Benarkah Boleh Berbahagia atas Penganiayaan Orang Lain?

Di antara kita mungkin banyak yang tidak sependapat dengan Ade Armando (AA) saat menarasikan gagasannya yang terkadang membuat polarisasi di masayarakat semakin tajam. Tapi bukan berarti saat AA tertimpa pengeroyokan, kita boleh bergembira atas musibah itu, apalagi sampai ngutip-ngutip hadis sebagai pembenaran. Yang dikutip argumentasinya tidak kuat lagi, jika saya tak diizinkan mengatakannya salah. Benarkah boleh berbahagia atas penganiayaan orang lain?

Hadis mengenai Sahabat Abdullah bin Masud menenteng kepala Abu Jahal dan dibawa ke hadapan Rasulullah sambil bertakbir itu hadis lemah (dhaif). Syekh Syu’aib al-Arnauth, dalam tahqiq Musnad Ahmad bin Hanbal, menjelaskan bahwa terdapat keterputusan sanad dalam hadis tersebut.

Abu Ubaidah, rawi yang terdapat dalam riwayat tersebut, tidak pernah mendengar riwayat secara langsung dari bapaknya, yaitu Abdullah bin Mas’ud. Sementara hadis shahih mensyaratkan antara satu rawi dengan rawi lainnya harus ada ketersambungan.

Syekh Syu’aib al-Arnauth juga menyebutkan hadis-hadis serupa dalam kitab hadis lainnya, seperti riwayat al-Thabrani dalam al-Kabir, al-Nasa’i dalam al-Sunan al-Kubra, al-Khatib dalam Tarikh Bagdad, dan sebagainya. Tapi jalur periwayatan semuanya itu dari jalur yang sama, sehingga kualitas hadis ini tidak bisa naik menjadi hadis hasan atau shahih.

Ketidaksahihan hadis Sahabat Abdullah bin Masud menenteng kepala Abu Jahal dan dibawa ke hadapan Rasulullah itu juga diutarakan oleh Imam Ibnu Hajar dalam al-Talkhis al-Habir (juz 6, hlm 2913).

وقال العراقيون: ما حُمل رأسُ كافرٍ قطّ إلى رسول (2) الله – صلى الله عليه وسلم -، وحمل إلى عثمان رُءوس جماعةٍ من المشركين، فأنكره، وقال: ما فُعل هذا في عهد رسول الله – صلى الله عليه وسلم -، ولا في أيام أبي بكر ولا عمر. قالوا: وما روي من حمل الرأس إلى أبي بكر فقد تُكلِّم في ثُبوته.

“Ulama Irak berpendapat, “Tidak ada satu pun kepala orang kafir yang dibawa ke Rasulullah.” Beberapa kepala orang musyrik dibawa ke hadapan Utsman, tapi ia tidak senang dengan hal itu. Ulama Irak berpendapat, “Perbuatan ini (menenteng kepala musuh) itu tidak pernah terjadi di masa Rasulullah, Abu Bakara, dan Umar. Kata mereka, riwayat mengenai penentengan kepala yang dibawa kepada Abu Bakar itu tidak benar.

Pandangan-pandangan ini selaras dengan hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim mengenai perintah Rasulullah untuk menempatkan orang-orang musyrik Mekah yang tewas di perang Badar di sumur Badar (qalib badr), bukan ditenteng-tenteng kepalanya.

Oleh karena itu, riwayat dalam Sunanh Ibnu Majah mengenai Rasulullah bergembira dan melaksanakan shalat karena ditentengkan kepala Abu Jahal itu tidak valid. Menurut Syekh Syu’aib, hadis ini terdapat rawi bermasalah bernama Salamah bin Raja, dan Sya’sya yang dianggap tidak diketahui identitasnya (majhul).

Saya teringat maqolah Mbah Gus Dur kalau tidak keliru. Jika ada yang menafsirkan Islam secara menakutkan dan seakan membenarkan kekerasan, itu yang salah bukan Islamnya, tapi orang yang menafsirkannya. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH