E-book Spesial Ramadhan Baca

Bersemilah Ramadhan…

di hati orang-orang yang beriman.
Hadirnya disambut kebahagiaan,
Detik-detiknya diisi ketaatan,

Sudah siap kencangkan ikat pinggang?
Untuk “dia” yang segera akan bertandang..

Kiranya kita menyiapkan diri, agar Ramadhan tak hanya datang dan kemudian menghilang (tanpa meraih banyak keutamaannya).

***
Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush shalihat.
Telah terbit E-book pertama dari muslimah.or id yang berjudul “Bersemilah Ramadhan”.

E-book ini adalah E-book kumpulan artikel pilihan seputar ramadhan yang dimuat di website Muslimah.Or.Id.

Berisi artikel tentang ilmu, nasihat, penyemangat dan motivasi khususnya bagi muslimah untuk mempersiapkan diri menyambut ramadhan, produktif selama ramadhan dan istiqomah beramal setelah ramadhan.

Memuat beberapa artikel, diantaranya:
(1) Nasihat
(2) Fiqh wanita
(3) Fatwa ulama
(4) Pendidikan anak
(5) Kumpulan tips,
(6) Kesehatan
(7) Serba-serbi hari raya
(8) Qadha puasa, dan
(9) Puasa Syawal.

https://www.dropbox.com/s/jyruodj9s35nych/E-Book%20Bersemilah%20Ramadhan%20Muslimah.or.id.pdf?dl=0

Atau

https://drive.google.com/file/d/1IahHZFOS-FtH6qHbptOiyfYptMlvQ1Ii/view?usp=drivesdk

Semoga Allah memudahkan kita untuk beramal di bulan Ramadhan.

dianjurkan untuk memperbanyak dan menyebarluaskan e-
book ini *dengan atau tanpa izin redaksi selama bukan untuk tujuan komersil*.

Tidak diperkenankan mengurangi, menambah atau
menghapus bagian e-book.

Artikel dalam e-book akan kami posting secara berkala di website muslimah.or.id

MUSLIMAH

Menyambut Ramadhan

Ramadhan adalah sekolah untuk menggembleng spiritualitas.

Sebentar lagi bulan mulia itu akan tiba. Satu bulan yang penuh dengan rahmat dan keberkahan sehingga di dalamnya ada pengampunan dan doa dikabulkan. Pada bulan ini juga ada jaminan pembebasan dari api neraka bagi mereka yang mengisi bulan suci dengan penuh keikhlasan. 

Ramadhan adalah bulan istimewa sehingga ibadah puasa menjadi milik Sang Penguasa Alam Semesta. Rasulullah SAW bersabda, “Semua amal manusia adalah miliknya kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya.” (HR Bukhari).

Saking istimewanya, tidak mengherankan jika Nabi SAW selalu menampakkan kerinduan terhadap Ramadhan dengan melantunkan sebuah doa ketika memasuki bulan Rajab. “Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban, dan sampaikanlah (pertemukanlah) kami dengan bulan Ramadhan.” Rasulullah sungguh merindukan bulan Ramadhan.

Beliau tidak hanya memohon keberkahan bulan Rajab dan Sya’ban saja, tapi juga memohon supaya bisa berjumpa dengan Ramadhan. Bahkan, Rasulullah selalu melakukan persiapan khusus, yakni dengan memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.

Sebagai Muslim, sambutlah Ramadhan dengan sukacita. Persiapkan jasmani dan rohani. Mantapkan keimanan serta luruskan niat. Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengingatkan umat Islam untuk menyambut bulan Ramadhan dengan terlebih dahulu menyucikan diri dari dosa dan bertobat dari semua kesalahan masa lalu.

Bersihkan hati sebelum bertemu dengan bulan suci. Dengan begitu, Ramadhan tidak hanya menjadi sarana untuk meningkatkan kuantitas ibadah, tapi juga kualitas penghambaan kita kepada Allah SWT.https://www.youtube.com/embed/4oL8yHjhbNE

Ramadhan adalah sekolah untuk menggembleng spiritualitas. Ibadah puasa menjadi sarana untuk meningkatkan religiositas. Pencapaian akhir yang diharapkan adalah ketakwaan kepada Allah SWT. Berkaitan dengan itu, Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS al-Baqarah:183).

Buah dari puasa adalah takwa. Derajat takwa tidak akan bisa dicapai jika hanya mengandalkan puasa jasmani semata. Puasa yang dimensinya hanya ritual formal saja. Puasa semacam ini disebut Imam al-Ghazali sebagai puasa awam.

Barangkali puasa seperti inilah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah SAW, “Banyak orang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan apa pun dari puasanya kecuali rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad).

Dalam berpuasa, kita tidak hanya berfokus pada dimensi ritual formal saja, tetapi juga harus memperhatikan dimensi spiritual. Dalam berpuasa, kita harus mampu menahan lapar, dahaga, nafsu, pancaindra, dan juga menghindari apa saja yang dilarang hati nurani. Di tahap itulah akal dan pikiran kita juga mesti ikut berpuasa.

Wallahu a’lam.

OLEH ABDILLAH

KHAZANAH REPUBLIKA

Ramadhan Cerdas dan Ceria untuk Anak

Ceritakan manfaat dan kabarkan berita gembira tentang balasan orang-orang yang berpuasa pada anak

Seorang anak bertanya pada ibunya, “Bu, kata teman-teman aku sebentar lagi puasa ya? Aku ke masjid lagi dong, Bu, buka puasa bersama, habis itu Lebaran. Nanti aku shalat di lapangan lagi ya Bu, sama teman-teman aku?” Ibunya tersenyum, “Puasa dulu satu bulan, Nak. Baru setelah itu kita Lebaran.” Anak yang baru berumur lima tahun itu tercenung sesaat, “Oh, puasa lama ya Bu. Tapi… aku mau puasa deh, Bu. Setelah itu Lebaran ‘kan ya Bu?”

Merupakan hal yang biasa bila yang diingat anak tentang Ramadhan adalah hal-hal yang menyenangkan. Karena itulah, alangkah bijaknya bila orangtua dan mereka yang mencintai anak, juga mengisi Ramadhan bersama anak dengan hal-hal yang menyenangkan. Sehingga, mereka akan semakin mencintai Allah SWT yang telah memerintahkan mereka melakukan puasa Ramadhan.

Satu hal yang tak terlupakan oleh seorang ibu adalah pertanyaan anaknya tentang mengapa orang Islam mesti berpuasa satu bulan penuh. “Padahal puasa itu kan lapar, Bu? Kok, Allah suruh kita puasa, Bu?” Sang Ibu yang sempat bingung itu menjelaskan, “Karena Allah sayang kamu, Nak. Kamu pernah lihat kulkas Ibu yang tidak dibersihkan sama Ibu satu bulan kan?” Sang anak berusaha mengingat-ingat. “Iya, Bu. Kadang-kadang banyak makanan sisa yang lupa Ibu keluarin,” sahutnya semangat.

Si Ibu melanjutkan, “Ya, seperti itu juga perut kita, Nak. Hanya saja, perut kita tidak ada pintunya.” Ibu dan anak itu tergelak sesaat. “Tapi, bisa kelihatan kalau kamu pakai alat canggih punya dokter. Itu pun tidak kelihatan semua. Karena, Allah Maha Melihat, Dia tahu, dalam perut kita banyak sisa makanan nyelip, banyak kotoran yang tak bisa keluar, terus bauuu. Karena, mesin pengolah makanan di tubuhmu, yang namanya usus, lambung, dan teman-temannya itu terus bekerja setiap waktu, tidak ada waktu untuk istirahat. Juga tidak ada waktu untuk bersih-bersih dan perawatan. Karena, Allah sayang kita dan tahu  mesin didalam perut kita perlu istirahat maka Allah SWT menyuruh kita berpuasa. Supaya ada waktu untuk bersih-bersih dan dibetul-betulin bagian yang rusak,” jelas Ibunya panjang lebar.

Beri Kabar Gembira

Memberikan pengertian kepada anak tentang pentingnya berpuasa memang bukan pekerjaan yang mudah. Hanya memberi informasi pada anak bahwa setiap Muslim harus berpuasa karena bila tidak melaksanakannya akan masuk neraka, sejatinya hanya akan membuat anak merasa bahwa Islam adalah agama kejam. Logikanya, bila tidak ingin mendapat siksa neraka, seorang Muslim harus menyiksa dirinya di dunia dengan rasa haus dan lapar. Padahal, tentu hal ini berdampak buruk jika tertanam kuat di benak anak. Islam akan menjadi agama yang tidak menyenangkan dan seluruh amalannya membuat seseorang terpaksa melaksanakannya dibawah ancaman.

Karena itu, alangkah bijaknya bila setiap orangtua mengenalkan “kabar gembira” terlebih dahulu, sebelum menyampaikan “ancaman” pada anak. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW kepada para Sahabat, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar-Royyan. Orang-orang yang rajin berpuasa akan masuk surga dengan melewatinya pada hari kiamat nanti. Tidak ada orang yang memasukinya selain mereka. Diserukan kepada mereka, ‘Manakah orang-orang yang rajin berpuasa?’ Maka merekapun bangkit. Tidak ada yang masuk melewati pintu itu selain golongan mereka. Dan kalau mereka semua sudah masuk maka pintu itu dikunci sehingga tidak ada lagi seorangpun yang bisa melaluinya.” (Riwayat Bukhari)

Biarkan anak bertanya-tanya tentang apa itu puasa Ramadhan dan apa manfaat puasa untuk anak. Jangan takut anak akan menjadi orang-orang yang tidak ikhlas menjalankan ibadah dan selalu mengharap imbalan. Karena, membuat anak mengetahui bahwa janji Allah SWT lebih indah dibandingkan janji siapapun di dunia ini dan Allah SWT tidak akan mengingkari janji, akan membuat anak hanya berharap pada Allah SWT saja.

Kembali pada masalah menyampaikan janji Allah SWT untuk mereka yang berpuasa, sangat baik menggambarkan pada anak tentang indahnya surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Menggambarkan berlimpah-ruahnya kenikmatan di surga akan membuat anak memiliki visi yang jelas tentang alasan melakukan amal saleh. Mengiang-ngiangkan di telinganya tentang luar biasanya surga akan membuatnya hidup dengan berpegang pada segala cara yang ditunjukkan Allah SWT untuk mengantarkannya ke surga.

Mari berikan waktu yang luas untuk berbicara dan bercerita pada anak bahwa puasa memiliki manfaat yang juga dapat dirasakan secara langsung di dunia. Sekaligus menanamkan kecintaan pada setiap perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebab, semua yang diperintahkan pastilah bermanfaat bagi kehidupan. Seperti dialog ibu dan anak di atas bahwa puasa secara medis sangat bermanfaat untuk merawat kesehatan alat-alat pencernaan. Akan semakin menarik, jika penjelasan orangtua disertai dengan gambar-gambar tentang alat pencernaan yang sehat atau disertai video tentang mekanisme kerja alat pencernaan.

Biasakan dengan Menyenangkan

Membiasakan anak untuk berpuasa pun harus dilakukan sejak usia dini. Minimal ketika usianya menginjak lima tahun. Diusia ini, anak sudah mulai bisa menahan rasa haus dan lapar. Latihan dan pembiasaan ini penting karena sebagai orangtua, kita tentu tidak ingin memukul anak-anak kita ketika mereka sudah mukallaf (terkena beban hukum).

Melatih mereka sedikit demi sedikit untuk membiasakan diri berpuasa dibarengi berbagai pengetahuan, permainan, dan cerita menarik tentang manfaat berpuasa, tentu akan lebih menyenangkan dibanding harus memarahi dan memukul mereka.

Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz; dia berkata, “Rasulullah mengutus untuk mengumumkan pada pagi hari Asyura’ di wilayah kaum Anshar yang berada di sekitar kota Madinah. ‘Barang siapa yang pagi hari ini berpuasa, hendaklah menyelesaikannya. Barang siapa yang tidak berpuasa, hendaknya menahan (makan dan minum) sampai malam.’ Setelah adanya pengumuman itu, kami berpuasa dan mengajak anak-anak untuk melaksanakan puasa. Kami juga mengajak mereka ke masjid dan memberikan mereka mainan dari kulit (wol). Jika mereka menangis karena lapar, kami menyodorkan mainan sampai waktu berbuka puasa tiba.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Nah, bila Ramadhan beramal saleh lebih bermakna bersama anak, berburu ilmu pengetahuan lebih luas, bercerita lebih lama, dan bermain lebih seru bersama anak, maka berarti kita dapat memastikan bahwa Ramadhan adalah hal yang menyenangkan. Bukan hanya untuk anak. Namun, juga bagi orangtua. Sehingga, anak-anak kita kelak akan belajar bahwa menahan lapar dan haus serta mengendalikan diri adalah cara terbaik menjadi orang-orang pilihan yang tetap menyenangkan.

Oleh Kartika Ummu Arina, ibu rumah tangga tinggal di Bakasi, Artikel ini dikuti dari majalah Suara Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Doa Menjelang Bulan Ramadhan

Ada doa masyhur menjelang bertemu bulan Ramadhan.

 Tak terasa, bulan suci Ramadhan tinggal menghitung hari. Dalam menyambut Ramadhan, ada baiknya umat Islam memperbanyak ibadah-ibadah sunnah. Ada doa masyhur menjelang bertemu bulan Ramadhan. Doa ini sering dibaca oleh masyarakat Indonesia yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik ra dari Nabi Muhammad saw:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Allahumma bariklana fi Rajaba wa Sya’bana wa ballighna Ramadhan. “Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada Ramadhan.”

Saiyid Mahadhir menjelaskan dalam bukunya berjudul Menyambut Ramadhan, hadits tersebut dikeluarkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab Syu’ab al-Iman, Abu Nu’aim di dalam kitab al-Hilyah, dan ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Ausath. Namun, beberapa ulama menilai hadits tersebut dhaif karena ada illah pada perawinya, yaitu Zaidah bin Abi ar-Raqqad dan Ziyad an-Numairi. Keduanya dianggap bermasalah oleh para ulama sehingga hadits yang diriwayatkan oleh mereka rata-rata dianggap bermasalah.

Ini berarti doa tersebut tidak kuat disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, perkara apakah hadits dhaif itu boleh atau tidak dipakai dalam berdoa adalah hal lain. Imam an-Nawawi dalam madzhab Sayfi’I dalam al-Majmu mengatakan “Telah kami sampaikan di beberapa tempat (di kitab ini) bahwa semua ahli sepakat untuk mengamalkan hadits dhaif pada selain penetapan hukum dan ushul akidah.”

Jadi, tidak ada kesalahan dalam mengamalkan doa yang diambil dari hadits dhaif. Yang tidak boleh dilakukan adalah meyakini dengan sepenuhnya bahwa doa itu adalah doa persis benar-benar dulunya diucapkan oleh Rasulullah.

KHAZANAH REPUBLIKA

Ketika Nabi Musa Ingin Tahu Keadilan Tuhan

“Barangsiapa mengerjakan amal perbuatan kebaikan sebesar dzarrah pun, niscaya ia akan mendapatkan balasannya. Dan, barangsiapa mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (QS. Al Zalzalah 7-8).

