Bertakwalah dan Damaikan Perselisihan

Allah Swt Berfirman :

يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡأَنفَالِۖ قُلِ ٱلۡأَنفَالُ لِلَّهِ وَٱلرَّسُولِۖ فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَأَصۡلِحُواْ ذَاتَ بَيۡنِكُمۡۖ وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya), maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS.Al-Anfal:1)

Ayat ini menjelaskan perselisihan yang terjadi di antara kaum muslimin setelah perang badar. Karena di waktu itu ada perselisihan tentang pembagian harta rampasan perang.

Ayat ini memberi contoh bagaimana kita harus mendahulukan takwa dan berupaya untuk mendamaikan ketika terjadi perselisihan dan konflik.

Perselisihan itu memang pasti ada, bahkan tak jarang kita berselisih dalam urusan agama. Kita harus sadari bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang biasa, namun seringkali perbedaan pendapat itu membuat kita emosi dan bersikap buruk. Kita lupa bahwa perselisihan dan sikap yang buruk itu lebih besar dosanya disisi Allah dari hal-hal yang sedang kita perdebatkan.

Dalam perselisihan, setiap orang ingin memenangkan pendapatnya. Akhirnya mereka mengorbankan persaudaraan, rela menyakiti dan berbuat tak pantas hanya demi menjadi “pemenang”.

Padahal seringkali yang diperselisihkan adalah hal-hal remeh yang tak terlalu penting, tapi hawa nafsu membuatnya merusak segalanya.

Nah, disini Islam memberikan solusi yang paling tepat untuk masalah ini. Islam memiliki suatu pondasi utama yang tidak boleh didahulukan dengan yang lain ketika menghadapi perselisihan.

Pondasi utama tersebut adalah takwa, kasih sayang dan mendamaikan antar saudara. Perkara-perkara ini harus kita dahulukan dari semua masalah yang ada, bahkan dalam contoh di atas, urusan pembagian harta rampasan perang tidak lebih penting dari tiga hal ini.

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَأَصۡلِحُواْ ذَاتَ بَيۡنِكُمۡۖ

“Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.”

Maka Al-Qur’an mengajari solusi dari banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari. Seakan ayat ini sedang berkata kepada kita :

“Tinggalkan urusan pembagian harta rampasan perang, biarkan itu menjadi ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Tugas anda yang lebih penting adalah bertakwa dan memdamaikan antar kalian.”

Maka dalam setiap perselisihan jangan sampai tujuan kita adalah memenangkan pendapat kita dan mengalahkan pendapat orang lain. Karena seringkali masalah yang diperselisihkan tidak sebesar efek yang ditimbulkan dari perselisihan kita.

Jangan sampai kita keluar dari adab Islam hanya demi memenangkan pendapat dalam perselisihan. Merujuklah dengan akhlak Al-Qur’an. Karena Allah Swt Berfirman :

إِنَّ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ يَهۡدِي لِلَّتِي هِيَ أَقۡوَمُ

“Sungguh, Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus.” (QS.Al-Isra’:9)

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Akhlak Mulia, antara Tabiat (Bawaan) dan Usaha Manusia

Ada dua jalan meraih akhlak yang mulia: (1) secara tabiat (alamiah atau bawaan) memang dia memiliki akhlak mulia; dan (2) usaha keras untuk memiliki akhlak mulia. Yang pertama lebih afdhal daripada yang kedua, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Al-Mundzir Asyaj bin ‘Abdul Qais radhiyallahu ‘anhu,

إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ، الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ

“Sesungguhnya Engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu santun dan sabar.”

Al-Mundzir bertanya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمُ اللَّهُ جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا؟

“Wahai Rasulullah, memang aku berakhlak demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?”

Beliau menjawab,

بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا

“Allah yang memberikan itu kepadamu.”

Al-Mundzir berkata,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ

”Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Muslim no. 17, Abu Dawud no. 5225, dan At-Tirmidzi no. 2011)

Ketika akhlak mulia itu sudah menajadi tabiat (bawaan), maka akan sulit hilang dari diri seseorang. Berbeda halnya dengan akhlak mulia sebagai hasil dari usaha dan latihan, yang terkadang akan hilang dalam beberapa kesempatan. Hal ini karena dia membutuhkan usaha ekstra, kerja keras, dan butuh selalu diingatkan.

Seseorang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, berilah aku nasihat.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan,

لَا تَغْضَبْ

“Jangan marah.”

