Betawi dan Awal Sejarah Percetakan Kitab-Kitab Sunda Pegon

Betawi beperan sebagai awal sejarah perceakan kitab Sunda Pegon

Berikut ini adalah halaman sampul dan pembuka dari versi terjemahan berbahasa Sunda Pegon atas kitab “Campaka Mulia”. Kitab tersebut merupakan karangan Sayyid Usman b. Yahya (w. 1913), seorang ulama sentral Betawi asal Hadramaut yang dikemudian hari menjabat sebagai mufti Batavia (sejak 1889).

Versi terjemahan bahasa Sunda dari kitab “Campaka Mulia” dikerjakan oleh Raden Haji Azhari b. Raden Irsyad dari Bandung, yang masih terhitung sebagai murid dari Sayyid Usman b. Yahya. Terjemahan tersebut kemudian dicetak pada tahun 1897 dalam format cetak batu (lithography/thaba’ hajar) oleh percetakan milik Sayyid Usman b. Yahya yang terletak di Petamburan.
Tertulis pada halaman sampul:
اي كتاب دڠرانن چمفاكا مليا
كراڠان سيد عثمان بن عبد الله بن عقيل بن يحي انو مشهور
دفواراڠ دسونداكن كو كؤلا انو لوه هنا سرت بودو
رادين حاج أزهري بن رادين حاج ارساد بندوڠ

(Ieu kitab dingaranan “Campaka Mulia”/karangan Sayyid Usman b. Abdullah b. Aqil b. Yahya anu masyhur/dipiwarang di-Sunda-keun ku kawula anu leuwih hina sarta bodo/Raden Haji Azhari b. Raden Irsyad Bandung//Ini kitab dinamakan “Cempaka Mulia” karangan Sayyid Usman b. Abdullah b. Aqil b. Yahya yang masyhur, diusahakan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda oleh saya yang lebih hina dan bodoh, yaitu Raden Haji Azhari b. Raden Irsyad Bandung)
فندا كؤلا افما نڠالي ايا سله ڽونداكننا موݢي
كانو نڠالي كرس ڠلرسكن
كنو لرس

(Paneda Kaula upami ningali aya salah nyundakeunana mugi/kanu ningali kersa ngalereskeun/kanu leres//Harapan saya jika melihat ada salah dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Sunda ini, semoga orang yang melihatnya dapat membetulkan dengan terjemahan yang benar)

Kitab “Campaka Mulia” sendiri berisi kajian tentang etika dan bekal hidup seorang manusia agar mendapatkan kualitas kehidupan yang elok dan mulia. Sistematika pembagian bahasan kitab ini terdiri dari enam buah pasal, dengan total jumlah keseluruhan halaman 30 (tiga puluh halaman).
Informasi titimangsa dicetaknya terjemahan Sunda dari kitab “Campaka Mulia” ini didapati pada bagian akhir kitab. Disebutkan di sana jika kitab ini diterjemahkan dicetak pada bulan Januari tahun 1897. Ini artinya, versi asli dari kitab ini yang berbahasa Melayu ditulis oleh pengarangnya sebelum angka tahun 1897.

Tertulis di sana:
اي فڠڠݢسسن نن سݢلا نو كاسبوت دنا كتاب اي. فند كؤلا موݢا جادي منفعت كا سكابيه انو ماج جڠ كاسكابيه نو ڠاديڠيكن جڠ نوروة كان سݢلا نودتهكن هادي ددي جڠ فراڠي نو هادي (؟) بولن جنوري 1897

(Ieu panganggeusanana nu kasebut dina kitab ieu. Paneda kaula muga jadi manpaat ka sakabeh anu maca jeung ka sakabeh nu ngadengekeun jeung nurut kana sagala nu dituduhkeun hade di dieu jeung perange nu hade [?] bulan Januari 1897//Ini adalah akhir dari yang tersebut dalam kitab ini.

Harapan saya semoga dapat menjadi menfaat pada semua yang membaca dan semua yang mendengarkan dan mematuhi segala hal yang bagu dan perangai yang bagus yang ditunjukkan dalam kitab ini [?] bulan Januari 1897)

Kita bisa mengatakan kalau kitab “Campaka Mulia” ini sebagai kategori kitab langka. Hal ini mengingat setelah cetakan pertama bertahun 1897, tidak disebutkan lagi adanya versi cetakan berikutnya. Saya sendiri mendapatkan salinan bilah kitab ini dari sahabat yang budiman, al-ustadz Abdul Aziz, seorang guru pengajar di Pulau Pinang, Malaysia.

