Bersahabat dengan Waktu

“Demi waktu. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali mereka yang nasihat-menasihati dalam kebaikan dan kesabaran.” (QS. al-Ashr [103]: 1-3).

 

Manusia hidup di dunia sebenarnya berada dalam masa penantian. Penantian suatu waktu ketika dia akan memenuhi panggilan Penciptanya dalam keadaan siap atau pun tidak siap. Suatu waktu ketika segala yang dimiliki dan dikumpulkan di dunia tidak dapat dibawa, kecuali amal saleh yang menyertainya.

 

Alangkah merugi jika manusia hidup tidak memanfaatkan waktunya seefektif mungkin. Waktu yang dijalani tidak dijadikan lahan untuk bekal kepulangannya kelak di akhirat. Waktu yang dimilikinya tidak dialokasikan sebagai aset untuk dapat ia nikmati kelak saat purnabakti di surga-Nya. Naudzubillah.

 

Allah saja bersumpah atas nama waktu dan berfirman bahwa manusia itu sungguh berada dalam kerugian, kecuali mereka yang memanfaatkan waktunya untuk nasehat-menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Jadi, tidak ada kata terlambat untuk segera membenahi waktu-waktu yang kita miliki.

 

Mari kita melirik pembagian waktu yang dicontohkan Rasulullah saw. Beliau membagi waktu menjadi tiga bagian:

 

1.Waktu untuk Allah

Waktu yang beliau pergunakan untuk beribadah secara pribadi kepada Allah. Saat-saat beliau bermesraan dengan Sang Khalik, seperti melaksanakan salat wajib dan salat sunah, tadabur Quran, bermuhasabah, dan ibadah lainnya.

 

2.Waktu untuk diri

Kehidupan Rasulullah tidak jauh berbeda dengan apa yang biasa dilakukan oleh orang lain. Beliau pun tidak menggunakan waktunya hanya untuk kegiatan ibadah pribadi saja. Ada waktu-waktu yang beliau pergunakan untuk istirahat, menjahit baju dan memperbaiki sendalnya. Termasuk mempersiapkan diri berjihad dengan cara menjaga staminanya.

 

3.Waktu untuk orang lain

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial bukan individu. Rasulullah mencontohkan dalam kehidupannya, yaitu beliau mengalokasikan waktu untuk melayani kebutuhan masyarakat, mengajarkan ilmu atau berdakwah, dan mengurusi rumah tangganya.

 

Pembagian waktu yang dicontohkan Rasulullah tadi, tentu saja bukan berarti memilah-milah kegiatan. Namun pembagian tersebut adalah untuk memudahkan dan mengingatkan kita bahwa waktu yang dimiliki harus digunakan sebaik mungkin. Hakikatnya semua aktivitas Beliau adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Bukankah Rasulullah mengajarkan kita bahwa segala sesuatu perbuatan tergantung pada niat yang kita miliki?

 

Sangat bijak bila kita, khususnya kaum muslimah mulai membenahi waktu-waktu yang dimilikinya. Mewaspadai terhadap berbagai “pencuri waktu” yang senantiasa mengintai kelengahan kita. Waspada saat menonton tayangan yang tidak jelas manfaatnya, melamun atau berpanjang angan-angan, mengobrol yang tidak bermanfaat, dan lainnya. Segeralah istighfar, dan mulailah berdzikir kepada Allah agar langkah kita selanjutnya selalu dituntun-Nya.

 

Mulailah bersahabat dengan waktu, mengisinya dengan aktivitas yang diridhai-Nya. Bukan menjadikan waktu sebagai musuh yang akan menjatuhkan kita ke jurang kenistaan.

 

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok ( akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (QS. Al Hasyr [59]: 18).

Penulis: Betty Y. Sundari Sumber: Majalah Swadaya Swadaya

 

sumber: DPU Daarut Tauhid