Orang tersebut mengulangi beberapa kali. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan,

لَا تَغْضَبْ

“Jangan marah.” (HR. Bukhari no. 6116 dan At-Tirmidzi no. 2020)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan,

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Orang yang paling kuat bukanlah orang yang tidak dapat dikalahkan oleh orang lain. Tetapi orang yang paling kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya ketika dia sedang marah.” (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609)

Salah satu akhlak mulia adalah ketika seseorang bisa menguasai diri ketika sedang marah. Dia tidak memperturutkan amarahnya. Akan tetapi, dia berusaha menghilangkan amarahnya dengan segera berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan yang terkutuk.

Kiat-kiat meraih akhlak mulia

Seseorang haruslah berusaha keras untuk meraih akhlak mulia, yaitu dengan berlatih dan bersungguh-sungguh dalam mewujudkannya. Seseorang dapat meraih akhlak mulia melalui beberapa jalan, di antaranya:

Pertama, dengan merenungi Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Seseorang merenungi dalil-dalil yang menunjukkan pujian terhadap akhlak mulia yang dia inginkan untuk bisa mewujudkannya. Karena ketika seorang mukmin melihat ada dalil yang memuji suatu akhlak atau perbuatan, tentu dia akan terdorong dan termotivasi untuk mewujudkannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat tentang hal ini dalam sabda beliau,

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ، وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ، كَحَامِلِ الْمِسْكِ، وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Hanyalah perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk itu ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi akan memberimu minyak wangi atau Engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Dan kalaupun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) akan mengenai (membakar) pakaianmu. Dan kalaupun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau asap yang tidak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Kedua, berteman dengan orang-orang yang memiliki akhlak mulia dan menjauh dari berteman dengan orang-orang yang memiliki akhlak buruk. Dia jadikan teman dengan akhlak mulia tersebut sebagai tempat latihan yang membantu dan menuntunnya agar memiliki akhlak mulia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu sesuai dengan agama sahabatnya. Oleh karena itu, perhatikanlah siapa yang menjadi sahabat kalian.” (HR. Abu Dawud no. 4833 dan Tirmidzi no. 2378. Dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani.)

Ketiga, merenungkan akibat jika memiliki akhlak yang buruk.

Dia harus senantiasa ingat bahwa orang dengan akhlak buruk akan dijauhi, dikucilkan dari pergaulan manusia, juga akan senantiasa disebut-sebut dan diingat dengan sebutan yang jelek. Oleh karena itu, jika seseorang merenungkan akibat dari akhlak yang buruk, tentu dia akan berusaha untuk menjauhinya.

Keempat, senantiasa mengingat bagaimanakah kemuliaan akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jika seseorang senantiasa mengingat bagaimanakah akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik dan mulia, maka ringanlah jiwanya dan akhirnya akan terdorong untuk memiliki akhlak mulia.

Demikian pembahasan ini, semoga bisa menjadi bahan renungan dan diamalkan.

[Selesai]

***

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc., PhD.

Artikel: Muslim.or.id

Pesawat Sriwijaya Air Diduga Jatuh, Ini Doa Saat Mengalami Musibah

Berita duka kembali datang dari dunia penerbangan. Pesawat Sriwijaya Air dengan jurusan Jakarta-Pontianak diduga jatuh di sekitar perairan Kepulauan Seribu. Sebelum diberitakan diduga jatuh, seperti dikutip dari detik.com, pesawat dengan nomor penerbangan SJY-182 dengan nomor registrasi PK-CLC ini dikabarkan hilang kontak saat terbang dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Pesawat dikabarkan hilang kontak dari bandara mulai pukul 14.30.

Meskipun, sampai saat ini belum ada pernyataan resmi tentang status keberadaan pesawat. Baik otoritas bandara Soekarno Hatta, Sriwijaya Air, maupun pihak Kementerian Perhubungan masih melakukan pengecekan dan pencarian di lokasi kejadian. Polisi saat ini sudah membuka posko darurat untuk antisipasi penanganan di Dermaga JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mengutip CNBC Indonesia, Adita Irawati selaku juru bicara Kementerian Perhubungan, saat ini telah dimulai investigasi oleh Basarnas berkoordinasi dengan Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) di lokasi diduga jatuhnya pesawat.