Suatu hari, Nabi Musa as begitu ingin mengetahui bentuk keadilan Tuhan yang diberikan kepada para hamba-Nya tatkala mereka masih ada di dunia. Ia pun pergi ke Gunung Sinai untuk bermunajat, dan tentu saja mencari jawab atas rasa penasarannya yang mendalam terkait bentuk keadilan Tuhan.

Sesampainya di tempat tujuan, ia pun segera memohon pada Tuhannya, “Robb, perlihatkanlah padaku keadilan dan kejujuran-Mu.”

Tuhan berkata, “Engkau adalah seorang yang terburu-buru, dan tidak mampu bersabar.”

“Kami dapat bersabar dengan pertolongan-Mu,” jawab Musa membujuk.

Tak lama kemudian, Allah pun menyuruh Musa untuk pergi ke sebuah sumber air dan bersembunyi di belakangnya, “Di sana, kau akan lihat kekuasaan dan ilmu-Ku tentang kegaiban.”

Menyadari akan jawaban Sang Maha Kasih, Musa pun bergegas menuju sebuah bukit di hadapan sumber air yang ditujukan Tuhannya. Di sana, ia duduk bersembunyi untuk memperhatikan apa pun yang kelak akan terjadi di depan matanya.

Tak menunggu lama, Musa melihat seorang penunggang kuda datang ke sumber air tersebut. Ia turun dari kudanya, berwudlu dan mengambil sedikit air untuk ia minum. Musa juga melihat sang penunggang kuda itu meletakkan sebuah tas koper berisi uang seribu dinar di sampingnya. Kemudian shalat, lalu kembali menaiki kudanya. Ia lupa koper yang diletakkan di sampingnya dan terus pergi memacu kudanya.

Berikutnya, datanglah seorang anak kecil. Mengambil air minum di sumber air yang sama. Dan, kemudian membawa pergi koper yang ia lihat di sampingnya itu. Tak lama kemudian, datanglah seorang kakek tua yang buta. Ia minum air sumber itu, lalu mengambil air wudlu dan melaksanakan shalat.

Di tengah perjalanan, sang penunggang kuda teringat kopernya yang terlupa. Ia segera kembali ke tempat semula, dan dijumpainya seorang kakek tua tunanetra itu. Si penunggang kuda langsung berkata, “Hai Buta, koperku yang berisi seribu dinar baru saja tertinggal di tempat ini. Karena tidak ada orang lain di sini selain engkau, pastilah kau yang mengambilnya!”

Kakek tua itu menjawab, “Anda kan tahu, aku buta. Bagaimana aku dapat melihat koper?”

Mendengar ucapan kakek itu, si penunggang kuda marah dan naik pitam, lalu mencabut pedangnya. Ditebasnya leher kakek yang malang itu, dan tewas. Ia menggeladah dan mencari kopernya, namun tidak menemukannya. Ia pun pergi, meninggalkan tempat itu.

Pada saat itu, Nabi Musa berkata, “Wahai Tuhanku, kami telah sabar dan Engkau adil. Tapi mohon jelaskanlah maksud peristiwa yang baru saja itu terjadi, agar aku tidak dalam kebingungan.”

Sedangkan si buta pernah melakukan pembunuhan terhadap pemilik koper yang merupakan ayah si bocah kecil tadi. Ia mendapat hukum qisash darinya. Dan sampailah setiap orang yang punya hak akan mendapat haknya. Baik yang terlihat mata manusia, atau yang sengaja Allah sembunyikan. Keadilan dan kejujuraan Kami sangat rahasia.

Usai mendengar penjelasan itu, Musa segera mengucap istighfar. []

keterangan:

Kisah ini diolah dari buku “Nasihat Al Ghazali Bagi Penguasa”.

Menurut Imam Al Ghazali, semua orang pada dasarnya menyadari bahwa tak ada sesuatu pun yang lepas dari pengawasan Allah. Dan, karenanya, tak ada satu pun yang bisa lolos dari balasan-Nya. Entah itu yang berlaku zalim atau berbuat baik. Balasan itu, kadang langsung Allah berikan tatkala manusia masih hidup di dunia, atau kelak nanti di Hari Pembalasan, baik melalui orang lain atau langsung ditujukan padanya.

Sayangnya, kita sering lupa tentang peristiwa yang menimpa kita, dan kita pun tidak mengerti dari mana peristiwa itu datang menimpa kita. Parahnya, kadang kita malah menyalahkan orang lain atas berbagai kegagalan yang menimpa hidup kita–yang tak jarang pada akhirnya berujung pada fitnah.

Padahal, sejak dulu, Allah memperingatkan kita dalam kitab suci-Nya, “Barangsiapa mengerjakan amal perbuatan kebaikan sebesar dzarrah pun, niscaya ia akan mendapatkan balasannya. Dan, barangsiapa mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al Zalzalah 7-8)

Pada suatu kesempatan, Dzul Qarnain ditanya, “Apa yang paling membuatmu senang?”

Ia menjawab, “Dua hal. Pertama, adil dan jujur. Kedua, membalas kebaikan seseorang lebih besar dari kebaikannya.

Dalam hal ini, Rasul Saw. bersabda, “Allah sungguh amat suka pada kebaikan setiap hal. Dan, aku (Rasul) senang jika manusia memotong kambing dengan mempertajam pisaunya, agar ia dapat menghilangkan sakitnya sesembelihan kambing.”

Bayangkan, kepada hewan (saja), Rasul tak mau menyakiti. Lantas, bagaimana dengan sesama manusia, yang bahkan disebut sebagai sebaik-baik penciptaan (Ahsani taqwim)?

“Hai anak manusia, berbuatlah adil, seperti kau senang mendapatkan perlakukan yang adil,” demikian firman Allah, yang dalam Quran disebut tatghaw fil mizan, dan ditafsirkan Ibn Qatadah sebagai adil.

Lantas, masihkah (kita) menyalahkan orang lain saat kegagalan menimpa diri kita? Saat gagal dalam ujian, misalnya? Saat gagal dalam bisnis, misalnya? Atau mungkin saat benda kita hilang, misalnya? [islamindonesia]

INILAH MOZAIK

Pengaruh Nama dan Sifat Allah bagi Insan Beriman (Bag. 2)

Pengaruh Mengimani Sifat Mahabbah

Seorang hamba apabila mengimani sifat Allah (الحب و المحبة) (cinta) dan juga sifat (رحيم و ودود) (kasih sayang), niscaya dia akan mencintai Rabbnya, dan akan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan yang akan menambah kecintaan Allah kepada dirinya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

 Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (H.R Bukhari)

Dia pun juga akan berusaha untuk menjadi bagian orang-orang yang Allah berkata tentang mereka :

إني أحب فلانا فأحبه قال فيحبه جبريل ثم ينادي في السماء فيقول إن الله يحب فلانا فأحبوه فيحبه أهل السماء قال ثم يوضع له القبول في الأرض

‘Sesungguhnya Aku mencintai fulan, oleh karena itu cintailah si fulan.’ Maka, Jibril pun mencintainya. Lalu, malaikat Jibril menyeru di langit, beliau berkata, ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan, oleh karena itu hendaklah kalian mencintai fulan.’ Maka, penduduk langit pun mencintai si fulan. Kemudian, diletakkan untuk si fulan tersebut penerimaan di muka bumi” (HR. Muslim).

Di antara pengaruh mengimani sifat mahabbah yaitu barangsiapa yang ingin mendapat kecintaan Allah hendaknya ia mengikuti petunjuk Nabi shalllahu ‘alaihi wa sallam , sebagaaimana firman Allah :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. (Ali Imran: 31)

Kecintaan Allah kepada hamba berkaitan dengan kecintaan hamba kepada Allah. Jika tertanam kuat pohon iman di dalam hati, dan disirami dengan keikhlasan serta senantiasa mengikuti petunjuk Al Habiib Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akan menghasilkan buah kebaikan yang senantiasa bertkembang.

