Serial Do’a: Do’a Ketika Ada Angin Kencang

Do’a Ketika Ada Angin Kencang

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا،
وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا

ALLAAHUMMA INNII AS-ALUKA KHOIROHAA
WA A’UUDZUBIKA MIN SYARRIHAA

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya.”
(HR. Abu Dawud & Ibnu Majah) HR. Abu Dawud: 4/326, Ibnu Majah: 2/1228

Read more https://yufidia.com/7351-serial-doa-doa-ketika-ada-angin-kencang.html

Perkuat Konten Dakwah Digital

Tren digitalisasi dalam dakwah telah mengalami perubahan luar biasa.

Tenaga Ahli Komisi Informasi Jabar, Mahi Hikmat, menyampaikan, tren digitalisasi telah mengalami perubahan luar biasa. Konten berbasis digital termasuk tinggi pengaruhnya, khususnya terhadap dakwah.

Mahi menuturkan, secara perlahan tapi pasti, ada percepatan minat masyarakat terhadap konten-konten yang ada di media daring atau yang berbasis platform digital. Angkanya naik di atas 50 persen. Artinya, yang menggunakan media digital itu terus meningkat.

“Peningkatan ini termasuk juga pengukuran waktu jam per jamnya. Maka seharusnya ini menjadi rujukan bagi semua pendakwah untuk hijrah menggunakan media berplatform digital,” kata dia dalam agenda virtual Konferensi Dakwah dan Media Islam bertajuk ‘Prospek Dakwah Digital di Era Pandemi: Peluang, Tantangan dan Dinamika’ yang digelar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Selasa (30/11).

Mahi melanjutkan, ada sebanyak 54,68 persen penduduk Indonesia atau 143,26 juta penduduk Indonesia yang menggunakan media berplatform digital. Sehingga, dia menilai wajar bila para pendakwah beramai-ramai berdakwah melalui media digital. Menurutnya, ini merupakan keharusan meski perlu beradaptasi dengan konten.

Di era sekarang, menurut Mahi, para pendakwah bisa memilih bebas kontennya sehingga konten-konten dakwah pun menjadi ramai di jagat maya. Namun, meski jumlahnya banyak, terkadang konten dakwah yang yang dihadirkan secara digital menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat.

“Tapi itu sebetulnya tidak dapat dihindari di dunia maya terkait konten dakwah. Maka inilah yang harus dikuatkan, bagaimana mencetak pendakwah-pendakwah di era kebebasan yang luar biasa ini dalam menyajikan konten dakwah, yang tentunya tetap berdasarkan Alquran dan hadits,” kata dia.

Menurut Mahi, mungkin tidak sedikit masyarakat yang ragu terhadap konten dakwah yang ada di media digital. Apalagi jika pendakwahnya terbilang pendatang baru atau tidak memiliki latar belakang keagamaan yang cukup. Hal ini bermunculan di era kekinian karena mereka punya sarana untuk belajar menggunakan teknologi digital.

“Maka yang terpenting adalah komitmen pendakwah untuk menguatkan konten sehingga konten-konten dakwahnya tetap terkendali karena merujuk pada Alquran dan hadits atau kaidah lain berdasarkan kesepakatan ulama. Ini penting agar umat tidak kebablasan dalam melakukan tindakan-tindakan,” katanya.

Sementara itu, Akademisi dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Moch Fakhruroji menyampaikan, di jagat maya, otoritas keagamaan dari seseorang bersifat cair sehingga hal ini menjadi tantangan dan perlu dikuatkan kembali.

Misalnya, dia mengatakan, seorang Muslim bisa berdakwah ketika memiliki pemahaman keagamaan yang cukup. Atau punya relasi dengan tokoh atau institusi keagamaan yang bersifat otoritatif seperti pernah mengenyam pendidikan di pesantren.

“Namun diperlukan kajian mendalam tentang berbagai macam praktik baru dalam dakwah. Kajian dakwah ini kajian paling elastis, jadi harusnya bisa menyesuakan sehingga tidak perlu menganggap pendatang baru sebagai ancaman,” jelas dia.

KHAZANAH REPUBLIKA

Hukum Menikahi Perempuan yang Lebih Tua dalam Pandangan Islam

Saat ini banyak kita jumpai seorang laki-laki yang menikahi perempuan yang usianya lebih tua. Alasannya bermacam-macam, ada karena alasan perempuan sudah mandiri, lebih dewasa, dan lainnya. Dalam pandangan Islam sendiri, bagaimana hukum menikahi perempuan yang lebih tua?

Dalam Islam, seorang laki-laki boleh menikahi perempuan yang lebih tua. Tidak ada larangan dan pantangan tertentu bagi laki-laki untuk menikahi perempuan yang lebih tua, baik usianya terpaut jauh atau tidak. Selama suka sama suka, maka boleh bagi seorang laki-laki menikahi perempuan yang usianya lebih tua darinya.

Ini sebagaimana disebutkan dalam Darul Ifta’ Al-Mishriyah berikut;

السؤال : هل يجوز للشاب أن يتزوج فتاة أكبر منه في العمر بسبعة شهور فقط؟

الجواب : يجوز للرجل من الناحية الشرعية أن يتزوج امرأة أكبر منه سنا

Pertanyaan; Apakah boleh bagi seorang pemuda menikahi perempuan yang usianya lebih tua darinya hanya sekitar 7 bulan saja?

Jawaban; Boleh bagi laki-laki secara syariat untuk menikahi perempuan yang usianya lebih tua darinya.

Dalam kitab-kitab sejarah disebutkan bahwa Nabi Saw pertama kali menikah, beliau menikahi Sayidah Khadijah yang usianya lebih tua dari beliau. Menurut keterangan kebanyakan ahli sejarah, usia Nabi Saw ketika menikahi Sayidah Khadijah adalah 25 tahun, dan usia Sayidah Khadijah adalah 40 tahun. Sebagian mengatakan bahwa usia Khadijah adalah 45 tahun dan sebagian lagi mengatakan 35 tahun. Ini menunjukkan bahwa menikahi perempuan yang lebih tua hukumnya boleh dan sudah dipraktekkan langsung oleh Nabi Saw.

Bahkan Nabi Saw juga menikahi Saudah, perempuan yang usianya lebih tua dari beliau. Menurut sebagian ulama, usia Saudah saat dinikahi oleh Nabi Saw adalah 66 tahun, sementara usia Nabi Saw sendiri adalah sekitar 50 tahun.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Muhammad Abu Zahrah dalam kitab Khatam Al-Nabiyyin berikut;

تزوج النبي صلى الله تعالى عليه وسلم من بعدها قبل الهجرة سودة بنت زمعة، وكانت نحو سن خديجة، أي في ست وستين من عمرها

Setelah meninggalnya Khadijah, sebelum Hijrah, Nabi Saw menikahi Saudah binti Zam’ah. Usianya seperti Khadijah, kurang lebih 66 tahun.

Dengan demikian, hukum menikahi perempuan yang lebih tua dalam Islam itu boleh. Seorang laki-laki menikahi perempuan yang usianya lebih tua itu dilakukan sendiri oleh Nabi Saw.

BINCANG SYARIAH

Cara Menghibur Mereka yang Berduka

Dalam Buku Fikih Akhlak karya Syekh Musthafa al Adawy menjelaskan tentang cara menghibur keluarga yang tengah berduka.

Keluarga yang berduka hendaknya dihibur dengan kata-kata yang meringankan kesedihannya. Tiga cara untuk menghibur mereka diantaranya:

Pertama, mengingatkannya akan Allah, sebagaimana difirmankan dalam surat Ali Imran ayat 185,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.

“Setiap jiwa pasti akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185)

Kedua, mengingatkannya akan takwa dan sabar atas musibah

Menghibur orang yang sedang berduka karena kematian bisa juga dengan mengingatkannya akan takwa dan sabar atas musibah yang menimpanya.

Rasulullah SAW berkata kepada seorang wanita yang sedang menangis karena ditinggal mati, bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.

Dalam firman Allah surat Albaqarah ayat 155-156 dijelaskan,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ.الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).

Ketiga, mengingatkan bahwa kematian adalah musibah kehilangan yang atas ijin Allah dapat ganti yang lebih baik.

Muslim meriwayatkan dari Ummu Salmah r.a., “Aku mendengar Rasulullah bersabda, “Setiap muslim yang tertimpa musibah, kemudian berkata akan apa yung diperintahkan oleh Allah, yaitu “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesung guhnya kami akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah aku pahala atas musibahku ini dan gantikanlah dengan yang lebih baik,’ Maka Allah pasti menggantikan dengan yang lebih baik untuknya.” 

