Doa Agar Terhindar dari Covid 19

Berikut penjelasan anjuran doa agar terhindar dari Covid 19:

Setahun sudah pandemi menjangkit dunia.  Hingga kini, Covid 19 belum jua usai. Jutaan nyawa melayang akibat virus yang mematikan ini. Puluhan juta manusia terjangkit penyakit ini. Ratusan juta orang kehilangan pekerjaan. Milyaran umat manusia di planet ini  terkena imbas Corona. Sebagai manusia yang Muslim kita dianjurkan untuk berikhtiar dan berdoa kepada Allah agar virus Covid 19 segera berlalu. Berikut Doa untuk memohon perlindungan kepada Allah dan agar Allah mengangkat Covid 19 ini.

Firman Allah dalam Q. S al- Isra  ayat 167:

وَاِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِى الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُوْنَ اِلَّآ اِيَّاهُۚ فَلَمَّا نَجّٰىكُمْ اِلَى الْبَرِّ اَعْرَضْتُمْۗ وَكَانَ الْاِنْسَانُ كَفُوْرًا

Artinya: Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur).

Ada juga firman Allah yang menganjurkan manusia untuk berdoa kepada-Nya. Allah berfirman dalam Q.S al-Baqarah ayat 186:

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.

Di sisi lain, anjuran untuk berdoa ketika terjadi wabah datang dari ulama besar Ibnu Hajar As-Qallani. Ia menulis dalam Kitab Fathul Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, ia berkata:

أُمِروا باستدفاعِ البلاء بالذِّكر والدُّعاء والصَّلاة والصَّدقة

Artinya: Kalian dianjurkan untuk menghilangkan wabah dengan zikir, doa, shalat , dan bersedekah.

Nah, berikut doa agar terhindar dari Covid 19 yang bisa kita baca pada saat selesai shalat atau bisa kiamalkan sehari-hari. Berkat doa ini, semoga Allah segera mengangkat wabah yang mematikan ini.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ جَهْدِ البَلاَءِ، وَدَرْكِ الشَقَاءِ، وَسُوءِ القَضَاءِ، وَشَمَاتَةَ الأَعْدَاء. اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ زَوَالِ نِعْمَتِكَ، وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ، وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ، وَجَمِيِعِ سَخَطِكَ.

Allohumma a’uzubika min jahdi bala, wa darki asy- syaqa, wa syu il qadha, wa samamatal aa’da. Allohumma inni a’uzubika min zawali ni’matika, wa tahawwala a’fika , wa fajaati ni’matika, wa jamii sahotika

Artinya: Ya Allah aku berlindung dari malapetaka musibah, dan turunnya kesengsaraan yang terus menerus, dan buruknya Qadha, dan senangnya musuh (sebab kalian terkena musibah).

Dan ada juga doa agar terhindar dari Covid 19 dari Syekh Shalih bin Fauzan al-Fauzan :

اللهم ارفع ما انزلت من هذا الوباء. واحل محله الفرج واليسر ولخير والعافية للمسلمين خصوصا وللعالمين عموما فانك قادر على ذلك

Allohuma irpa’ ma anzalta min haza al waba, wa ahilla mahallahu al faroja wal yusro wal khair wal a’fiyah, lil muslimina khususon wa lil a’lamina umuman, fa innaka qadirun ala dzalika.  

أُمِروا باستدفاعِ البلاء بالذِّكر والدُّعاء والصَّلاة والصَّدقة

Artinya: Kalian dianjurkan untuk menghilangkan wabah dengan zikir, doa, shalat , dan bersedekah.

Nah, berikut doa agar terhindar dari Covid 19 yang bisa kita baca pada saat selesai shalat atau bisa kiamalkan sehari-hari. Berkat doa ini, semoga Allah segera mengangkat wabah yang mematikan ini.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ جَهْدِ البَلاَءِ، وَدَرْكِ الشَقَاءِ، وَسُوءِ القَضَاءِ، وَشَمَاتَةَ الأَعْدَاء. اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ زَوَالِ نِعْمَتِكَ، وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ، وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ، وَجَمِيِعِ سَخَطِكَ.

Allohumma a’uzubika min jahdi bala, wa darki asy- syaqa, wa syu il qadha, wa samamatal aa’da. Allohumma inni a’uzubika min zawali ni’matika, wa tahawwala a’fika , wa fajaati ni’matika, wa jamii sahotika

Artinya: Ya Allah aku berlindung dari malapetaka musibah, dan turunnya kesengsaraan yang terus menerus, dan buruknya Qadha, dan senangnya musuh (sebab kalian terkena musibah).

