Bandingkan Musibahmu dengan yang Lebih Berat

BANYAK sekali pesan masuk yang belum saya jawab. Walaupun banyak, warna dari pesan itu, baik yang lewat WA, Messenger, SMS dan lainnya, adalah bermuara pada satu hal saja, yakni keluhan atas musibah dan derita yang dialaminya. Ada yang berkaitan dengan ekonomi dan keuangan keluarga, ini yang paling banyak, dan ada pula yang berkaitan dengan masalah sosial politik serta ada pula yang bersentuhan dengan dunia hati.

Tulisan kali ini adalah jawaban saya untuk semua pesan itu. Versi singkat jawaban saya: “Tetaplah bersyukur karena Anda masih lebih mujur ketimbang orang yang musibah atau ujiannya lebih besar dibandingkan dengan yang Anda alami.” Versi sedang dari jawaban saya: “Cobalah dengarkan berita yang bertebaran di sekeliling kita tentang orang yang terpuruk bisnisnya sampai berutang bermiliar-miliar, tentang orang yang ditinggal mati seluruh keluarganya karena bencana, tentang orang yang sakit seluruh badannya sekaligus sakit hatinya karena ditinggal orang yang dicinta. Lalu cobalah menghitung diri, jangan-jangan kita memang tengah jauh dari Tuhan atau bahkan telah lama memusuhiNya sehingga pantas mendapat teguran. Renungkanlah.”

Jawaban saya dalam versi yang agak panjang adalah bahwa sesungguhnya musibah kita itu tidak ada seberapanya dibandingkan dengan musibah atau ujian yang dijalani para manusia pilihan, mulai dari para Rasul, para Nabi sampai para ulama nan shalih. Beliau diuji bukan karena kesalahan mereka, namun sebagai cermin dan tauladan bagi kita semua bahwa kadang musibah adalah salah satu cara Allah menjadikan hambaNya sebagai manusia pilihan. Jangan-jangan, musibah yang menimpa kitapun adalah cara Allah untuk mengangkat derajat kita. Tetaplah bersyukur.

Bagi yang sedang sakit, bacalah kisah Nabi Ayyub yang berpenyakit sangat parah, yang dalam beberapa kisah tafsir disebutkan sebagai tertimpa segala jenis penyakit selain penyakit hati. Bagi yang sedang terusir dari kampung halaman, bacalah kisah Nabi Musa yang harus pergi dan tetap dikejar serta diancam bunuh. Bagi yang dihina dan dicaci serta diberitakan tak benar, cobalah membaca kisah Nabi Muhammad yang tetap sabar di tengah gempuran hal tak nyaman dalam masa panjang.

Bagi yang sedang dijauhi banyak orang dan dianggap sebagai orang gila dan tak normal, bacalah kisah Nabi Nuh yang dijauhi kaumnya dan bahkan dikhianati istri dan anaknya. Bagi yang sedang diberi ujian sebagai korban fitnah, iri hati dan dengki, mengapa tak membaca kisah Nabi Yusuf yang dikukuhkan Allah sebagai kisah terindah. Lalu, bandingkanlah musibah kita dengan manusia-manusia pilihan itu. Masihkan akan mengeluh? Bersyukurlah.

Dunia adalah ladang ujian, jika kita lulus maka kelak kita akan mendapatkan anugerah besar. Sebagai ladang ujian, selalu saja ada yang tak nyaman. Kenyamanan abadi adalah nanti, mulai saat kita injakkan sebelah kaki kita di taman surga. Kini, bersabarlah dan tetaplah bersyukur karena Allah sangat senang dan sayang pada hambaNya yang senantiasa bersabar dan bersyukur. Selalulah melihat segala yang terjadi dari sisi positifnya.

Seorang pemikir cerdas berwajah jelek sangat bersyukur sekali mendapatkan istri cantik walaupun bodoh. Bukan bodohnya yang dibacanya, namun cantiknya. Pun istrinya, melihat cerdasnya dan bukan jeleknya. Mereka berdua bersyukur dan berbahagia menikmati takdir, sambil berharap anaknya kelak cantik atau ganteng nurun wajah ibunya serta cerdas pandai nurun otak bapaknya. Sungguh adalah cara bersyukur yang baik.

Lahirlah anak yang ditunggu-tunggunya yang saat tumbuh besar nyata sekali bahwa anak itu adalah keturunan sepasang suam istri itu; wajahnya jelek nurun dari bapaknya dan otaknya bodoh seperti ibunya. Walau berbeda dengan yang diharapkannya, apakah sepasang suami istri itu sedih menangis? Ternyata tidak. Keduanya tertawa dan bersyukur bahagia. Tahukah, mengapa? Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK