Bertemu Dajjal

Ombak besar tiba-tiba menggulung dengan dahsyatnya. Langit amat suram karena awan mendung menutupinya. Angin bertiup amat kencang hingga para pelaut kewalahan menangani layar kapal mereka. Jika mereka selamat, itu takdir Tuhan.

Begitulah mereka hanya bisa pasrah meski terus mencoba bertahan untuk tetap hidup. Mereka berjumlah 30 orang dari Bangsa Arab, tepatnya dari Kabilah Lakhm dan Judzam. Tamim Ad-Dari, nama pemimpin mereka.

Saat sinar mentari menerpa, betapa tak terkira kebahagian yang mereka dapat. Kapal masih utuh meski banyak kayu yang rompal. Layar pun tetap berkibar meski telah banyak robekan. Yang paling membahagiakan, mereka semua selamat. Namun, kebahagiaan itu hanya sekejap ketika mereka menyadari bahwa di sekeliling mereka sejauh mata memandang hanyalah air, air, dan air.

Setelah satu bulan terombang ambing di tengah lautan, betapa girang hati mereka melihat sebuah pulau. Mereka pun segera merapat ke satu-satunya daratan di luasnya samudra biru. Saat senja mulai tenggelam ditelan laut, mereka pun telah mencapai daratan tersebut.

Mengejutkan, Tamim dan kawan-kawan disambut binatang mengerikan yang bulunya sangat lebat. Kepala dan ekornya tak jelas karena saking lebatnya bulu yag menutupi seluruh tubuh binatang itu. “Binatang apa kamu ini?” tanya Tamim ketakutan.

Binatang itu pun ternyata mampu berbicara, “Aku adalah al-Jassasah,” jawabnya. Semakin ngerilah Tamim dan kawanannya. Mereka pun berbisik-bisik apa itu al-Jassasah. Belum terjawab pertanyaan itu, binatang tersebut berkata lagi. “Kalian pergilah ke kuil di sana, temuilah seorang pria karena sungguh ia sangat menanti berita dari kalian,” ujar al-Jassasah sembari menunjukkan arah.

Rombongan Tamim pun tak kuasa menolak. Meski bulu kuduk mereka berdiri, mereka tetap melangkahkan kaki menuju kuil yang dimaksud. “Bagaimana jika yang akan kita temui adalah setan?” ujar seorang rombongan. Namun, Tamim tetap menuju kuil itu.

Betapa terkejut mereka, ternyata di dalamnya terdapat seorang laki-laki super besar yang dibelenggu. Kedua tangannya diikat dengan lehernya, lutut dan pergelangan kakinya juga diikat. Bukan ikatan biasa, ikatan itu terbuat dari besi yang sangat kuat, mustahil menghancurkannya, kecuali atas izin Allah. Laki-laki raksasa itu berambut keriting dengan mata kiri buta. Di dahinya tertulis abjad arab “kaf”, “fa”, dan “ra”, atau jika disambung menjadi “kafir”.

“Sungguh betapa celaka kamu, makhluk macam apakah kamu ini?” tanya Tamim. Laki-laki bertubuh sangat besar itu pun menjawab, “Kalian sesungguhnya telah tahu tentang aku maka beritakanlah kepadaku siapa kalian ini?” ujarnya.

“Kami adalah orang-orang Arab, kami menaiki kapal, namun mendapati gelombang luar biasa sehingga kami terdampar di pulaumu ini. Kami pun bertemu Al-Jassasah, lalu hewan itu meminta kami menuju kemari,” kata Tamim secara ringkas.

Pria itu pun kembali bertanya, “Kabarkan kepadaku mengenai pohon-pohon kurma di Baisan!” Tamim dan rombongan pun bertanya tak mengerti, “Tentang apa kau bertanya pohon di sana?”

Pria terbelenggu itu menjawab, “Tentang pohon kurmanya, apakah masih berbuah?”