Dan ada juga doa agar terhindar dari Covid 19 dari Syekh Shalih bin Fauzan al-Fauzan :

اللهم ارفع ما انزلت من هذا الوباء. واحل محله الفرج واليسر ولخير والعافية للمسلمين خصوصا وللعالمين عموما فانك قادر على ذلك

Allohuma irpa’ ma anzalta min haza al waba, wa ahilla mahallahu al faroja wal yusro wal khair wal a’fiyah, lil muslimina khususon wa lil a’lamina umuman, fa innaka qadirun ala dzalika.  

BINCANG SYARIAH

Mereka Juga Pernah Terluka

Allah Swt Berfirman :

إِن يَمۡسَسۡكُمۡ قَرۡحٞ فَقَدۡ مَسَّ ٱلۡقَوۡمَ قَرۡحٞ مِّثۡلُهُۥۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيۡنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمۡ شُهَدَآءَۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zhalim.” (QS.Ali ‘Imran:140)

Ayat ini bercerita tentang perang Uhud, dimana kaum muslimin waktu itu sempat mendapatkan kekalahan dan jatuh banyak korban. Dari kejadian ini kita ingin menggaris bawahi sebuah poin penting bahwa :

“Jika kalian mendapat kesulitan dan rintangan dalam menegakkan kebenaran maka ingatlah bahwa musuh kalian juga pernah menderita kekalahan dan menelan banyak luka sebelumnya.

Jika kalian menelan kepahitan di perang Uhud, ingatlah bahwa musuh kalian juga pernah menelan sakitnya kekalahn di perang badr. Maka bersabar lah dalam menghadapi segala situasi, dalam kemenangan ataupun kekalahan.”

Ayat ini memberikan kepada kita banyak sekali pelajaran, seperti :

1. Kaum muslimin tidak boleh merasa rendah diri dan lebih sedikit kesabarannya dibandingkan musuh.

فَقَدۡ مَسَّ ٱلۡقَوۡمَ قَرۡحٞ مِّثۡلُهُ

“maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa.”

2. Tidak ada yang kekal di alam ini, kadang kalian meraih kemenangan yang manis dan kadang harus menelan pahitnya kekalahan.

وَتِلۡكَ ٱلۡأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيۡنَ ٱلنَّاسِ

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia.”

3. Dalam peperangan dan naik turunnya kehidupan, akan terseleksi siapa yang berada dalam jalur keimanan dan siapa yang keluar darinya.

وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ

“dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman..”

4. Allah telah menjadikan di antara kalian mati syahid agar kalian menyaksikan bahwa tidak menjalankan perintah pemimpin akan membawa kalian pada kehancuran.

وَيَتَّخِذَ مِنكُمۡ شُهَدَآءَۗ

“dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada.”

5. Kemenangan sementara yang diraih musuh bukanlah bukti bahwa Allah mencintai dan merestui mereka.

وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Dan Allah tidak menyukai orang-orang zhalim.”

6. Apa yang terjadi dalam sejarah merupakan kehendak Allah dan semua berada dibawah ketentuan-Nya.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Menuju Kesempurnaan Ibadah Shalat (Bag. 5): Mengusap Khuff, Penutup Kepala, Perban dan Bagian yang Terluka

  1. Hukum Mengusap Khuff

Mengusap khuff (sepatu) dilakukan dengan cara tertentu, di bagian tertentu dan di waktu tertentu sebagai ganti dari membasuh kedua kaki pada saat berwudhu [1]. Mengusap khuf disyariatkan dalam al-Qur’an dan Hadits, sebagaimana firman Allah Ta’ala

وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْ

“… Dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. al-Maidah : 6)

Banyak sekali hadits-hadits shahih yang membahas tentang mengusap khuf [2] sehingga ‘Ali bin Abi Thalib sempat berkata :

لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ.

Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian

atas khufnya.” (HR. Abu Daud, no. 162)

Mengusap khuff merupakan bentuk keringanan (rukhsoh) yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya. Alangkah baiknya apabila keringanan tersebut kita ambil sebagai wujud syukur kepada Allah Ta’ala sebab Rasulullah shallallahualaihi wasallam pernah bersabda :

اِنَّ اللهَ تَعَالَى يُحِبُّ اَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ اَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ

“Sesungguhnya Allah suka jika keringanan dari-Nya dilakukan sebagaimana Dia tidak suka kemaksiatan kepada-Nya dilakukan” (HR. Ahmad, al-Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan al-Khatib)

  1. Syarat Mengusap Khuff

Terdapat tujuh hal yang menjadi syarat dibolehkannya mengusap Khuf sebagai ganti membasuh kedua kaki saat berwudhu [3] :