Seperti dikutip dari tweet akun media Asumsico, pesawat Sriwijaya Air tersebut membawa 56 penumpang dan 6 kru penerbangan. 56 penumpang tersebut terdiri atas 46 orang dewasa, 7 anak-anak, dan 3 bayi. Sementara kru penerbangan terdiri atas dua pilot dan 4 kru pesawat.

Bagi para keluarga penumpang, tentu musibah ini begitu memilukan hati. Salah satu doa yang bisa dibaca oleh siapapun yang sedang dirundung kesedihan atau kepiluan karena mengalami musibah adalah riwayat doa Rasulullah yang bersumber dari seorang sahabat perempuan bernama Ummu Salamah, seperti bersumber dari riwayat Shahih Muslim, Rasulullah Saw.

” ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﻋَﺒْﺪٍ ﺗُﺼِﻴﺒُﻪُ ﻣُﺼِﻴﺒَﺔٌ، ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ: ﺇِﻧَّﺎ ﻟِﻠَّﻪِ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺭَاﺟِﻌُﻮﻥَ اﻟﻠﻬُﻢَّ ﺃْﺟُﺮْﻧِﻲ ﻓِﻲ ﻣﺼﻴﺒﺘﻲ، ﻭَﺃَﺧْﻠِﻒْ ﻟِﻲ ﺧَﻴْﺮًا ﻣِﻨْﻬَﺎ، ﺇِﻻَّ ﺃَﺟَﺮَﻩُ اﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﻣُﺼِﻴﺒَﺘِﻪِ، ﻭَﺃَﺧْﻠَﻒَ ﻟَﻪُ ﺧَﻴْﺮًا ﻣِﻨْﻬَﺎ “

Tidak ada seorang hamba yang tertimpa musibah kemudian dia berdoa: “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raaji’uun, Allahumma Ajurnii fii mushiibatii, wakhluf lii khoiron minhaa (Kami adalah milik Allah dan kepada Allah kami kembali. Ya Allah berilah pahala atas musibah saya dan berilah ganti yang lebih baik daripada musibah ini)” melainkan Allah akan memberi pahala dalam musibahnya dan memberi ganti yang lebih baik daripada musibah tersebut.”

Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

MUI: Vaksin Covid-19 Sivonac Suci dan Halal

 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengumumkan tentang hasil rapat tim auditor vaksin Covid-19 Sivonac untuk Virus Corona. Hasilnya menyatakan bahwa hukum vaksin Covid-19 buatan Sinovac China adalah suci dan halal.

Keputusan tersebut adalah hasil dari sidang pleno Komisi Fatwa MUI pada Jumat (8/1). Sidang tersebut membahas tentang aspek syar’i vaksin Sinovac. Sidang diawali dengan pemaparan Tim Auditor MUI dan dilanjutkan dengan diskusi untuk menentukan kehalalan vaksin tersebut.

Komisi Fatwa MUI kemudian menyatakan bahwa hukum vaksin Covid-19 yang diproduksi produsen asal China, Sinovac. Penyampaian disampaikan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa yakni Asrorun Niam Sholeh.

Ia menjelaskan, “komisi Fatwa sepakat vaksin Covid-19 yang diproduksi Sinovac China hukumnya suci dan halal. Ini yang terkait aspek kehalalan.”

Untuk ketentuan penggunaan, Asrorun menyatakan bahwa MUI masih menunggu aspek keamanan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Maka, laporan yang dipaparkan MUI tentang produk vaksin Sinovac belum final sebab menunggu hasil final BPOM.

Fatwa utuhnya akan disampaikan setelah BPOM menyampaikan mengenai aspek keamanan untuk digunakan, apakah itu aman atau tidak, maka fatwa akan melihat aspek yang telah diuji oleh BPOM.

MUI menyatakan bahwa aspek halal dan thoyib adalah sebuah kesatuan yang tak terpisahkan. Keamanan produk vaksin pun menentukan hukum boleh tidaknya untuk menggunakan.

Setelah dilakukan diskusi panjang, rapat Komisi Fatwa pun menyepakati bahwa vaksin Covid-19 produksi Sinovac hukumnya suci dan halal. (Baca: Dalil Kebolehan Menggunakan Vaksin Covid-19 Menurut Dewan Fatwa Uni Emirat Arab)

Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit. Pemberian vaksin (imunisasi) dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi penyebab penyakit-penyakit tertentu.