Ketika Abu Salmah meninggal dunia, Ummu Salmah mengatakan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah, kemudian dia mendapatkan pengganti yang lebih baik daripada Abu Salmah, yaitu Rasulullah SAW.

IHRAM

Cara Menyenangkan Orang Lain yang Tertimpa Musibah

Ada beberapa cara untuk menyenangkan orang lain yang terkena musibah. Buku Fikih Akhlak karya Syekh Musthafa al Adawy menyebutkan, menyenangkan perasaan orang lain merupakan bagian untuk meringankan musibah yang sedang menimpa mereka.

Tiga cara diantaranya: 

Pertama, membagikan sebagaian harta kepada kerabat yang miskin dan tidak memiliki hak

Ketika pembagian harta waris dihadiri kerabat yang miskin dan tidak memiliki hak waris dianjurkan menyisihkan sebagian harta untuk mereka, janji Allah akan mengganti harta tersebut dengan yang lebih baik.  

Dalam firman Allah SWT surat An Nisa ayat 8, 

وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. 

Kedua, hiburlah wanita yang bercerai dengan memberikan sebagian harta, 

Perasaan wanita yang bercerai pastilah kacau. Hendaknya mantan suami memberikan sebagian hartanya sebagai bentuk penghiburan. Sebagaimana firman Allah SWT dalan surat Albaqarah 241, 

وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Dan bagi perempuan-perempuan yang diceraikan hendaklah diberi mut’ah menurut cara yang patut sebagai suatu kewajiban bagi orang yang bertakwa.

Ketiga, Allah menghibur Nabi Ibrahim ketika pengikutnya amat sedikit. 

Bahwa satu saat kalimat tauhid akan membawa orang berimana bertambah banyak pada keturunan nabi dan rasul kemudian. Dalam surat Az Zukruf ayat 28 disebutkan,  

وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Dan (Ibrahim) menjadikan (kalimat tauhid) itu kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali (kepada kalimat tauhid itu).

IHRAM

Status Suami yang Hilang Bertahun-tahun

TERDAPAT kasus di beberapa tempat yang menyebutkan bahwa seorang istri telah ditinggal suaminya kira-kira lima tahun lamanya, bagaimana statusnya, apakah dibolehkan baginya untuk menikah lagi dengan laki-laki lain, ataukah dia harus menunggu suaminya datang?

Sampai kapan dia harus menunggu sedang suaminya tidak jelas keberadaannya ? Bagaimana Islam memberikan solusi atas masalah seperti ini?

Perbedaan Pendapat

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini:

Pendapat Pertama: bahwa seorang istri yang ditinggal lama oleh suaminya hendaknya sabar dan tidak boleh menuntut cerai. Ini adalah pendapat Madzab Hanafiyah dan Syafi’iyah serta adh-Dhahiriyah. Mereka berdalil bahwa pada asalnya pernikahan antara kedua masih berlangsung hingga terdapat keterangan yang jelas, bahwa suaminya meninggal atau telah menceraikannya. (az-Zaila’i, Nasbu ar-Rozah fi takhrij ahadits al-hidayah: kitab al-mafqud, Ibnu Hamam, Syarh Fathu al-Qadir ; Kitab al-Mafqud, Ibnu Hazm, al-Muhalla bi al Atsar ; Faskh nikah al mafqud).

Pendapat Kedua: bahwa seorang istri yang ditinggal lama oleh suaminya, dan merasa dirugikan secara batin, maka dia berhak menuntut cerai. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Malikiyah.

Adapun dalil-dalil yang bisa dikemukakan untuk mendukung pendapat ini adalah :

Pertama firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ

“Dan pergaulilah mereka dengan baik.“ (QS: An-Nisa : 19).

Kedua firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَلَا تُمْسِكُوْهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعْتَدُوْا ۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ

“Janganlah engkau tahan mereka untuk memberi kemudharatan bagi mereka, karena demikian itu berarti kamu menganiaya mereka.“ (QS: Al-Baqarah : 231).

Ketiga sabda Rasulullah ﷺ:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Tidak ada yang mudharat (dalam ajaran Islam) dan tidak boleh seorang muslim membuat kemudharatan bagi orang lain.“ (Hadist Hasan Riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni).