Mereka pun menjawab, “Ya.”

Pria itu pun menjawab, “Sungguh sebentar lagi pohon-pohon itu tak akan lagi berbuah. Lalu, kabarkanlah kepadaku tentang Danau Thabariyyah (Tiberia)!”

Mereka pun kembali bertanya, “Tentang apa kau bertanya danau itu?”

Pria buta sebelah itu menjawab, “Apakah danau itu masih berair?”

Tamim dan kawan-kawan menjawab, “Ya, danau itu memiliki banyak air.

Lagi-lagi si pria menjawab tentang masa depan. “Sungguh sebentar lagi danau itu akan kering. Lalu, kabarkanlah kepadaku tentang mata air Zugharl!”

Mereka bertanya lagi rinciannya, “Tentang apa kau bertanya mata air Zugharl?”

Pria besar namun pendek itu menjawab, “Apakah mata air itu masih mengalirkan air? Dan, apakah penduduknya masih bertani dengan memanfaatkan air itu?”

Rombongan Tamim menjawab, “Ya, mata air itu sangat deras dan penduduk bertani dengannya.”

Tiga pertanyaan belum membuat pria itu puas. Rupanya, ia telah terbelenggu ratusan tahun sehingga tak tahu lagi kabar perkembangan zaman. Ia pun melanjutkan pertanyaan meminta kabar dari Tamim dan pengikutnya. “Kabarkan kepadaku tentang nabi yang ummi, apa yang ia lakukan?” tanya pria besar jelek itu.

Mereka pun memahami bahwa yang ditanyakannya adalah perihal Nabi Muhammad yang saat itu tengah diutus. Tamim merupakan seorang Nasrani. Saat itu, ia belum mendapatkan hidayah menuju Islam. Ia pun menjawab, “Ia telah muncul dari Makkah dan tinggal di Yatsrib (Madinah),” ujarnya.

“Apakah orang-orang Arab memeranginya?” tanya laki-laki raksasa tanpa daya dengan tangan kaki terikat kencang.

“Ya,” jawab Tamim dan teman-temannya.

“Apa yang ia (Muhammad) lakukan terhadap orang Arab? Apakah ia telah menang atas mereka dan membuat mereka taat? Apakah itu telah terjadi?” tanya pria “kafir” itu lagi.

“Ya,” ujar mereka.

Pria besar itu pun mengakhiri pertanyaan. Ia kemudian memberikan kabar mengejutkan, “Sungguh baik bagi mereka yang taat kepadanya (Rasulullah). Aku beritakan kepada kalian siapa aku. Aku adalah al-Masih (ad-Dajjal). Sebentar lagi aku akan mendapat izin keluar dan berjalan di muka bumi. Tidak akan kutinggalkan satu negeri pun, kecuali aku lewati dalam waktu 40 malam, kecuali Makkah dan Tha’ibah (Madinah), dua kota itu haram bagiku memasukinya. Setiap kali aku ingin memasuki dua kota itu, malaikat menghadangku dengan pedang terhunus. Mereka menghalangiku masuk ke dua kota itu. Sungguh di setiap celah dua kota tersebut ada para malaikat yang menjaganya,” ujar pria besar yang ternyata Dajjal ini.

Usailah pertemuan rombongan Tamim dengan Dajjal. Mereka tak percaya bertemu dengan pria mengerikan itu. Apalagi, telah banyak berita Rasulullah yang mengabarkan bahwa salah satu tanda hari kiamat, yakni munculnya Dajjal.

Sepulang di tanah Arab, Tamim segera bertemu Rasulullah dan mengisahkan perjalanannya. Ia pun segera menyatakan diri memeluk Islam. Rasulullah sangat gembira mendengar pengalaman Tamim yang luar biasa. Pengalaman itu pun segera dikabarkan Rasulullah. Ia mengumpulkan umatnya di dalam masjid. Rasulullah kemudian mengisahkan perjalanan Tamim.