Pemberian vaksin disebut vaksinasi. Vaksinasi merupakan metode paling efektif untuk mencegah penyakit menular. Kekebalan karena vaksinasi terjadi menyeluruh di dunia sebagian besar bertanggung jawab atas pemberantasan cacar dan pembatasan penyakit seperti polio, campak, dan tetanus.

Efektivitas vaksinasi telah dipelajari dan diverifikasi secara luas, misalnya vaksin terbukti efektif termasuk vaksin influenza, vaksin HPV, dan vaksin cacar air. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa vaksin berizin saat ini tersedia untuk dua puluh lima infeksi yang dapat dicegah.[]

BINCANG SYARIAH

Kisah Rudi Sipit Jadi Mualaf, Sempat ‘Dilarang’ Komeng

Rudi Sipit jadi mualaf setelah bermimpi kemudian menceritakan kepada Komeng.

Pelawak senior Rudi Sipit menceritakan kisah perjalanannya menjadi mualaf. Dia menceritakannya di akun youtube HUMORIA INDONESIA yang diunggah pada 6 Januari 2021 lalu.

Rudi memulai ceritanya dengan asal usul namanya. Menurut Rudi, nama aslinya adalah Go Ceng Sin. Nama ini disebut Rudi karena dia keturunan etnis China.

“China di atas saya di bawah, turunan China. Dulu namanya Chinanya Go Ceng Sin. Mungkin bapak saya pegang uang melulu,” kata Rudi sambil berkelakar soal ihwal namanya itu.

Kemudian, pada 1988 Rudi ikut lomba lawak se-Jabodetabek. Dulu namanya adalah lawak tunggal, belum ada istilah stand up comedy seperti sekarang ini.

Kemudian, dia yang juga memiliki nama di KTP Gunadi Salam dan dengan panggilan Udi, pada lomba lawak itu mengubah namanya menjadi Rudi Sipit. Hal ini dilakukan agar menambah kesan lucu.

“Kalau nama Rudi doang kerena amat. Kalau nama Udi jadi kaya petani. Akhirnya saya pakai nama Rudi Sipit,” kata Rudi.

Rudi kemudian bercerita soal agamanya. Dia menceritakan pernah dua kali memeluk agama yang berbeda sebelum masuk Islam. Agama yang pertama adalah agama yang sama dengan kedua orang tuanya. Kemudian, dia memutuskan masuk agama lain dan sempat memperdalam selama 1,5 tahun.

Kemudian, Rudi bergabung dengan grup lawak Diamor yang beranggotakan Komeng, Jarwo, dan Mamo. Di grup itu, ketiga anggotanya beragama Islam.

Grup lawak ini memiliki posko untuk tempat latihan melawak. Usai latihan, dua orang personel lainnya yaitu Jarwo dan Mamo pulang. Sementara yang tidur di posko hanya Rudi dan Komeng.

Suatu ketika, dalam tidurnya, Rudi bermimpi bahwa dia dibangunkan oleh sosok kiai. Sang kiai itu menyuruhnya untuk bangun dan mengerjakan sholat.

“Bangun-bangun, sholat,” kata Rudi mengenang suara dalam mimpinya itu.

Rudi merasa seolah-olah itu nyata. Setelah terjaga, dia bilang kepada Komeng.

“Meng, gue dibangunin (sama Kiai). Gue disuruh sholat, gimana ya gue kan ga paham. Gimana kalau gue masuk Islam?” tanya Rudi kepada Komeng.

Jawaban Komeng menurut Rudi ternyata cukup menggelikan setelah mendapat pertanyaan itu.

“Oh jangan, udah penuh,” kata Rudi menirukan jawaban Komeng saat itu sambil tertawa.

“Emang mobil, ada-ada aja,” kata Rudi menanggapi jawaban Komeng yang bercanda itu.

Tak lama kemudian, Rudi pun memutuskan masuk Islam dan menjadi mualaf. Keputusannya ini mendapat reaksi berbeda dari kedua orang tuanya.

Ibunya mempertanyakan keputusan Rudi sementara ayahnya berkata yang penting Rudi bahagia dengan keputusannya itu.

Sumber:

KHAZANAH REPUBLIKA

Amalan Sunnah Pahalanya Menemani Rasulullah SAW di Surga

Terdapat amalan sunnah pahalanya berupa menemani Rasulullah di surga

Umat Islam pasti ingin bisa masuk surga bersama baginda Nabi Muhammad SAW. Agar bisa menemani Rasulullah di surga, maka umat Islam diperintahkan untuk melaksanakan ibadah sholat sunnah.