Ayat dan hadist di atas melarang seorang muslim, khususnya suami untuk membuat kemudharatan bagi istrinya dengan pergi meninggalkan rumah dalam jangka waktu yang lama tanpa ada keperluan yang jelas. Maka, istri yang merasa dirugikan dengan kepergian suaminya tersebut berhak untuk menolak mudharat tersebut dengan gugatan cerai yang diajukan ke pengadilan.

Keempat, disamping itu, seorang istri dalam keadaan sendirian, biasanya sangat sulit untuk menjaga dirinya , apalagi di tengah-tengah zaman yang penuh dengan fitnah seperti ini. Untuk menghindari firnah dan bisikan syetan tersebut, maka dibolehkan baginya untuk meminta cerai dan menikah dengan lelaki lain.

Kelima, mereka juga mengqiyaskan dengan masalah al-iila’ (suami yang bersumpah untuk tidak mendekati istrinya) dan al-Unnah (suami yang impoten), dalam dua masalah tersebut sang istri boleh memilih untuk cerai, maka begitu juga dalam masalah ini. (Ibnu Rusydi, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayah al-Maqasid, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, 2/ 52).

Hanya saja para ulama yang memegang pendapat kedua ini berbeda pendapat dalam beberapa masalah:

Para ulama dari kalangan Hanabilah menyatakan bahwa suami yang meninggalkan istrinya selama enam bulan tanpa berita, maka istri berhak meminta cerai dan menikah dengan laki-laki lain. Mereka berdalil dengan kisah Umar bin Khattab yang mendengar keluhan seorang wanita lewat bait-bait syi’irnya ketika ditinggal suaminya berperang.

Beliau menannyakan kepada anaknya Hafshah tentang batas kesabaran seorang perempuan berpisah dengan suaminya, maka Hafsah menjawab enam bulan. Dan keputusan ini hanya berlaku bagi suami yang pergi begitu saja tanpa ada udzur syar’i, dan disebut dengan faskh nikah (pembubaran pernikahan) dan tidak disebut talak. (Muhammad Abu Zahrah, al-Ahwal as-Syakhsiyah, Kairo, 1957, Dar al Fikr al Arabi, hlm : 367).

Adapun para ulama Malikiyah menentukan batas waktu waktu satu tahun, bahkan dalam riwayat lain batasan waktunya adalah empat tahun, dimana seorang istri boleh meminta cerai dan menikah dengan suami lain. Dan ketentuan ini berlaku bagi suami yang pergi, baik karena ada udzur syar’i maupun tidak ada udzur syar’i. Jika hakim yang memisahkan antara keduanya, maka disebut talak bain. (Ibnu Rusydi : 2/ 54).

Mereka juga membedakan antara yang hilang di Negara Islam, atau di Negara kafir, atau hilang dalam kondisi fitnah atau hilang dalam peperangan. Masing-masing mempunyai waktu tersendiri.

Jika suami berada di tempat yang bisa dijangkau oleh surat atau peringatan, maka seorang hakim diharuskan untuk memberikan peringatan terlebih dahulu, baik lewat surat, telpon, sms, maupun kurir ataupun cara-cara yang lain, dan menyuruhnya untuk segera kembali dan tinggal bersama istrinya, atau memindahkan istrinya di tempatnya yang baru atau kalau perlu diceraikannya. Kemudian sang hakim memberikan batasan waktu tertentu untuk merealisasikan peringatan tersebut, jika pada batas tertentu sang suami tidak ada respon, maka sang hakim berhak untuk memisahkan antara keduanya. (Ibnu Juzai, al-Qawanin al-Fiqhiyah, Kairo, Daar al hadits, 2005 ,hlm : 177, Muhammad Abu Zahrah: 366)

Pendapat yang lebih mendekati kebenaran- wallahu a’lam- adalah pendapat yang menyatakan bahwa batasan waktu dimana seorang istri boleh meminta cerai dan menikah dengan lelaki lain, jika suami pergi tanpa udzur syar’i adalah satu tahun atau lebih. Itupun, jika istri merasa dirugikan secara lahir maupun batin, dan suaminya telah terputus informasinya serta tidak diketahui nasibnya. Itu semua berlaku jika kepergian suami tersebut tanpa ada keperluan yang berarti.