Pengaruh Mengimanai Sifat Ilmu dan Ma’iyyah

Jika seorang hamba mengimani bahwa Allah memiliki sifat ilmu dan Allah bersama dengan makhluk-Nya (ma’iyyah) maka akan membuahkan rasa takut kepada-Nya, merasa diawasi oleh-Nya, dan sekaligus merasa dekat dengan-Nya.

Pengaruh Mengimani Sifat Rahmat

Apabila seorang hamba mengetahui bahwa Allah memiliki sifat rahmat, maka setiap dia terjerumus perbuatan dosa niscaya dia segera memohon kepada Allah agar merahmati dan mengampuni dosanya. Dia pun tidak mudah berputus asa dari rahmat Allah. Bagaimana seorang akan berputus asa jika dia mengimani Allah memiliki sifat rahmat terhadap para hamba-Nya ?

Pengaruh Mengimani Sifat Qudrah

Allah memiliki sifat-sifat (القهر و الغلبة و السلطان و القدرة و الهيمنة و الجبروت) yang maknanya adalah memiliki sifat kemampuan yang sempurna terhadap segala sesuatu. Jika hamba mengimani hal ini maka dia mengetahui bahwa tidak ada satu pun yang mampu melemahkan Allah. Dia mampu menundukkan bumi sleuruhnya, Dia mampu memberi hukuman bagi hamba di dunai sebelum di akhirat, Dia maha mampu di atas seluruh makhluk-Nya. Dia akan mengalahkan semua yang melawan dan menantang.

Pengaruh Mengimanai Sifat Quwwah

Seorang hamba apabila mengimani bahwa Allah memiliki sifat (القوةو العزة الغلبة) maka dia akan meyakini bahwa kekuatan dan kemuliaannnya berasal dari Allah. Tidak akan menghinakan dan merendahkan Allah perbuatan orang-orang kafir. Apabila kita bersama Allah maka niscaya Allah kan membersamai kita dan tidak akan ada yang mampu mengalahkan ketentuan-Nya (untuk mengalahkan orang-orang kafir).

Pengaruh Mengimani Sifat As Salam

Apabila seorang hamba mengimanai sifat Allah ini maka akan merasakan ketenangan hati. Allah adalah As-Salaam. Dia juga mencintai as-salaam (keselamatan), maka sebarkanlah salam di antara orang beriman agar timbul kecintaan di antara sesama mukmin.

Pengaruh Mengimani Sifat Makar

Di antara sifat Allah adalah  ( المكر و الكيد) yang maknanya adalah membalas tipu daya kepada yang berhak mendapatkannya.  Apabila seorang hamba mengimani sifat ini sesuai dengan keagungan Allah, maka niscaya dia meyakini bahwa tidak akan ada makhluk yang mampu membuat makar dan tipu daya kepada Allah. Allah adalah sebaik-baik pemberi makar kepada siapa saja yang berhak mendapatkannya.

Pengaruh Mengimani SIfat al ‘Uluw dan Istiwa’, An Nuzul, dan Al Qurb

Apabila seorang hamba mengimani sifat ini maka dia akan mengetahui bahwa Allah tersucikan dari bercampur dengan makhluk. Dia berada tinggi (العلوّ) di atas seluruh makhluk-Nya dan terpisah dari makhluk-Nya. Dia istiwa’  (الاستواء) di atas ‘Arsy, namun Dia juga dekat (القرب) dengan hamba-Nya secara pengilmuan. Jika seorang hamba membutuhkan Allah maka Dia dekat dengan hamba. Dia megabulkan doa orang yang meminta. Dia turun (النُّزول) ke langit dunia di waktu seperiga malam terakhir sesuai dengan keagungan-Nya, kemudian berfirman :

مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

”’Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini semua akan berdampak bagi hamba menjadi bersemangat untuk memperhatikan waktu tersebut. Dan sifat-sifat di atas tidaklah bertentangan satu dengan yang lainnya. Kita wajib mengimaninya sesuai dengan keaguangan Allah Ta’ala.

Pengaruh mengimani Sifat Kalam

Al Qur’an adalah kalamullah. Mengimanai sifat kalam (berbicara) akan menjadikan hamba merasa apabila dia membaca Al Qur’an maka berarti dia membaca kalamullah. Apabila dia membaca ayat Al Qur’an misalnya :

يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ

“ Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. “ (Al Infithar : 6)

Ketika membaca ayat ini maka dia merasa seolah Allah berbicara kepadanya sehingga akan muncul dalam hatinya pengagungan. Seorang hamba apabila mengimani sifat kalam ini dan dia juga mengetahui bahwa di dalam hadits shahih disebutkan bahwa Allah akan berbicara kelak pada hari kiamat tanpa ada penerjemah antara hamba dengan Rabb-Nya, maka diapun akan berusaha menghindar dari perbuatan kemaksiatan selama di dunia dan dia akan mempersiapkan jawaban untuk menghadapai hisab ketika ditanya oleh Allah kelak.

Pengaruh Mengimani Sifat-Sifat Dzatiyyah Khabariyyah

Allah memiliki sifa-sifat khabariyyah seprti wajah, tangan, jari, telapak kaki, betis, dan yang lainnya. Barangsiapa mengimani dan membenarkannya sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah tanpa melakukan tahrif, ta’thil, tamtsil, dan takyif  maka sungguh dia telah mendapatkan keberuntungan. Sebaliknya, barangsiapa yang lebih mengedepankan akalnya yang rusak daripada dalil shahih kemudian menolak sifat-sifat tersebut, atau menyelewengkan maknanya, atau menganggapnya sebagai majaz, maka dia sungguh telah melakukan kesalahan fatal dan merugi. Mengapa? Karena dengan demikan berarti dia telah membedakan antara sebagian sifat Allah dengan sifat-sifat yang lain. Dia juga berarti telah mendustakan Allah mengenai sifat-sifat yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya yang disebutkan dalam Al Qur’an. Demikian pula, berarti dia telah mendustakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai sifat-sifat Allah yang telah beliau tetapkan untuk Allah melalui hadits-hadits yang shahih.

Seandainya tidak ada buah manis mengimani sifat-sifat ini kecuali menjadikan orang yang mengimaninya termasuk ke dalam golongan orang beriman dan bertauhid, maka ini sudah cukup. Seandainya tidak ada pengaruh mengimani sifat-sifat tersebut kecuali hal ini menjadi menjadi pembeda antara orang yang jujur dalam keimanan dan tauhidnya dengan orang-orang yang berdusta dan menyelewengkan makna firman Allah dan sabda rasul-Nya, maka ini pun sudah cukup.

Namun ternyata masih ada pengaruh penting yang lain dalam mengimani sifat-sifat khabariyyah tersebut, di antaranya:

  • Jika Engkau mengimani bahwasanya Allah memiliki wajah yang sesuai dengan kemuliaan dan keagungan Allah, dan melihat wajah-Nya adalah di antara nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya di hari kiamat, niscaya hal ini akan menjadi motivasi besar bagi hamba untuk beramal dan meminta kepada Allah agar kelak bisa melihat wajah-Nya yang mulia.
  • Jika Engkau beriman bahwa Allah memiliki tangan dan seluruh kebaikan berada di tangan-Nya, maka Engkau pun akan termotivasi untuk hanya meminta kepada Allah, yang segala sesuatu berada di tangan-Nya.
  • Jika Engkau mengetahui dan mengimani bahwa hatimu berada di antara jari-jemari Allah, niscaya Engkau akan terus meminta kepada Allah agar menetapkan hati di atas agama Islam.

Masih terdapat banyak sifat-sifat Allah yang lain Tidak ada satupun sifat Allah  kecuali bagi orang yang megimaninya dengan benar pasti akan mendapat buah yang manis dan pengaruh positif dari keimanannya tersebut. Merupakan nikmat yang sangat agung bagi Ahlus sunnah wal jamaah yang memiliki keimanan yang benar terhadap setiap sifat-sifat Allah sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah Ta’ala sehingga merasakan buah manisnya iman dan pengaruh yang bermanfaat bagi dirinya.

Semoga bermanfaat. Allahu waliyyu at taufiik. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad

Penulis: Adika Mianoki

Artikel: Muslim.or.id

Taqwa, Solusi Semua Masalah

SUATU hari Malik al-Asy’ari RA datang kepada Rasulullah ﷺ . Dia mengeluh, “Putraku Auf ditawan oleh kaum musyrikin.”  Rasulullah ﷺ  mengatakan agar dirinya bersabar, in sya Allah akan ada jalan keluar dari kesempitan itu.

Rasulullah juga menganjurkan supaya memperbanyak membaca “Laa haula walaa quwwata illa billah.”  Ketika itu Auf diikat oleh kaum musyrikin dengan tali dari kulit. Atas izin Allah SWT, tiba-tiba ikatan itu terlepas. Auf bebas kemudian pergi dengan mengendarai seekor unta.

Di tengah perjalanan, Auf menemukan ternak milik orang-orang musyrik. Ternak itu kemudian digiring hingga sampai di depan rumah orangtuanya.

Tentu saja Malik dan istrinya terkejut dengan kedatangan putranya. “Auf, demi Allah yang memiliki Ka’bah, bagaimana bisa terlepas padahal diikat sedemikian rupa?”

Orangtuanya semakin terkejut ketika melihat Auf membawa binatang ternak yang begitu banyak sehingga memenuhi halaman rumah. Kata ayahnya, “Aku akan bertanya kepada Nabi ﷺ .”

Terkait dengan status ternak itu, Nabi ﷺ  berkata, “Berbuatlah sebagaimana engkau berbuat terhadap harta kekayaanmu sendiri.”(Riwayat Ibn Ishaq).

Dalam riwayat Ibnu Jarir, kemudian turun ayat:

وَمَنۡ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجۡعَلْ لَّهٗ مَخۡرَجًا

وَّيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُ‌

“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeqi dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (ath-Thalaq [65]: 2-3). (Disadur dari Tafsir Ibnu Katsir, hal 103).

Bahagia dalam Masalah

Tak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan ini seringkali muncul berbagai masalah. Mulai dari yang sangat sederhana hingga yang rumit dan sulit terpecahkan. Hal itu akan selalu menghiasi ritme perjalanan hidup kita.

Cara manusia menyikapi masalah itu berbeda-beda. Ada sebagian yang mudah berputus asa. Marah, benci, bahkan memaki-maki keadaan dan berprasangka buruk kepada Allah SWT. Kemudian ia melarikan jiwa dan raganya kepada perbuatan dan tempat maksiat. Disangkanya cara seperti itu adalah jalan untuk menyelesaikan masalah.

Sungguh, cara seperti itu bukanlah jalan penyelesaian. Justru persoalan makin menjadi-jadi. Akhirnya jiwanya pun makin merana. Sikap seperti itu bukanlah sikap yang baik sebagai hamba Allah SWT. Orang beriman mutlak menjauhi sikap-sikap yang tak terpuji itu.

Sebagian yang lain bisa bersikap tabah. Tampak dalam jiwanya ketenangan. Meski masalahnya cukup pelik, jiwanya tetap sabar dan tawakkal kepada Rabb-nya. Ia meyakini masalah yang hadir dalam hidupnya pasti ada hikmah di baliknya. Dan Allah SWT sebagai Rabb-nya pasti akan memberinya solusi atas masalah itu.

Orang semacam ini juga yakin bahwa di balik kesulitan itu akan hadir kemudahan dan kebahagiaan (asy-Syarh [94]: 5-6). Sebagaimana kisah di atas, ketika tertimpa masalah, maka yang dilakukan adalah berdzikir dan mendekat kepada-Nya. Alhamdulillah, masalahnya bisa teratasi dan mendapatkan rezeqi yang tak disangka-sangka.

Allah Tempat Berlari

Ada keyakinan yang mesti terus dikuatkan ke dalam jiwa setiap Muslim. Bahwa ketika tertimpa masalah, maka tempat pelariannya bukanlah kepada makhluk, apalagi ke tempat maksiat. Tapi, tempat lari yang tepat adalah Allah SWT.

Allah-lah tempat mengadu, tempat berkeluh kesah, dan tempat memohon solusi terbaik dan tercepat. Allah-lah yang Mahatahu solusi terbaik untuk kita. Oleh karena itu, dekatkanlah jiwa kita kepada-Nya.

Janganlah justru menjauh dari-Nya ketika kita ditimpa masalah. Diri kita ini sangat bergantung kepada Allah SWT. Maka ketika masalah menimpa, kita mesti meningkatkan kualitas taqwa. Makin banyak berusaha, berdzikir, beristighfar, dan berdoa kepada-Nya. Dengan jalan itu, semoga jiwa kita terlimpahkan ketenangan dan solusi.

Allah SWT berfirman:

اَلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَتَطۡمَٮِٕنُّ قُلُوۡبُهُمۡ بِذِكۡرِ اللّٰهِ‌ ؕ اَلَا بِذِكۡرِ اللّٰهِ تَطۡمَٮِٕنُّ الۡقُلُوۡبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS: ar-Ra’du [13]: 28).

Taqwa

Sungguh, Allah SWT telah menjanjikan banyak keutamaan bagi hamba-hamba-Nya yang senantiasa bertaqwa. Di antara janji Allah SWT itu adalah:

Pertama, dibebaskan dari kesusahan dan memperoleh rezeki. Dalilnya adalah Surat ath-Thalaq [65]: 2-3 di atas.

Kedua, Allah SWT mempermudah segala urusan.

Firman-Nya:

وَمَنۡ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجۡعَلْ لَّهٗ مِنۡ اَمۡرِهٖ یُسْرًا

“Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS: ath-Thalaq [65]: 4).

Ketiga, Allah SWT akan melipatgandakan pahala baginya.

وَمَنۡ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يُكَفِّرۡ عَنۡهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُعۡظِمۡ لَهٗۤ اَجۡرًا‏

“Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.” (QS: ath-Thalaq [65]: 5).

Keempat, Allah SWT mempermudah baginya memperoleh ilmu.

ؕ وَ اتَّقُوا اللّٰهَ‌ ؕ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ‌ ؕ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمٌ

“Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah akan mengajarkan untuk kalian; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS: al-Baqarah [2]: 282).

Kelima, Allah SWT akan mengasihinya.

بَلٰى مَنۡ اَوۡفٰى بِعَهۡدِهٖ وَاتَّقٰى فَاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الۡمُتَّقِيۡنَ

“Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuatnya) dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” (QS: Ali Imran [3]: 76).

Amat jelas bahwa jalan orang beriman untuk meraih kemuliaan dan solusi atas semua persoalan dalam kehidupan ini adalah bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan demikian, saat terlilit masalah, baik dalam lingkup terkecil –seperti pribadi dan keluarga- maupun dalam lingkup besar –seperti lingkup masyarakat dan negara, maka yang mesti dilakukan adalah bersegera berlari menuju Allah.

Perbanyaklah mengunjungi rumah-Nya (masjid), membaca kitab-Nya (al-Qur`an), berdzikir, dan berdoa kepada-Nya. Dengan jalan itu, semoga kemudahan dan solusi dari-Nya akan segera hadir.

Begitu pula dalam komunitas masyarakat dan negara. Bila berbagai masalah terus bermunculan dan tak kunjung ketemu solusinya, maka yang mesti dibangun adalah ketaqwaan di tengah masyarakat. Di sinilah peran seorang pemimpin untuk menyeru warganya agar banyak beristighfar kepada-Nya, memakmurkan rumah-Nya, terus menguatkan ukhuwah antar sesama, serta banyak berdoa bagi kebaikan masyarakat dan negara.

Jalan itulah yang mesti ditempuh. Jalan itulah yang akan mengundang pertolongan-Nya, berupa solusi atas persoalan yang terus melilit, serta keberkahan bagi masyarakat dan negara.

Allah SWT menjanjikan:

وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ‏

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (al-A’raf [7]: 96).*/Abu Hana Kamilah

HIDAYATULLAH

Al-Qur’an Bersamaku, Bagaimana Aku Akan Bersedih ?

Aku tidak akan bersedih selama Al-Qur’an berada ditanganku. Dan aku tidak akan bersedih selama Al-Qur’an memberiku jalan petunjuk.

Karena ketika dalam keresahan dan tak terasa air mataku mengalir sementara hatiku terasa sangat sempit, aku membaca firman-Nya :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tentram. (QS.Ar-Ra’d:28)

Ketika semakin banyak yang memusuhiku dan mereka menekanku agar meninggalkan keyakinanku, aku membaca firman-Nya :

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (QS.Ghafir:51)

Ketika dosaku terus bertambah dan membelengguku sementara keburukanku semakin menggunung, aku membaca firman-Nya :

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.Az-Zumar:53)

Ketika aku kehilangan rasa percaya diri dan cobaan terasa sangat berat menimpaku, aku membaca firman-Nya :

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (QS.al-Baqarah:45)

Ketika kesabaranku mulai habis karena permusuhan mereka terhadapku, lalu disaat aku mampu membalasnya, aku teringat dan membaca firman-Nya :

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS.al-A’raf:199)

Ketika setan membisikkan keburukan kepadaku agar aku melenceng dari jalan yang lurus, aku membaca firman-Nya :

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.Fussilat:36)

Ketika aku berbuat kebaikan dan tidak ada apresiasi dan rasa terima kasih dari orang lain, aku membaca firman-Nya :

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ ۖ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (QS.Yunus:26)

Ketika aku bersedih karena harapanku tidak tercapai, aku kembali kuat dan optimis setelah membaca firman-Nya :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS.Ghofir:60)

Ketika kondisi keuanganku memburuk dan aku tidak memiliki apa-apa untuk menghilangkan rasa laparku, aku merasa tenang ketika membaca firman-Nya :

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS.adz-Dzariyat:58)

Ketika bumi ini menjadi sempit dan menghimpitku, aku menyeru kepada Allah seperti dalam firman-Nya :

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim”. (QS.al-Anbiya:87)

Ketika aku melihat orang lain memiliki segalanya sementara aku tak memiliki apa-apa, aku membaca firman-Nya :

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (QS.al-An’am:32)

Maka tidak ada alasan bagiku untuk bersedih karena Al-Qur’an selalu menjadi obat bagi hatiku yang sakit.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Khutbah Jumat 2021: Larangan Memberontak Kepada Pemerintah yang Sah

Dalam Islam, memberontak pemerintah yang sah termasuk perbuatan jarimah atau kriminal dan maksiat. Tindakan memberontak, makar dan menghasut pemerintah yang sah tidak dibenarkan sama sekali karena pemberontakan hanya akan menambah kerusakan dan keburukan pada kehidupan bernegara dan rakyat secara kesuluruhan. Berikut ini khutbah Jumat mengenai larangan memberontak pemerintah yang sah.

Khutbah 1

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيرِ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ﴾.

Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Syukur alhamdulillah pada Jumat yang penuh berkah ini kita bisa kembali melaksanakan ibadah salat Jumat di negeri yang penuh damai ini. Selawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, Nabi dan Utusan Allah yang membawa syariat Islam sebagai rahmat bagi alam semesta, sekaligus beliau juga merupakan seorang pemimpin yang mengajarkan ketaatan kepada rakyatnya.

Pertama, kami berwasiat kepada diri pribadi dan juga kepada hadirin agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt Yang Maha Tinggi lagi Maha Merajai.

Kewajiban Taat kepada Pemimpin

Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Pada kesempatan yang berbahagia ini izinkan kami untuk mengingatkan pentingnya sebuah ayat Alquran surat an-Nisa:59 sebagaimana yang telah kami kutip di depan:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Yā ayyuhallażīna āmanū aṭī’ullāha wa aṭī’ur-rasụla wa ulil-amri mingkum, fa in tanāza’tum fī syaiin fa ruddụhu ilallāhi war-rasụli ing kuntum tuminụna billāhi wal-yaumil-ākhir, żālika khairuw wa aḥsanu ta`wīlā

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

Ayat diatas menegaskan kepada kita agar senantiasa menaati tiga hal utama dalam kehidupan ini, yakni taat kepada Allah sebagaimana yang difirmankan lewat kalam mulia, kitab Alquran, taat kepada Rasulullah sebagaimana yang tertuang dalam sunah-sunahnya, dan terakhir, taat kepada pemimpin kita, yang jika kita kaitkan dengan negara kita, itu berarti taat kepada pemerintahan yang telah disahkan sesuai dengan konstitusi yang berlaku.

Ayat diatas juga memberikan solusi bahwa apabila kita sebagai bangsa berselisih dalam sebuah persoalan, maka jalan keluarnya ialah kembali merujuk kepada Allah dan Rasul, atau dengan kata lain merujuk kembali kepada Alquran dan sunah.

Ayat ini ditutup dengan penjelasan bahwa ketentuan demikian ini merupakan pilihan orang bertakwa dan merupakan sebuah jalan hidup yang baik lagi utama.

Lebih lanjut, Rasulullah Saw bersabda melalui riwayat Abu Najih Al ‘Irbadh bin Sariyah Ra, sebagaimana tertuang dalam kitab Sunan Abu Dawud dan Tirmidzi dengan kategori hadis hasan sahih:

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ

Artinya: “Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”.

Hadis diatas menegaskan bahwa ketaatan kita kepada pemimpin tidak boleh pandang bulu. Sehingga Rasul memberikan contoh bahkan jika yang memerintah kita adalah seorang hamba sahaya sekalipun, maka kita tetaplah wajib untuk menaatinya. Ini artinya, bisa jadi pemerintahan yang terpilih tidaklah sesuai dengan pilihan kita, namun kewajiban kita untuk mentaatinya tidak serta merta menghilang begitu saja.

Taat Pada Kebaikan

Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Ketaatan dalam Islam bukanlah diartikan sebagai mengikuti secara membabi-buta. Benar dan salah tetap diikuti, bijak dan zalim tetap dikagumi. Bukan seperti itu. Ketaatan dalam Islam dikonsepkan oleh Rasulullah Saw melalui hadis riwayat Imam Bukhari adalah semacam ini:

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

Artinya: “Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).”

Dikaitkan dengan ayat sebelumnya, hadis ini menegaskan bahwa Allah dan Rasul tidak mungkin berbuat salah, tetapi manusia bisa berbuat salah. Dengan demikian, taat kepada manusia yang dalam hal ini adalah pemimpin kita, ada batasannya, yaitu apabila ketaatan tersebut masih dalam kerangka kebajikan dan bukan kemungkaran. Anak taat pada orangtuanya dalam kebajikan. Anak boleh membangkang orangtuanya apabila semisal orangtuanya menyuruh dia untuk mencuri. Istri taat pada suaminya dalam kebaikan dan kehormatan. Istri boleh menolak ajakan suami apabila semisal suaminya mengajak untuk berbuat hal yang memalukan di hadapan publik. Demikian juga dengan relasi antara pemerintah dan rakyat. Rakyat wajib taat kepada pemerintah dalam kebaikan. Namun apabila pemerintah menyuruh rakyat untuk berbuat maksiat, maka rakyat boleh mengabaikan arahan pemerintah.