Sholat sunnah merupakan ibadah badaniyah yang paling utama untuk dikerjakan umat Islam. Bahkan, dalam hadits dijelaskan bahwa ibadah sholat itu lebih utama daripada ibadah puasa. Bagi umat Islam yang melaksanakan sholat sunnah secara istiqomah juga akan mendapatkan pahala berlebih.

Dalam buku “Klasifikasi Sholat Sunnah & Keutamaannya” karya Muhammad Najib diceritakan  bahwa ada seorang sahabat Nabi yang bernama, Rabiah bin Ka’ab al-Islamiy RA yang ingin sekali masuk surga dan bisa menemani Nabi di surga.

Lalu kemudian Rasulullah SAW memerintahkan dia untuk memperbanyak sholat sunnah. Dengan memperbanyak sholat sunnah maka insyaAllah keinginannya dikabulkan Allah SWT. Kisah ini termaktub dalam sebuah hadits sahih yang diriwayatkan Imam Muslim berikut:

عن رَبِيعَة بْن كَعْبٍ الْأَسْلَمِيُّ رضي الله عنه قَالَ : ” كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ ، فَقَالَ لِي : سَلْ ، فَقُلْتُ : أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ ، قَالَ : أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ، قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ ، قَالَ : فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Islamy RA, dia berkata: “Nabi SAW berkata kepadaku, “Wahai Rabiah mintalah sesuatu.” ‘Maka aku jawab: ‘Aku ingin bisa menemanimu di surga wahai nabi.’ Lalu nabi bertanya: “Ada yang lain tidak?,” Aku menjawab: Tidak ada. Lalu Nabi bersabda: “Kalau begitu bantulah aku untuk bisa menolongmu dengan memperbanyak sujud.” (HR Muslim)

Muhammad Najib menjelaskan, Imam an-Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) mengomentari hadits di atas dalam kitabnya al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bahwa yang dimaksud memperbanyak sujud adalah memperbanyak sholat sunnah.

Karena itu, menurut Najib, semakin banyak kita sholat sunnah maka semakin banyak sujud yang kita lakukan. Semakin banyak sujud yang kita lakukan maka insyaAllah semakin besar kemungkinan kita bisa menemani Nabi SAW di surganya Allah SWT.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Tiada Beban yang Melebihi Kemampuanmu!

Allah Swt Berfirman :

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS.Al-Baqarah:286)

Tiada sesuatu yang terjadi kepada manusia kecuali Allah Swt telah memberi kemampuan dan kesanggupan kepadanya untuk menghadapinya.

Semua hukum yang Allah tetapkan selalu sesuai dengan kemampuan manusia untuk mengembannya. Karena Allah tidak akan memberi perintah ataupun larangan yang tidak mampu dijalankan oleh manusia.

Maka tidak ada alasan bagi manusia untuk lepas dari syariat Allah. Baik alasannya adalah sulit, berat, tidak mampu dan sebagainya.

Allah Swt sangat tahu bagaimana kemampuan manusia. Karena Dia lah Sang Pencipta.

Allah Swt sangat memahami mana yang baik dan mana yang buruk bagi manusia. Dan Allah juga sangat mengerti mana yang mampu dan yang tidak mampu dijalani oleh hamba-Nya.

Karenanya, Allah Swt selalu mendorong kita untuk berlomba dalam kebaikan, sesuai dengan kapasitas setiap diri kita masing-masing.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Tiga Level Kesabaran

Alim ulama berpandangan, sabar dalam hal ini adalah level tertinggi.

Meskipun mudah diucapkan, kesabaran cukup sulit dilaksanakan. Karena itu, seorang Muslim hendaknya memahami, adanya rasa sabar dalam dada merupakan salah satu sendi keimanan. Kesabaran menunjukkan kualitas iman seseorang.

Allah SWT mencintai shabirin, yakni orang-orang yang bersabar. Ingatlah firman-Nya dalam surah Ali Imran ayat 146, yang artinya, “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” Ganjaran bagi Mukminin yang bersabar disebutkan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis, “Bersabarlah kalian sampai kalian bertemu denganku di atas kolam surga.”

Taat kepada Allah

Ada tiga macam atau wujud kesabaran. Pertama, rasa sabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Bersabar dalam rangka taat kepada Allah tidak hanya dilakukan dengan melaksanakan ibadah dan meninggalkan maksiat. Yang paling utama adalah meluruskan niat untuk ikhlas hanya karena-Nya.