Adapun jika kepergian tersebut untuk suatu maslahat, seperti berdagang, atau tugas, atau belajar, maka seorang istri hendaknya bersabar dan tidak diperkenankan untuk mengajukan gugatan cerai kepada hakim.  Gugatan cerai ini, juga bisa diajukan oleh seorang istri yang suaminya dipenjara karena kejahatan atau perbuatan kriminal lainnya yang merugikan masyarakat banyak, sekaligus sebagai pelajaran agar para suami untuk tidak melakukan tindakan kejahatan. (Muhammad Abu Zahrah : 368).

Adapun mayoritas ulama tidak membolehkan hal tersebut, karena tidak ada dalil syar’i yang dijadikan sandaran. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, Riyadh, Daar Alami al Kutub, Juz 11, hal : 247, Dr. Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, Damaskus, Dar al Fikr, 1989, Cet ke 3, Juz :7, hlm :535).

“Jika hakim telah memisahkan antara keduanya dan telah selesai masa iddahnya, kemudian sang istri menikah dengan lelaki yang lain, tiba-tiba mantan suaminya muncul, maka pernikahan istri dengan laki-laki yang kedua tidak bisa dibatalkan, karena penikahan dengan lelaki yang pertama (mantan suaminya) sudah batal.” (Ibnu Juzai : 177).

Adapun jika dasar pemisahan antara suami istri tersebut, karena diprediksikan bahwa suaminya telah meninggal dunia, tetapi pada kenyataannya masih hidup, maka pernikahan yang kedua batal. Dan pernikahan pertama masih berlangsung. Wallahu a’lam.*/Dr A Zain An-Najah, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)

HIDAYATULLAH

Perbedaan Hati yang Hidup dan Mati Menurut Islam

Hati umat manusia bisa dikategorikan mati dan hidup

Hati merupakan bagian penting dari diri seseorang yang juga diakui dalam ajaran Islam.

Pembahasan ini tentunya bukan hati dalam artian organ tubuh, tapi sesuatu dalam diri yang menyimpan segala bentuk perasaan seseorang. 

Dilansir dari Elbalad, pendakwah Islam, Syekh Ramadan Abdel Muiz, mengatakan Rasulullah SAW menempatkan hati sebagai bagian yang terpenting yang dapat memengaruhi gerak-gerik seseorang. 

Dalam sebuah hadits, hati bahkan menjadi penyebab hancurnyauUmat Islam dalam suatu masa. Rasulullah SAW bersabda:   

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ . فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ  حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ 

Artinya: “Dari Tsauban, dia berkata bahwa Rasulullah ﷺ  bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud). 

Selain membahas tentang pentingnya menjaga hati, Syekh Muiz juga menjelaskan ada beberapa jenis hati. Beberapa di antaranya adalah: 

• Hati yang bersih 

Hati yang bersih merupakan milik orang-orang yang tidak membuka sedikitpun celah pada ketidakbenaran. Mereka adalah orang-orang yang selalu berupaya tunduk kepada Allah ﷻ dan sunah Nabi-Nya. 

Hati yang bersih ini dimiliki oleh banyak golongan, seperti hati orang-orang yang bertakwa, hati orang-orang yang diberi petunjuk, hati yang tenang dan hati yang senantiasa hidup dengan mengingat-Nya. 

• Hati yang mati 

Hati yang mati merupakan hati yang jauh dengan Rabb-nya. Maksiat atau perbuatan yang dilarang Allah ﷻ telah menutupi hatinya sehingga bisa sekeras batu bahkan lebih dari itu. 

Hati-hati ini adalah milik orang-orang dengan golongan seperti, orang-orang yang hatinya sakit karena berbuat syirik kepada Allah, orang-orang yang hatiya buta karena tidak mau melihat kebenaran Allah ﷻ, hati terganggu yang tidak menyadari penciptanya dan jauh dari Alquran dan hati pendosa yang menerobos larangan Allah ﷻ tanpa rasa takut. 

Ada juga hati yang keras yang tidak berupaya untuk melunakkan diri sebesar apapun kebenaran telah diperlihatkan. Kemudian ada juga hati yang sesat atau orang-orang yang menyimpang dari kebenaran.

KHAZANAH REPUBLIKA

Menag: Per 1 Desember 2021, Penerbangan Indonesia Bisa Langsung ke Saudi

Jeddah (Kemenag) — Kunjungan kerja Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ke Arab Saudi berbuah manis. Otoritas penerbangan Arab Saudi telah memperbarui aturan penerbangan internasionalnya. Terhitung 1 Desember 2021, penerbangan dari Indonesia bisa langsung menuju ke Arab Saudi.