  1. Suci dari hadats. [4]
  2. Mengusap Khuff berlaku untuk bersuci dari hadats kecil saja. [5]
  3. Jangka waktu; bermukim (1 hari 1 malam) dan musafir (3 hari 3 malam). [6]
  4. Khuff suci dari najis. [7]
  5. Khuff harus menutupi bagian yang dibasuh. [8]
  1. Khuff harus yang halal untuk dikenakan (bukan hasil curian/berbahan sutera). [9]
  2. Tidak melepas khuf sebelum berakhir jangka waktunya. [10]
  1. Hal-hal yang membatalkan Mengusap Khuff

Tiga hal yang dapat membatalkan sahnya mengusap khuf [11], yaitu :

  1. Berhadats besar yang mengharuskan mandi [12]
  2. Melepas khuff, batallah wudhunya [13]
  3. Masa berlaku mengusap Khuff telah berakhir [14]
  1. Cara Mengusap Khuff, Kaos Kaki, dan Penutup Kepala

Mengusap kedua khuff dilakukan dengan mengusap bagian atasnya dengan meletakkan tangan kanan di atas khuff sebelah kanan dan tangan kiri di atas khuff sebelah kiri. Kemudian mengusap bagian atas keduanya dengan sekali usapan [15].

Adapun cara mengusap kaos kaki sama persis seperti mengusap kedua khuff [16]. Sedangkan mengusap bagian atas sorban dan penutup kepala wanita (kerudung) dilakukan dengan mengusap bagian ubun-ubun dan menyempurnakannya dengan mengusap bagian atas sorban dan kerudung [17].

  1. Mengusap Perban

Syaikh al-‘Allamah bin Bazz rahimahullah mengungkapkan bahwa mengusap bagian atas perban adalah disyari’atkan karena mengusap kedua khuff pada hakikatnya adalah rukhsoh dari Allah yang semestinya kita manfaatkan sehingga mengusap bagian atas perban menjadi hal yang lebih utama. Begitu pula sebab kedaruratannya tidak ada batasan waktu yang ditetapkan dalam masalah mengusap perban tersebut [18].

Perlu kita ketahui pula bahwa antara mengusap perban dan mengusap khuff terdapat perbedaan yang mesti difahami [19], yaitu :

  1. Boleh mengusap bagian atas perban saja, apabila berbahaya jika membukanya. Sedangkan khuff kebalikannya.
  2. Diharuskan memperluas usapan bagi perban. Sedangkan khuff boleh diusap sebagian saja.
  3. Pengusapan perban tidak dengan batasan waktu. Sedangkan mengusap khuff dengan waktu tertentu.
  4. Diperbolehkan mengusap perban pada saat hadits kecil dan besar. Sedangkan khuff hanya pada hadats kecil saja.
  5. Tidak disyaratkan bersuci sebelum menutup perban. Adapun khuff kebalikannya.
  6. Perban tidak dikhususkan pada anggota badan tertentu,

sedangkan khuff khusus untuk kaki saja.

  1. Mengusap Bagian yang Terluka

Apabila terdapat luka pada tubuh yang menjadi bagian yang harus dibersihkan dengan berwudhu, maka perlu difahami ketentuan syariat yang memandu tatacara bersuci dengan kondisi tersebut [20], yaitu :

  1. Apabila bagian yang luka tidak berbahaya jika dibasuh, maka bagian tersebut mesti dibasuh.
  2. Apabila bagian terluka berbahaya jika dibasuh, namun tidak berbahaya apabila diusap, maka bagian luka tersebut wajib diusap.
  3. Apabila bagian yang luka berbahaya dibasuh dan diusap, maka diperbolehkan baginya bertayammum atau hendaklah ia perban bagian yang luka tersebut kemudian mengusap perbannya.
  4. Apabila bagian yang luka tertutup oleh perban, gips atau pelekat maka cukup baginya mengusap bagian yang tertutup itu dan tidak perlu dibasuh dengan air.

Catatan Kaki:

[1] Lihat Kitab Al Mughrib fii Tartiibil Mu’rob, 2/266.

[2] Lihat Kitab asy-Syarhul Mumti ‘alaa Zaadil Mustaqni’ (I/183), dan Kitab Fathul-Baari (I/306)

[3] Lihat Kitab “Sholatul Mu’min” (71/621)

[4] Lihat Kitab “al-Wudhu” Bab “Idza Adkhala Rijlaihi wa Huma

Thaahiraini” no. 206.

[5] Lihat Kitab Fataawa al-Mashu ‘alal Khuffain Karya Ibnu ‘Utsaimin hlm 8.

[6] Lihat Kitab “al-Mughniy” (I/369) Karya Ibnu Qudamah.

[7] Lihat Kitab Fataawaa al-Islamiyyah (I/235)

[8] Lihat Kitab Syarhul Umdah fii Fiqh Karya Ibnu Taimiyah hlm 250.