Alim ulama berpandangan, sabar dalam hal ini adalah level tertinggi. Seorang Mukmin bersabar ketika melakukan ketaatan, yakni dengan sebaik mungkin mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Ia juga tidak bersikap ujub atau membangga-banggakan ibadah yang telah dilakukannya. Sebab, hati dan pikirannya menyadari, ibadah akan sia-sia bila diniatkan bukan untuk Allah.

Hindari maksiat

Tingkat kedua adalah bersabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan segala perkara yang diharamkan Allah SWT. Seorang Mukmin dengan kesabaran demikian meyakini dengan sepenuh hati, Allah Mahamelihat. Ia pun akan malu bila tebersit keinginan untuk bermaksiat. Apalagi, ketika memikirkan balasan di akhirat bagi para pelaku maksiat.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan kehinaan maksiat untuk menuju kemuliaan taat, maka Allah akan membuatnya kaya tanpa harta, mengokohkannya tanpa tentara, dan membuatnya berjaya tanpa massa pendukung” (HR Baihaqi).  

Tidak berbuat maksiat dengan pelbagai nikmat yang telah Allah berikan—seumpama kaki untuk berjalan atau mata untuk melihat—lebih baik daripada taat kepada-Nya dengan menggunakan segenap nikmat tersebut. Sebab, di sanalah kesabaran bekerja.

Hadapi musibah

Level ketiga adalah bersabar ketika sedang menghadapi musibah. Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba tertimpa musibah lalu mengucapkan, ‘Innalillahi wa inna ilaihi raji’un’, dan berdoa, ‘Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan ganti yang lebih baik’, melainkan Allah benar-benar memberikan pahala dan memberinya ganti yang lebih baik” (HR Muslim).

Ketika Allah mengambil apa-apa yang telah Dia titipkan kepada manusia, maka tak ada alasan bagi orang-orang Mukmin untuk bersedih. Malahan, mereka sepatutnya bersyukur karena dengan adanya musibah itu berarti telah lunas amanahnya dalam memelihara titipan Allah SWT. Hisabnya di akhirat kelak pun akan semakin sedikit.

OLEH HASANUL RIZQA 

KHAZANAH REPUBLIKA

Cat Steven: Dari Lagu Morning Has Broken Sampai Shalawat

Siapa tak kenal Cat Steven yang kini setelah memeluk Islam bernama Yusuf Islam. Pencita lagu abadi yang indah ‘Morning Has Broken’ ternyata terus menjalankan hobinya bernyanyi.

Semua tahu Yusuf Islam setelah memeluk Islam sempat ‘mogok’ bernyanyi. Dia tak lagi melantunkan lagu-lagunya. Dan kalau dia ingin bernyanyi dia memilih senandung ala nyanyian akapela, yakni nyanyi tanpa diiringi musik. Dalam budaya Islam cara bersenandung seperti ini lazim disebut Nasyid (senandung).

Dari berbagai sumber tulisan seperti Wikipedia, Cat Steven (Yusuf Islam) lahir dengan nama Stephen Demetre Georgiou. Dia lahir di London, Inggris pada 21 Juli 1948.Cat Steven adalah seorang penulis lagu dan pemusik yang berasal Britania Raya.

Pada awal karier musiknya, Georgiou mengambil nama Cat Stevens. Sebagai Cat Stevens, ia berhasil menjual 40 juta album, kebanyakan pada tahun 1960-an dan 1970-an. Lagu-lagunya yang paling populer selain “Morning Has Broken” adalah Peace Train, “Moonshadow”, “Wild World”, “Father and Son”, “Matthew and Son”, dan “Oh Very Young”.

Stevens menjadi seorang mualaf dan memeluk agama Islam pada tahun 1978 setelah mengalami near-death experience. Ia lalu mengambil nama Yusuf Islam dan menjadi seorang pendakwah vokal agamanya yang baru.

Satu dasawarsa kemudian ada kontroversi ketika ia melontarkan pernyataan mendukung fatwa yang dikeluarkan menentang penulis Salam Rushdie. 

Pada tahun 2004 namanya kembali dibicarakan lagi setelah ia ditolak masuk Amerika Serikat karena nama ditemukan pada sebuah daftar tidak boleh terbang (no-fly list). Ternyata terjadi kekeliruan dan yang dicari adalah orang lain bernama Youssouf Islam.