Masih terkait dengan hal ini, Rasulullah Saw melalui riwayat Imam Bukhari juga bersabda:

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

Artinya: “Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.”

Kewajiban untuk Tetap Taat Pada Pemimpin Zalim

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati oleh Allah

Meskipun syariat memperbolehkan kita untuk membangkang atau menolak arahan pemimpin kita dal;am kezaliman, namun bukan berarti kita diperbolehkan untuk sembarangan memberontak kepada pemimpin kita. Keberadaan pemimpin-pemimpin yang zalim, 14 abad lebih yang lalu telah diprediksikan oleh Rasulullah Saw, dan beliau sudah menyiapkan solusinya untuk kita. Melalui hadis riwayat Imam Muslim, beliau bersabda:

« يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».

Artinya: “Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.“ Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?” Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.”

Jika kita simak hadis di atas, bisa kita pahami bahwa sebenarnya menyiksa punggung dan mengambil harta tanpa ada sebab yang dibenarkan oleh syari’at –tanpa ragu lagi- termasuk tindakan maksiat. Meskipun demikian, seseorang tidak boleh mengatakan kepada pemimpinnya tersebut, “Saya tidak akan ta’at kepadamu sampai engkau menaati Rabbmu.” Perkataan semacam ini adalah suatu yang terlarang. Bahkan seseorang tetap wajib menaati mereka (pemimpin) walaupun mereka durhaka kepada Rabbnya.

Sikap Mukmin Sejati saat Mendapat Pemimpin yang Zalim

Hadirin sidang Jumat yang berbahagia

Penjelasan kami diatas bukanlah berarti seorang pemimpin lantas bisa berbuat zalim seenaknya kepada yang dipimpinnya karena toh yang dipimpin bagaimanapun juga wajib taat kepadanya. Begitu besarnya tanggung jawab seorang pemimpin dan begitu besarnya resiko yang ia tanggung hingga Rasulullah Saw melalui riwayat Ma’qil bin Yasar Ra sebagaimana tertuang dalam kitab sahih Imam Buhari dan Imam Muslim, menegaskan:

مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً, يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ, وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ, إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ

Artinya: “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya”.

Di sisi lain, ketika kita mendapati kondisi dimana kita dipimpin oleh seorang pemimpin yang zalim, hal yang mesti dilakukan adalah bersabar dan melakukan introspeksi diri, karena tidak lain dan tidak bukan, seorang pemimpin adalah cerminan dari rakyat yang dipimpinnya. Hal ini senada dengan argumen yang disampaikan oleh seorang ulama besar, Imam Fudhail bin Iyadh:

قال الفضيل رحمه الله لو كانت لي دعوة مستجابة لم اجعلها إلا للامام. لأن الله إذا اصلح الامام أمن العباد و البلاد. وفي بعض الآثار عن الله تعالى أنه قال انا الملك قلوب الملوك بيدي فمن أطاعني جعلتهم عليه نعمة و من عصاني جعلتهم عليه نقمة فلا تشغلوا أنفسكم بسب الملوك و سلوني أعطف قلوبهم عليكم

Artinya: “Berkata Al-Imam Fudhail Bin Iyadh rahimahullah: “Andai saja aku mempunyai satu doa yang pasti dikabulkan Allah, maka aku akan menjadikannya (untuk berdoa yang baik) untuk pemimpinku, karena jika Pemimpin kita baik, maka negara akan aman dan masyarakat tentram. Allah berfirman dalam sebagian hadits qudsi: “Aku adalah Maha Raja. Hati para raja ada di genggamanku. Maka barang siapa yang taat padaku, akan aku jadikan mereka (para raja/pemimpin) nikmat baginya, dan barang siapa yang melanggar perintah-Ku akan aku jadikan mereka sebagai musibah atas dirinya. Maka janganlah kalian sibuk mencela dan mencaci maki pemimpin-pemimpin kalian, akan tetapi memintalah padaku, maka akan aku lembutkan hati mereka untuk kalian”.

Terkait hal ini, ada sebuah kisah di zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib Ra. Seseorang bertanya kepada beliau, “Kenapa pada zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah (musibah), sedangkan pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak?

Ali menjawab, “Karena pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi rakyatnya adalah aku dan sahabat lainnya. Sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah kalian.”

Oleh karena itu, untuk mengubah keadaan kaum muslimin menjadi lebih baik, maka hendaklah setiap orang mengoreksi dan mengubah dirinya sendiri, bukan dengan menyibukkan diri membangkang kepada pemerintahan yang sah. Hendaklah setiap orang mengubah dirinya yaitu dengan mengubah aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalahnya.

Mengutamakan Persatuan dan Menjauhi Pertumpahan Darah

Hadirin sidang Jumat yang diridloi oleh Allah

Dengan demikian, melakukan tindakan makar atau memberontak kepada pemerintahan yang sah merupakan jalan yang amat sangat keliru. Syariat Islam dalam hal ini menjelaskan bahwa pemberontakan akan mengobarkan fitnah yang sangat besar, perselisihan antara golongan yang bisa berujung pada pertumpahan darah. Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya, al-Fiqh al-Islamy menegaskan:

ولا يحُوْزُ الْخُرُوْجُ عنِ الطَّاعةِ بِسببِ أخْطاءٍ غيْر أساسِيةٍ لا تُصادِم نصَّ قطْعِيًّا سواءٌ أكانتْ بِاجْتِهادٍ أمْ بِغيْر اجْتِهادٍ حِفاظًا على وِحْدةِ الأُمَّةِ وعدمِ تمْزِيْقِ كلِماتِها.

Artinya: “Tidak dibolehkan memberontak pemerintah sebab kesalahan tidak mendasar yang tidak menabrak nash qath’i, baik dihasilkan dengan ijtihad atau tidak, demi menjaga persatuan umat dan mencegah perpecahan dan pertikaian di antara mereka.”

Kewajiban mendengar dan taat kepada penguasa berkaitan erat dengan terciptanya suasana yang kondusif agar jangan sampai tercipta kekacauan, pertumpahan darah dan terjadi korban pada kaum muslimin. Ingatlah bahwa darah kaum muslimin itu lebih mulia daripada hancurnya dunia ini. Rasulullah Saw bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

Artinya: “Hancurnya dunia ini lebih ringan (dosanya) daripada terbunuhnya seorang muslim.” (HR. Tirmidzi)

Sekarang kita dapat menyaksikan orang-orang yang memberontak kepada penguasa. Mereka hanya mengajak kepada pertumpahan darah dan banyak di antara kaum muslimin yang tidak bersalah menjadi korban. Banyak negeri yang tidak usah saya sebutkan satu persatu yang kemudian menjadi hancur lebur akibat pemberontakan.

Ajakan untuk Mendoakan Pemimpin Kita

Sebagaimana dalam penjelasan yang telah lewat bahwa pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Jika rakyat rusak, maka pemimpin juga akan demikian. Maka hendaklah kita selalu mendo’akan pemimpin kita dan bukanlah mencelanya. Karena do’a kebaikan kita kepada mereka merupakan sebab mereka menjadi baik sehingga kita juga akan ikut baik. Ingatlah pula bahwa do’a seseorang kepada saudaranya dalam keadaan saudaranya tidak mengetahuinya adalah salah satu do’a yang terkabulkan.

Rasulullah Saw bersabda,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Do’a seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang memiliki tugas mengaminkan do’anya kepada saudarany, pen). Ketika dia berdo’a kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, engkau akan mendapatkan yang sama dengannya.” (HR. Muslim no. 2733)

Akhirnya, marilah kita sama-sama berharap semoga negeri ini menjadi negeri yang damai dan sentausa serta dikarunia pemimpin yang baik sehingga bisa membawa rakyat Indonesia menuju kondisi yang lebih baik lagi.