[9] Lihat Kitab Syarhul Mumti’ (I/189)

[10] Lihat Kitab “al-Mughniy” (I/367) Karya Ibnu Qudamah.

[11] Lihat Kitab “Sholatul Mu’min” (74/621)

[12] Lihat Kitab “al-Kabir” no. 7351 Karya at-Thabrani

[13] Lihat Kitab “al-Mughniy” (I/367) Karya Ibnu Qudamah.

[14] Lihat Kitab at-Thaharah hlm 257 karya Ibnu Taimiyyah.

[15] Lihat Kitab “al-Mughniy” (I/377) Karya Ibnu Qudamah.

[16] Lihat Kitab “at-Thaharah” Bab “al-Mashu ‘alal Jaurabaini” no. 159 Karya Abu Dawud.

[17] Lihat Kitab “Bulughul Maraam”, hadits 145-147.

[18] Ibid

[19] Lihat Kitab “Sholatul Mu’min” (77/621)

[20] Lihat Kitab “Fataawaa alal Khuffain” karya Ibnu ‘Utsaimin, hlm 25.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/61442-menuju-kesempurnaan-ibadah-shalat-bag-5-mengusap-khuff-penutup-kepala-perban-dan-bagian-yang-terluka.html

Menag: Pemerintah Saudi Belum Putuskan Adanya Haji Tahun 2021

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pelaksanaan ibadah haji tahun 2021 masih menunggu keputusan dari pemerintah Arab Saudi. “Pemerintah Arab Saudi belum memutuskan apakah haji tahun ini dibuka atau tidak,” kata Yaqut di Solo seperti dikutip dari laman Merdeka, Jumat (05/03/2021).

Yaqut mengatakan jika sudah ada keputusan dari pemerintah Arab Saudi maka pemerintah akan segera melakukan persiapan secara teknis. Menurut dia, saat ini pemerintah sudah menyiapkan sejumlah skenario.

“Tetapi tentu skenario ini baru bisa jalan kalau sudah ada keputusan haji dari pemerintah Arab Saudi, dibuka atau tidak. Skenario salah satunya pembatasan ini,”ujarnya.

Menag yang juga Ketua GP Anshor itu memprediksi di masa pandemi Covid-19 ibadah haji 2021 tidak akan dijalankan secara normal, termasuk saat perjalanan menuju ke Arab Saudi.

“Seperti jaga jarak di pesawat, kemudian kamar yang biasanya diisi delapan orang hanya digunakan empat orang. Signal yang kita dapat ada pembatasan jemaah tidak seperti masa normal,” tukasnya

Sementara itu, mengenai jamaah lanjut usia, pihaknya juga belum dapat memastikan apakah bisa mengikuti haji.

“Kami belum ada kepastian, mudah-mudahan bisa ya, tetapi ya tidak tahu. Itu kan kebijakan pemerintah Arab Saudi. Kita ini kan tamu, kita ikuti aturan pemerintah di sana,” tandasnya.

Sebelumnya diketahui, Arab Saudi lewat Menteri Kesehatannya Tawfiq al-Rabiah mengatakan “vaksinasi wajib” akan diperlukan untuk semua jamaah yang berencana berhaji di bulan Juli. “Muslim yang berharap untuk menunaikan ibadah haji harus memenuhi syarat khusus, yaitu telah menerima vaksin Covid-19,”ujar Tawfiq seperti dikutip dari Reuters, Rabu (03/02/2021).*

HIDAYATULLAH

Meski Difitnah Media, Banyak Orang Barat Memeluk Islam

Orang-orang barat banyak yang mengidap Islamophobia akibat terpengaruh informasi dari media massa di barat. Meski demikian, banyak orang-orang barat juga yang tidak percaya media massa kemudian mereka mencari tahu tentang Islam sampai memeluknya.

Prof. Syekh Sulaiman Al-Bierah guru dari Imam Masjidil Haram (Syekh Abdurrahman As Audais) mengatakan, terjadinya Islamophobia di negara barat dampak dari media massa yang menyebarkan isu-isu fitnah tentang Islam. Tapi, banyak juga orang-orang barat yang memeluk Islam.

“Selain tersebarnya isu Islamophobia di negara barat, akan tetapi perlu diketahui jika anda belum tahu, bahwa sesungguhnya belakangan ini, banyak, sampai ribuan orang barat masuk Islam,” kata Syekh Sulaiman kepada Republika.co.id di sela-sela Pertemuan Ulama dan Dai se-Asia Tenggara, Eropa serta Afrika di Hotel Grand Inna Padang, Selasa (18/7).