Menag Yaqut Cholil Qoumas menyambut baik aturan baru yang diterbitkan otoritas penerbangan Arab Saudi, General Authority of Civil Aviation (GACA), tertanggal 25 November 2021. 

“Alhamdulillah, jelang kepulangan kunjungan kerja dari Arab Saudi, saya mendapat informasi resmi bahwa mulai pukul satu dini hari, pada Rabu 1 Desember 2021, warga Indonesia sudah diperbolehkan masuk ke Arab Saudi tanpa perlu melalui negara ke-3 selama 14 hari,” terang Menag di Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, jelang kepulangannya ke Indonesia, Kamis (25/11/2021) malam.

“Tidak lagi ada persyaratan booster, namun  tetap harus mematuhi protokol kesehatan (prokes) dengan menjalani karantina institusional selama lima hari. Ini harus dipatuhi dan menjadi perhatian bersama,” sambungnya.

Selain Indonesia, kata Menag, ada lima negara lain yang juga sudah mendapat izin masuk Saudi, yaitu: Pakistan, Brazil, India, Vietnam, dan Mesir.

Larangan terbang atau suspend diberlakukan oleh Arab Saudi terhadap Indonesia dan sejumlah negara lainnya sejak Februari 2021. Ketentuan ini sempat diperbarui pada akhir Agustus 2021. Penerbangan dari Indonesia diperbolehkan langsung ke Saudi, tetapi hanya dikhususkan bagi orang-orang yang memiliki izin tinggal di Arab Saudi, baik mukimin atau ekspatriat. 

“Semoga ini juga akan menjadi kabar baik buat jemaah umrah Indonesia yang sudah tertunda keberangkatannya sejak Februari 2021. Semoga jemaah Indonesia bisa segera mengobati kerinduannya untuk ke Tanah Suci. Namun, harus disiplin protokol kesehatan sesuai ketentuan Arab Saudi,” pesannya.

Gus Menteri, sapaan akrab Menag Yaqut, mengapresiasi respons cepat dari otoritas Arab Saudi atas sejumlah pembahasan yang dilakukannya beberapa hal ini di Jeddah dan Makkah, baik dengan Menteri Urusan Agama Islam, Dakwah, dan Penyuluhan Syekh Abdullatif bin Abdulaziz, Gubernur Makkah Khalid bin Faisal Al Saud, maupun Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi H.E Tawfiq F. Al-Rabiah.

“Dalam tiap kesempatan, saya sampaikan kepada mereka tentang kesiapan Indonesia dalam penyelenggaraan umrah di masa pandemi. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Bersama tim Kemenag sudah saya minta untuk menyusun skenario dan teknis penyelenggaraan yang akan dibahas bersama dengan Wakil Menteri Urusan Haji dan Umrah Kerajaan Saudi Arabia Dr. Abdulfatah Suliman Hashat bersama jajarannya,” tutur Menag.

Apresiasi juga disampaikan Menag atas sambutan Menteri Urusan Agama Islam, Dakwah, dan Penyuluhan Syekh Abdullatif bin Abdulaziz. Menag tiba di Arab Saudi pada 19 November 2021 dan disambut oleh Syekh Abdullatif di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah. Kepulangan Gus Menteri pada 25 November melalui bandara yang sama juga diantar langsung oleh Syekh Abdullatif.

Menurut Konjen RI di Jeddah, Eko Hartono, sambutan ini sangat luar biasa. “Kedatangan Gus Menteri mendapat sambutan luar biasa. Sebab, kedatangannya langsung disambut Menteri Urusan Agama Islam. Demikian juga kepulangannya, langsung diantar Syekh Abdullatif,” ujar Konjen RI di Jeddah, Eko Hartono.

(Humas)

Perpustakaan Masjid Nabawi Perkaya Pengetahuan Pengunjung

Perpustakaan Masjid Nabawi merupakan salah satu tempat penting yang selalu ingin dikunjungi oleh para pengunjung masjid. Fasilitas umum ini disediakan, berafiliasi dengan Kepresidenan Umum untuk Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Keberadaan perpustakaan ini dianggap sebagai kesempatan untuk memperoleh keterampilan dan keahlian, serta memperkaya pengetahuan melalui beragam buku dalam lebih dari 21 bahasa.

