Beberapa Kesalahan dan Kemungkaran terkait Ibadah Haji (Bag. 7)

Meyakini bahwa ibadah haji tidaklah sempurna kecuali dengan berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Di antara keyakinan yang tersebar di masyarakat awam dari berbagai negeri adalah meyakini bahwa ibadah haji belum sempurna kalau tidak berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah sebuah kesalahan, karena ziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah termasuk dalam rukun haji, wajib haji atau sunnah haji, berdasarkan ijma’ para sahabat, tabi’in, dan para imam setelahnya. Adapun hadits-hadits tentang anjuran berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah menunaikan ibadah haji adalah hadits-hadits yang tidak shahih, bahkan sebagiannya hadits palsu yang tidak ada asal usulnya.

Di antara hadits palsu tersebut di antaranya,

من حج ولم يزرني فقد جفاني

“Barangsiapa yang berhaji dan tidak menziarahi makamku, maka dia sungguh kurang ajar kepadaku.”

Atau hadits palsu lainnya,

من زار قبري وقبر أبي إبراهيم في عام فقد وجبت له الشفاعة

“Barangsiapa yang menziarahi makamku dan makam bapakku Ibrahim dalam satu tahun, maka wajib baginya untuk mendapatkan syafa’at.”

Jika seseorang ingin shalat di Masjid Nabawi, ini termasuk amal yang dianjurkan. Karena shalat di Masjid Nabawi memang memiliki keutamaan khusus, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya” (HR. Ibnu Majah no. 1406, shahih).

Oleh karena itu, hendaklah maksud pokok seseorang yang mengunjungi Masjid Nabawi adalah untuk shalat di dalamnya, bukan untuk ziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika seseorang sudah melaksanakan shalat di Masjid Nabawi sebanyak yang dia inginkan, boleh baginya untuk mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang perlu diperhatikan, baik posisi seseorang itu jauh atau dekat dari makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sama saja, karena salam tersebut akan sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun akan membalasnya.

Namun setelah mengucapkan salam, tidak boleh untuk mengucapkan ucapan-ucapan yang terlarang, misalnya berdoa meminta langsung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ini termasuk syirik akbar. Atau terus-menerus dan berulang kali mengunjungi makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (menjadikan makam Nabi sebagai ‘id atau tempat perayaan)Selain itu, hendaknya tidak berlama-lama berdiri di depan makam beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ini akan mengganggu jamaah yang lain. Akan tetapi, hendaknya seseorang mencukupkan diri dengan mengucapkan salam kemudian melanjutkan perjalanan berikutnya. Inilah amal yang dicintai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا، وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا، وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

Janganlah jadikan rumah-rumah kalian seperti pemakaman, dan jangan jadikan makamku sebagai ‘id (tempat perayaan yang dikunjungi secara terus-menerus setiap pekan, setiap bulan, dan seterusnya, pen.). Dan bershalawatlah untukku, karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana saja kalian berada” (HR. Abu Dawud no. 2042, hadits shahih).

Beberapa amal yang disyariatkan ketika mengunjungi kota Madinah antara lain:

  1. Memperbanyak shalat di Masjid Nabawi (sebagaimana haditsnya yang telah kami sebutkan)
  2. Memperbanyak ibadah di raudhah, seperti shalat, berdzikir dan membaca Al-Qur’an.
  3. Ziarah kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan maksud utama untuk mengucapkan salam dan shalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  4. Mengunjungi makam Baqi’.
  5. Mengunjungi makam syuhada perang Uhud.
  6. Mengunjungi dan shalat di Masjid Quba’. [1]

Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءَ، فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ

Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian mendatangi Masjid Quba, shalat di dalamnya meskipun satu shalat, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala umrah” (HR. Ibnu Majah no. 1412, shahih).

Kesimpulan, ziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan termasuk rangkaian ibadah haji dan umrah. Akan tetapi, dianjurkan ziarah ke makam beliau ketika seseorang mengunjungi kota Madinah An-Nabawiyyah. Adapun sengaja pergi ke Madinah untuk tujuan ziarah ke makam beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus, maka ini terlarang. Semoga kaum muslimin bisa membedakan hal ini.

Thawaf mengelilingi makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Thawaf adalah ibadah yang telah dijelaskan tata caranya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu thawaf mengelilingi ka’bah. Sehingga termasuk di antara kemunkaran adalah perbuatan sebagian jamaah haji yang thawaf mengelilingi makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena seseorang tidak boleh beribadah dengan berjalan mengelilingi sesuatu, kecuali yang telah Allah Ta’ala syariatkan, yaitu mengelilingi ka’bah.

Berkaitan dengan perbuatan tersebut, bisa dirinci dalam dua kondisi.

Pertama, thawaf mengelilingi makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan maksud untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Perbuatan ini adalah bid’ah yang terlarang, namun belum sampai ke derajat syirik.

Kedua, thawaf mengelilingi makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan maksud untuk meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ini adalah kemusyrikan akbar. Tindakan ini adalah perbuatan munkar, karena sama saja dengan menjadikan makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berhala yang disembah.

Dari ‘Atha’ bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَناً يُعْبَدُ

Ya Allah, janganlah jadikan makamku sebagai berhala yang disembah” (HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ 2/240, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Tahdziirus Saajid hal. 26).

Allah Ta’ala telah menjaga makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabulkan doa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tidak mungkin seseorang masuk dan mencapai makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena tidak memungkinkan thawaf langsung mengelilingi makam Nabi, maka jalan satu-satunya yang dilakukan sebagian jamaah haji dan umrah adalah thawaf mengelilingi makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah Ta’ala menjaga kaum muslimin dari perbuatan semacam ini.

Berjalan mundur setelah thawaf wada’

Thawaf wada’ setelah haji hukumnya wajib, kecuali untuk wanita haidh. Adapun untuk umrah, hukumnya sunnah. Di antara praktik sebagian jamaah haji adalah jalan mundur selesai thawaf wada’, biasanya sampai ke hotel. Praktek semacam ini biasa dilakukan oleh jamaah haji asal India, Pakistam, Bangladesh, dan lainnya.

Lebih mengherankan lagi, saat ini juga dibuat-buat yang sama di Masjid Nabawi, yaitu jalan mundur setelah mengunjungi Masjid Nabawi untuk terahir kali sebelum pulang, ditambah lagi dengan shalat model baru yang mereka sebut dengan shalat wada’ untuk Masjid Nabawi. Semua perbuatan ini termasuk bid’ah yang diada-adakan, yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[Bersambung]

***

Oleh seorang hamba yang sangat butuh ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/41715-beberapa-kesalahan-dan-kemungkaran-terkait-ibadah-haji-bag-7.html