Ia menerangkan, mereka memeluk Islam karena mereka mengetahui isu-isu yang disebarkan melalui media massa di barat tidak benar. Akhirnya orang-orang barat banyak yang mencari informasi sebenarnya tentang Islam. Kemudian mereka mendapatkan hidayah memeluk Islam.

Ia juga menjelaskan, sudah menjadi kewajiban sebagai seorang Muslim menyampaikan kebenaran Islam apa adanya kepada umat manusia karena semua manusia termasuk Bani Adam. Kemudian mereka memeluk Islam atau tidak, itu tergantung hidayah dari Allah SWT.

Akan tetapi, dikatakan Syekh Sulaiman, permasalahan umat Islam kebanyakan saat ini kurangnya paham bagaimana cara berdakwah yang tepat kepada orang barat. “Kita harus mengetahui bagaimana kondisi masyarakat setempat sehingga kita memilih dakwah yang tepat di lokasi tersebut,” ujarnya.

Untuk mengatasi Islamophobia, kata dia, umat Islam harus berbicara dan berdialog dengan mereka (orang barat). Tentu dengan cara yang benar, menyampaikan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Sampaikan Islam dengan keseluruhannya dan sebenar-benarnya seperti Rasulullah menyampaikan Islam. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Jangan Jual Barang Yang Bukan Milikmu

Syarat jual beli yang ketiga adalah: orang yang mengadakan transaksi adalah orang yang memiliki barang/uang atau orang yang menggantikan peran memilik barang/uang.

Dalil dari persyaratan ini adalah firman Allah,

إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Kecuali jual beli yang dilakukan dengan saling rela.” (QS. An-Nisa’:29)

Kita semua tahu bahwa tidak ada orang yang rela jika hartanya diperjualbelikan oleh orang lain.

عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِى الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّى الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِى أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ : لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Dari Hakim bin Hizam, “Beliau berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku, barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut?’ Kemudian, Nabi bersabda, ‘Janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.‘” (HR. Abu Daud, no. 3505; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Jika ada orang yang meminta kita untuk membeli barang tertentu yang ada di toko A secara kulak, lalu menjual barang tersebut kepadanya, setelah itu kita mengadakan transaksi jual beli dengannya padahal barang tertentu tersebut masih milik toko A, maka inilah yang disebut dengan menjual barang yang belum dimiliki, sebagaimana dalam hadis di atas.

Akan tetapi, jika ada orang yang menemui kita supaya kita mencarikan barang dengan kualifikasi tertentu, yang bisa jadi kita dapatkan di toko A, B, atau lainnya, dan dia membebaskan kita untuk membeli secara kulak di tempat mana pun, yang penting kita bisa menghadirkan barang dengan kualifikasi yang dia tetapkan pada waktu yang telah disepakati dan harga yang telah ditentukan, maka transaksi semisal ini diperbolehkan, dengan syarat pokok uang sejumlah harga yang telah ditentukan seluruhnya telah diserahkan di muka. Kasus kedua inilah yang disebut dengan “jual beli salam”.

Dalam kasus pertama, barang yang diinginkan pemesan adalah barang tertentu–bukan barang dengan kualifikasi tertentu–. Misalnya: Sebuah sepeda motor merek Mio yang ada dan dijual di show room milik Pak Budi, bukan yang dijual di show room milik Pak Amir. Dengan kata lain, bukan sembarang sepeda motor Mio dengan kualifikasi tertentu. Barang yang dipesan dalam kasus pertama ini, dalam bahasa fikih, disebut “barang mu’ayyan“.

Sedangkan dalam kasus kedua, barang yang diinginkan oleh pemesan adalah barang dengan kualifikasi tertentu, yang bisa didapatkan di mana pun. Misalnya: Sepeda motor Mio baru berwarna hitam, baik yang di jual di show room milik Pak Budi, Pak Amir, atau lainnya; tidak masalah. Barang yang dipesan dalam kasus kedua ini, dalam bahasa para ulama fikih, disebut “maushuf fi dzimmah“.

Dengan bahasa lain, “transaksi salam” adalah ‘pengecualian yang dibolehkan dari larangan menjual barang yang belum dimiliki’.

Selain pemilik asli barang, orang yang boleh mengadakan transaksi adalah orang yang menggantikan peran pemilik, semisal wakil. Wakil adalah orang yang diberi izin atau kewenangan oleh pemilik untuk membelanjakan hartanya, dalam kondisi si pemilik masih hidup.

Misalnya: Saya menyerahkan komputer saya kepada seseorang, lalu saya katakan kepadanya, “Tolong jualkan komputer ini!” Orang tersebut boleh dan sah jika menjual komputer yang telah saya serahkan karena dia menggantikan “peran pemilik” saya sebagai pemilik barang.