Khutbah II

إنَّ الحَمدَ لله نحمدُهُ ونستعينهُ ونستهديهِ ونشكرُهُ ونعوذُ بالله من شرورِ أنفسِنَا ومن سيئاتِ أعمالنا، مَن يهدِ الله فلا مُضِلَّ لهُ ومن يُضلِل فلا هاديَ له، وأشهدُ أنْ لا إلـهَ إلا الله وحدَهُ لا شريكَ لهُ وأنَّ محمّدًا عبدُهُ ورسولُهُ صَلَواتُ الله وسلامُهُ عليهِ وعلى كلّ رسولٍ أَرْسَلَهُ. أمّا بعدُ عبادَ الله فإنّي أوصيكُمْ ونفسي بِتَقوَى الله العليّ القديرِ واعلَموا أنَّ الله أمرَكُمْ بأمْرٍ عظيمٍ، أمرَكُمْ بالصلاةِ والسلامِ على نبيِهِ الكريمِ فقالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾ اللّهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيم، وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيمَ، إنّكَ حميدٌ مجيدٌ

اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ رَبَّنَا اغْفِرْ وََارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ

BINCANG SYARIAH

Pengaruh Nama dan Sifat Allah bagi Insan Beriman (Bag. 1)

Mengilmui sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla dan mengimaninya sesuai dengan keagungan sifat tersebut bagi Allah, kemudian diikuti dengan mentadaburi maknanya, akan membuahkan pengaruh yang luar biasa dan manfaat yang besar bagi insan beriman. Hal ini akan menyebabkan seorang hamba akan merasakan manisnya iman, di mana kebanyakan orang yang menolak nama dan sifat Allah, seperti kelompok mu’atthilah dan musyabbihah, tidak akan bisa merasakannya.

Di antara buah iman kepada sifat-sifat Allah adalah seorang hamba akan mengetahui bahwa Allah Ta’ala mencintai nama-nama dan sifat-sifat-Nya sekaligus juga mencintai dampak dan pengaruh dari sifat-sifat tersebut bagi hamba. Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, Dia Maha Pengampun dan menyukai pengampunan dosa bagi hamba, Dia Maha Kuat dan mencintai mukmin yang kuat, Dia Maha Mengetahui dan mencintai ahli ilmu di antara para hamba-Nya, Dia Maha Adil dan mencintai keadilan, dan seterusnya.

Berikut ini beberapa pengaruh dari keimanan yang benar terhadap sifat-sifat Allah bagi seorang hamba.

Pengaruh mengimani nama Allah As Samii’Al Bashiir, dan Al ‘Aliim

Seorang hamba wajib meyakini bahwa Allah adalah Zat yang Maha Mendengar (As-Samii’), Maha Melihat (Al-Bashiir), dan Maha Mengetahui (Al-‘Aliim). Tidak tersembunyi satupun -mesikpun seberat dzarrah– segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Dia-lah Allah yang mengetahui yang samar dan tersembunyi, mengetahui mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam hati, dan ilmu Allah meliputi segala sesuatu.

Barangsiapa mengilmui bahwa Allah mengetahui dan melihat seluruh aktiftas dirinya, maka semestinya akan membuat hamba senantiasa menjaga lisan, anggota badan, dan gerak-gerik hati dari segala sesuatu yang tidak diridai oleh Allah dan akan senantiasa menggunakan seluruh aktivitas jasadnya untuk melakukan perbuatan yang dicintai dan diridai-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى

Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-‘Alaq: 14)

وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”  (QS. Al-Hujurat: 1)

اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Perbuatlah apa yang kamu kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”  (QS. Fushilat: 40)

وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ

Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Maka takutlah kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 235)

Tidak diragukan lagi bahwasanya pengilmuan tentang ini akan membuahkan dalam diri hamba rasa khusyu’ dan merasa diawasi oleh-Nya, sehingga akhirnya akan menjadikan ketaatan kepada Allah merupakan tujuan hidupnya.

Imam Ibnu Rajab Rahimahullah mengisahkan bahwa ada seorang lelaki yang merayu seorang wanita di padang yang luas pada suatu malam. Kemudian wanita tersebut menolak ajakannya. Lelaki tersebut berkata kepada sang wanita, “Tidak ada yang melihat kita kecuali hanya bintang-bintang.”

Wanita tersebut pun menjawab, “Lalu di manakah Zat yang menjadikan bintang-bintang tersebut bercahaya?” Maksudnya, “Di manakah Allah? Bukankah Dia melihat kita?” Maka dengan sebab pengilmuannya tersebut dia terhindar dari perbuatan dosa dan terjatuh dalam perbuatan kejelekan. (Syarhu Kalimatil Ikhlas)

Pengaruh mengimani nama Allah Ghaniyyun Kariim

Seorang hamba wajib mengilmui dan mengimani bahwa Allah adalah Ghaniyyun (Maha Kaya dan tidak butuh kepada makhluk-Nya), Kariim (Maha Pemurah), dan Rahiim (Maha Penyayang). Dia-lah yang kebaikannya sangat banyak. Dia Zat yang tidak butuh sama sekali terhadap hamba-Nya, namun Dia tetap berbuat baik dan kasih sayang terhadap mereka, menginginkan kebaikan untuk mereka, dan melindungi mereka dari mara bahaya. Allah melakukannya bukan karena ingin mendapatkan manfaat dari hamba-Nya atau terhindar dari kemudaratan hamba-Nya. Namun itu semua adalah bentuk kebaikan dan kasih sayang dari Allah untuk mereka. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki riziki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَداً وَلَم يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلَّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيراً

Dan katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.’” (QS. Al-Isra’: 111)

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّى فَتَضُرُّونِى وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِى فَتَنْفَعُونِى

Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian tidak akan dapat membinasakan-Ku dan kalian tidak akan dapat memberikan manfaat kepada-Ku.” (HR. Muslim)

Jika hamba mengilmui hal ini, maka akan membuahkan kuatnya rasa harap kepada Allah dan merasa butuh kepada Allah, dan menampakkan kefakirannya kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاء إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15)

Rasa harap akan membuahkan berbagai bentuk ibadah lahir dan batin sesuai ilmu yang dimiliki hamba tersebut.

Pengaruh mengimani Allah memiliki sifat adil, marah, dan memberi hukuman

Jika hamba mengilmui tentang sifat keadilan Allah (al-‘adl), sifat memberi hukuman (al-intiqam), dan sifat marah (al-ghadab), maka ini akan membuahkan sifat khasyah, takut, waspada, serta jauh dari perbuatan yang dimurkai-Nya. Allah Ta’ala berfriman,

وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 196)

وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 203)

فَإِن زَلَلْتُمْ مِّن بَعْدِ مَا جَاءتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 209)

Jika mengimani sifat Allah al-Ghadab (marah), maka seorang hamba akan berupaya beramal dengan perbuatan yang tidak membuat Allah marah dan murka.

Pengaruh mengimani Allah Maha Agung dan Maha Tinggi

Jika seorang hamba mengilmui tentang keagungan dan kebesaran Allah Ta’ala serta Maha Tinggi Allah dia atas seluruh makhluk-Nya -baik tinggi dalam Zat-Nya maupun tinggi kedudukan dan kekuasaan-Nya-, maka ini akan membuahkan rasa ketundukan dan kecintaan serta menumbuhkan berbagai bentuk jenis ibadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq. Dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Hajj: 62)

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Baqarah: 255)

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعاً قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat, dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)

[Bersambung]

Penulis: Adika Mianoki

Artikel: Muslim.or.id