Beda Cara Membaca Alquran

Makin luasnya wilayah penyebaran Islam menyebabkan para penghafal Alquran pun tersebar di berbagai wilayah. Penduduk di setiap wilayah itu mempelajari qiraat (bacaan) dari qari dan hafiz yang dikirim kepada mereka. Kondisi ini berdampak pada cara pembacaan Alquran di setiap wilayah berbeda-beda.

Ketika terjadi perang Armenia dan Azerbaijan dengan penduduk Irak, terdapat Huzaifah bin Al-Yaman yang ikut menyerbu kedua tempat itu. Huzaifah melihat banyak perbedaan umat Islam dalam cara-cara membaca Alquran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan, tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan.

Pada mulanya, perbedaan pendapat itu dulunya diketahui oleh Rasulullah demi memberikan kelonggaran pada kabilah-kabilah Arab pada masa itu dalam membaca dan melafalkan Alquran menurut dialek mereka masing-masing. Pada masa Nabi Muhammad SAW, perbedaan dialek antarkabilah sangat tipis. Namun, dalam perkembangan Islam, setelah kaum Muslim dan wilayah Islam makin luas, cara membaca Alquran pun semakin beragam sesuai dengan dialek masing-masing. Hal inilah yang menimbulkan perselisihan dalam membaca Alquran. Masing-masing kabilah menganggap dialeknya yang benar.

Melihat kenyataan demikian, Huzaifah segara menghadap Khalifah Usman dan melaporkan apa yang telah dilihatnya. Maka, untuk menghindari perselisihan di antara umat, Khalifah Usman pun meminta agar penulisan Alquran memerhatikan salinan yang dikumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar demi menyatukan umat Islam dalam membaca Alquran.

Untuk itu, Khalifah Usman memerintahkan agar Alquran ditulis dalam beberapa buah. Dari penulisan tersebut, satu buah mushaf yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf al-Imam atau Mushaf Ustmani disimpan oleh Usman bin Affan, sedangkan sisanya dikirim ke berbagai wilayah kekuasaan Islam, seperti Makkah, Basrah, Kufah, dan Syria. Bersamaan dengan pengiriman salinan ini, Usman memerintahkan agar setiap orang yang mempunyai mushaf Alquran ‘berlainan’ dari yang sudah disepakati itu untuk dibakar.

Hal itu dilakukan Usman setelah mendapatkan masukan dan saran dari para sahabat. Sebagaimana diriwayatkan Al-Khatib dalam kitabnya Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj, Ali RA mengatakan, ”Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Alquran, selain harus meminta pendapat kami semuanya (sahabat–Red).” Usman mengatakan, ”Aku berpendapat, sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu mushaf sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan.” Pendapat ini kemudian disepakati demi kemaslahatan umat Islam.

Pembukuan Alquran di masa Khalifah Usman ini memiliki beberapa faedah bagi umat Islam. Misalnya, mempersatukan kaum Muslim dan menyeragamkan ejaan tulisan Alquran berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW dan mempersatukan bacaan meskipun masih ada perbedaan-perbedaan kecil yang tidak bertentangan dengan ejaan Mushaf Utsmani. Tujuan pembukuan itu juga demi menyatukan tertib susunan surat-surat Alquran sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW semasa hidupnya.