Contoh yang lain adalah saya menyerahkan sejumlah uang kepada kawan saya yang akan pergi ke pameran komputer, dan saya meminta kawan saya tersebut untuk membelikan komputer yang saya inginkan.

Dengan uraian di atas, berarti kita telah membahas tiga syarat sah transaksi jual beli, berkaitan dengan pelaku transaksi. Tiga syarat tersebut adalah: saling rela, pelaku transaksi adalah orang yang diperkenan syariat untuk mengadakan transaksi, dan pelaku transaksi adalah pemilik atau pengganti peran pemilik.

PENGUSAHA MUSLIM

Mencampur Pakaian Najis dengan Pakaian Lain Ketika Mencuci

Ketika ada pakaian kita yang terkena najis, bolehkan kita mencucinya bersama dengan pakaian lain yang tidak terkena najis? Apakah pakaian yang lain juga ikut menjadi najis?

Pertama, perlu diketahui tidak semua kotoran itu dianggap najis dalam syari’at. Hukum asal benda-benda itu suci kecuali yang terdapat dalil bahwasanya ia adalah najis. Syekh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan:

يجب أن يعلم أن الأصل في جميع الأشياء الطهارة فلا تنجس و لا ينجس منها إلا ما دل عليه الشرع

“Wajib diketahui bahwa hukum asal dari segala sesuatu itu suci, maka tidak boleh mengatakan ia sesuatu itu najis atau menajiskan kecuali ada dalil dari syariat” (Irsyad Ulil Bashair wa Albab li Nailil Fiqhi, hal. 19-21).

Contoh benda-benda najis: babi, air liur anjing, air kencing manusia, kotoran manusia, darah haid, dan madzi.

Kedua, memang terdapat khilaf ulama tentang status air yang terkena najis apakah berubah menjadi najis dan boleh digunakan untuk membersihkan atau tidak. Sebagian ulama juga merinci dengan kaidah air 2 qullah.

Namun pendapat yang difatwakan oleh para ulama kibar dalam masalah ini adalah bahwa air itu selama masih disebut al maa’u (الماء), ia bukanlah najis. Yaitu selama air tersebut tidak didominasi oleh benda lain yang najis. Sebagaimana hadis dari Abu Sa’id Al Khudhri radhiyallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إنَّ الماءَ طَهورٌ لا يُنَجِّسُه شَيءٌ

“Sesungguhnya al maa-u (air) itu suci, tidak ternajisi oleh apapun” (HR. Ahmad no. 11818, disahihkan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad).

Bahkan dalam riwayat lain hadis ini disabdakan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam terkait dengan sumur Budha’ah,

قيلَ: يا رسولَ اللهِ، إنَّا نَتوَضَّأُ من بِئرِ بُضاعةَ وهي يُلقى فيها الحِيَضُ والنَّتْنُ -وقال يوسُفُ: والجِيَفُ- وقالوا: ولُحومُ الكِلابِ، فقال: إنَّ الماءَ طَهورٌ لا يُنجِّسُه شيءٌ

“Sebagian sahabat bertanya: wahai Rasulullah, kami biasa berwudhu dengan air dari sumur Budha’ah. Padahal ia adalah sumur yang terkadang jadi tempat pembuangan kain pembalut wanita haid dan kotoran rumah (Yusuf [salah seorang perawi] mengatakan: dan juga bangkai). Orang-orang juga berkata: terkadang bangkai anjing juga dibuang ke sana. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya al maa-u (air) itu suci, tidak ternajisi oleh apapun”” (HR. At Tirmidzi no.66, Ad Daruquthni no.54, disahihkan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Sunan Ad Daruquthni).

Sehingga untuk kasus di atas, selama najis yang mengenai pakaian itu jumlahnya kecil dibandingkan jumlah air yang dipakai untuk mencuci, sehingga tidak mendominasi airnya, maka air tersebut tetap suci dan tidak menajisi pakaian lainnya.

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya: “Jika pakaian yang bersih dicuci bersama pakaian najis, apakah pakaian yang bersih menjadi najis dan apakah airnya juga menjadi najis?”. Beliau rahimahullah menjawab:

إذا غسلت الثياب المختلطة بماء كثير يزيل آثار النجاسة ولا يتغير بالنجاسة فإن الثياب كلها تطهر بذلك؛ لقوله ﷺ: إن الماء طهور لا ينجسه شيء أخرجه الإمام أحمد، وأبو داود، والنسائي، والترمذي بإسناد صحيح

“Jika anda mencuci pakaian yang bercampur keadaannya dengan air yang banyak, sehingga bisa menghilangkan bekas dari najis tersebut dan airnya tidak berubah sifatnya karena najis tersebut, maka semua pakaian yang dicuci tersebut semuanya suci. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam“Air itu suci, tidak ternajisi oleh apapun” (HR. Ahmad, Abu Daud, An Nasa-i, at Tirmidzi dengan sanad yang sahih)”.