Yusuf Islam sekarang tinggal di London bersama istri dan lima anaknya di mana ia seorang anggota jamaah yang aktif. Ia mendirikan yayasan kemanusiaan Smal Kindness yang mulanya menolong korban kelaparan di Afrika dan sekarang membantu ribuan anak yatim dan keluarga di Balkan, Indonesia, dan Irak.

Dia  juga mendirikan yayasan kemanusiaan Muslim Aid tetapi meninggalkannya sebagai Ketua pendiri pada 1999.

Berikut ini kala Yusuf Islam bernanyi dan memainkan gitar melantunkan lagu yang merupakan pujian atau shalawat saat Nabi Muhammad SAW datang ke Madinah kala berhijrah dari Makkah.

Lagu ini memang menggambarkan kerinduan warga Makkah yang mengibarkan nabi sebagai cahaya rembulan purnama yang akan terbit. Lagu ini dilantunkan penduduk Madinah kala nabi datang bersama Abu Bakar dengan menunggang unta.

Link Youtube: https://youtu.be/U5sSEkZ86ts dan https://youtu.be/qLIa8ZNFDmo

IHRAM

Rahasia Syukur, Sabar, dan Istighfar

Dalam mukaddimah kitab Al Waabilush Shayyib, Imam Ibnul Qayyim mengulas tiga hal di atas dengan sangat mengagumkan. Beliau mengatakan bahwa kehidupan manusia berputar pada tiga poros: Syukur, Sabar, dan Istighfar. Seseorang takkan lepas dari salah satu dari tiga keadaan:

1- Ia mendapat curahan nikmat yang tak terhingga dari Allah, dan inilah mengharuskannya untuk bersyukur. Syukur memiliki tiga rukun, yang bila ketiganya diamalkan, berarti seorang hamba dianggap telah mewujudkan hakikat syukur tersebut, meski kuantitasnya masih jauh dari ‘cukup’. Ketiga rukun tersebut adalah:

  1. Mengakui dalam hati bahwa nikmat tersebut dari Allah.
  2. Mengucapkannya dengan lisan.
  3. Menggunakan kenikmatan tersebut untuk menggapai ridha Allah, karena Dia-lah yang memberikannya.

Inilah rukun-rukun syukur yang mesti dipenuhi

2- Atau, boleh jadi Allah mengujinya dengan berbagai ujian, dan kewajiban hamba saat itu ialah bersabar. Definisi sabar itu sendiri meliputi tiga hal:

  1. Menahan hati dari perasaan marah, kesal, dan dongkol terhadap ketentuan Allah.
  2. Menahan lisan dari berkeluh kesah dan menggerutu akan takdir Allah.
  3. Menahan anggota badan dari bermaksiat seperti menampar wajah, menyobek pakaian, (atau membanting pintu, piring) dan perbuatan lain yang menunjukkan sikap ‘tidak terima’ terhadap keputusan Allah.

Perlu kita pahami bahwa Allah menguji hamba-Nya bukan karena Dia ingin membinasakan si hamba, namun untuk mengetes sejauh mana penghambaan kita terhadap-Nya. Kalaulah Allah mewajibkan sejumlah peribadatan (yaitu hal-hal yang menjadikan kita sebagai abdi/budak-nya Allah) saat kita dalam kondisi lapang; maka Allah juga mewajibkan sejumlah peribadatan kala kita dalam kondisi sempit.

Banyak orang yang ringan untuk melakukan peribadatan tipe pertama, karena biasanya hal tersebut selaras dengan keinginannya. Akan tetapi yang lebih penting dan utama adalah peribadatan tipe kedua, yang sering kali tidak selaras dengan keinginan yang bersangkutan.

Ibnul Qayyim lantas mencontohkan bahwa berwudhu di musim panas menggunakan air dingin; mempergauli isteri cantik yang dicintai, memberi nafkah kepada anak-isteri saat banyak duit; adalah ibadah. Demikian pula berwudhu dengan sempurna dengan air dingin di musim dingin dan menafkahi anak-isteri saat kondisi ekonomi terjepit, juga termasuk ibadah; tapi nilainya begitu jauh antara ibadah tipe pertama dengan ibadah tipe kedua. Yang kedua jauh lebih bernilai dibandingkan yang pertama, karena itulah ibadah yang sesungguhnya, yang membuktikan penghambaan seorang hamba kepada Khaliqnya.