                        * * * * *


Lebih jauh, kitab “Campaka Mulia” ini menarik untuk ditelaah dari aspek sejarah tradisi keberaksaraan (literacy/turâts) bahasa Sunda aksara Arab (Sunda Pegon). Kitab “Campaka Mulia” ini menjadi salah satu penanda era peralihan tradisi “keberaksaraan tulis tangan” (manuscripts literacy/al-turâts al-makhthûth) ke tradisi “keberaksaraan cetak” (print literacy/al-turâts al-mathbû’) dalam sejarah bahasa Sunda Pegon.

Sebelum tahun 1896, teks-teks berbahasa Sunda Pegon ditulis dan tersebar dalam bentuk naskah tulis tangan (manuskrip/makhthûth) yang lebih bersifat tradisional. Kondisi ini berlangsung sejak era islamisasi Tatar Sunda di abad ke-16 M. Berbagai karya intelektual telah lahir dan berkembang di wilayah Tatar Sunda dalam berbagai disiplin bidang keilmuan.

Selama kurang lebih empat abad lamanya, karya-karya tersebut berkembang dalam bentuknya yang tradisional, yaitu naskah tulis tangan (manuskrip). Barulah, menjelang akhir abad ke-19, sebuah tradisi baru dalam sejarah bahasa Sunda Pegon dimulai, yaitu ketika lahir dan berkembangnya beberapa naskah cetak.

Mikihiro Moriyama dalam artikelnya yang berjudul “Ketika Sastra Dicetak: Perbandingan Tradisi Tulisan Tangan dan Cetakan dalam Bahasa Sunda pada Paruh Kedua Abad ke-19” mengatakan bahwa keberaksaraan cetak telah mengubah unsur-unsur tradisi penulisan dan praksis-praksisnya. Keberaksaraan cetak juga menjadi wahana bagi bentuk-bentuk baru dari unsur-unsur kebudayaan, mencangkokkan tradisi dengan modernitas.

Sebenarnya, tradisi keberaksaraan cetak bahasa Sunda aksara Arab (Pegon) ini memang berkembang lebih belakangan daripada tradisi cetak bahasa Sunda aksara Latin (Belanda) dan Jawa (Hanacaraka). Pemerintah kolonial Hindia Belanda lebih dahulu memproduksi teks-teks cetak berbahasa Sunda sejak tahun 1850, di bawah prakarsa K.F. Holle (w. 1896) yang berkolaborasi dengan Moehammad Moesa (w. 1886) dan dua anaknya, Kartawinata dan Lasminingrat.

Holle adalah penasehat kehormatan pemerintah kolonial untuk urusan pribumi, sementara Moesa adalah penghulu besar Limbangan (Garut). Namun demikian, teks-teks berbahasa Sunda tersebut dicetak dalam aksara Jawa dan Latin, bukan dalam aksara Pegon.

Adalah Sayyid Usman b. Yahya, tokoh yang tercatat sebagai pionir gerakan percetakan kitab-kitab Sunda Pegon ini. Sayyid Usman b. Yahya adalah ulama sentral Betawi asal Hadramaut (Yaman) yang menjabat sebagai mufti Batavia dan penasehat urusan Arab untuk pemerintah kolonial (sejak 1889), selain menulis puluhan jumlah karya yang kebanyakan berbahasa Melayu-Jawi.

Upaya Sayyid Usman b. Yahya ini tidak semata-mata bersifat pragmatis dan ekonomis, tetapi juga karena sosoknya memiliki hubungan intelektual dengan para ulama Sunda yang banyak menjadi muridnya. Sebagian murid Sayyid Usman b. Yahya asal Sunda, seperti RH. Azhari (Bandung) dan KH. Hasan Basri Abdullah Cicurug (Sukabumi), berupaya menerjemahkan beberapa karya sang guru dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Sunda, lalu dicetak di percetakan milik Sayyid Usman itu.

Dalam list daftar kitab-kitab yang dicetak oleh percetakan milik Sayyid Usman per-tahun 1903, terdapat sejumlah 104 (seratus empat) buah kitab. Dari total jumlah tersebut, terdapat setidaknya 7 (tujuh) buah kitab berbahasa Sunda Pegon. Ketujuh kitab berbahasa Sunda Pegon tersebut dicetak dalam rentang waktu 1896-1903 dan merupakan terjemahan dari karya-karya Sayyid Usman yang ditulis sebelumnya dalam bahasa Melayu-Jawi.

Di antara ketujuh kitab tersebut adalah kitab “Campaka Mulia” yang dicetak pada tahun 1897 dan sedang kita bicarakan di muka ini. Wallahu A’lam

Oleh: Oleh: A Ginanjar Sya’ban, Peneliti Naskah-Naskah Islam Nusantara. Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta.

Oleh: Oleh: A Ginanjar Sya’ban, Peneliti Naskah-Naskah Islam Nusantara. Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta.

KHAZANAH REPUBLIKA