والواجب على من يتولى ذلك أن يتحرى ويجتهد في استعمال الماء الكافي لتطهير وتنظيف الجميع.وإذا علمت الثياب النجسة من الثياب الطاهرة فالأحوط أن تغسل الثياب النجسة وحدها بما يكفيها من الماء، ويزيل أثر النجاسة، مع بقاء الماء على طهوريته لم يتغير بالنجاسة.

“Dan wajib bagi orang yang mencuci tersebut untuk berusaha menggunakan air yang mencukupi untuk membersihkan semua pakaian tersebut. Jika engkau mengetahui mana pakaian yang terkena najis dan mana pakaian yang tidak najis, maka yang lebih hati-hati adalah mencuci pakaian yang najis secara tersendiri dengan menggunakan air yang mencukupi dan menghilangkan bekas dari najisnya. Walaupun tetap kita katakan, air tersebut suci selama tidak berubah sifatnya karena najis” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz, 10/205).

Penjelasan Syekh Ibnu Baz rahimahullah di atas sudah cukup memberikan kesimpulan yang jelas terhadap masalah ini, walhamdulillah.

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama, S.Kom

Artikel: Muslim.or.id

Enam Orang Ini Wajib Qadha Meski Tetap Puasa di Bulan Ramadhan

Orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena ada uzur, seperti sakit atau sedang dalam perjalanan, maka dia wajib mengqadhanya setelah bulan Ramadhan. Namun demikian, ada enam orang yang tetap wajib puasa di bulan Ramadhan, tidak boleh makan, minum dan lainnya, dan  dia setelah bulan Ramadhan wajib mengqadhanya.

Pertama, orang yang sengaja membatalkan puasanya di bulan Ramadhan tanpa ada uzur yang dibenarkan oleh syariat. Maka dia tetap wajib melanjutkan puasanya, tidak boleh makan, minum dan lainnya, dan setelah Ramadhan dia wajib mengqadhanya.

Kedua, orang yang tidak melakukan niat puasa di malam hari bulan Ramadhan. Maka dia di waktu siang hari wajib imsak atau tidak boleh makan, minum, dan lainnya, dan setelah Ramadhan dia wajib mengqadhanya.

Ketiga, orang yang bersahur dengan dugaan masih ada waktu sahur, namun ternyata waktu sahur telah habis. Maka di waktu siang dia wajib imsak, dan setelah Ramadhan dia wajib mengqadhanya.

Keempat, orang yang berbuka puasa karena menduga waktu maghrib telah tiba, namun ternyata hal itu keliru, waktu belum maghrib belum. Maka dia wajib imsak, tidak boleh makan, minum dan lainnya, dan setelah Ramadhan dia wajib mengqadhanya.

Kelima, orang yang menduga masih tanggal 30 Sya’ban, namun hal itu keliru karena hari itu sudah masuk tanggal 1 Ramadhan. Maka pada hari itu dia wajib imsak, dan setelah Ramadhan dia wajib mengqadhanya.

Keenam, orang yang terlanjur menelan air karena berkumur atau istisnyaq atau memasukkan air ke hidung. Maka dia wajib imsak, dan setelah Ramadhan dia wajib mengqadhanya.

Penjelasan di atas sebagaimana disebutkan dalam kitab Safinatun Najah berikut;

ويجب مع القضاء الإمساك للصوم في ستة مواضع: الأول في رمضان لافي غيره على متعد بفطره، والثاني على تارك النية ليلا في الفرض، والثالث على من تسحر ظانا بقاء الليل فبان خلافة أيضا، والرابع على من افطر ظانا الغروب فبان خلافه ايضا، والخامس على من بان له يوم ثلاثين من شعبان أنه من رمضان،  والسادس على من سبقه ماء المبالغة من مضمضة واستنشاق

Wajib imsak serta qadha dalam enam tempat ini; pertama di bulan Ramadhan, bukan di luar bulan Ramadhan, bagi orang yang sengaja membatalkannya. Kedua, bagi orang yang meninggalkan niat di waktu malam dalam puasa wajib. Ketiga, bagi orang yang sahur dengan dugaan masih ada waktu malam (waktu sahur), namun nyatanya berbeda. Keempat, bagi orang yang berbuka karena menduga matahari sudah terbenam, namun nyatanya berbeda. Kelima, bagi orang yang nyata pada tanggal 30 Sya’ban telah masuk Ramadhan. Keenam, bagi orang terlanjur menelan air dari berkumur dan istinsyaq.