Dilansir di Riyadh Daily, Selasa (30/11), perpustakaan ini menampung sekitar 180.000 buku dan sekitar 71 klasifikasi. Jumlah paling atas adalah buku-buku tentang biografi kenabian dengan 86 judul, serta sisanya seputar administrasi dan departemen khusus lainnya.

Untuk menambah kenyamanan pengunjung, Kepresidenan Urusan Dua Masjid Suci menyiapkan administrasi perpustakaan pintar digital pintar. Keberadaannya diresmikan pasca transformasi digital global.

Administrasi perpustakaan di Masjid Nabawi disebutkan menyediakan beberapa komputer dengan e-book tertentu yang dimuat di perangkat tersebut.

Direktorat Jenderal Urusan Masjid Nabawi mengalokasikan lokasi untuk perpustakaan ini di bagian atas barat laut perluasan kedua Saudi. Akses menuju tempat ini dapat ditemui melalui eskalator di Gerbang 10.  

Sumber:

http://alriyadhdaily.com/article/ce2819053b7d4aaabcb8960157f30c7c

IHRAM

Temukan buku2 pengetahuan Islam secar digital di aplikasi ini!

Orang yang Sudah Tua Namun Kurang Adab, Apakah Tetap Wajib Dihormati?

Pertanyaan:

Apakah wajib bagi kita menghormati orang yang lebih tua, meskipun kurang adabnya?

Jawaban:

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله، وصحبه، أما بعد

Islam telah mengajarkan kita untuk menghormati dan menghargai orang yang lebih tua. Dalam Sunan Abi Dawud dari Abi Musa al-Asy’ari Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda,

إن من إجلال الله: إكرام ذي الشيبة المسلم، وحامل القرآن غير الغالي فيه، والجافي عنه، وإكرام ذي السلطان المقسط

“Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban lagi muslim, memuliakan ahli Qur’an dengan tidak berlebihan dan tidak menyepelekannya, dan memuliakan para pemimpin yang berbuat adil” (HR. Abu Daud no.4843, dihasankan oleh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Sunan Abu Daud).

Dalam kitab Aunul Ma’bud disebutkan penjelasan hadis ini,  “’memuliakan orang yang sudah beruban lagi muslim’ maksudnya penghormatan terhadap orang yang lebih tua dalam Islam dilakukan dengan cara memuliakannya dalam setiap majelis, memperlakukannya dengan lemah lembut,  bersimpati padanya, dan (perbuatan baik) semisalnya. Semua perilaku ini termasuk pengagungan kepada Allah karena kemuliannya (orang tua tersebut -pent.) di sisi Allah.”

Adapun dalam Sunan at-Tirmidzi dari Anas bin Malik Radhiallahuanhu berkata, “Seorang lelaki tua datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam lantas orang-orang memperlambat untuk memperluas jalan untuknya, maka Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

ليس منا من لم يرحم صغيرنا،ويوقّر كبيرنا

‘Bukan termasuk dari golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak menghormati orang tua (orang dewasa) kami’” (HR. At Tirmidzi no.1921. Dihasankan oleh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Syarhus Sunnah [3452]).

Apabila orang tua tersebut tidak memiliki adab dan muru’ah, tidak berhak untuk dimuliakan dengan model pemuliaan kepada orang tua saleh yang akhlaknya baik. Namun demikian, tetap wajib bagi kita untuk menjaga kehormatannya sebagai orang yang lebih tua, memperlakukannya dengan baik serta berlemah lembut kepadanya.

Begitu juga apabila orang tua tersebut justru berpaling menuju kefasikan dan perbuatan keji, atau melakukan kezaliman di muka bumi, maka ia tidak berhak mendapatkan kemuliaan.

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Husnu At-Tanabbuh Lima Waroda Fi At-Tasyabbuh, “Maksud dari ‘al-kabir‘ disini bukan lah orang-orang yang hidup bermewah-mewah atau para pemberontak yang zalim. Namun (al-kabir) merupakan para ulama yang mengamalkan ilmunya, pemimpin yang adil, orang-orang saleh, dan orang-orang tua (lanjut usia) dari kaum muslimin.”

Wallahu a’lam.

***

Sumber : Dewan Fatwa Islamweb

Penerjemah : Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/70616-orang-yang-sudah-tua-namun-kurang-adab-apakah-tetap-wajib-dihormati.html