Oleh sebab itu, Allah berjanji akan mencukupi hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman Allah,

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ

Bukankah Allah-lah yang mencukupi (segala kebutuhan) hamba-Nya?” (QS. Az Zumar: 36).

Tingkat kecukupan tersebut tentulah berbanding lurus dengan tingkat penghambaan masing-masing hamba. Makin tinggi ia memperbudak dirinya demi kesenangan Allah yang konsekuensinya harus mengorbankan kesenangan pribadinya, maka makin tinggi pula kadar pencukupan yang Allah berikan kepadanya. Akibatnya, sang hamba akan senantiasa dicukupi oleh Allah dan termasuk dalam golongan yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلًا

(Sesungguhnya, engkau (Iblis) tidak memiliki kekuasaan atas hamba-hamba-Ku, dan cukuplah Rabb-mu (Hai Muhammad) sebagai wakil (penolong)” (QS. Al Isra’: 65).

Hamba-hamba yang dimaksud dalam ayat ini adalah hamba yang mendapatkan pencukupan dari Allah dalam ayat sebelumnya, yaitu mereka yang benar-benar menghambakan dirinya kepada Allah, baik dalam kondisi menyenangkan maupun menyusahkan. Inilah hamba-hamba yang terjaga dari gangguan syaithan, alias syaithan tidak bisa menguasai mereka dan menyeret mereka kepada makarnya, kecuali saat hamba tersebut lengah saja.

Sebab bagaimana pun juga, setiap manusia tidak akan bebas 100% dari gangguan syaithan selama dia adalah manusia. Ia pasti akan termakan bisikan syaithan suatu ketika. Namun bedanya, orang yang benar-benar merealisasikan ‘ubudiyyah (peribadatan) kepada Allah hanya akan terganggu oleh syaithan di saat dirinya lengah saja, yakni saat dirinya tidak bisa menolak gangguan tersebut… saat itulah dia termakan hasutan syaithan dan melakukan pelanggaran.

dengan demikian, ia akan beralih ke kondisi berikutnya:

3- Yaitu begitu ia melakukan dosa, segera lah ia memohon ampun (beristighfar) kepada Allah. Ini merupakan solusi luar biasa saat seorang hamba terjerumus dalam dosa. Bila ia hamba yang bertakwa, ia akan selalu terbayang oleh dosanya, hingga dosa yang dilakukan tadi justeru berdampak positif terhadapnya di kemudian hari. Ibnul Qayyim lantas menukil ucapan Syaikhul Islam Abu Isma’il Al Harawi yang mengatakan bahwa konon para salaf mengatakan: “Seseorang mungkin melakukan suatu dosa, yang karenanya ia masuk Jannah; dan ia mungkin melakukan ketaatan, yang karenanya ia masuk Neraka”. Bagaimana kok begitu? Bila Allah menghendaki kebaikan atas seseorang, Allah akan menjadikannya terjerumus dalam suatu dosa (padahal sebelumnya ia seorang yang shalih dan gemar beramal shalih). Dosa tersebut akan selalu terbayang di depan matanya, mengusik jiwanya, mengganggu tidurnya dan membuatnya selalu gelisah. Ia takut bahwa semua keshalihannya tadi akan sia-sia karena dosa tersebut, hingga dengan demikian ia menjadi takluk di hadapan Allah, takut kepada-Nya, mengharap rahmat dan maghfirah-Nya, serta bertaubat kepada-Nya. Nah, akibat dosa yang satu tadi, ia terhindar dari penyakit ‘ujub (kagum) terhadap keshalihannya selama ini, yang boleh jadi akan membinasakan dirinya, dan tersebab itulah ia akan masuk Jannah.

Namun sebaliknya orang yang melakukan suatu amalan besar, ia bisa jadi akan celaka akibat amalnya tersebut. Yakni bila ia merasa kagum dengan dirinya yang bisa beramal ‘shalih’ seperti itu. Nah, kekaguman ini akan membatalkan amalnya dan menjadikannya ‘lupa diri’. Maka bila Allah tidak mengujinya dengan suatu dosa yang mendorongnya untuk taubat, niscaya orang ini akan celaka dan masuk Neraka.

Demikian kurang lebih penuturan beliau dalam mukaddimah kitab tadi, semoga kita terinspirasi dengan tulisan yang bersahaja ini.

Penulis: Ustadz Sufyan Basweidan, MA
Artikel Muslim.Or.Id