BINCANG SYARIAH

Hikmah Mengapa Puasa Dilakukan di Siang Hari

Puasa merupakan salah satu ibadah yang Allah perintahkan kepada hamba-Nya. Puasa juga sebagai ajang atau media bagi orang muslim untuk melatih hawa nafsu. Namun, tidak sedikit orang yang bertanya, mengapa puasa dilakukan pada siang hari?

Perlu diketahui bahwa ketentuan waktu berpuasa terdapat dalam firman Allah SWT.:

وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ

Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.” (Q.S al-Baqarah ayat 187)

Ayat di atas secara gamblang mengatakan bahwa puasa dilakukan dari fajar sampai menjelang malam hari.

Berbicara perihal disyariatkannya ibadah puasa dilakukan di siang hari, hal ini dikarenakan siang merupakan waktu manusia beraktifitas dan terjaga. Jika malam hari adalah waktu yang digunakan manusia untuk istirahat, berdiam diri di rumah dan merenggangkan anggota tubuh, maka Allah tidak menjadikan malam sebagai waktu puasa karena tidak akan ada beban dan kesulitan. Padahal maksud dari kewajiban puasa adalah adanya beban dan kesulitan, dimana hal itu  menjadi sebab untuk mendapatkan pahala dan ampunan dari Allah.

Berhubung amalan yang paling agung adalah ibadah yang paling berat untuk dilakukan, maka puasa disyariatkan pada siang hari. Hal ini sesuai dengan hadis :

أَفْضَلُ الْعِبَادَةِ أَحْمَزُهَا

Ibadah yang paling utama aadalah ibadah yang paling berat.” (Muhammad Abadi, ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, jus 6 hal 134)

Dalam kitab al-Badaai’ disebutkan, ‘Hikmah di balik pensyariatan puasa adalah meraih ketakwaan dan kesadaran akan arti kenikmatan yang tidak dapat dimengerti jika puasa dilakukan di malam hari. Sebab, kesadaran akan nikmat tersebut hanya dapat dimengerti setelah melaksanakan puasa di siang hari dengan penuh kepayahan dan juga melawan hawa nafsu. Oleh karena itu, puasa tidak disyariatkan di malam hari’.

Mengenai pahala agung yang Allah janjikan kepada hamba yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh kepayahan, didasarkan kepada hadis Qudsi berikut :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Rasulullah Saw. bersabda, ‘Allah berfirman, ‘Setiap amal perbuatan manusia adalah untuknya sendiri kecuali puasa, karena sesungguhnya ibadah puasa untuk-Ku (Allah) dan Aku yang akan membalasnya’.” (Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, jus 3 hal 26)

Demikianlah ulasan perihal hikmah mengapa puasa harus di siang hari. Semoga bermanfaat, wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Dosa-Dosa Besar yang Disebutkan Nabi Muhammad

Nabi Muhammad menyebutkan sejumlah dosa besar.

Sebagai Muslim yang baik, ada kalanya menghindari perbuatan yang dilarang oleh Allah sehingga kita tidak membuat dosa. Sebab, dosa akan membuat kita menuju api neraka. Rasulullah SAW dalam haditsnya menjelaskan beberapa dosa-dosa besar yang seharusnya kita hindari. Hal ini ditegaskan dalam buku Al-Lu’lu’ wal Marjan : Hadits-Hadits Pilihan yang Disepakati Al-Bukhari-Muslim oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi.

Dari Abu Bakrah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian aku beritahu apa dosa yang paling besar?” Tiga kali. Mereka berkata, “Tentu, wahai Rasulullah.” Kemudian beliau bersabda “Menyekutukan Allah dan durhaka terhadap orang tua.” Rasulullah lalu duduk, bersandar, dan berkata, “Jauhilah perkataan palsu.” Beliau terus mengulang-ulangnya sampai kami mengatakan semoga beliau diam,” (HR Al-Bukhari di dalam Kitab Kesaksian, bab kesaksian palsu).

Sementara Hadits Anas, dia berkata “Rasulullah SAW ditanya tentang dosa-dosa besar. Beliau bersabda, ‘Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh nyawa, dan kesaksian palsu,” (HR Al-Bukhari di dalam Kitab Kesaksian bab kesaksian palsu).

Sedangkan dari dalam hadits Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah ketujuh hal itu?”. Beliau bersabda, “Syirik kepada Allah, membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada hari peperangan, dan menuduh zina pada wanita yang menjaga kesucian, beriman, dan lalai,” (HR Al-Bukhari di dalam Kitab Wasiat, bab firman Allah). 

KHAZANAH REPUBLIKA