dalam Taurat. Hal ini disebabkan pengutusan Ilyas lebih belakangan dibandingkan Nabi Musa AS yang menerima kitab Taurat.

Kisahnya dikemukakan dalam Injil Barnabas. Dalam Injil Barnabas ini, ditulis bahwa Ilyas sering kali memberikan nasihat kepada kaumnya. Dalam Barnabas, disebutkan bahwa namanya adalah Ilya. Berikut adalah nasihatnya yang disebutkan dalam Injil Barnabas dari ayat 23-49.

”Ilya adalah hamba Allah. Hal ini ditulis bagi semua orang yang menginginkan berjalan bersama Allah, pencipta mereka. Sesungguhnya, orang yang suka belajar akan sedikit takut kepada Allah. Karena, orang yang takut kepada Allah akan merasa puas untuk mengetahui apa-apa yang diinginkan Allah saja. Hendaklah orang-orang yang menginginkan mengerjakan amal-amal yang saleh memerhatikan diri mereka karena seseorang tidak akan memperoleh manfaat ketika mendapati keuntungan dunia, sementara ia mendapati kerugian.

Selanjutnya, hendaklah orang yang mengajari orang lain berusaha untuk lebih baik daripada orang lain karena tidak akan bermanfaat suatu nasihat yang diberikan oleh orang yang tidak mengamalkan apa yang dikatakannya. Sebab, bagaimana seorang yang salah dapat memperbaiki kehidupannya, sementara ia mendengar seorang yang lebih buruk darinya berusaha untuk mengajarinya.

Kemudian, hendaklah orang yang mencari Allah berusaha lari dari percakapan dengan manusia karena Musa ketika berada sendirian di atas gunung Saina’ menemukan Allah dan berdialog dengan-Nya sebagaimana seorang pecinta berdialog dengan kekasihnya.

Dan, hendaklah orang-orang yang mencari Allah berusaha keluar sekali setiap tiga puluh kali ke tempat yang biasa dijadikan perkumpulan oleh masyarakat dunia. Karena, boleh jadi, ia dapat melakukan suatu amal pada satu hari saja. Namun, dihitung amalnya itu selama dua tahun, khususnya berkaitan dengan pekerjaan yang mencari ridha Allah.

Hendaklah ketika ia berbicara tidak melihat ke arah mana pun, kecuali ke arah dua kakinya dan ketika ia berbicara hendaklah mengatakan hal yang penting saja. Hendaklah ketika ia makan tidak berdiri dari meja makan dalam keadaan kekenyangan.

Hendaklah mereka berpikir setiap hari karena boleh jadi mereka tidak akan menemui hari berikutnya. Hendaklah mereka benar-benar memanfaatkan waktu mereka sebagaimana mereka selalu bernapas. Hendaklah satu baju dari kulit binatang cukup untuk mereka. Hendaklah mereka setiap malam berusaha untuk tidur tidak lebih dari dua jam. Hendaklah mereka berusaha berdiri di tengah-tengah shalat dengan rasa takut.

Kerjakanlah semua ini dalam rangka mengabdi kepada Allah dengan menjunjung tinggi syariat-Nya yang Allah SWT karuniakan kepada kalian melalui Nabi Musa. Karena, dengan cara seperti ini, kalian akan menemukan Allah SWT dan kalian akan merasakan pada setiap zaman dan tempat bahwa kalian berada di bawah naungan Allah dan Dia akan selalu bersama kalian.”  

 

sumber: Republika Online